Anda di halaman 1dari 48

MAKALAH

PEREKONOMIAN INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO

“KEMISKINAN
DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN”

OLEH:
KELOMPOK 5 C5 2013
13061104391 RYFAN ROMPAS
13061104393 MICHELLE LIMEN
13061104405 GILBERT TUMBEL
13061104427 WULANINTAN RUMAMBY

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat melalui tahap penulisan
karya berikut ini tanpa kekurangan suatu apapun. Terima kasih kami haturkan
pula bagi tim dosen penanggung jawab mata kuliah Perekonomian Indonesia
kami untuk semester V (lima), yang terhormat bapak Dr. Vecky A. J.
Masinambow, SE, MS dan bapak Richard L. H. Tumilaar, SE, M.Si yang telah
memberikan kesempatan bagi kami untuk berkarya dan bereksplorasi mengenai
tema yang telah diberikan.

Yang akan tim kami bahas dalam karya berikut ini adalah salah satu
permasalahan yang paling awam di Negara kita Indonesia, yaitu seperti yang
telah dirumuskan dalam SAP (Standar Acara Perkuliahan) Perekonomian
Indonesia sebagai “Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan”. Menggunakan
berbagai sumber, kami menyusun karya ini dengan semampu kami dengan
harapan tidak menyalahgunakan atau menyelewengkan informasi tertentu.

Kiranya karya tulis berikut ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Manado, 23 Agustus 2015

Tim Penulis,

Kelompok 5 Kelas C5 2013


Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sam Ratulangi Manado Sulawesi Utara

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3

BAB I: PENDAHULUAN………………………………………………………4

BAB II: KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN……………5


 II.1: Konsep dan Definisi Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan……
5
o II.1.1: Tinjauan Konsep dan Teori…………………………………5
o II.1.2: Analisis dan
Pembahasan………………………………….14
 II.2: Beberapa Indikator Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan……
17
 II.3: Kebijakan Pemerintah Mengenai Kemiskinan dan
Kesenjangan Pendapatan………....………………………………21

BAB III: PENUTUP……………………………………………………………


26
 III.1: KESIMPULAN……………………………………………………
26

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….34

3
BAB I:
PENDAHULUAN

Kemiskinan memang merupakan masalah fenomenal di belahan dunia. Masalah


kemiskinan sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana
berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya dan aspek lainnya. Kemiskinan
telah membuat jutaan anak tidak bisa mengenyam pendidikan, kesulitan
membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan investasi, dan masalah lain yang
menjurus ke arah tindak kekerasan dan kejahatan.

Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat sebagai suatu
masalah yang sangat serius karena saat ini kemiskinan, membuat banyak
masayarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya
masyarakat yang mengalami pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang
dialami masyarakat inilah yang membuat sulitnya memenuhi kebutuhan
hidupnya, sehingga angka kemiskinan selalu ada.

Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan tidak hanya dihadapi oleh


negara sedang berkembang, namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari
permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya
tingkat kesenjangan dan angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat kesulitan
mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk suatu
negara. Semakin besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan
mengatasinya.

Negara maju menunjukkan tingkat kesenjangan pendapatan dan angka


kemiskinan yang relative kecil dibanding negara sedang berkembang, dan untuk
mengatasinya tidak terlalu sulit mengingat GDP dan GNP mereka relative
tinggi. Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi masalah internal
suatu negara, namun telah menjadi permasalahan bagi dunia internasional.

4
BAB II:
KEMISKINAN DAN
KESENJANGAN PENDAPATAN

II.1 Konsep dan Definisi Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

II.1.1 Permasalahan Pokok

Ketimpangan yang besar dalam distribusi pendapatan (yang dimaksud


dengan kesenjangan ekonomi) dan tingkat kemiskinan merupakan dua
masalah besar di banyak NSB, tidak terkecuali di Indonesia. Dikatakan
besar karena jika dua masalah ini berlarut-larut atau dibiarkan semakin
parah, pada akhirnya akan menimbulkan konsekuensi politik dan social
yang sangat serius. Suatu pemerintahan bisa jatuh karena amukan rakyat
miskin yang sudah tidak tahan lagi mengahadapi kemiskinannya. Bahkan
kejadian tragedy Mei 1998 menjadi suatu pertanyaan (hipotesis) hingga
sekarang: andaikan tingkat kesejahteraan masyarat di Indonesia sama seperti
misalnya di Swiss, mungkinkah mahasiswa akan begitu ngotot
berdemonstrasi hingga akhirnya membuat rezim Soeharto jatuh pada bulan
Mei 1998?

Pada awal periode orde baru hingga akhir dekade tahun 1970-an, strategi
pembangunan ekonomi yang dianut oleh pemerintahan Soeharto lebih
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pembangunan terpusat di Pulau Jawa, dengan harapan akibat dari


pembangunan itu akan menetes ke sektor-sektor dan wilayah Indoneisa
lainnya.

Konsep pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa yang diharapkan akan


membawa efek menetes ke seluruh tanah air, terbukti tetesannya sangat
lambat. Akibat dari strategi pembangunan yang terpusat di Pulau Jawa
adalah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, Indonesia memang
menikmati laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun yang tinggi, tetapi
tingkat kesenjangan dalam pembagian PN juga semakin besar dan jumlah
orang miskin tetap banyak, bahkan meningkat tajam sejak krisis ekonomi.

5
Sejak pelita III strategi pembangunan mulai diubah, tidak lagi hanya
terfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi peningkatan kesejahteraan
masyarakat menjadi tujuan utama daripada pembangunan. Usaha yang
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah lewat
pembanguan industri-isndustri padat karya, pembanguan pedesaan, dan
modernisasi sector pertanian. Sayangnya, krisis ekonomi tiba-tiba muncul
yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah pada pertengahan kedua tahun
1997 dan sebagai salah satu akibat langsungnya, jumlah orang miskin dan
gap dalam distribusi pendapatan di tanah air membesar, bahkan menjadi
jauh lebih buruk dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis.

6
II.1.2 Tinjauan Konsep dan Teori

1. Kemiskinan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk


memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan
alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan
dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang
memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang
lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan, dan lain sebagainya.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya


mencakup:
 Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan
pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-
barang dan pelayanan dasar.
 Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan
sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang
ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada
dua gambaran yang lainnya.
 Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai.
Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian
politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi
dengan mencari objek penghasilan diluar profesi secara halal.
 Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.

Mengukur Kemiskinan

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan


absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set
standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara.
Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang
makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira
kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

7
Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dengan
pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengahuntuk
pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001
1,1 miliar orang didunia mengonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar
orang didunia mengonsumsi kurang dari $2/hari.

Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan


ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001. [1] Melihat
pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup
dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi ,
nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada


bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju,
kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari
dan daerah pinggiran kota danghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat
sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang
miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang
dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya
disebut sebagai negara berkembang.

Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:


 penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh
dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak
mengukur pemasukan.
 penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan
pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah
anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan
keluarga.
 penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan
kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan
dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda
dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
 penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi
orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari
aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh
orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
 penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan
merupakan hasil dari struktur sosial.

8
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita
di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai
pekerja miskin yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan
publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Kemisikinan boleh berlaku atas kekurangan individu dan juga atas masalah
sosio-ekonomi dalam sebuah masyarakat. Sehubungan dengan itu, sebab
kemisikinan dapat dilihat dari dua dimensi yaitu:
1. Dimensi individu
Kekurangan individu yang tertentu dapat mencetuskan kemiskinan.
Kelemahan individu ini biasanya kelemahan yang setara dan dapat
menyebabkan seseorang itu miskin, walaupun dia berada dalam suatu
masyarakat yang penuh dengan peluang rezeki. Kelemahan individu ini
adalah seperti berikut:
a. Tabiat Berjudi
Tabiat berjudi adalah satu amalan yang menyebabkan seseorang
itu miskin. Mereka yang kecanduan untuk berjudi, akan banyak
kehilangan harta dalam aktivitas berjudinya dan mereka
seringnya hilang tumpuan dalam pekerjaan kerana kalah dalam
perjudian.
b. Sakit Badan
c. Masalah Personaliti
Pada umumnya, personaliti bermasalah yang menyebabkan
kemisikinan ialah sikap malas. Sikap malas itu dicerminkan
dalam tingkah laku seperti suka berkhayal, suka beromong
kosong, dan juga “elak kerja”. Orang yang malas adalah
kekurangan produktivitasnya dan mereka akan hilang banyak
peluang untuk mencari rezeki.
2. Dimensi masyarakat
Dari dimensi ini, kemisikinan merupakan sesuatu yang terhasil dari
masalah sosio-ekonomi. Wujudnya didalam suatu masyarakat dan bukan
sesuatu yang diakibatkan oleh kelemahan individu itu sendiri. Sebab
kemisikinan yang berhubung dengan masalah masyarakat adalah seperti
berikut:
a. Konflik
Konflik seperti peperangan, kerusuhan dan sebagainya akan
menyebabkan kegiatan ekonomi terbunuh dan ia juga
membinasakan infrastruktur yang penting untuk menjaga

9
kekayaan. Semua ini akan menyebabkan kemisikinan yang
berlarut-larut.
b. Ketidakadilan Sosial
Menurut teori Marxisme, dalam masyarakat yang mengamalkan
ekonomi pasaran bebas, kemisikinan adalah :
“Sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam masyarakat ini, harta
cenderung untuk bertumpu kepada golongan yang terkaya,
manakala orang yang miskin cenderung menjadi lebih miskin. Ini
adalah karena dalam pasar bebas, komoditi itu dijualkan kepada
mereka yang mampu menawarkan harga yang lebih tinggi. Prinsip
ini menyebabkan faktor pengeluargan seperti tanah, cenderung
dimiliki oleh golongan terkaya, kerana mereka mempunyai
kekuasaan pembelian yang lebih tinggi. Pemilikikan faktor
pengeluaran ini akan menyebabkan orang terkaya ini menjadi lebih
kaya, dan mereka akan membeli lebih banyak faktor pengeluaran
di pasa bebas. Proses ini akan berterusan, sehingga golongan
terkaya ini memonopoli segala faktor pengeluaran, dan
menyebabkan orang lain dalam masyarakat miskin tidak memiliki
faktor pengeluaran.” Tetapi teori ekonomi marxisme sudah
dibuktikan oleh salah seorang ahli ekonomi. Semua negara yang
telah mencoba mengikuti teori Karl Marx gagal mengurangi
kemiskinan. Kini hampir semua ahli ekonomi dan ahli sejarah
ekonomi menggunakan teori ekonomi bebas untuk mengurangi
kemiskinan.

Pada umumnya di negara berkembang seperti Indonesia penyebab -


penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut :
1. Laju Pertumbuhan penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia makin terpuruk
dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang
bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan.
Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban
ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di
bawah garis kemiskinan.
2. Angkatan Kerja , Penduduk yang bekerja dan pengangguran
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga
kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan
usia kerja berbeda - beda disetiap negara yang satu dengan yang lain.
Batas usia kerja yang dianut Indonesia adalah minimum 10 tahun
tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk
10
berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan
bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukkan dalam kategori
beban ketergantungan atau termasuk pengangguran terbuka.
3. Distribusi Pendapatan dan pemerataan pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau
timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya.
4. Tingkat Pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab
kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat
pendidikan dan pengetahuan tenaga kerja.
5. Kurangnya perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat
miskin dapat menjadi salah satu faktor penyebab kemiskinan

Menghilangkan Kemiskinan

Tanggapan utama terhadap kemiskinan adalah:


 Bantuan kemiskinan, atau membantu secara langsung kepada orang
miskin. Ini telah menjadi bagian pendekatan dari masyarakat Eropa
sejak zaman pertengahan. Di Indonesia salah satunya berbentuk BLT.
 Bantuan terhadap keadaan individu. Banyak macam kebijakan yang
dijalankan untuk mengubah situasi orang miskin berdasarkan
perorangan, termasuk hukuman, pendidikan, kerja sosial, pencarian
kerja, dan lain-lain.
 Persiapan bagi yang lemah. Daripada memberikan bantuan secara
langsung kepada orang miskin, banyak negara sejahtera menyediakan
bantuan untuk orang yang dikategorikan sebagai orang yang lebih
mungkin miskin, seperti orang tua atau orang dengan ketidakmampuan,
atau keadaan yang membuat orang miskin, seperti kebutuhan akan
perawatan kesehatan. Persiapan bagi yang lemah juga dapat berupa
pemberian pelatihan sehingga nanti yang bersangkutan dapat membuka
usaha secara mandiri.

Penanggulangan Kemiskinan

Ada empat kebijakan dan program yang bisa dilakukan untuk


penanggulangan kemiskinan. Empat kebijakan tersebut adalah :
1. Kebijakan dan Program untuk Membuka Peluang atau Kesempatan Bagi
Orang Miskin

11
Kebijakan ini diarahkan pada pembukaan peluang yang seluas-luasnya
kepada masyarakat miskin untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan
ekonomi. Lemahnya kemampuan ekonomi masyarakat miskin bukan
berarti menutup peluang untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Justru
aktivitas ekonomi yang yang pertama kali bangkit dari keterpurukan
akibat krisis adalah sektor informal yang dijalankan masyarakat miskin.
Contoh programnya antara lain adalah: penyediaan sarana kesehatan bagi
masyarakat miskin, sarana dan prasarana pendidikan, pemberdayaan
masyarakat, pembentukan modal, dan lain-lain.
2. Kebijakan dan Program Untuk Memberdayakan Kelompok Miskin
Pemberdayaan dilaksanakan dengan pembukaan akses bagi masyarakat
miskin untuk terlibat tidak hanya pada bidang ekonomi. Kemiskinan
memiliki aspek yang sangat luas dan tidak hanya ekonomi sehingga
penanggulangannya harus bersifat multidimensi. Politik, sosial, hukum
dan kelembagaan adalah bidang-bidang yang bersentuhan dan
menentukan kehidupan masyarakat miskin sehingga aksesibilitas
masyarakat terhadap lembaga-lembaga tersebut dapat mendorong
masyarakat untuk memberdayakan diri. Contoh programnya antara lain:
penguatan pengelolaan kelompok atau organisasi sosial, keterlibatan
kelompok miskin dalam proses pendidikan demokrasi, dan lain-lain.
3. Kebijakan dan Program yang Melindungi Kelompok Miskin
Masyarakat miskin sangat rentan terhadap terjadi goncangan internal
maupun eksternal. Kematian, sakit, bencana alam atau konflik sosial bisa
berakibat pada semakin terpuruknya masyarakat dalam kemiskinan. Hal
ini disebabkan oleh ketiadaan jaminan atau ketahanan masyarakat miskin
terhadap krisis akibat goncangan yang terjadi. Kebijakan ini diarahkan
untuk mengurangi penyebab terjadinya goncangan, memperkuat
masyarakat miskin sehingga tahan dalam menghadapi goncangan, dan
penciptaan jaminan sosial dalam masyarakat.
4. Kebijakan dan Program untuk Memutus Pewarisan Kemiskinan Antar
Generasi
Hak anak dan peranan perempuan Perempuan dan anak-anak adalah
pihak yang paling lemah dalam keluarga miskin. Peran domestik
menyebabkan kurangnya akses dan keterlibatan terhadap kondisi di luar
lingkungan rumahnya. Pemberdayaan dan keterlibatan pada kegiatan di
luar wilayah domestik akan menghilangkan diskriminasi terhadap
perempuan dan anak sehingga tidak semakin terpuruk dalam lingkaran
kemiskinan. Contoh programnya antara lain: pemberian bantuan sarana
pendidikan untuk sekolah di daerah miskin dan beasiswa kepada anak-
anak miskin, pemberian makanan tambahan, pemberdayaan perempuan
melalui kegiatan produktif, dan lain-lain

12
2. Ketimpangan Pendapatan

Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi


pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan
kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. Kemiskinan dan kesenjangan
ekonomi merupakan 2 masalah besar di negara-negara berkembang.

Penyebab Ketimpangan Pendapatan

Pada aspek makro, Dumairy (1996), menyatakan bahwa terdapat ada dua
faktor yang layak dikemukakan untuk menerangkan mengapa ketimpangan
pembangunan dan hasil-hasilnya dapat terjadi.:
 Faktor pertama ialah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial
endowment) diantara pelakupelaku ekonomi. Ketidaksetaraan
anugerah awal yang dimaksud adalah adanya kesenjangan bekal
“resources” yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi, yang meliputi,
sumberdaya alam, kapital, keahlian/keterampilan, bakat/ potensi atau
sarana dan prasarana. Sedangkan pelaku ekonomi adalah perorangan,
sektor ekonomi, sektor wilayah/ daerah). Sumber daya alam serta
(pra)sarana ekonomi yang tersedia tidak sama antar daerah, begitu
pula yang lainnya seperti kapital, keahlian/ keterampilan serta bakat
atau potensi
 Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan yang tidak tepat
cenderung berorientasi pada pertumbuhan (growth).

Penanggulangan Ketimpangan Pendapatan

Untuk mengatasi adanya ketimpangan pendapatan, diperlukan upaya-upaya


seperti halnya dalam mengatasi kemiskinan, yaitu antara lain:
 Subsidi modal terhadap kelompok miskin,
 Peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja,
 Menciptakan strategi pembangunan, yaitu modernisasi pertanian dengan
me-libatkan sektor industri sebagai unit pengolahnya,
 Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan membuat suatu
jaringan pengaman sosial untuk penduduk miskin yang sama sekali tidak
mampu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan
ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan
mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.

3. Gini Ratio

13
Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering
digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan secara
menyeluruh. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah
kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu
variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam)
yang mewakili persentase kumulatif penduduk.

Data yang diperlukan dalam penghitungan gini ratio:


 Jumlah rumah tangga atau penduduk
 Rata-rata pendapatan atau pengeluaran rumah tangga yang sudah
dikelompokkan menurut kelasnya.

Nilai gini ratio berkisar antara 0 dan 1, jika:


 G < 0,3 → ketimpangan rendah
 0,3 ≤ G ≤ 0,5 → ketimpangan sedang
 G > 0,5 → ketimpangan tinggi
Nilai gini ratio tersebutlah yang akan menjadi salah satu dasar ukuran angka
kemiskinan yang terjadi. Sedangkan Koefisien Gini adalah ukuran yang
biasanya digunakan untuk mengukur kesenjangan pendapatan dan kekayaan.

4. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik bruto (PDB) adalah nilai pasar semua barang dan jasa
yang diproduksi oleh suatu Negara pada periode tertentu. PDB merupakan
salah satu metode untuk menghitung pendapatan nasional

PDB dibagi 2, yaitu:


 PDB nominal
PDB yang perhitungannya tanpa memperhatikan pengaruh harga.
 PDB riil
PDB riil atau juga disebut PDB atas dasar harga konstan, dimana
perhitungannya memasukan pengaruh harga.

5. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi perekonomian suatu


Negara secara berkesinambunga nmenuju keadaan yang lebih baik selama
periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan juga sebagai proses
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam
bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi
merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
14
ekonomi suatu Negara dapat diukur dengan cara membandingkan GNP
tahun yang sedang berjalan dengan tahun sebelumnya.

Faktor-faktor pertumbuhan ekonomi:


1. Faktor sumber daya manusia
Sama halnya dengan proses pembangunan, pertumbuhan ekonomi juga
dipengaruhi oleh SDM. Sumber daya manusia merupakan faktor
terpenting dalam proses pembangunan, cepat lambatnya proses
pembangunan tergantung kepada sejauh mana sumberdaya
manusianyaselakusubjek pembangunan memiliki kompetensi yang
memadai untuk melaksanakan proses pembangunan.
2. Faktor sumber daya alam
Sebagian besar Negara berkembang bertumpu kepada sumber daya alam
dalam melaksanakan proses pembangunannya. Namun demikian, sumber
daya alam saja tidak menjamin keberhasilan proses pembanguan
ekonomi, apabila tidak didukung oleh kemampuan sumber daya
manusianya dalam mengelola sumber daya alam yang tersedia. Sumber
daya alam yang dimaksud diantaranya kesuburan tanah, kekayaan
mineral, tambang, kekayaan hasil hutan dan kekayaan laut.
3. Faktor ilmu pengetahuan dan teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
mendorong adanya percepatan proses pembangunan, pergantian pola
kerja yang semulamenggunakantanganmanusiadigantikanolehmesin-
mesin canggih berdampak kepada aspek efisiensi, kualitas dan kuantitas
serangkaian aktivitas pembangunan ekonomi yang dilakukan dan pada
akhirnya berakibat pada percepatan laju pertumbuhan perekonomian.
4. Faktor budaya
Faktor budaya memberikan dampak tersendiri terhadap pembanguan
ekonomi yang dilakukan, faktor ini dapat berfungsi sebagai pembangkit
atau pendorong proses pembangunan tetapi dapat juga menjadi
penghambat pembangunan. Budaya yang dapat mendorong pembangunan
diantaranya sikap kerja keras dan kerja cerdas, jujur, ulet dan sebagainya.
Adapun budaya yang dapat menghambat proses pembangunan
diantaranya sikap anarkis, egois, boros, KKN, dan sebagainya.
5. Sumber daya modal
Sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah SDA dan
meningkatkan kualitas IPTEK. Sumber daya modal berupa barang-barang
modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembanguna
ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan
produktivitas.

6. Trickle Up Effect

15
Efek trickle up di suatu negara yang menguntungkan orang kaya akan
direalisasikan karena peningkatan penjualan akan relatif terhadap jumlah
manfaat yang diberikan kepada orang miskin. Menurut Efek trickle up
berpendapat bahwa efek ini lebih efektif daripada trickle down effect karena
orang miskin lebih cenderung daripada orang kaya untuk menghabiskan
uang mereka.

Bahwa dengan adanya pasar bebas (bebas hambatan baik dari pajak yang
berat maupun bentuk kontrol lain dari pemerintah) akan menyebabkan
peningkatan kekayaan bagi masyarakat secara keseluruhan. Kelompok
masyarakat miskin akan memperoleh bagian dari kekakayaan kelompok
masyarakat atas (kaya).

Dalam model ini, kemiskinan relatif meningkat namun pada beberapa kasus
tertentu, trickle up effect justru dapat menurunkan kemiskinan absolut di
suatu negara. Namun, dampak negatif lain yang ditunjukkan dari adanya
trickle up effect adalah kesenjangan yang besar dalam distribusi kekayaan
dapat menyebabkan kesenjangan yang sama besar dalam kekuasaan dan
pengaruh , sehingga membuat model ekonomi ini tidak diinginkan.

7. Trickle Down Wffect

Efek trickle-down biasanya digunakan untuk menggambarkan suatu proses


yang menguntungkan orang kaya yang memberi manfaat bagi masyarakat
miskin, maka Efek trickle-up menyatakan bahwa metode ini dapat
menguntungkan orang miskin secara langsung (misalnya melalui pinjaman
mikro) yang nantinya akan meningkatkan produktivitas masyarakat secara
keseluruhan dan dengan demikian manfaat tersebutakan memberi manfaat
bagi orang kaya.

16
II.1.2 Analisis dan Pembahasan

A. Penyebab Ketimpangan Ekonomi

Berdasarkan data yang diperoleh terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia


yang kian meningkat, namun tidak diiringi dengan penurunan Gini Ratio
sehingga terjadi ketimpangan multi dimensi antar wilayah antar sektor antar
kelompok pendapatan. Peningkatan pertumbuhan ekonomi juga tidak
dibarengi penurunan signifikan angka kemiskinan dan pengangguran, karena
kue nasional terkonsentrasi pada kelompok 20% terkaya.

Peningkatan pangsa kue dalam kelompok 20% terkaya dalam distribusi


pendapatan nasional dibarengi penciutan pangsa 40% penduduk termiskin.
Usaha pemerintah sudah baik dengan menyebarkan pembangunan, namun
setelah 12 tahun otda, sasaran untuk mendekatkan pelayanan kemasyarakat
dan memperbaiki akses penduduk miskin pada kebutuhan dasar secara
umum belum tercapai. Ini tercermin dari tren angka kemiskinan di daerah.

Menurut Erani Yustika, ketimpangan pembangunan berawal dari


kesenjangan penguasaan aset, seperti modal dan lahan. Berdasarkan data
BPN, ketimpangan lahan saat ini berada dikisaran 0,54 (Gini Ratio). Sekitar
70% asset ekonomi berupa tanah, tambak, kebun, dan property di Negara ini
hanya dikuasi oleh 0,2% penduduk.

Erani melihat pembangunan yang dijalankan Indonesia selama ini tidak


menuju kearah yang benar karena kebijakan yang diambil tidak focus dan
sarat akan kepentingan kelompok. Agenda pembangunan telah dibajak oleh
kepentingan politik, sehingga pembangunan terkonsentrasi pada daerah atau
golongan tertentu saja sehingga memunculkan kesenjangan kesejahteraan.
Pemerintah juga di dikte pihak luar dalam agenda – agenda pembangunan
dan banyak agenda yang diambil kerap kali terlepas dari bingkai besar
kebijakan nasional, contohnya kebijakan mobil murah.

Masalah ketimpangan menurut Erani tidak pernah teratasi karena pemerintah


lebih banyak bermain ke hilir padahal masalah ketimpangan ada di hulu.
Insentif kebijakan yang dibuat tak tersusun baik sehingga sektor-sektor
terntu, seperti pangan dan non minyak bumi mengalami kehancuran.
Partisipasi juga tidak dibuka secara lebih luas sehingga akses dan keadilan
tidak menyentuh semua kelompok. Aspek kelembagaan juga tidak didesain
engan lengkap dan ditegakkan secara penuh.

17
Menurut Joseph E Stiglitz dalam bukunya The Price of Inequality,
mengungkapkan bahwa ketimpangan pendapatan lebih sering terjadi sebagai
akibat keputusan politis ketimbang konsekuensi dari pekerjanya kekuatan
pasar atau makro ekonomi. Artinya, ketimpangan adalah buah dari kebijakan
pemerintah sendiri.

B. Upaya Pemerintah Mengatasi Ketimpangan Ekonomi

Banyak langkah yang sudah ditempuh pemerintah untuk mengurangi


ketimpangan termasuk melalui program transmigrasi, percepatan
pembangunan kawasan tertinggal, pengembangan kawasan ekonomi khusus
yang dimaksudkan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui
ekspor produksi industri khusus dan liberalisasi perdagangan. Selain itu
pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Lalu
kawasan perngembangan ekonomi terpadu dan kerja sama subekonomi
regional terakhir Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Ekonomi
Indonesia (MP3EI)

Intinya, menciptakan pusat-pusat pertumbuhan baru di daerah, meningkatkan


integrasi dan interkonektivitas seluruh wilayah di Indonesia sehingga terjadi
pemerataan pembangunan. Namun, banyak program tersebut terhenti
ditengah jalan dan banyak juga kritik yang ditujukan pada MP3EI.

Untuk mengatasi ketimpangan perlu komitmen yang kuat dan suatu formula,
pendekatan, inovasi, terobosan baru, mulai dari perubahan paradigma
kebijakan pembanguna, ditopang kelembagaan yang mapan, infrastruktur
dan insentif yang mendukung dan pengawasan ketat dan inmplementasi
dilapangan. Selain itu pemerintah dalam menetukan agenda pembangunan
jangan sampai mementingkan kepentingan politik, kartel usaha dan pihak
luar.

18
II.2 Pertumbuhan Ekonomi Terkait Kemiskinan dan Kesenjangan
Pendapatan

II.2.1 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan


Pendapatan

Data dekade 1970-an dan 1980-an mengenai pertumbuhan ekonomi dan


distribusi pendapatan di banyak NSB, terutama Negara-negara yang proses
pembangunan ekonominya sangat pesat dan dengan laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada suatu
korelasi positif antara laju pertumbuhan ekonomi dengan tingkat kesenjangan
dalam distribusi pendapatan: smakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin
besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin
dan kaum kaya.

Jantti (1997) di dalam studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin


membesarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan di Negara-negara
(Sweden, Inggris, AS dan beberapa Negara lainnya di Eropa Barat)
disebabkan oleh pergeseran-pergeseran demografi, perubahan pasar buruh,
dan perubahan kebijakan-kebijakan publik.

Dalam hal perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan


dari kepala keluarga dan semakin besarnya saham pendapatan dari istri di
dalam total pendapatan keluarga merupakan dua fackor penyebab penting.

Literatur mengenai evolusi atau perubahan kesenjangan pendapatan pada


awalnya didominasi oleh apa yang disebut hipotesis Kuznets. Dengan
memakai data lintas Negara dan data deret waktu dari sejumlah
survey/obsevasi di setiap Negara, Simon Kuznets menemukan adanya suatu
relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita yang
berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari
distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi perdesaan ke
suatu ekonomi perkotaan, atau dari ekonomi pertanian (tradisional) ke
ekonomi industri-industri (modern): pada awal proses pembangunan,
ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses
urbansisasi dan industrialisasi, tetapi setelah itu pada tingkat pembangunan
yang lebih tinggi atau “akhir” dari proses pembangunan ketimpangan
menurun, yakni pada saat sector industri di perkotaan sudah dapat menyerap

19
sebagian besar tenaga kerja yang datang dari perdesaan (sector pertanian),
atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan
pendapatan.

Sebagian besar studi-studi hipotesis Kuznets menunjukkan bahwa relasi


positif antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam distribusi PN
pada periode jangka panjang hanya terbuktu nyata untuk kelompok NM
(Negara-negara dengan pendapatan yang tinggi). Namun demikian, hasil dari
studi-studi di atas harus ditanggapi dengan kritis. Banyak di antara studi-studi
tersebut memakai pendekatan lintas negara, yakni dengan memakai data
panel internasional mengenai pertumbuhan, kemiskinan dan/atau distribusi
pendapatan dari sejumlah besar negara pada suatu jarak waktu tertentu.

II.2.2 Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

Dasar terori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan
tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi
dengan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, seperti yang telah dibahas
di atas. Mengikuti hipotesis Kuznets, pada awal dari proses pembangunan,
tinkat kemiskinan cenderung meningkat, dan pada saat mendekati tahap
akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan antara lain:


-Pertumbuhan pendapatan, -derajat pendidikan tenaga kerja, -dan struktur
ekonomi.

Dasar persamaan untuk menggambarkan relasi antara pertumbuhan output


agregat dan kemiskinan dapat diambil dari persamaan berikut:

Log Gkt = a + bLogWkt + ak + Skt (4.1)

Dalam persamaan tersebut, elastisitas dari ketidakmerataan dalam distribusi


pendapatan terhadap pertumbuhan pendapatan adalah suatu komponen kunci
dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan) dan efek neto (ada
efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan terhadap
kemiskinan.

20
Apabila elastisitas neto dan bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan
pendapatan dinyatakan masing-masing dengan g dan l, elastisitas dari
ketimpangan terhadap pertumbuhan dengan b, dan elastisitas dari
kemiskinan terhadap ketimpangan dengan d, maka di dapat persamaan
sebagai berikut:

1 = g + bd (4.2)
Untuk mendapatkan elastisitaas bruto dari kemiskinan terhadap pertumbuhan
dan elastisitas dari kemiskinan terhadap ketimpangan (pertumbuhan sebagai
variable yang dapat dikontrol) digunakan persamaan sebagai berikut:

Log Pkt = w + Log Wkt + LogGkt + wk + vkt (4.3)

Dimana Pkt = kemiskinan untuk wilayah k pada periode t; W kt dan Gk


seperti di persamaan (4.1), wk = efek-efek yang tetap atau acak; dan v kt =
term kesalahan.

Sudah cukup banyak studi empris dengan pendekatan analisis lintas Negara
yang menguji relasi antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dan
hasilnya menunjukkan bahwa memang ada suatu korelasi yang kuat antara
kedua variable ekonomi makro tersebut.

Akhir-akhir ini juga cukup banyak studi yang mencoba membuktikan adanya
pengaruh dari pertumbuhan output sektoral terhadap pengurangan jumlah
orang miskin. Dengan kata lain, kemiskinan tidak hanya berkorelasi dengan
pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN, tetapi juga dengan
pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu.

Studi dari Ravlon Datt (1996a,b) dengan memakai data dari India
menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer, khususnya
pertanian, jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan
seckor-sektor sekunder. Sektor-sektor sekunder tidak punya efek yang
berarti terhadap penurunan kemiskinan di perdesaan maupun di perkotaan.

Kakwani (2001) juga melaporkan hasil yang sama dari penelitiannya untuk
kasus Filipina. Dikatakan di dalam studinya bahwa, sementara peningkatan
1% output di sektor pertanian mengurangi jumlah orang yang hidup di
bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, persentase pertumbuhan yang
sama dari output di sector industri dan di sector jasa hanya mengakibatkan
pengurangan kemiskinan 1/4% hingga 1/3%.

21
Studi dari ADB (1997) mengenai Negara-negara industri baru di Asia
Tenggara (NICs), seperti Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura, yang hasil
studinya menunjukkan bahwa pertumbuhan output di sector industri
manufaktur mempunyai dampak positif yang sangat besar terhadap
peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan.

Hasan dan Quibria(2002) juga melakukan studi untuk menguji secar empris
dampak dari pola pertumbuhan output menurut sektor terhadap penurunan
kemiskinan dengan menggunakan data panel dari 45 negara di Asia Timur
dan Selatan, Amerika Latin dan Karibian, dan Afrika Sub-Sahara. Model
yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari pertumbuhan PDB
terhadap tingkat kemiskinan pada prinsipnya sama seperti persamaan (4.3).
Sedangkan untuk mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan
sektoral, mereka mengestimasi persamaan berikut ini:

LnP = a + b1LnY1 + b2LnY2 + b3LnY3 + u + R (4.4)

Di mana P adalah kemiskinan yang didefinisikan sebagai suatu fraksi dari


jumlah populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat
pengeluran minimum tertentu yang telah diterapkan sebelumnya atau garis
kemiskinan; Y mewakili tingkat output per kapita di tiga sektor; pertanian,
industri pengolahan, dan jasa; sedangkan u dan R adalah term kesalahan.

Hasan dan Quibria (2002) dengan modelnya memberi kesan bahwa ada
korelasi negative antara tingkat pendapatan dan kemiskinan: Semakin tinggi
tingkat pendapatan per kapita semakin rendah tingkat kemiskinan, dengan
kata lain, Negara-negara dengan tingkat PN per kapita yang leblih tinggi
cenderung mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan
Negara-negara yang tingkat PN per kapitanya lebih rendah. Nilai dari
koefisien korelasi tersebut menurut empat wilayah tersebut dijabarkan di
table 4.1. Dapat dilihat bahwa elestisitas pertumbuhan pendapatan dari
kemiskinan untuk Asia Timur adalah tertinggi, disusul kemudian oleh
Amerika Latin, Asia Selatan, dan Afrika Sub-Sahara. Jadi, menurut hasil ini,
1% kenaikan PN per kapita akan mengurangi kemiskinan 1,6% di Asia
Timur dan 0,7% di Afrika Sub-Sahara.

22
Tabel 4.1
Kemiskinan dan Pertumbuhan Ekonomi menurut Wilayah:
Estimasi Efek-Efek yang tetap
Asia Amerika Asia Afrika
Timur Latin Selatan S-S
LNC -0,03 0,26* 0,31*** 0,17*
(-0,76) (1,79) (3,31) (1,72)
LnY -1,60** -1,13** -0,82** -0,71**
(-9,36) (-6,11) (-10.12) (-4,53)
Adj R2 0,84 0,68 0,83 0,93
Observasi 70 107 67 48
Keterangan: Uji t statistik didasarkan pada kesalahan-kesalahan standar yang konsisten dengan
heteroskedastic, ada di dalam kurung *: berbeda nyata dari 0 pada 100% tingkat kepercayaan**:
berada nyata dari 0 pada 1% tingkat kepercayaan.
Sumber Gambar I di Hasan dan Quibria (2002)

Penemuan-penemuan dari Ravallion dan Dautt (1996a.b) dan Kakwani


(2001) memberi kesan bahwa ada suatu drajat yang besar dari variasi
menurut negara dalam dampak terhadap kemiskinan dari pertumbuhan
output sektoral.

Hasan dan Quiriba juga mencoba menganalisis fenomena tersebut dengan


memakai data dari Negara-negara di dalam sampel mereka. Hasilnya dapat
dilihat pada table 4.2.
Tabel 4.2
Kemiskinan dan Komposisi Sektoral dari Pertumbuhan:
Estimasi Efek-Efek yang tetap
Asia Amerika Asia Afrika
Timur Latin Selatan S-S
LNC 0,05 0,30* 0,36** 0,08
(0,66) (2,32) (3,95) (0,76)
LnYpertania 0,40 -0,33 -1,17** -0,32**
n
(0,75) (-1,47) (-4,29) (-3,05)
LnY industri -1,31** 0,28 -0,03 -0,03
(-4,28) (1,12) (-0,20) (-3,31)
LnY jasa 0,02 -1,21** -0,22 -0,16
(0,08) (-4,88) (-1,30) (-1,55)
Adj R2 0.84 0,71 0,87 0,93

23
Observasi 70 107 67 48

Penemuan utama dari studi mereka adalah bahwa pertumbuhan output di


sektor industri pengolahan mempunyai suatu dampak positif yang besar
terhadap penurunan kemiskinan hanya terbukti di Asia Timur. Pertumbuhan
output industri 1% mengurangi kemiskinan 1,3%. Sebaliknya, pertumbuhan
output industri di Amerika Latin dan Karibian berkorelasi positif dengan
kemiskinan: semakin besar output di sektor tersebut semakin anyak orang
miskin; walaupun efek ini secara statistic tidak signifikan. Sama seperti di
Asia Timur, pertumbuhan output industri di Asia Selatan dan Afrika Sub-
Sahara juga mempunyai efek positif terhadap penurunan kemiskinan, tetapi
efeknya tidak signifikan. Pengaruh utama dari penurunan kemiskinan di
Asia Selatan dan Afrika Sub-Sahara adalah pertumbuhan output di sektor
pertanian, sama seperti penemuan Ravallion dan Datt (1996a,b) untuk India.

Hasil penelitian dari World Bank (2005) dilakukan terhadap 14 NSB di


Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tren-tren dasar dalam kemiskinan dan pertumbuhan PDB di 14 NSB

Laju
Perubahan
pertumbuhan
Kemiskinan
PDB/kapita rata-
rata-rata per
Survei Survei rata per tahun
tahun (%)
Negara tahun1 tahun 2 (%)
Bangladesh 1992 2000 3,09 -2,78
Bolivia 1989 2002 1,17 -1,03
Brazil 1993 2001 1,47 -2,27
Burkina Faso 1994 2003 2,25 -1,80
El Salvador 1991 2000 2,54 -5,39
Gana 1992 1999 1,63 -3,85
India 1994 2000 4,18 -3,84
Indonesia 1996 2002 -0,81 0,67
Romania 1996 2002 0.20 6,05
Senegal 1994 2001 2,47 -2,46
Tunisia 1990 2000 3,03 -3,76
Uganda 1992 2002 3,34 -3,90
Vietnam 1993 2002 5,70 -7,76
Zambia 1991 1998 -2,26 1,29
Sampel median - - 2,36 -2,62

24
Keterangan: data kemiskinan di Negara-negara tersebut didasarkan pada survey-survei
pengeluaran rumah tangga/konsumsi, terkecuali untuk Brazil, dan El Salvador, yang
didasarkan pada survey-survei pendapatan rumah tangga.
Sumber: World Bank (2005)

Seperti dugaan umum, penelitan ini menemukan adanya suatu korelasi positif
dan signifikan secara statistic antara perubahan-perubahan dalam kemiskinan
dan perubahan-perubahan dalam pertumbuhan (perbedaan-perbedaan dalam
log) dengan koefisien regresi -1,7. (lihat gambar di bawah). Ini artinya,
secara rata-rata, untuk setiap kenaikan PDB per kapita 1%, kemiskinan
berkurang 1,7% selama periode tersebut.

• Romania

• Zambia
Indonesia •

-4 Bolivia •
Brazil • • Burkina Faso
Ghana• • Senegal
Tunisia • • Bangladesh
Uganda •
• El Salvador

Vietnam•

Dari korelasi tersebut bisa dihitung elastisitas kemiskinan, yang umum


digunakan di dalam literature mengenai pembangunan ekonomi di NSB untuk
mendapatkan variasi-variasi di dalam sensitivitas dari penurunan kemiskinan
terhadap pertumbuhan. Elastisitas ini biasanya diinterpretasikan sebagai
persentase perubahan kemiskinan untuk suatu kenaikan 1% dalam laju
pertumbuhan ekonomi. Dalam teori, elastisitas-elastisitas kemiskinan
memaberi kesan suatu pola peartumbuhan yang lebih efektif dalam mengurangi
kemiskinan karena kesenjangan yang berkurang dalam distribusi pendapatan
dan tingkat-tingkat yang rendah dari kesenjangan awal.

Dalam akhir 1990-an, term “pertumbuhan yang prokemiskinan” (disebut PPG)


ini menjadi terkenal saat banyak ekonom mulai menganalisis paket-paket
kebijakan yang dapat mencapai penurunan kemiskinan. PPG secara umum
didefinisikan sebagai pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan
kemiskinan yang signifikan. Dalam usaha memberikan relevansi analisis dan
operasional terhadap konsep tersebut, di dalam literature muncul dua
pendekatan.

25
1. Pendekatan pertama memfokuskan pada keyakinan bahwa orang-orang
miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun
tidak proporsional. Artinya, pertumbuhan ekonomi memihak kepada orang
miskin jika dibarengi dengan suatu pengurangan kesenjangan; atau dalam
perkataan lain, pangsa pendapatan dari kelompok miskin meningkat
bersamaan dengan peratumbuhan ekonomi.
2. Pendekatan kedua focus pada percepatan laju pertumbuhan pendapatan dari
kelompok miskin lewat perumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan dengan
memperbesar kesempatan-kesempatan bagi orang-orang miskin untuk
berpartisipasi dalam pertumbuhan, yang hasilnya memperbesar laju
penurunan kemiskinan. Mempercepat laju PPG (pertumbuhan yang pro
kemiskinan) mengharuskan tidak hanya pertumbuhan yang lebih besar,
tetapi juga upaya-upaya untuk memperbesar kemampuan-kemampuan dari
orang-orang miskin untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan-
kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi.

Dengan penekanan pada akselesari laju pengurangan kemiskinan, pendekatan


ini konsisten dengan komitmen masyarakat dunia terhadap tujuan pertama dari
Mellinium Development Goals (MDG), yakni pengurangan setengah dari
proporsi dari masyarakat di dunia yang hidup kurang dari 1 dolar AS per hari
(disebut kemiskinan ekstrem) antara tahun 1990 dan 2015.

Hubungan antara pertumbuhan ekonomi atau peningkatan output dan


kemiskinan menghasilkan suatu dasar kerangka pemikiran, yakni efek trickle-
down dari pertumbuhan ekonomi dalam bentuk peningkatan kesempatan kerja
atau pengurangan pengangguran dan peningkatan upah/pendapatan dari
kelompok miskin, (lihat gambar)

Peningkatan
kesempatan
Pertumbuhan Pengurangan
kerja
ekonomi kemiskinan
(peningkatan (jumlah orang
output) miskin
Peningkatan
upah/gaji riil

26
II.2 Beberapa Indikator Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi


pendapatan yang dapat di bagi kedalam Dua kelompok pendapatan, yakni
axiomatic, dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur
adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yakni The
Generalized Entropy (GE), ukuran Atkinson dan koefisien Gini.

Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0:


kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari
pendapatan) dan bila 1: ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan, artinya satu orang (atau satu kelompok pendapatan) di suatu
negara menikmati semua pendapatan negara tersebut.

Rumus dari GE dapat diuraikan sebagai berikut :


n
GE (α) = (1 / ( α2 – α | (1 / n) ∑ (yi / Y^)α – 1 |
i=1
dimana n adalah jumlah individu (orang) didalam sampel, yi adalah
pendapatan dari individu (i=1,2…..n), dan Y^ = (1/n) ∑yi adalah ukuran
rata-rata pendapatan nilai GE terletak antara 0 sampai OO. Nilai GE nol
berarti distribusi pendaptan merata (pendapatan dari semua individu didalam
sample data), dan 4 berarti kesenjangan yang sangat besar. Parameter a
mengukur besarnya perbedaan-perbedaan antara pendapatan-pendapatan dari
kelompok-kelompok yang berbeda didalam distribusi tersebut, dan
mempunyai nilai riil.
n
A = 1 - | (1/ n) ∑ (yi / Y^) 1-€ | 1/(1-€)
i=1
dimana € adalah parameter ketimpangan , 0<€<1 : semakin tinggi nilai €,
semakin tidak seimbang pembagian pendapatan. Nilai A mencakup dari 0
sampai 1, dengan 1, dengan 0 berarti tidak ada kepincangan dalam distribusi
pendapatan.
Alat ukur ketiga dari pendekatan aksioma ini yang selalu digunakan dalam
setiap studi-studi empiris mengenai kesenjangan dalam pembagian
pendapatan adalah koefisien atau rasio Gini, yang formulanya sebagai
berikut :
n n
Gini = (1 /2n2- Y^) ∑ ∑ | yi – yi |
i=1 j=1
Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai 1. Bila 0 : kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila
27
1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan dalam
pembagian pendapatan, artinya satu orang ( atau satu kelompok pendapatan)
disuatu Negara menikmati semua pendapatan Negara tersebut.
Ide dasar dari perhitungan koefisien Gini berasal dari kurva Lorenz.
Koefisien Gini adalah rasio: (a) daerah di dalam grafik tersebut yang terletak
di antara kurva Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk
sudut 45 drajat dari titik 0 dari sumbu Y dan X) terhadab (b) daerah segi tiga
antara garis kemerataan tersebut dan sumbu Y dan X. Semakin tinggi nilai
raio Gini, yakni mendekati 1 atau semakin menjauh kurva lorenz dari garis
45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi
pendapatan.

Selain tiga alat ukur tsb, ada cara pengukuran lainnya yang juga umum di
gunakan terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan cara jumlah penduduk
dikelompokan menjadi tiga grup: 40% penduduk dengan pendapatan rendah,
40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan
pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidakmerataan
pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40%
penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat
ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40%
dari penduduk berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari
jumlah pendapatan. Tingkat ketida merataan sedang, apabila kelompok
tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan; sedangkan
ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar
dari 17% dari jumlah pendapatan.

Kriteria Bank Dunia

Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga


lapisan:
1 40 % penduduk berpendapatan terendahè Penduduk termiskin
2 40 % penduduk berpendapatan menengah
3 20 % penduduk berpendapatan tinggi

28
KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Parah menikmati < 12 % pendapatan nasional
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Sedang menikmati 12 - 17 % pendapatan nasional
Ketimpangan 40 % penduduk berpendapatan rendah
Lunak menikmati > 17 % pendapatan nasional
(Distribusi
Merata)

Untuk mengukur kemiskinan, ada tiga indikator yg diperkenalkan oleh


Foster dkk. (1984) yang sering digunakan di dalam banyak studi empiris.
 Pertama, the incidence of povert: presentase dari populasi yang hidup di
dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi per kapita di bawah garis
kemiskinan. Indeksnya sering disebut rasio H.
 Kedua, the depth of poverty yang menggambarkan dalamnya
kemiskinan di suatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak
kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan poverty gap index.
Indeks ini mengestimasi jarak / perbedaan rata-rata pendapatan orang
miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi.
 Ketiga, the severity of poverty yang diukur dengan indeks keparahan
kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun,
selain memisahkan jarak yang memisahkan orang miskin dari garis
kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk
miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks
ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga
digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.

Adanya dua indikator tersebut (selain rasio H) adalah untuk


mengkompensasi kelemahan dari rasio H yang tidak bisa menjelaskan
tingkat keparahan kemiskinan disuatu negara. Selain itu, para peneliti
kemiskinan sudah lama tertarik pada dua faktor lain, yaitu rata-rata besarnya
kekurangan pendapatan orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam
distribusi pendapatan antar orang miskin. Dengan asumsi bahwa faktor-
faktor lain tidak berubah, tambah tinggi rata-rata besarnya kekurangan
pendapatan orang miskin, tambah besar gap pendapatan antar orang miskin,
dan kemiskinan akan tambah besar.

Dari dasar pemikiran diatas, muncul indeks kemiskinan sen, yang


memasukkan dua faktor tersebut, yakni koefisien Gini dan rasio H:

29
S = H [ I + (1-1) Gini ]
Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin
sebagai suatu presentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang
mengukur ketimpangan antara orang miskin. Apabila salah satu dari faktor-
faktor tsb naik, tingkat kemiskinan bertambah besar (yang di ukur dengan
S).

30
II.3 Kebijakan Pemerintah Mengenai Kemiskinan dan Kesenjangan
Pendapatan

Kebijakan memengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung,


lewat sejumlah faktor yang menengahi. Dibawah ini digambarkan suatu
hubungan alamiah antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan,
dan penurunan kemiskinan.

Kebijakan Pertumbuh
an
Perekonimi
Pertumbuha Penurunan
n Ekonomi Kemiskina
n
Pertumbuha
n
Kelembaga propemerata
an

Gambar Hubungan antara Kelembagaan, Kebijakan, Pertumbuhan Ekonomi,


dan Penurunan Kemiskinan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencanangkan ”Tujuan Pembangunan


Abad Milenium” (Millennium Development Goals; MDGs) yang harus
dicapai 191 negara anggotanya pada tahun 2015. Ada delapan (8) target
yang harus dicapai yang salah satunya fokus langsung terhadap
permasalahan kemiskinan. Kedelapan target tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan kemiskinan dan kelaparan ekstrem.


-> Mengurangi hingga setengah jumlah orang yang hidup dengan biaya
kurang dari satu (1) dolar AS pe hari.
-> Mengurangi hingga setengah proporsi penduduk dunia yang menderita
kelaparan.
2. Mencapai pendidikan dasar secara universal.
-> Memastikan bahwa semua anak lelaki dan perempuan menyelesaikan
pendidikan dasar.
3. Meningkatkan kesetaraan jender dan memberdayakan wanita.
-> Menghilangkan kesenjangan jender di tingkat sekolah dasar dan
sekolah lanjutan tingkat pertama, kalau bisa pada 2005, dan paling
lambat 2015.
4. Mengurangi tingkat kematian anak.
-> Mengurangi hingga dua pertiga (2/3) tingkat kematian bagi anak-anak
di bawah usia lima (5) tahun.

31
5. Memperbaiki kesehatan ibu.
-> Mengurangi hingga tiga perempat(3/4) tingkat kematian ibu.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya.
-> Menghentikan dan mulai mencegah penyebaran HIV/AIDS.
-> Menghentikan dan mulai mencegah wabah malaria dan penyakit
utama lainnya.
7. Menjamin kelestarian lingkungan hidup.
-> Mengintegrasikan prinsip pembangunan berkesinambungan lewat
kebijakan-kebijakan dan penyusunan program-program, mencegah
kerusakan sumber daya alam (SDA)
-> Mengurangi hingga setengah (1/2) proporsi penduduk yang tidak
memiliki akses terhadap air bersih untuk diminum.
-> Mencapai secara signifikan perbaikan hidup dari setidaknya 100 juta
penduduk dunia yang hidup di daerah-daerah kumuh pada 2020.
8. Membentuk sebuah kerja sama global untuk pembangunan.
-> Menciptakan lebih jauh sistem perdagagan dan keuangan lewat sebuah
peraturan internasional, menciptakan aturan yang tidak diskriminatif
dan bisa diterapkan di semua negara. Di dalam hal ini, tidak termasuk
adanya sebuah komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang baik,
program pembangunan, dan program pengurangan kemiskinan (di
tingkat nasional maupun internasional)
-> Menyusun daftar-daftar kebutuhan khusus yang paling diperlukan oleh
negara-negara paling terbelakang. Di dalam konteks ini, di antaranya
termasuk pembebasan tarif atau kuota atas ekspor negara terbelakang;
meningkatkan porsi utang yang dihapuskan, penghapusan utang
pemerintah secara bilateral; dan memberikan bantuan pemerintahan
yang sifatnya lebih berupa kemurahan hati pada negara terbelakang
dalam rangka pengurangan kemsikinan.
-> Menyususun daftar kebutuhan bagi daerah terpencil dan negara-negara
berkembang yang sangat kecil ukurannya dari segi jumlah penduduk
dan luas wilayah.
-> Mengupayakan secara komprehensif utang-utang negara berkembang
lelwat perangkat nasional dan internasional agar utang tidak lagi
menjadi beban.
-> Meningkatkan keja sama dengan perusahaan farmasi agar tersedia
akses bagi warga termiskin di negara berkembang untuk mendapatakn
obat-obatan.
-> Kerja sama dengan sektor swasta dalam rangka penyebaran teknologi,
terutama teknologi informasi dan komunikasi, bagi semua negara yang
paling membutuhkan.

32
Intervensi pemerintah dalam jangka pendek yang dapat dilakukan
dalam memerangi kemiskinan adalah:
1. Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan.
Pembangunan pertanian, usaha kecil dan ekonomi perdesaan dapat
didorong lewat misalnya; pemberian kredit mikro dan fasilitas-
fasilitas lainnya yang mempermudah proses produksi, penyediaan
bahan baku dan input-input produksi lainnya, dan pemasaran dan
pengembangan proyek-proyek yang selain padat karya juga
mempunyai keterkaitan produksi ke belakang maupun ke depan
dengan sektor pertanian pada khususnya dan perkekonomian
perdesaan pada umumnya.
2. Manajemen lingkungan dan SDA.
3. Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan,
peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam
pembangunan, dan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem
jaminan sosial).

Intervensi pemerintah dalam jangka menengah dan jangka panjang


untuk memerangi kemiskinan adalah:
1. Pembangunan/penguatan sektor swasta.
Peranan aktif sektor ini sebagai motor utama penggerak
ekonomi/sumber pertumbuhan dan penemu daya saing
perekonomian nasional harus ditingkatkan.
2. Kerja sama regional.
Hal ini menjadi sangat penting dalam kasus Indonesia sehubungan
dengan pelaksanaan otonomi daerah. Kerja sama yang baik dalam
segala hal, baik di bidang ekonomi, industri dan perdaganan,
maupun nonekonomi, seperti pembangunan sosial, bisa
memperkecil kemungkinan meningkatnya gap antara provinsi-
provinsi yang kaya dan provinsi-provinsi yang tidak punya
(miskin) SDA.
3. Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi.
Perbaikan manajemen pengeluaran pemerintah untu kebutuhan
publik, termasuk juga sistem administrasinya, sangat membantu
usaha untuk meningkatkan efektivitas biaya dari pengeluaran
pemerintah untuk membiayai
penyediaan/pembangunan/penyempurnaan fasilitas-fasilitas umum,
seperti pendidikan, kesehatan, olah raga, dan lain-lain.
4. Desesntralisasi

33
Tidak hanya desentralisasi fiskal, tetapi juga dalam penentuan
strategi/kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di daerah
sangat membantu usaha pengurangan kemiskinan di dalam negeri.
Karena hal ini memberi suatu kesempatan besar bagi masyarakat
daerah untuk aktif berperan dan dapat menentukan sendiri strategi
atau pola pembangunan ekonomi dan sosial di daerah sesuai
faktor-faktor keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki
masing-masing daerah.
5. Pendidikan dan kesehatan.
Tidak diragukan lagi, pendidikan dan kesehatan yang baik bagi
semua anggota masyarakat di suatu negara merupakan prakondisi
bagi keberhasilan dari kebijakan anti-kemiskinan dari pemerintah
negara tersebut. Oleh karena itu, penyediaan pendidikan, terutama
dasar, dan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab mutlak dari
pemerintah, di manapun juga, baik di negara-negara maju maupun
NSB. Pihak swasta bisa membantu dalam penyediaan tersebut,
tetapi tidak mengambil alih peranan pemerintah tersebut.
6. Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan.
Sama seperti penyediaan pendidikan dasar dan kesehatan,
penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan terutama
pembangunan fasilitas-fasilitas umum/utama, seperti
pemukiman/perumahan bagi kelompok masyarakat miskin, fasilitas
sanitasi dan transportasi, sekolah, komplek olah raga, dan
infrastruktur fisik, seperti jalan raya, waduk, listrik dan
sebagainya, merupakan intervensi yang efektif untuk mengurangi
tingkat kemiskinan, terutama di perkotaan.
7. Pembangian tanah yang merata.
Pembagian tanah yang merata atau yang dikenal dengan land
reform terutama sangat krusial di NSB karena sebagai suatu
sumber penting bagi kehidupan di perdesaan. Lagi pula, banyak
studi telah membuktikan bahwa pemilik-pemilik kecil lebih efisien
dalam menggunakan tanah dibandingkan pemilik-pemilik besar,
dan sistem bagi hasil, seperti yang dipraktikkan secara luas di
Indonesia, kurang efisien dibandingkan pengolahan oleh pemilik
sendiri.

Kebijakan anti-kemiskinan di Indonesia terefleksi dari besarnya


pengeluarlan dalam APBN untuk membiayai program-program
pemberantasan kemiskinan di tanah air.

34
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pemberantasan Kemiskinan,
sebagai Suatu Persentase dari Pengeluaran Total dari Pemerintah Pusat
1994/95-2000
Bentuk Pengeluaran 94/9 95/9 96/9 97/9 98/9 99/0 2000
5 6 7 8 9 0
Transfer Kas
Keuntungan dalam bentuk: 0,49 0,69 5,73 5,14 2,96
Subsidi beeras (operasi pasar
khusus (OPK) 3,70 3,14 1,22
Pelayanan kesehatan 0,16 0,34 0,97 1,16 0,99
Pendidikan 0,33 0,36 1,06 0,84 0,75
Penciptaan Kesempatan Kerja 0,61 1,37 1,21 1,27 3,94 1,87 2,58
Inpres Desa Tertinggal (IDT) 0,59 0,61 0,53 0,13
Prog. Pengembangan Kecamatan 0,22 0,33 0,29
Prog PengKemiskinan di Kota 0,04 0,28
Prog Pemb Daerah mengatasi
krisis ekonomi (skim kredit 1,16 0,40 0,24
perdesaan)
Infrastruktur Perkotaan & 0,33 0,26 0,61 0,61 0,51 0,43
Perdesaan
Padat Karya 1,01 0,22
Skim-skim Pinjaman 0,02 0,43 0,43 0,53 0,46 0,48 0,92
0
Lainnya 0,49 0,12 0,20
Total 0,61 1,37 1,70 1,96 9,67 7,01 5,65
Total Program Antikemiskinan 0,43
- Nilai (Rp trilliun) 0,11 1,07 1,54 1,98 14,2 13,95 10,35
4
- % daru PDB 0,23 0,28 0,29 1,39 1,23 1,05

Pengeluarlan pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan adalah yang


terpenting. Karena kedua fakktor ini sangat memengaruhi
kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
produktif dan penyebab utama kemiskinan di Indonesia adalah karena
banyak anggota masyarakat yang berpendidikan rendah dan dengan
kondisi kesehatan yang buruk.
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Pendidikan di ASEAN
(% dari PDB)
Negara 90 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
Brunei Darussalam 4,0 4,6 4,6 4,5 5,6 5,0 4,2 4,0 4,7 6,0 3,0 3,7 … ….
Kamboja 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 1,2 1,3 1,3 1,7 1,6 1,5 1,4 1,5 1,4
Indonesia 1,0 0,7 1,4 1,4 1,3 1,3 0,9 0,8 0,9 1,1 …. … … …
Laos PDR … … … … … … … … … … … … … …
Malasya 5,5 4,8 4,9 4,6 4,7 5,1 5,6 7,0 7,7 7,0 5,4 5,1 5,4 5,7
Myammar … … …. … … …. … … …. … … …. … ….
Filipina 3,1 3,2 3,4 3,9 4,0 3,7 3,5 3,2 3,2 3,0 2,6 2,4 2,4 …
Singapura 4,2 3,0 3,1 3,1 3,6 3,7 4,0 4,3 4,4 4,1 3,6 3,3 3,1 …
Thailand …. 3,5 3,8 4,2 4,8 4,7 4,5 4,3 4,1 4,1 4,0 … … …
Vietman … … … … … … … … … … … … … …
Sumber: ADB

35
Tabel Pengeluaran Pemerintah untuk Kesehatan di ASEAN
(% dari Total Pengeluaran Pemerintah)
Negara 90 95 96 97 98 99 00 01 02 03 04 05 06 07
Brunei Darussalam 1,6 2,3 2,3 2,3 2,9 2,5 2,1 2,0 2,0 2,5 1,3 1,7 … …
Kamboja 1,5 0,3 0,5 0,4 0,4 0,6 0,9 0,8 1,0 0,9 0,9 0,9 0,9 1,0
Indonesia 0,3 0,6 0,4 0,5 0,6 0,6 0,3 0,2 0,2 0,4 … … … …
Laos PDR … … … … … … … … … … … … … …
Malasya 1,5 1,2 1,4 1,3 1,4 1,5 1,5 1,8 1,7 2,1 2,0 1,7 1,7 1,8
Myammar … … … … … … … … … … … … … …
Filipina 0,7 0,4 0,5 0,6 0,5 0,5 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,3 …
Singapura 1,0 1,2 1,2 1,1 1,4 1,3 1,0 1,2 1,1 1,5 1,0 0,9 0,9 …
Thailand … 1,2 1,3 1,5 1,5 1,4 1,3 1,7 1,3 1,3 1,4 … … …
Vietman … … … … … … … … … … … … … …
Sumber: ADB

Salah satu contoh kebijakan Anti Kemiskinan pemerintah:

PAKET INSENTIF 1 OKTOBER 2005

Paket Insentif 1 Oktober 2005 merupakan bagian integral dan implementasi


serta tindak lanjut dari Paket Kebijakan 31 Agustus 2005 yang telah
disampaikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Paket ini juga
didisain dalam kerangka reformasi ekonomi untuk memperkuat fondasi
perekonomian dan mempertahankan momentum percepatan laju
pertumbuhan ekonomi dengan meningkatkan daya saing dan menggairahkan
investasi dalam rangka penciptaan kesempatan kerja dan pengurangan
kemiskinan.

Paket ini juga merupakan program insentif dan kompensasi bagi seluruh
stakeholders yang mencakup (i) kelompok rumah tangga berpendapatan
rendah; (ii) petani; (iii) pekerja dan (iv) dunia usaha (lihat Lampiran 2
tentang rincian dan kelompok sasaran dari kebijakan) Cakupan paket
kebijakan ini terdiri dari :
A. Paket Insentif Fiskal
B. Reformasi Regulasi dalam Sektor Perdagangan
C. Reformasi Regulasi dalam Sektor Perhubungan
D. Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk Beras dan Gabah
Petani
E. Subsidi Langsung Tunai

Rincian dari Paket Insentif termasuk tujuan, waktu implementasi dan


kelompok sasaran kebijakan diuraikan sebagai berikut.

A. PAKET INSENTIF FISKAL

36
Dalam kebijakan fiskal, insentif yang akan diberikan Pemerintah akan terdiri
dari berbagai bentuk kebijakan yang ditujukan untuk memperkuat daya saing
industri, memperbaiki iklim usaha dan memberikan kompensasi kelompok
pekerja. Implementasi insentif fiskal ini akan berlangsung secara bertahap
mulai tanggal 1 Oktober hingga 1 januari 2006.
Bentuk insentif fiskal tersebut meliputi :
1. Perubahan status PPN atas produk primer menjadi Barang Bukan Kena
Pajak Perubahan status PPN atas produk primer menjadi barang bukan
kena pajak ditujukan untuk memberikan insentif bagi produk-produk
primer, khususnya produk-produk pertanian. Perubahan ini merupakan
bagian dari reformasi pajak dan akan efektif Januari 2006
2. Penundaan pengenaan PNBP untuk transaksi ekspor dan impor Kebijakan
ini ditujukan untuk memperlancar dan meringankan biaya transaksi
ekspor dan impor. Penundaan ini akan dituangkan dalam perubahan PP
No.44/2003 berlaku mulai 1 November 2005 dan berlaku selama 3 bulan
menunggu berlakunya secara efektif
3. Peningkatan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) Kebijakan ini
ditujukan untuk meringankan beban wajib pajak khususnya buruh yang
berpendapatan rendah. Besarnya PTKP dinaikkan 10% dari Rp 1juta per
bulan menjadi Rp 1,1 juta per bulan. Perubahan ini mulai efektif mulai 1
Januari 2006
4. Pembebasan bea masuk untuk beberapa produk. Pembebasan bea masuk
ini dilakukan dengan memperkuat daya saing industry khususnya industri
pengguna yang umumnya adalah usaha kecil dan menengah. Khusus
untuk gula, penurunan tarif bea masuk dilakukan dengan
mempertimbangkan baik kepentingan petani tebu maupun konsumen baik
konsumen antara seperti industri makanan dan minuman maupun
konsumen akhir.
Adapun produk yang akan dibebaskan bea masuk meliputi :
 Pembebasan bahan baku dan komponen industri alat-alat berat;
 Pembebasan bea masuk atas impor Engine Assy untuk angkutan
umum;
 Pembebasan bea masuk converter kit untuk energi;
 Penurunan bea masuk gula terdiri dari :
o Raw sugar dari Rp 550/kg menjadi Rp 250/kg
o Gula rafinasi dari Rp 790/kg menjadi Rp 530/kg
o Gula Putih dari Rp 790/kg menjadi Rp 530/kg
5. Percepatan pembatalan Perda mengenai pajak dan retribusi yang
menghambat dunia usaha. Kebijakan ini ditujukan untuk memperbaiki
iklim usaha yang merupakan bagian dari program berlanjut dalam
Rencana Kerja Tahunan Pemerintah 2005 dan 2006.

37
6. Penurunan tarif dasar Pajak Kendaraan Bermotor untuk kendaraan umum
Kebijakan ini akan dilakukan untuk memberikan keringanan bagi
angkutan umum. Perubahan dituangkan dalam Permendagri No 16/2005

B. REFORMASI REGULASI DALAM BIDANG PERDAGANGAN

Fokus dari reformasi ini adalah untuk memperlancar arus barang untuk
meningkatkan daya saing industri dan sekaligus untuk melindungi produk-
produk industri dalam negeri dari persaingan yang tidak fair.
Ruang lingkup pembebasan meliputi tiga aspek yaitu :
(a) Pembebasan verifikasi/penelusuran produk impor untuk :
− Garam untuk kebutuhan farmasi;
− Tire cord;
− Filter cloth;
− Kain goni; dan
− Karung goni.
(b) Menambah jalur prioritas dan jalur hijau kepada importir produsen.
(c) Upaya mengatasi penyelundupan dengan memperlakukan jalur untuk
importer umum bagi pelumas, rokok, garmen, sepatu, kosmetik dan barang
elektronika dan memperketat Surat Keterangan Asal (SKA)

C. REFORMASI REGULASI DALAM BIDANG PERHUBUNGAN

Sasaran dari Reformasi Regulasi dalam bidang Perhubungan ini adalah


untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi sehingga diharapkan untuk
meningkatkan daya saing produk Indonesia baik di pasar internasional
maupun pasar domestik. Diharapkan reformasi ini akan memperkuat
integrasi ekonomi domestik.
Sasaran utama reformasi ini adalah upaya penguatan daya saing produk
pertanian
Cakupan reformasi meliputi tiga bidang yaitu :
(i) mengurangi jumlah jembatan timbang dari 127 buah menjadi 64 buah;
(ii) menurunkan harga CHC dan menetapkan surcharge tidak lebih dari 50%
yang diharapkan menurunkan THC dari US$ 150/container menjadi US$
93/container;
(iii) pembatalan 36 Perda sektor perhubungan tentang dispensasi kelebihan
beban angkutan kendaraan di jembatan timbang. Reformasi Regulasi ini
akan efektif berlaku Oktober 2005.

D. PERUBAHAN INPRES BERAS

Perubahan Inpres 2/2005 tersebut terutama adalah untuk menjaga stabilitas


pendapatan petani akibat kenaikan harga BBM dengan tetap memperhatikan

38
kepentingan konsumen. Oleh karena itu harga pembelian pemerintah
ditingkat petani (harga gabah kering panen/GKP) akan dinaikkan dan untuk
harga beras akan dinaikkan dengan presentase lebih rendah.

E. SUBSIDI LANGSUNG TUNAI

Program Penyesuaian Harga BBM di atas terkait dengan perubahan bentuk


subsidi dari subsidi pada komoditi menjadi subsidi langsung tunai kepada
15,5 juta rumah tangga (kurang lebih 30% dari total rumah tangga
Indonesia) yang berpendapatan rendah.
Pemberian subsidi dimulai pada tanggal 1 Oktober 2005 dengan memberikan
bantuan uang tunai selama 3 bulan (Oktober – Desember 2005) sebesar Rp.
100.000 per bulan.
Program ini akan dilanjutkan pada tahun 2006 setelah dilakukan monitoring
dan evaluasi untuk penyempurnaan program lebih lanjut. Dalam jangka
panjang diharapkan program subsidi lansung tunai ini akan disempurnakan
dan dikaitkan dan dijadikan suplemen dari kebijakan anti kemiskinan yang
lebih struktural (conditional cash transfer)

39
BAB III:
PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Kemiskinan memang masalah yang kompleks dan sulit untuk diselesaikan


dalam waktu yang singkat, tetapi sekiranya jika kita ingin bebas dari masalah
kemiskinan tentunya kita harus memperhatikan faktor penting penyebab
terjadinya kemiskinan tersebut seperti salah satu contohnya faktor pendidikan
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan Kemiskinan memang tidak
mungkin dihilangkan, namun bukan tidak mungkin untuk mengurangi
persentase kemiskinan. Negara yang ingin membangun perekonomiannya harus
mampu meningkatkan standar hidup penduduk negaranya, yang diukur dengan
kenaikan penghasilan riil per kapita.

Indonesia saat ini berada pada kondisi yang tidak menguntungkan. Hal ini
nampak dari terjadinya ketimpangan multi dimensi di Indonesia. Ketimpangan
multi dimensi ini maksudnya adalah ketimpangan yang terjadi dalam berbagai
sektor yang ada. Agenda pembangunan Indonesia juga dirasa telah dibajak oleh
kepentingan politik, sehingga pembangunan terkonsentrasi pada daerah atau
golongan tertentu saja. Akibatnya muncul kesenjangan kesejahteraan. Pihak
luar negeri juga memberikan dampak yang signifikan terhadap kebijakan –
kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Masalah ketimpangan
yang terjadi di Indonesia berasal dari hulu. Pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai upaya untuk mengurangi beragam ketimpangan yang
terjadi.

40
Lampiran 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
TAHUN PERTUMBUHAN
(%)
2008 6,0%

2009 4,6%

2010 6,2%

2011 6,5%

2012 6,2%

2013 6,4%

Sumber: BPS (diolah sendiri)

Lampiran 2
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah,
Maret 2011-Maret 2012

41
Daerah/Tahun JumlahPendudukMiskin PresentasePenduduk
(Juta) Miskin

Lampiran 3
Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut Pulau,
Maret 2012
Pulau JumlahPendudukMiskin (000) PresentasePendudukMiskin (%)

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+


Desa
Sumatera 2.075,54 4.225,33 6.300,87 10,1 13,30 12,07
5
Jawa 7.209,94 8.897,26 16.107,20 8,84 15,46 11,57

Bali&Nusa
Tenggara 640,23 1.393,71 2.033,94 12,1 17,03 15,11
3

Kalimantan 266,15 688,42 954,57 4,41 8,37 6,69

Sulawesi 341,04 1.756,20 2.097,24 5,70 14,86 11,78

Maluku&
114,33 1.524,27 1.638,60 5,88 32,64 24,77
Papua

Indonesia 10.647,23 18.485,1 29.132,42 8,78 15,12 11,96


9

42
Sumber: BPS, 2012

Lampiran 4
Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan di Indonesia
Tahun PendudukMiskin GarisKemiskinanan
(Rp/Kapita/ Bulan)
(Jumlahjuta %
orang)
2009 4,5 32,53 14,2 200.262

2010 6,1 31,02 13,3 211.726

2011 6,5 30.02 12,49 233.740

Sumber: BPS, 2012, diolah kembali

Lampiran 5
Data Koefisien Gini di Indonesia Sejak Tahun 1999-2011

1999 0,31

2002 0,33

2003 0,32

2004 0,32

2005 0,36

2006 0,33

2007 0,36

2008 0,35

2009 0,37

2010 0,38

2011 0,41

Sumber: Kompas – Jumat, 25 Oktober 2013

43
Lampiran 6

PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menuru Lapangan Usaha (Miliar Rupiah)
Tahun 2012
Lapangan Usaha Tahun 2012 (**)

1 2 3 4 Jumlah

1.PERTANIAN, 300 373.00 304 543.80 327 932.40 257 563.20 1 190 412.40
PETERNAKAN,KEHUTANAN,PERIKANAN
a. TanamanBahanMakanan 166 395.50 149 104.10 156 122.60 102 707.80 574 330.00

b. TanamanPerkebunan 28 891.60 43 825.50 53 272.80 33 764.00 159 753.90

c. PeternakandanHasil-hasilnya 34 802.70 35 508.00 37 111.40 38 667.60 146 089.70

d. Kehutanan 11 650.40 14 011.70 14 297.80 14 946.60 54 906.50

e. Perikanan 58 632.80 62 094.50 67 127.80 67 477.20 255 332.30

2.PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 250 300.60 246 881.30 239 158.70 234 259.00 970 599.60

a. Minyakdan Gas Bumi 99 013.80 96 711.90 93 373.70 93 598.00 382 697.40

b. PertambanganBukanMigas 122 697.50 120 027.00 113 953.70 107 333.60 464 011.80

c. Penggalian 28 589.30 30 142.40 31 831.30 33 327.40 123 890.40

3.INDUSTRI PENGOLAHAN 467 196.90 484 349.70 506 081.40 515 218.60 1 972 846.60
a. IndustriMigas 64 192.00 64 985.90 63 286.30 61 943.60 254 407.80

1) PengilanganMinyakBumi 32 793.50 32 774.50 32 271.10 32 283.60 130 122.70

2) Gas AlamCair 31 398.50 32 211.40 31 015.20 29 660.00 124 285.10

b. IndustribukanMigas 403 004.90 419 363.80 442 795.10 453 275.00 1 718 438.80

1) Makanan, MinumandanTembakau 140 737.30 149 973.20 164 500.70 169 159.80 624 371.00

2) Tekstil, BarangKulit& Alas Kaki 37 105.20 38 646.50 39 934.10 40 806.80 156 492.60

3) BarangKayu&HasilHutanLainnya 21 575.10 20 091.60 21 550.70 22 584.50 85 801.90

4) KertasdanBarangCetakan 17 276.50 16 360.80 16 226.30 16 907.30 66 770.90

5) Pupuk, Kimia &BarangdariKaret 50 397.10 51 518.00 56 920.60 57 546.80 216 382.50

6) Semen &BarangGalianbukanLogam 13 492.80 14 450.40 15 036.00 15 039.10 58 018.30

44
7) LogamDasarBesi&Baja 8 150.50 8 006.20 8 505.20 8 814.50 33 476.40

8) AlatAngkutan, Mesin&Peralatannya 111 335.50 117 463.10 117 157.30 119 581.50 465 537.40

9) Baranglainnya 2 934.90 2 854.00 2 964.20 2 834.70 11 587.80

4.LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIH 15 299.90 16 208.20 16 478.20 17 138.60 65 124.90

a. Listrik 9 853.90 10 522.90 10 588.20 11 139.90 42 104.90

b. Gas Kota 3 951.60 4 175.70 4 347.80 4 440.60 16 915.70

c. Air Bersih 1 494.40 1 509.60 1 542.20 1 558.10 6 104.30

5.KONSTRUKSI 199 101.90 210 290.50 221 030.30 230 542.10 860 964.80

6.PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 267 663.10 282 799.30 292 742.80 302 395.70 1 145 600.90

a. PerdaganganBesardanEceran 215 612.90 229 332.80 237 282.80 244 828.20 927 056.70

b. Hotel 7 352.10 7 853.90 7 950.90 8 619.00 31 775.90

c. Restoran 44 698.10 45 612.60 47 509.10 48 948.50 186 768.30

7.PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 129 984.70 132 598.00 141 697.70 144 835.10 549 115.50

a. Pengangkutan 67 065.80 68 743.30 75 104.90 76 442.20 287 356.20

1) AngkutanRel 586.90 601.60 643.10 646.80 2 478.40

2) AngkutanJalanRaya 36 526.70 36 781.10 39 468.10 39 772.30 152 548.20

3) AngkutanLaut 4 754.30 4 978.90 5 040.00 4 888.60 19 661.80

4) Angkutan Sungai, Danau&Penyebrangan 2 091.50 2 105.40 2 269.60 2 299.20 8 765.70

5) AngkutanUdara 13 062.20 13 958.40 17 008.00 18 183.80 62 212.40

6) JasaPenunjangAngkutan 10 044.20 10 317.90 10 676.10 10 651.50 41 689.70

b. Komunikasi 62 918.90 63 854.70 66 592.80 68 392.90 261 759.30

8.KEUANGAN, REAL ESTAT & JASA PERUSAHAAN 143 554.80 146 768.50 152 636.80 155 563.10 598 523.20

a. Bank 45 528.80 47 193.70 48 873.30 49 499.20 191 095.00


b. LembagaKeuanganBukanBank 19 313.80 19 352.40 20 422.40 20 808.40 79 897.00

c. JasaPenunjangKeuangan 1 102.10 1 129.20 1 168.20 1 182.70 4 582.20

d. Real Estate 50 429.70 51 285.20 53 256.70 54 550.20 209 521.80

e. JasaPerusahaan 27 180.40 27 808.00 28 916.20 29 522.60 113 427.20

9.JASA - JASA 202 000.10 226 608.20 221 890.20 238 177.90 888 676.40

a. PemerintahanUmum 105 740.60 128 737.70 118 341.40 132 715.70 485 535.40

1) Adm. Pemerintahan&Pertahanan 65 325.60 79 173.00 73 279.30 82 380.20 300 158.10

2) JasaPemerintahanLainnya 40 415.00 49 564.70 45 062.10 50 335.50 185 377.30

b. Swasta 96 259.50 97 870.50 103 548.80 105 462.20 403 141.00

1) SosialKemasyarakatan 37 496.30 37 954.30 41 279.00 42 015.30 158 744.90

2) HiburandanRekreasi 5 560.00 5 662.30 5 864.10 5 971.70 23 058.10

3) PerorangandanRumahTangga 53 203.20 54 253.90 56 405.70 57 475.20 221 338.00

PDB 1 975 475.00 2 051 2 119 2 095 8 241 864.30


047.50 648.50 693.30
PDB TanpaMigas 1 812 269.20 1 889 1 962 1 940 7 604 759.10
349.70 988.50 151.70

45
Sumber: BPS

Lampiran 7
Persentase Pembagian Pendapatan Nasional di Antara 3 Lapisan Pendapatan
1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
40% 21,66 20,92 20,57 20,80 18,81 19,75 19,10 19,56 21,22 18,05 16,85
pendapata
n
terendah
40%
pendapatan 37,77 36,89 37,10 37,13 36,40 38,10 36,11 35,67 37,54 36,48 34,73
menengah
20%
pendapatan 40,57 42,19 42,33 42,07 44,78 42,15 44,79 44,77 41,24 45,47 48,42
tertinggi
Sumber: Kompas Jumat 25 Oktober 2013

Lampiran 8
Provinsi Penyumbang Terbesar PDB Nasional Per Kuartal I – 2013
Kota PDB Nasional (%)
DKI Jakarta 16,46
JawaTimur 14,98
Jawa Barat 13,88
Jawa Tengah 8,93
Riau 6,01
Kalimantan Timur 5,90
Sumatera Utara 5,41
Sumatera Selatan 3,03
Sulawesi Selatan 2,39
Sumber: BPS 2013

Lampiran 9
Pengeluaran Konsumsi Indonesia 2000-2012
(US$)

200 110.954.000.000
0
200 111.013.000.000
1

46
200 141.463.000.000
2
200 157.445.000.000
3
200 183.052.000.000
4
200 202.315.000.000
5
200 252.237.000.000
6
200 307.036.000.000
7
200 362.930.000.000
8
200 357.249.000.000
9
201 467.884.000.000
0
2011 555.429.000.000

201 581.415.000.000
2
Sumber: World Bank

47
DAFTAR PUSTAKA

Kumpulan Makalah: Kesenjangan dan Kemiskinan


http://citrariski.blogspot.com/2011/02/beberapa-indikator-kesenjangan-
dan.html

Irmawati ^^ Blog's: BAB 3. Kemiskinan Dan Kesenjangan Pendapatan (Sumber


referensi: buku Perekonomian Indonesia oleh Dr. Tulus T. H. Tambunan
http://irmawati90.blogspot.com/2011/03/bab-kemiskinan-dan-
kesenjangan.html

PEREKONOMIAN INDONESIA - KETIMPANGAN PENDAPATAN |


Michael Janitra - Academia.edu
https://www.academia.edu/6294390/PEREKONOMIAN_INDONESIA_-
_KETIMPANGAN_PENDAPATAN

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN


http://nafisah48.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-
pendapatan.html

Dr. Tulus T. H. Tambunan. 2009. “Perekonomian Indonesia”. Penerbit Ghalia


Indonesia.

48

Anda mungkin juga menyukai