PENDAHULUAN
Tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa di lingkungan kerja banyak sekali potensi
bahaya yang mengancam keselamatan baik secara fisik maupun secara mental
atau pikiran. Kondisi di lingkungan kerja seperti ini tentu saja merugikan terutama
bagi pekerja yang berhadapan langsung dengan gangguan-gangguan di
lingkungan kerja tersebut. Gangguan-gangguan tersebut dapat berakibat fatal bagi
pekerja apabila waktu terpaparnya cukup lama.
2. 1. Kebisingan
Kebisingan adalah salah satu polusi yang tidak dikehendaki manusia. Dikatakan
tidak dikehendaki karena dalam jangka panjang, bunyi-bunyian tersebut akan
dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan
kesalahan komunikasi bahkan kebisingan yang serius dapat mengakibatkan
kematian. Semakin lama telinga mendengar kebisingan, makin buruk pula dampak
yang diakibatkannya, diantaranya adalah pendengaran dapat semakin berkurang.
Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat
menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang
pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran),
berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan
didefinisikan sebagai “suara yang tak dikehendaki, misalnya yang merintangi
terdengarnya suara-suara, musik dan sebagainya, atau yang menyebabkan rasa
sakit atau yang menghalangi gaya hidup. (JIS Z 8106 [IEC60050-801] kosa kata
elektro-teknik internasional Bab 801: akustikal dan elektroakustik)”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki
dan dapat menganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian
(Buchari, 2007).
b. Bising eksterior
Bising yang dihasilkan oleh kendaraan transportasi darat, laut, maupun udara,
dan alat-alat konstruksi. Dalam dunia industri jenis-jenis bising yang sering
dijumpai antara lain meliputi:
- Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang luas. Misalkan suara
yang ditimbulkan oleh mesin bubut, mesin frais, kipas angin, dan lain-lain.
- Bising kontinu dengan jangkauan frekuensi yang sempit. Misalkan bising
yang dihasilkan oleh suara mesin gergaji, katup gas, dan lain-lain.
- Bising terputus-putus (intermittent). Misal suara lalu lintas, suara kapal
terbang.
- Bising impulsive seperti pukulan palu, tembakan pistol, dan lain-lain
(Anonim A, 2011).
Sifat suatu kebisingan ditentukan oleh intensitas suara, frekuensi suara, dan waktu
terjadinya kebisingan. ketiga faktor diatas juga dapat menentukan tingkat
gangguan terhadap pendengaran manusia. Kebisingan yang mempunyai frekuensi
tinggi lebih berbahaya daripada kebisingan dengan frekuensi lebih rendah. Dan
semakin lama terjadinya kebisingan disuatu tempat, semakin besar akibat yang
ditimbulkannya.
Disamping itu juga terdapat faktor lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan
studi tentang kebisingan, faktor tersebut berupa bentuk kebisingan yang
dihasilkan, berbentuk tetap atau terus-menerus (steady) atau tidak tetap
(intermittent). Kerusakan pendengaran manusia terjadi karena pengaruh kumulatif
exposure dari suara diatas intensitas maksimal dalam jangka waktu lebih lama dari
waktu yang diijinkan untuk tingkat kebisingan yang bersangkutan (Anonim A,
2011).
- Stres menuju keadaan cepat marah, sakit kepala, dan gangguan tidur.
- Gangguan reaksi psikomotor.
- Kehilangan konsentrasi.
- Penurunan performansi kerja yang dapat menimbulkan kehilangan
efisiensi dan produktivitas kerja (Anonim A, 2011).
Pada Active Noise Control dapat dilakukan dengan Kontrol pada Sumber.
Pengontrolan kebisingan pada sumber dapat dilakukan dengan modifikasi sumber,
yaitu penggantian komponen atau mendisain ulang alat atau mesin supaya
kebisingan yang ditimbulkan bisa dikurangi. Program maintenance yang baik
supaya mesin tetap terpelihara, dan penggantian proses. Misalnya mengurangi
faktor gesekan dan kebocoran suara, memperkecil dan mengisolasi elemen getar,
melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin.
Penerangan yang cukup dan diatur dengan baik juga akan membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nyaman dan menyenangkan sehingga dapat memelihara
kegairahan kerja. Telah kita ketahui hampir semua pelaksanaan pekerjaan
melibatkan fungsi mata, dimana sering kita temui jenis pekerjaan yang
memerlukan tingkat penerangan tertentu agar tenaga kerja dapat dengan jelas
mengamati obyek yang sedang dikerjakan. Intensitas penerangan yang sesuai
dengan jenis pekerjaannnya jelas akan dapat meningkatkan produktivitas kerja.
Sanders dan McCormick (1987) menyimpulkan dari hasil penelitian pada 15
perusahaan, dimana seluruh perusahaan yang diteliti menunjukkan kenaikkan
hasil kerja antara 4-35%. Selanjutnya Armstrong (1992) menyatakan bahwa
intensitas penerangan yang kurang dapat menyebabkan gangguna visibilitas dan
eyestrain. Sebaliknya intensitas penerangan yang berlebihan juga dapat
menyebabkan glare, reflections, excessive shadows, visibility dan eyestrain.
Semakin halus pekerjaan dan mnyangkut inspeksi serta pengendalian kualitas,
atau halus detailnya dan kurang kontras, makin tinggi illuminasi yang diperluka,
yaitu antara 500 lux sampai dengan 100 lux (Suma’mur, 1987).
Tenaga kerja disamping harus dengan jelas dapat melihat obyek-obyek yang
sedang dikerjakan juga harus dapat melihat dengan jelas pula benda atau alat dan
tempat disekitarnya yang mungkin mengakibatkan kecelakaan. Maka penerangan
umum harus memadai. Dalam suatu pabrik dimana terdapat banyak mesin dan
proses pekerjaan yang berbahaya maka penerangan harus didesain sedemikian
rupa sehingga dapat mengurangi kecelakaan kerja. Pekerjaan yang berbahaya
harus dapat diamati dengan jelas dan cepat, karena banyak kecelakaan terjadi
akibat penerangan kurang memadai.
Secara umum jenis penerangan atau pencahayaan dibedakan menjadi dua yaitu
penerangan buatan (penerangan artifisial) dan penerangan alamiah (dan sinar
matahari). Untuk mengurangi pemborosan energi disarankan untuk mengunakan
penerangan alamiah, akan tetapi setiap tempat kerja harus pula disediakan
penerangan buatan yang memadai. Hal mi untuk menanggulangi jika dalam
keadaan mendung atau kerja di malam hari. Perlu diingat bahwa penggunaan
penerangan buatan harus selalu diadakan perawatan yang baik oleh karena lampu
yang kotor akan menurunkan intensitas penerangan sampai dengan 30%. Tingkat
penerangan pada-tiap tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis
pekerjaannya. Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang
lebih rendah dan tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang
lebih tinggi (Anonim A, 2011).
Penerangan yang kurang di lingkungan kerja bukan saja akan menambah beban
kerja, karena mengganggu pelaksanaan pekerjaan namun juga akan memberikan
kesan yang kurang higienis, dan dengan penerangan yang baik akan
memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang dikerjakan dengan jelas dan
menghindarkan dari kesalahan kerja. Akibat lain dari kurangnya penerangan
dilingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi karyawan.
Gejala kelelahan fisik dan mental antara lain adalah sakit kepala, menurunnya
kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dalam mendirikan bangunan tempat
kerja misalnya pabrik, perkantoran, sekolah dll, sebaiknya memperhatikan
ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
- Jarak antara gedung atau bangunan-bangunan lain tidak mengganggu
masuknya cahaya matahari ketempat kerja.
- Jendela-jendela dan ventilasi untuk masuknya cahaya matahari harus
cukup, seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan.
- Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus
diganti dengan penerangan lampu yang cukup.
- Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32C)
- Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang
yang mengganggu kerja.
- Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan
menyebar dan tidak berkedip-kedip (Soekidjo Notoatmodjo, 2003).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA