PEREKONOMIAN INDONESIA
“KEMISKINAN
DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN”
OLEH:
KELOMPOK 5 C5 2013
13061104391 RYFAN ROMPAS
13061104393 MICHELLE LIMEN
13061104405 GILBERT TUMBEL
13061104427 WULANINTAN RUMAMBY
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat melalui tahap penulisan
karya berikut ini tanpa kekurangan suatu apapun. Terima kasih kami haturkan
pula bagi tim dosen penanggung jawab mata kuliah Perekonomian Indonesia
kami untuk semester V (lima), yang terhormat bapak Dr. Vecky A. J.
Masinambow, SE, MS dan bapak Richard L. H. Tumilaar, SE, M.Si yang telah
memberikan kesempatan bagi kami untuk berkarya dan bereksplorasi mengenai
tema yang telah diberikan.
Yang akan tim kami bahas dalam karya berikut ini adalah salah satu
permasalahan yang paling awam di Negara kita Indonesia, yaitu seperti yang
telah dirumuskan dalam SAP (Standar Acara Perkuliahan) Perekonomian
Indonesia sebagai “Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan”. Menggunakan
berbagai sumber, kami menyusun karya ini dengan semampu kami dengan
harapan tidak menyalahgunakan atau menyelewengkan informasi tertentu.
Kiranya karya tulis berikut ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Tim Penulis,
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3
BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………………4
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….34
3
BAB I:
PENDAHULUAN
Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu
masalah yang sangat serius karena saat ini kemiskinan, membuat banyak
masayarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya
masyarakat yang mengalami pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang
dialami masyarakat inilah yang membuat sulitnya memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga angka kemiskinan selalu ada.
4
BAB II:
KEMISKINAN DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN
Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade tahun 1970-an, strategi
pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Soeharto lebih
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
5
Sejak pelita III strategi pembangunan mulai diubah, tidak lagi hanya
terfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan
masyarakat menjadi tujuan utama daripada pembangunan. Usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah lewat
pembanguan industri-isndustri padat karya, pembanguan pedesaan, dan
modernisasi sector pertanian. Sayangnya, krisis ekonomi tiba-tiba muncul
yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah pada pertengahan kedua tahun
1997 dan sebagai salah satu akibat langsungnya, jumlah orang miskin dan
gap dalam distribusi pendapatan di tanah air membesar, bahkan menjadi
jauh lebih buruk dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis.
6
II.1.2 Tinjauan Konsep dan Teori
1. Kemiskinan
Mengukur Kemiskinan
7
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan
pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengahuntuk
pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001
1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar
orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari.
Penyebab Kemiskinan
8
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita
di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai
pekerja miskin yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan
publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Kemisikinan boleh berlaku atas kekurangan individu dan juga atas masalah
sosio-ekonomi dalam sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu, sebab
kemisikinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu:
1. Dimensi individu
Kekurangan individu yang tertentu dapat mencetuskan kemiskinan.
Kelemahan individu ini biasanya kelemahan yang setara dan dapat
menyebabkan seseorang itu miskin, walaupun dia berada dalam suatu
masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Kelemahan individu ini
adalah seperti berikut:
a. Tabiat Berjudi
Tabiat berjudi adalah satu amalan yang menyebabkan seseorang
itu miskin. Mereka yang kecanduan untuk berjudi, akan banyak
kehilangan harta dalam aktivitas berjudinya dan mereka
seringnya hilang tumpuan dalam pekerjaan kerana kalah dalam
perjudian.
b. Sakit Badan
c. Masalah Personaliti
Pada umumnya, personaliti bermasalah yang menyebabkan
kemisikinan ialah sikap malas. Sikap malas itu dicerminkan
dalam tingkah laku seperti suka berkhayal, suka beromong
kosong, dan juga “elak kerja”. Orang yang malas adalah
kekurangan produktivitasnya dan mereka akan hilang banyak
peluang untuk mencari rezeki.
2. Dimensi masyarakat
Dari dimensi ini, kemisikinan merupakan sesuatu yang terhasil dari
masalah sosio-ekonomi. Wujudnya didalam suatu masyarakat dan bukan
sesuatu yang diakibatkan oleh kelemahan individu itu sendiri. Sebab
kemisikinan yang berhubung dengan masalah masyarakat adalah seperti
berikut:
a. Konflik
Konflik seperti peperangan, kerusuhan dan sebagainya akan
menyebabkan kegiatan ekonomi terbunuh dan ia juga
membinasakan infrastruktur yang penting untuk menjaga
9
kekayaan. Semua ini akan menyebabkan kemisikinan yang
berlarut-larut.
b. Ketidakadilan Sosial
Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengamalkan
ekonomi pasaran bebas, kemisikinan adalah :
“Sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta
cenderung untuk bertumpu kepada golongan yang terkaya,
manakala orang yang miskin cenderung menjadi lebih miskin. Ini
adalah karena dalam pasar bebas, komoditi itu dijualkan kepada
mereka yang mampu menawarkan harga yang lebih tinggi. Prinsip
ini menyebabkan faktor pengeluargan seperti tanah, cenderung
dimiliki oleh golongan terkaya, kerana mereka mempunyai
kekuasaan pembelian yang lebih tinggi. Pemilikikan faktor
pengeluaran ini akan menyebabkan orang terkaya ini menjadi lebih
kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor pengeluaran
di pasa bebas. Proses ini akan berterusan, sehingga golongan
terkaya ini memonopoli segala faktor pengeluaran, dan
menyebabkan orang lain dalam masyarakat miskin tidak memiliki
faktor pengeluaran.” Tetapi teori ekonomi marxisme sudah
dibuktikan oleh salah seorang ahli ekonomi. Semua negara yang
telah mencoba mengikuti teori Karl Marx gagal mengurangi
kemiskinan. Kini hampir semua ahli ekonomi dan ahli sejarah
ekonomi menggunakan teori ekonomi bebas untuk mengurangi
kemiskinan.
Menghilangkan Kemiskinan
Penanggulangan Kemiskinan
11
Kebijakan ini diarahkan pada pembukaan peluang yang seluas-luasnya
kepada masyarakat miskin untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi. Lemahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin bukan
berarti menutup peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Justru
aktivitas ekonomi yang yang pertama kali bangkit dari keterpurukan
akibat krisis adalah sektor informal yang dijalankan masyarakat miskin.
Contoh programnya antara lain adalah: penyediaan sarana kesehatan bagi
masyarakat miskin, sarana dan prasarana pendidikan, pemberdayaan
masyarakat, pembentukan modal, dan lain-lain.
2. Kebijakan dan Program Untuk Memberdayakan Kelompok Miskin
Pemberdayaan dilaksanakan dengan pembukaan akses bagi masyarakat
miskin untuk terlibat tidak hanya pada bidang ekonomi. Kemiskinan
memiliki aspek yang sangat luas dan tidak hanya ekonomi sehingga
penanggulangannya harus bersifat multidimensi. Politik, sosial, hukum
dan kelembagaan adalah bidang-bidang yang bersentuhan dan
menentukan kehidupan masyarakat miskin sehingga aksesibilitas
masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut dapat mendorong
masyarakat untuk memberdayakan diri. Contoh programnya antara lain:
penguatan pengelolaan kelompok atau organisasi sosial, keterlibatan
kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi, dan lain-lain.
3. Kebijakan dan Program yang Melindungi Kelompok Miskin
Masyarakat miskin sangat rentan terhadap terjadi goncangan internal
maupun eksternal. Kematian, sakit, bencana alam atau konflik sosial bisa
berakibat pada semakin terpuruknya masyarakat dalam kemiskinan. Hal
ini disebabkan oleh ketiadaan jaminan atau ketahanan masyarakat miskin
terhadap krisis akibat goncangan yang terjadi. Kebijakan ini diarahkan
untuk mengurangi penyebab terjadinya goncangan, memperkuat
masyarakat miskin sehingga tahan dalam menghadapi goncangan, dan
penciptaan jaminan sosial dalam masyarakat.
4. Kebijakan dan Program untuk Memutus Pewarisan Kemiskinan Antar
Generasi
Hak anak dan peranan perempuan Perempuan dan anak-anak adalah
pihak yang paling lemah dalam keluarga miskin. Peran domestik
menyebabkan kurangnya akses dan keterlibatan terhadap kondisi di luar
lingkungan rumahnya. Pemberdayaan dan keterlibatan pada kegiatan di
luar wilayah domestik akan menghilangkan diskriminasi terhadap
perempuan dan anak sehingga tidak semakin terpuruk dalam lingkaran
kemiskinan. Contoh programnya antara lain: pemberian bantuan sarana
pendidikan untuk sekolah di daerah miskin dan beasiswa kepada anak-
anak miskin, pemberian makanan tambahan, pemberdayaan perempuan
melalui kegiatan produktif, dan lain-lain
12
2. Ketimpangan Pendapatan
Pada aspek makro, Dumairy (1996), menyatakan bahwa terdapat ada dua
faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan
pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi.:
Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial
endowment) diantara pelakupelaku ekonomi. Ketidaksetaraan
anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan bekal
“resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi, yang meliputi,
sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/ potensi atau
sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan,
sektor ekonomi, sektor wilayah/ daerah). Sumber daya alam serta
(pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu
pula yang lainnya seperti kapital, keahlian/ keterampilan serta bakat
atau potensi
Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat
cenderung berorientasi pada pertumbuhan (growth).
3. Gini Ratio
13
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering
digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah
kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu
variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam)
yang mewakili persentase kumulatif penduduk.
Produk Domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu Negara pada periode tertentu. PDB merupakan
salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional
5. Pertumbuhan Ekonomi
6. Trickle Up Effect
15
Efek trickle up di suatu negara yang menguntungkan orang kaya akan
direalisasikan karena peningkatan penjualan akan relatif terhadap jumlah
manfaat yang diberikan kepada orang miskin. Menurut Efek trickle up
berpendapat bahwa efek ini lebih efektif daripada trickle down effect karena
orang miskin lebih cenderung daripada orang kaya untuk menghabiskan
uang mereka.
Bahwa dengan adanya pasar bebas (bebas hambatan baik dari pajak yang
berat maupun bentuk kontrol lain dari pemerintah) akan menyebabkan
peningkatan kekayaan bagi masyarakat secara keseluruhan. Kelompok
masyarakat miskin akan memperoleh bagian dari kekakayaan kelompok
masyarakat atas (kaya).
Dalam model ini, kemiskinan relatif meningkat namun pada beberapa kasus
tertentu, trickle up effect justru dapat menurunkan kemiskinan absolut di
suatu negara. Namun, dampak negatif lain yang ditunjukkan dari adanya
trickle up effect adalah kesenjangan yang besar dalam distribusi kekayaan
dapat menyebabkan kesenjangan yang sama besar dalam kekuasaan dan
pengaruh , sehingga membuat model ekonomi ini tidak diinginkan.
16
II.1.2 Analisis dan Pembahasan
17
Menurut Joseph E Stiglitz dalam bukunya The Price of Inequality,
mengungkapkan bahwa ketimpangan pendapatan lebih sering terjadi sebagai
akibat keputusan politis ketimbang konsekuensi dari pekerjanya kekuatan
pasar atau makro ekonomi. Artinya, ketimpangan adalah buah dari kebijakan
pemerintah sendiri.
Untuk mengatasi ketimpangan perlu komitmen yang kuat dan suatu formula,
pendekatan, inovasi, terobosan baru, mulai dari perubahan paradigma
kebijakan pembanguna, ditopang kelembagaan yang mapan, infrastruktur
dan insentif yang mendukung dan pengawasan ketat dan inmplementasi
dilapangan. Selain itu pemerintah dalam menetukan agenda pembangunan
jangan sampai mementingkan kepentingan politik, kartel usaha dan pihak
luar.
18
II.2 Pertumbuhan Ekonomi Terkait Kemiskinan dan Kesenjangan
Pendapatan
19
sebagian besar tenaga kerja yang datang dari perdesaan (sector pertanian),
atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan
pendapatan.
Dasar terori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan
tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi
dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, seperti yang telah dibahas
di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada awal dari proses pembangunan,
tinkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap
akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.
20
Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan
pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari
ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari
kemiskinan terhadap ketimpangan dengan d, maka di dapat persamaan
sebagai berikut:
1 = g + bd (4.2)
Untuk mendapatkan elastisitaas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan
dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai
variable yang dapat dikontrol) digunakan persamaan sebagai berikut:
Sudah cukup banyak studi empris dengan pendekatan analisis lintas Negara
yang menguji relasi antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dan
hasilnya menunjukkan bahwa memang ada suatu korelasi yang kuat antara
kedua variable ekonomi makro tersebut.
Akhir-akhir ini juga cukup banyak studi yang mencoba membuktikan adanya
pengaruh dari pertumbuhan output sektoral terhadap pengurangan jumlah
orang miskin. Dengan kata lain, kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan
pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan
pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu.
Studi dari Ravlon Datt (1996a,b) dengan memakai data dari India
menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer, khususnya
pertanian, jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan
seckor-sektor sekunder. Sektor-sektor sekunder tidak punya efek yang
berarti terhadap penurunan kemiskinan di perdesaan maupun di perkotaan.
Kakwani (2001) juga melaporkan hasil yang sama dari penelitiannya untuk
kasus Filipina. Dikatakan di dalam studinya bahwa, sementara peningkatan
1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di
bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang
sama dari output di sector industri dan di sector jasa hanya mengakibatkan
pengurangan kemiskinan 1/4% hingga 1/3%.
21
Studi dari ADB (1997) mengenai Negara-negara industri baru di Asia
Tenggara (NICs), seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, yang hasil
studinya menunjukkan bahwa pertumbuhan output di sector industri
manufaktur mempunyai dampak positif yang sangat besar terhadap
peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan.
Hasan dan Quibria(2002) juga melakukan studi untuk menguji secar empris
dampak dari pola pertumbuhan output menurut sektor terhadap penurunan
kemiskinan dengan menggunakan data panel dari 45 negara di Asia Timur
dan Selatan, Amerika Latin dan Karibian, dan Afrika Sub-Sahara. Model
yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari pertumbuhan PDB
terhadap tingkat kemiskinan pada prinsipnya sama seperti persamaan (4.3).
Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan
sektoral, mereka mengestimasi persamaan berikut ini:
Hasan dan Quibria (2002) dengan modelnya memberi kesan bahwa ada
korelasi negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan: Semakin tinggi
tingkat pendapatan per kapita semakin rendah tingkat kemiskinan, dengan
kata lain, Negara-negara dengan tingkat PN per kapita yang leblih tinggi
cenderung mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan
Negara-negara yang tingkat PN per kapitanya lebih rendah. Nilai dari
koefisien korelasi tersebut menurut empat wilayah tersebut dijabarkan di
table 4.1. Dapat dilihat bahwa elestisitas pertumbuhan pendapatan dari
kemiskinan untuk Asia Timur adalah tertinggi, disusul kemudian oleh
Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika Sub-Sahara. Jadi, menurut hasil ini,
1% kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan 1,6% di Asia
Timur dan 0,7% di Afrika Sub-Sahara.
22
Tabel 4.1
Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Wilayah:
Estimasi Efek-Efek yang tetap
Asia Amerika Asia Afrika
Timur Latin Selatan S-S
LNC -0,03 0,26* 0,31*** 0,17*
(-0,76) (1,79) (3,31) (1,72)
LnY -1,60** -1,13** -0,82** -0,71**
(-9,36) (-6,11) (-10.12) (-4,53)
Adj R2 0,84 0,68 0,83 0,93
Observasi 70 107 67 48
Keterangan: Uji t statistik didasarkan pada kesalahan-kesalahan standar yang konsisten dengan
heteroskedastic, ada di dalam kurung *: berbeda nyata dari 0 pada 100% tingkat kepercayaan**:
berada nyata dari 0 pada 1% tingkat kepercayaan.
Sumber Gambar I di Hasan dan Quibria (2002)
23
Observasi 70 107 67 48
Laju
Perubahan
pertumbuhan
Kemiskinan
PDB/kapita rata-
rata-rata per
Survei Survei rata per tahun
tahun (%)
Negara tahun1 tahun 2 (%)
Bangladesh 1992 2000 3,09 -2,78
Bolivia 1989 2002 1,17 -1,03
Brazil 1993 2001 1,47 -2,27
Burkina Faso 1994 2003 2,25 -1,80
El Salvador 1991 2000 2,54 -5,39
Gana 1992 1999 1,63 -3,85
India 1994 2000 4,18 -3,84
Indonesia 1996 2002 -0,81 0,67
Romania 1996 2002 0.20 6,05
Senegal 1994 2001 2,47 -2,46
Tunisia 1990 2000 3,03 -3,76
Uganda 1992 2002 3,34 -3,90
Vietnam 1993 2002 5,70 -7,76
Zambia 1991 1998 -2,26 1,29
Sampel median - - 2,36 -2,62
24
Keterangan: data kemiskinan di Negara-negara tersebut didasarkan pada survey-survei
pengeluaran rumah tangga/konsumsi, terkecuali untuk Brazil, dan El Salvador, yang
didasarkan pada survey-survei pendapatan rumah tangga.
Sumber: World Bank (2005)
Seperti dugaan umum, penelitan ini menemukan adanya suatu korelasi positif
dan signifikan secara statistic antara perubahan-perubahan dalam kemiskinan
dan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan (perbedaan-perbedaan dalam
log) dengan koefisien regresi -1,7. (lihat gambar di bawah). Ini artinya,
secara rata-rata, untuk setiap kenaikan PDB per kapita 1%, kemiskinan
berkurang 1,7% selama periode tersebut.
• Romania
• Zambia
Indonesia •
-4 Bolivia •
Brazil • • Burkina Faso
Ghana• • Senegal
Tunisia • • Bangladesh
Uganda •
• El Salvador
Vietnam•
25
1. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang
miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun
tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang
miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam
perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat
bersamaan dengan peratumbuhan ekonomi.
2. Pendekatan kedua focus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari
kelompok miskin lewat perumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan
memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk
berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju
penurunan kemiskinan. Mempercepat laju PPG (pertumbuhan yang pro
kemiskinan) mengharuskan tidak hanya pertumbuhan yang lebih besar,
tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-kemampuan dari
orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-
kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan
kesempatan
Pertumbuhan Pengurangan
kerja
ekonomi kemiskinan
(peningkatan (jumlah orang
output) miskin
Peningkatan
upah/gaji riil
26
II.2 Beberapa Indikator Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan
Selain tiga alat ukur tsb, ada cara pengukuran lainnya yang juga umum di
gunakan terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan cara jumlah penduduk
dikelompokan menjadi tiga grup: 40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan
pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidakmerataan
pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40%
penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
dari penduduk berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari
jumlah pendapatan. Tingkat ketida merataan sedang, apabila kelompok
tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan
ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar
dari 17% dari jumlah pendapatan.
28
KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Parah menikmati < 12 % pendapatan nasional
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Sedang menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Lunak menikmati > 17 % pendapatan nasional
(Distribusi
Merata)
29
S = H [ I + (1-1) Gini ]
Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin
sebagai suatu presentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari faktor-
faktor tsb naik, tingkat kemiskinan bertambah besar (yang di ukur dengan
S).
30
II.3 Kebijakan Pemerintah Mengenai Kemiskinan dan Kesenjangan
Pendapatan
Kebijakan Pertumbuh
an
Perekonimi
Pertumbuha Penurunan
n Ekonomi Kemiskina
n
Pertumbuha
n
Kelembaga propemerata
an
31
5. Memperbaiki kesehatan ibu.
-> Mengurangi hingga tiga perempat(3/4) tingkat kematian ibu.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
-> Menghentikan dan mulai mencegah penyebaran HIV/AIDS.
-> Menghentikan dan mulai mencegah wabah malaria dan penyakit
utama lainnya.
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
-> Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan lewat
kebijakan-kebijakan dan penyusunan program-program, mencegah
kerusakan sumber daya alam (SDA)
-> Mengurangi hingga setengah (1/2) proporsi penduduk yang tidak
memiliki akses terhadap air bersih untuk diminum.
-> Mencapai secara signifikan perbaikan hidup dari setidaknya 100 juta
penduduk dunia yang hidup di daerah-daerah kumuh pada 2020.
8. Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan.
-> Menciptakan lebih jauh sistem perdagagan dan keuangan lewat sebuah
peraturan internasional, menciptakan aturan yang tidak diskriminatif
dan bisa diterapkan di semua negara. Di dalam hal ini, tidak termasuk
adanya sebuah komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik,
program pembangunan, dan program pengurangan kemiskinan (di
tingkat nasional maupun internasional)
-> Menyusun daftar-daftar kebutuhan khusus yang paling diperlukan oleh
negara-negara paling terbelakang. Di dalam konteks ini, di antaranya
termasuk pembebasan tarif atau kuota atas ekspor negara terbelakang;
meningkatkan porsi utang yang dihapuskan, penghapusan utang
pemerintah secara bilateral; dan memberikan bantuan pemerintahan
yang sifatnya lebih berupa kemurahan hati pada negara terbelakang
dalam rangka pengurangan kemsikinan.
-> Menyususun daftar kebutuhan bagi daerah terpencil dan negara-negara
berkembang yang sangat kecil ukurannya dari segi jumlah penduduk
dan luas wilayah.
-> Mengupayakan secara komprehensif utang-utang negara berkembang
lelwat perangkat nasional dan internasional agar utang tidak lagi
menjadi beban.
-> Meningkatkan keja sama dengan perusahaan farmasi agar tersedia
akses bagi warga termiskin di negara berkembang untuk mendapatakn
obat-obatan.
-> Kerja sama dengan sektor swasta dalam rangka penyebaran teknologi,
terutama teknologi informasi dan komunikasi, bagi semua negara yang
paling membutuhkan.
32
Intervensi pemerintah dalam jangka pendek yang dapat dilakukan
dalam memerangi kemiskinan adalah:
1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan.
Pembangunan pertanian, usaha kecil dan ekonomi perdesaan dapat
didorong lewat misalnya; pemberian kredit mikro dan fasilitas-
fasilitas lainnya yang mempermudah proses produksi, penyediaan
bahan baku dan input-input produksi lainnya, dan pemasaran dan
pengembangan proyek-proyek yang selain padat karya juga
mempunyai keterkaitan produksi ke belakang maupun ke depan
dengan sektor pertanian pada khususnya dan perkekonomian
perdesaan pada umumnya.
2. Manajemen lingkungan dan SDA.
3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan,
peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam
pembangunan, dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem
jaminan sosial).
33
Tidak hanya desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan
strategi/kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di daerah
sangat membantu usaha pengurangan kemiskinan di dalam negeri.
Karena hal ini memberi suatu kesempatan besar bagi masyarakat
daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri strategi
atau pola pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sesuai
faktor-faktor keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki
masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan kesehatan.
Tidak diragukan lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi
semua anggota masyarakat di suatu negara merupakan prakondisi
bagi keberhasilan dari kebijakan anti-kemiskinan dari pemerintah
negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan, terutama
dasar, dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari
pemerintah, di manapun juga, baik di negara-negara maju maupun
NSB. Pihak swasta bisa membantu dalam penyediaan tersebut,
tetapi tidak mengambil alih peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan.
Sama seperti penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan,
penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan terutama
pembangunan fasilitas-fasilitas umum/utama, seperti
pemukiman/perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas
sanitasi dan transportasi, sekolah, komplek olah raga, dan
infrastruktur fisik, seperti jalan raya, waduk, listrik dan
sebagainya, merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi
tingkat kemiskinan, terutama di perkotaan.
7. Pembangian tanah yang merata.
Pembagian tanah yang merata atau yang dikenal dengan land
reform terutama sangat krusial di NSB karena sebagai suatu
sumber penting bagi kehidupan di perdesaan. Lagi pula, banyak
studi telah membuktikan bahwa pemilik-pemilik kecil lebih efisien
dalam menggunakan tanah dibandingkan pemilik-pemilik besar,
dan sistem bagi hasil, seperti yang dipraktikkan secara luas di
Indonesia, kurang efisien dibandingkan pengolahan oleh pemilik
sendiri.
34
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan,
sebagai Suatu Persentase dari Pengeluaran Total dari Pemerintah Pusat
1994/95-2000
Bentuk Pengeluaran 94/9 95/9 96/9 97/9 98/9 99/0 2000
5 6 7 8 9 0
Transfer Kas
Keuntungan dalam bentuk: 0,49 0,69 5,73 5,14 2,96
Subsidi beeras (operasi pasar
khusus (OPK) 3,70 3,14 1,22
Pelayanan kesehatan 0,16 0,34 0,97 1,16 0,99
Pendidikan 0,33 0,36 1,06 0,84 0,75
Penciptaan Kesempatan Kerja 0,61 1,37 1,21 1,27 3,94 1,87 2,58
Inpres Desa Tertinggal (IDT) 0,59 0,61 0,53 0,13
Prog. Pengembangan Kecamatan 0,22 0,33 0,29
Prog PengKemiskinan di Kota 0,04 0,28
Prog Pemb Daerah mengatasi
krisis ekonomi (skim kredit 1,16 0,40 0,24
perdesaan)
Infrastruktur Perkotaan & 0,33 0,26 0,61 0,61 0,51 0,43
Perdesaan
Padat Karya 1,01 0,22
Skim-skim Pinjaman 0,02 0,43 0,43 0,53 0,46 0,48 0,92
0
Lainnya 0,49 0,12 0,20
Total 0,61 1,37 1,70 1,96 9,67 7,01 5,65
Total Program Antikemiskinan 0,43
- Nilai (Rp trilliun) 0,11 1,07 1,54 1,98 14,2 13,95 10,35
4
- % daru PDB 0,23 0,28 0,29 1,39 1,23 1,05
35
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan di ASEAN
(% dari Total Pengeluaran Pemerintah)
Negara 90 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
Brunei Darussalam 1,6 2,3 2,3 2,3 2,9 2,5 2,1 2,0 2,0 2,5 1,3 1,7 … …
Kamboja 1,5 0,3 0,5 0,4 0,4 0,6 0,9 0,8 1,0 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0
Indonesia 0,3 0,6 0,4 0,5 0,6 0,6 0,3 0,2 0,2 0,4 … … … …
Laos PDR … … … … … … … … … … … … … …
Malasya 1,5 1,2 1,4 1,3 1,4 1,5 1,5 1,8 1,7 2,1 2,0 1,7 1,7 1,8
Myammar … … … … … … … … … … … … … …
Filipina 0,7 0,4 0,5 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 …
Singapura 1,0 1,2 1,2 1,1 1,4 1,3 1,0 1,2 1,1 1,5 1,0 0,9 0,9 …
Thailand … 1,2 1,3 1,5 1,5 1,4 1,3 1,7 1,3 1,3 1,4 … … …
Vietman … … … … … … … … … … … … … …
Sumber: ADB
Paket ini juga merupakan program insentif dan kompensasi bagi seluruh
stakeholders yang mencakup (i) kelompok rumah tangga berpendapatan
rendah; (ii) petani; (iii) pekerja dan (iv) dunia usaha (lihat Lampiran 2
tentang rincian dan kelompok sasaran dari kebijakan) Cakupan paket
kebijakan ini terdiri dari :
A. Paket Insentif Fiskal
B. Reformasi Regulasi dalam Sektor Perdagangan
C. Reformasi Regulasi dalam Sektor Perhubungan
D. Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Beras dan Gabah
Petani
E. Subsidi Langsung Tunai
36
Dalam kebijakan fiskal, insentif yang akan diberikan Pemerintah akan terdiri
dari berbagai bentuk kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat daya saing
industri, memperbaiki iklim usaha dan memberikan kompensasi kelompok
pekerja. Implementasi insentif fiskal ini akan berlangsung secara bertahap
mulai tanggal 1 Oktober hingga 1 januari 2006.
Bentuk insentif fiskal tersebut meliputi :
1. Perubahan status PPN atas produk primer menjadi Barang Bukan Kena
Pajak Perubahan status PPN atas produk primer menjadi barang bukan
kena pajak ditujukan untuk memberikan insentif bagi produk-produk
primer, khususnya produk-produk pertanian. Perubahan ini merupakan
bagian dari reformasi pajak dan akan efektif Januari 2006
2. Penundaan pengenaan PNBP untuk transaksi ekspor dan impor Kebijakan
ini ditujukan untuk memperlancar dan meringankan biaya transaksi
ekspor dan impor. Penundaan ini akan dituangkan dalam perubahan PP
No.44/2003 berlaku mulai 1 November 2005 dan berlaku selama 3 bulan
menunggu berlakunya secara efektif
3. Peningkatan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) Kebijakan ini
ditujukan untuk meringankan beban wajib pajak khususnya buruh yang
berpendapatan rendah. Besarnya PTKP dinaikkan 10% dari Rp 1juta per
bulan menjadi Rp 1,1 juta per bulan. Perubahan ini mulai efektif mulai 1
Januari 2006
4. Pembebasan bea masuk untuk beberapa produk. Pembebasan bea masuk
ini dilakukan dengan memperkuat daya saing industry khususnya industri
pengguna yang umumnya adalah usaha kecil dan menengah. Khusus
untuk gula, penurunan tarif bea masuk dilakukan dengan
mempertimbangkan baik kepentingan petani tebu maupun konsumen baik
konsumen antara seperti industri makanan dan minuman maupun
konsumen akhir.
Adapun produk yang akan dibebaskan bea masuk meliputi :
Pembebasan bahan baku dan komponen industri alat-alat berat;
Pembebasan bea masuk atas impor Engine Assy untuk angkutan
umum;
Pembebasan bea masuk converter kit untuk energi;
Penurunan bea masuk gula terdiri dari :
o Raw sugar dari Rp 550/kg menjadi Rp 250/kg
o Gula rafinasi dari Rp 790/kg menjadi Rp 530/kg
o Gula Putih dari Rp 790/kg menjadi Rp 530/kg
5. Percepatan pembatalan Perda mengenai pajak dan retribusi yang
menghambat dunia usaha. Kebijakan ini ditujukan untuk memperbaiki
iklim usaha yang merupakan bagian dari program berlanjut dalam
Rencana Kerja Tahunan Pemerintah 2005 dan 2006.
37
6. Penurunan tarif dasar Pajak Kendaraan Bermotor untuk kendaraan umum
Kebijakan ini akan dilakukan untuk memberikan keringanan bagi
angkutan umum. Perubahan dituangkan dalam Permendagri No 16/2005
Fokus dari reformasi ini adalah untuk memperlancar arus barang untuk
meningkatkan daya saing industri dan sekaligus untuk melindungi produk-
produk industri dalam negeri dari persaingan yang tidak fair.
Ruang lingkup pembebasan meliputi tiga aspek yaitu :
(a) Pembebasan verifikasi/penelusuran produk impor untuk :
− Garam untuk kebutuhan farmasi;
− Tire cord;
− Filter cloth;
− Kain goni; dan
− Karung goni.
(b) Menambah jalur prioritas dan jalur hijau kepada importir produsen.
(c) Upaya mengatasi penyelundupan dengan memperlakukan jalur untuk
importer umum bagi pelumas, rokok, garmen, sepatu, kosmetik dan barang
elektronika dan memperketat Surat Keterangan Asal (SKA)
38
kepentingan konsumen. Oleh karena itu harga pembelian pemerintah
ditingkat petani (harga gabah kering panen/GKP) akan dinaikkan dan untuk
harga beras akan dinaikkan dengan presentase lebih rendah.
39
BAB III:
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Indonesia saat ini berada pada kondisi yang tidak menguntungkan. Hal ini
nampak dari terjadinya ketimpangan multi dimensi di Indonesia. Ketimpangan
multi dimensi ini maksudnya adalah ketimpangan yang terjadi dalam berbagai
sektor yang ada. Agenda pembangunan Indonesia juga dirasa telah dibajak oleh
kepentingan politik, sehingga pembangunan terkonsentrasi pada daerah atau
golongan tertentu saja. Akibatnya muncul kesenjangan kesejahteraan. Pihak
luar negeri juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan –
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Masalah ketimpangan
yang terjadi di Indonesia berasal dari hulu. Pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai upaya untuk mengurangi beragam ketimpangan yang
terjadi.
40
Lampiran 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
TAHUN PERTUMBUHAN
(%)
2008 6,0%
2009 4,6%
2010 6,2%
2011 6,5%
2012 6,2%
2013 6,4%
Lampiran 2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah,
Maret 2011-Maret 2012
41
Daerah/Tahun JumlahPendudukMiskin PresentasePenduduk
(Juta) Miskin
Lampiran 3
Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut Pulau,
Maret 2012
Pulau JumlahPendudukMiskin (000) PresentasePendudukMiskin (%)
Bali&Nusa
Tenggara 640,23 1.393,71 2.033,94 12,1 17,03 15,11
3
Maluku&
114,33 1.524,27 1.638,60 5,88 32,64 24,77
Papua
42
Sumber: BPS, 2012
Lampiran 4
Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Indonesia
Tahun PendudukMiskin GarisKemiskinanan
(Rp/Kapita/ Bulan)
(Jumlahjuta %
orang)
2009 4,5 32,53 14,2 200.262
Lampiran 5
Data Koefisien Gini di Indonesia Sejak Tahun 1999-2011
1999 0,31
2002 0,33
2003 0,32
2004 0,32
2005 0,36
2006 0,33
2007 0,36
2008 0,35
2009 0,37
2010 0,38
2011 0,41
43
Lampiran 6
PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menuru Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Tahun 2012
Lapangan Usaha Tahun 2012 (**)
1 2 3 4 Jumlah
1.PERTANIAN, 300 373.00 304 543.80 327 932.40 257 563.20 1 190 412.40
PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANAN
a. TanamanBahanMakanan 166 395.50 149 104.10 156 122.60 102 707.80 574 330.00
2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 250 300.60 246 881.30 239 158.70 234 259.00 970 599.60
b. PertambanganBukanMigas 122 697.50 120 027.00 113 953.70 107 333.60 464 011.80
3.INDUSTRI PENGOLAHAN 467 196.90 484 349.70 506 081.40 515 218.60 1 972 846.60
a. IndustriMigas 64 192.00 64 985.90 63 286.30 61 943.60 254 407.80
b. IndustribukanMigas 403 004.90 419 363.80 442 795.10 453 275.00 1 718 438.80
1) Makanan, MinumandanTembakau 140 737.30 149 973.20 164 500.70 169 159.80 624 371.00
2) Tekstil, BarangKulit& Alas Kaki 37 105.20 38 646.50 39 934.10 40 806.80 156 492.60
44
7) LogamDasarBesi&Baja 8 150.50 8 006.20 8 505.20 8 814.50 33 476.40
8) AlatAngkutan, Mesin&Peralatannya 111 335.50 117 463.10 117 157.30 119 581.50 465 537.40
4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 15 299.90 16 208.20 16 478.20 17 138.60 65 124.90
5.KONSTRUKSI 199 101.90 210 290.50 221 030.30 230 542.10 860 964.80
6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 267 663.10 282 799.30 292 742.80 302 395.70 1 145 600.90
a. PerdaganganBesardanEceran 215 612.90 229 332.80 237 282.80 244 828.20 927 056.70
7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 129 984.70 132 598.00 141 697.70 144 835.10 549 115.50
8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 143 554.80 146 768.50 152 636.80 155 563.10 598 523.20
9.JASA - JASA 202 000.10 226 608.20 221 890.20 238 177.90 888 676.40
a. PemerintahanUmum 105 740.60 128 737.70 118 341.40 132 715.70 485 535.40
45
Sumber: BPS
Lampiran 7
Persentase Pembagian Pendapatan Nasional di Antara 3 Lapisan Pendapatan
1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
40% 21,66 20,92 20,57 20,80 18,81 19,75 19,10 19,56 21,22 18,05 16,85
pendapata
n
terendah
40%
pendapatan 37,77 36,89 37,10 37,13 36,40 38,10 36,11 35,67 37,54 36,48 34,73
menengah
20%
pendapatan 40,57 42,19 42,33 42,07 44,78 42,15 44,79 44,77 41,24 45,47 48,42
tertinggi
Sumber: Kompas Jumat 25 Oktober 2013
Lampiran 8
Provinsi Penyumbang Terbesar PDB Nasional Per Kuartal I – 2013
Kota PDB Nasional (%)
DKI Jakarta 16,46
JawaTimur 14,98
Jawa Barat 13,88
Jawa Tengah 8,93
Riau 6,01
Kalimantan Timur 5,90
Sumatera Utara 5,41
Sumatera Selatan 3,03
Sulawesi Selatan 2,39
Sumber: BPS 2013
Lampiran 9
Pengeluaran Konsumsi Indonesia 2000-2012
(US$)
200 110.954.000.000
0
200 111.013.000.000
1
46
200 141.463.000.000
2
200 157.445.000.000
3
200 183.052.000.000
4
200 202.315.000.000
5
200 252.237.000.000
6
200 307.036.000.000
7
200 362.930.000.000
8
200 357.249.000.000
9
201 467.884.000.000
0
2011 555.429.000.000
201 581.415.000.000
2
Sumber: World Bank
47
DAFTAR PUSTAKA
48