Anda di halaman 1dari 3

Sunnah Memuji makanan

Kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala tiada terkira. Ragam makanan


dan minuman sangat bervariasi. Kewajiban seorang muslim, menghargai nikmat-
nikmat tersebut dan mensyukurinya. Kendatipun makanan yang tersedia sepele,
celaan tidak layak muncul dari bibir seorang muslim.
Demikian juga, ketika makanan atau minuman tidak menggugah selera,
atau mengundang ketidaksukaan, karena cita-rasanya yang kurang tajam,
bentuknya yang tidak menarik, atau bahan-bahannya yang dirasa tidak bergizi,
cacian tetap saja tidak cocok untuk dikeluarkan.
Keteladanan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini, beliau
tidak pernah mengeluarkan komentar miring sekalipun terhadap masakan atau
makanan yang boleh dimakan.

Dari Jabir radhiyallahu’anhu beliau berkata,


“Bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wasallam meminta kepada istri beliau
lauk. Lalu mereka menjawab,  “Kami tidak punya lauk kecuali cuka.” Kemudian
beliau memintanya dan memakannya (bersama roti) dan bersabda,
“Sebaik-baik lauk adalah cuka,  sebaik-baik lauk adalah cuka.’” (HR. Muslim
no. 2051)
Cuka adalah air yang direndam buah kurma hingga berubah jadi manis. Cuka ini
disuguhkan pada beliau dan beliau menjadikannya sebagai lauk. Yaitu
mencelupkan roti ke dalam cuka lalu beliau memakannya. Lantas beliau bersabda,
“Sebaik-baik lauk adalah cuka. Sebaik-baik lauk adalah cuka.”
Ini merupakan pujian terhadap makanan. Karena meskipun cuka itu minuman
yang diminum akan tetapi minuman juga disebut sebagai makanan.

Tahukah kalian? selain disunnahkan memuji makanan, ternyata tidak boleh


mencela makanan

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu beliau berkata,


“Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam tidak pernah mencela makanan sama
sekali. Jika beliau berselera beliau memakannya. Jika beliau tidak suka beliau
membiarkannya.” (HR. Bukhari No. 5409 dan Muslim No. 2064)

Al Allamah Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata,


Sepantasnya bila seseorang disuguhkan makanan kepadanya,
1. Ia mengenali betapa banyak nikmat Allah subhanahu wata’ala dan taufiqNya.
2.Hendaknya ia bersyukur atas nikmat tersebut.
3. Hendaknya ia tidak mencelanya. Jika ia tertarik dan berselera untuk
memakannya, silakan memakannya. Jika tidak tertarik, tak perlu memakannya dan
jangan membicarakan kekurangan atau mencacatnya.
Beliau melanjutkan,
Contoh, seseorang disuguhi tamr (kurma kering). Namun kurma tadi berkualitas
rendah. Hendaknya orang tersebut jangan mengatakan, “Ini kurma murahan.”
Akan tetapi katakan padanya jika engkau berselera makanlah. Kalau tidak
berselera jangan engkau makan atau mencelanya. Ini adalah nikmat Allah
kepadamu. Dan Allah telah memudahkan nikmat ini sampai kepadamu.
Demikian pula tak layak mencela makanan ketika makanan telah dimasak
kemudian disuguhkan padanya akan tetapi ia merasa tak berselera maka
hendaknya ia tak mencelanya. Katakan padanya, jika masakan ini menggugah
seleramu makanlah jika tidak tinggalkanlah.
Hikmah dari larangan ini adalah: karena makanan adalah ciptaan Allah sehingga
tidak boleh dicela. Di samping itu, mencela makanan menyebabkan orang yang
membuat dan menyajikannya menjadi tersinggung (sakit hati). Ia sudah berusaha
menyiapkan hidangan dengan sebaik mungkin, namun ternyata hanya
mendapatkan celaan. Oleh karena itu syariat melarang mencela makanan agar
tidak menimbulkan kesedihan dalam hati seorang muslim.

REFERENSI
https://www.islamkafah.com/sunnah-yang-ditinggalkan-2-memuji-makanan-dan-
tidak-mencelanya/
https://almanhaj.or.id/3788-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-tidak-pernah-
mencela-makanan.html
https://muslim.or.id/48-adab-adab-makan-seorang-muslim-5.html

Anda mungkin juga menyukai