Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hemodialisis (HD) merupakan tindakan untuk menggantikan sebagian dari

fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik

(PGK) atau chronic kidney disease (CKD) stadium V atau gagal ginjal kronik

(GGK).

Menurut world health organization (WHO), data hingga 2015

diperkirakan tingkat presentase dari 2009 sampai 2015 ada sebanyak 36 juta

warga dunia meninggal akibat cronic kidneys disease (CKD). Lebih dari 26 juta

orang dewasa di Amerika atau sekitar 17 % dari populasi orang dewasa terkena

CKD (Bomback and Bakris, 2011).

Pada tahun 2014 di Indonesia terdapat 17193 pasien yang baru menjalani

HD dan pada tahun 2015 terjadi peningkatan pasien yang menjalani HD sebanyak

3857 orang sehingga secara keseluruhan terdapat 21050 pasien yang baru

menjalanai HD. Sampai akhir tahun 2015 terdapat 249 unit hemodialisis di

Indonesia (Indonesian Renal Registry, 2015).

Tindakan HD saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun

masih banyak penderita mengalami masalah medis saat menjalani HD.

Komplikasi akut hemodialisis didefinisikan sebagai adanya manifestasi klinis

terkait dengan hemodialisa yang terjadi selama sesi dialisis atau dalam 24 jam

pertama setelah dialisis (Kaze FF, 2012).

Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah

gangguan hemodinamik (Landry dan Oliver, 2006).

1
Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi (UF)

atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 20-30%

penderita yang menjalani HD regular (Tatsuya,et al., 2004). Penelitian terhadap

pasien dengan HD reguler yang dilakukan di Denpasar, mendapatkan kejadian

hipotensi intradialitik sebesar 19,6% (Agustriadi, 2009).

Gangguan hemodinamik saat HD juga bisa berupa peningkatan tekanan

darah. Dilaporkan Sekitar 5 - 15% dari pasien yang menjalani HD reguler tekanan

darahnya justru meningkat saat HD. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik

(HID) atau intradialytic hypertension (Agarwal and Light, 2010). Pada penelitian

kohort yang dilakukan pada pasien HD didapatkan 12,2% pasien HD mengalami

HID (Inrig,et al., 2009). Penelitian yang dilakukan di Denpasar mendapatkan hasil

yang berbeda yaitu 48,1% dari 54 penyandang HD mengalami paradoxical post

dialytic blood pressure reaction (PDBP) (Raka dan Suwitra, 2011).Peningkatan

tekanan darah ini bisa berat sampai terjadi krisis hipertensi (Chazot dan Jean,

2010).

Penyebab hipertensi intradialisis adalah kelebihan cairan, syndrome

diseqilibrium, dan respon rennin terhadap ultrafiltrasi (Tomson, 2009). Lebih

lanjut Kallenbach, et al (2005) menyebutkan bahwa overhidrasi pradialisis akan

meningkatkan cardiac output, meningkatkan resistensi vaskuler yang

mengakibatkan hipertensi. Peningkatan rennin yang mencetuskan hipertensi juga

terjadi pada pasien usia tua dan muda karena respon penurunan aliran darah dan

penggunaan dialiser dengan luas permukaan yang kecil. Factor lain yang

berhubungan dengan timbulnya hipertensi saat hemodialisis adalah karena adanya

ansietas (Hudak dan Gallo, 1996). Tomson (2009) juga menyebutkan bahwa

2
penyebab hipertensi intradialisis adalah vasokontriksi karena peningkatan

aktivitas saraf simpatis, turunnya nitric oxide activity, dan rendahnya vasodilator.

Selain hipertensi masalah terkait tindakan hemodialisis adalah anemia,

seperti yang dikatakan Weiner (2007) bahwa anemia merupakan komplikasi yang

umum terjadi pada pasien hemodialisis (HD), terutama disebabkan oleh tidak

cukupnya produksi erythropoietin (EPO) dikarenakan kondisi gagal ginjal.

Pengelolaan terapi anemia penting dilakukan karena dapat meningkatkan

hasil klinis pasien. Pengenalan Terapi rekombinan manusia EPO (rhEPO) untuk

mengobati anemia kronis pada pasien penyakit ginjal (CKD) dengan akhirnya

meningkatkan kualitas hidup pasien (weisbord, et al, 2008).

Komplikasi lain yang menjadi perhatian adalah aritmia terkait

hemodialisis, dengan data dilaporkan 5% - 75%. Jenis paling umum dan

mematikan dari aritmia adalah aritmia ventrikel dan ektopik. Tingkat hemodialisis

terkait aritmia ventrikel kompleks adalah sekitar 35% dan tipe kedua yang paling

umum dari aritmia adalah atrium fibrilasi sekitar 27% (Burton, J.O, 2008).Sekitar

62% dari kematian jantung mendadak dikaitkan dengan gangguan aritmia

(Herzog, C.A., 2008).

Komplikasi kram juga sering diamati pada 24% - 86% dari kasus selama

tahun-tahun pertama terapi dialisis, namun data menunjukkan bahwa hanya 2%

pasien menderita kram setelah ≥ 2 sesi hemodialisis dalam seminggu (Kobrin, S.M.

2007). Komplikasi umum lainnya termasuk mual, muntah dengan kejadian 5% - 15%,

sakit kepala dengan kejadian 5% - 10% dan gatal-gatal dengan kejadian 5% - 10%

(Jesus, A.C. 2009). Meskipun kram, mual-muntah, sakit kepala dan gatal-gatal tidak

menyebabkan kematian, namun dapat menurunkan kualitas hidup pasien.

Disequilibrium sindrom dan komplikasi yang terkait dengan dialiser, sistem air dan

mesin dialisis saat ini jarang terjadi tetapi mungkin memiliki konsekuensi fatal.

3
Beberapa komplikasi mungkin tidak mengancam kehidupan pasien tetapi

memperburuk kualitas hidup pasien. Manajemen yang tepat terhadap komplikasi ini

akan memberikan kehidupan yang lebih panjang dan kualitas hidup yang lebih baik

bagi pasien (Ozkan G, 2011).

Dengan berbagai masalah komplikasi diatas maka Peneliti merasa perlu

adanya konseling yang dilakukan apoteker untuk mengawal terapi atau penanganan

komplikasi yang terjadi pada tindakan hemodialisis, dengan tujuan akhirnya adalah

peningkatan kualitas hidup pasien.

1.2 Kerangka pikir penelitian

Kerangka pikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.1

Variabel bebas Variabel terikat Parameter

TD sebelum HD

Terapi dengan
TD setelah HD
Asuhan Kadar HB
kefarmasian Komplikasi yang
terjadi

Pasien HD:
Kualitas hidup
- Umur dengan skor
- Jenis kelamin
WHOQOL
- Pendidikan

TD sebelum HD

Terapi dengan TD setelah HD


asuhan
kefarmasian Kadar HB
Komplikasi yang
terjadi

Gambar 1.1 Kerangka pikir Penelitian

4
1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1.3.1 Apakah pemberian terapi disertai asuhan kefarmasian siknifikan

mempengaruhi kualitas hidup pasien HD diakibatkan komplikasi-

komplikasi hemodialisis.

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis penelitian ini sebagai

berikut:

1.4.1 Pemberian terapi disertai asuhan kefarmasian siknifikan meningkatkan

kualitas hidup pasien HD diakibatkan komplikasi-komplikasi

hemodialisis.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas dapat

dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:

1.5.1 Untuk membuktikan bahwa pemberian terapi disertai asuhan

kefarmasian dapat meningkatkan kualitas hidup pasien HD yang

diakibatkan komplikasi-komplikasi hemodialisis

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah pemberian asuhan

kefarmaian penting untuk meningkatan kualitas hidup pasein hemodialisis dan

bagi apoteker dengan memberikan asuhan kefarmasian dapat memperkenalkan

kepada masyarakat bahwa profesi apoteker merupakan bagian dari tim kesehatan,

khususnya dalam penatalaksanaan komplikasi-komplikasi hemodialisis.

Anda mungkin juga menyukai