TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Penyakit ginjal kronik (PGK) atau Chronic Kidney disease (CKD) menjadi
problem kesehatan yang utama di seluruh dunia. Hal ini mungkin disebabkan
dari PGK. Dari berbagai penelitian terbukti bahwa hipertensi dan diabetes
merupakan dua penyebab utama dari PGK (Zhang dan Rothenbacher, 2008).
1,8 juta orang. Terapi pengganti ginjal mencakup dialisis dan transplantasi ginjal
dan lebih dari 90% di antaranya berada di negara maju (Suhardjono, 2006).
2.1.1 Batasan
dengan adanya satuatau lebih tanda kerusakan ginjal seperti yang terdapat pada
6
Tabel 2.1 Kriteria PGK (kerusakan fungsi atau struktur ginjal yang berlangsung
No Kriteria Keterangan
Albuminuria (AER ≥30 mg/24 jam:
ACR ≥ 30mg/g [≥3mg/mmol]
Petanda Abnormalitas pada sedimen urin
kerusakan Gangguan elektrolit dan abnormalitas yang berhubungan
1
ginjal (satu dengan kerusakan tubulus
atau lebih) Abnormalitas pada pemeriksaan histologi
Abnormalitas struktural pada pemeriksaan imaging
Riwayat transplantasi ginjal
Penurunan
2 LFG < 60 ml/min/1.73m2 (kategori LFG G3a-G5
LFG
Dari Tabel diatas dapat diketahui kriteria gagal ginjal kronik adalah:
abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan Laju
Klasifikasi atas derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG yang dihitung
berdasarkan serum kreatinin, usia, jenis kelamin dan berat badan dengan
LGF (ml/menit1.73m2 = (140 - umur) x Berat Badan *(x 0.85 untuk wanita)
Ureum Kreatinin (mg/dL) x 72
7
Tabel 2.2 Kategori LFG pada PGK (KDIGO, 2013)
LFG
No Kategoti LFG Batasan
(ml/min/1.73m2)
1 G1 ≥ 90 Normal atau Tinggi
2 G2 60 – 89 Penurunan ringan
3 Penurunan ringan sampai
G3a 45 – 59
sedang
4 Penurunan sedang sampai
G3b 30 – 44
berat
5 G4 15 – 29 Penurunan berat
6 G5 <15 Gagal ginjal
2.2 Hemodialisis
Negara berkembang saat ini meningkat dengan cepat, seiring dengan kemajuan
menjalani HD rutin meningkat dari tahun ke tahun. Di seluruh dunia saat ini
sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK
stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney Injury) yang memerlukan
8
Menurut Daurgirdas, et al., (2007), indikasi HD dibedakan menjadi HD
1. Kegawatan ginjal
g. Ensefalopati uremikum
h. Neuropati/miopati uremikum
i. Perikarditis uremikum
k. Hipertermia
Menurut K/DOQI dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien
Daurgirdas et al. (2007) dialisis dianggapbaru perlu dimulai jika dijumpai salah
9
c. Adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
dikeluarkan dari pembuluh darah vena dengan kecepatan aliran tertentu, kemudian
masuk ke dalam mesin dengan proses pemompaan. Setelah terjadi proses dialisis,
darah yang telah bersih ini masuk ke pembuluh balik, selanjutnya beredar di
larutan (kompartemen darah) akan berubah dengan cara memaparkan larutan ini
osmosis.
Perpindahan ini terjadi melalui mekanisme difusi dan UF. Difusi adalah
kecil yang larut dalam air ikut berpindah secara bebas bersama molekul air
2007).
10
Pada mekanisme UF konveksi merupakan proses yang memerlukan
2007).
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal kronik
(PGK) stadium V atau gagal ginjal kronik (GGK). Walaupun tindakan HD saat ini
mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang
mengalami masalah medis saat menjalani HD. Komplikasi yang sering terjadi
reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat.
11
Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID)
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil
(Daurgirdas et al., 2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup
saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium,
No Komplikasi Penyebab
Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
1 Hipotensi anti hipertensi, infrak jantung,
tamponade, reaksi anafilaksis
Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi
2 Hipertensi
yang tidak adekuat
Reaksi alergi, dialiser, tabung heparin,
3 Reaksi Alergi
besi, lateks
Gangguan elektrolit, perpindahan cairan
4 Aritmia yang terlalu cepat, obat antiaritmia yang
terdialisis
Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
5 Kram Otot
elektrolit
6 Emboli Udara Udara masuk sirkuit darah
7 Dialysis disequilibrium Perpindahan osmosis antara intrasel dan
ekstrasel menyebabkan sel menjadi
bengkak, edema serebral, penurunan
konsentrasi urea plasma yang terlalu
12
cepat
Masalah pada dialisat/ kualitas air
Hemolisis oleh karena menurunnya
8 Chlorine
kolom charcoal
Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop,
9 Kontaminasi Fluoride
tetanus, gejala neurologi, aritmia
Demam, menggigil, hipotensi oleh karena
Kontaminasi bakteri/
10 kontaminasi dari dialisat maupun
endotoksin
sirkulasi air
2.3.1 Batasan
HD rutin, walaupun komplikasi HD ini sudah dikenal sejak beberapa tahun lalu
namun sampai saat ini belum ada batasan yang jelas mengenai HID. Berbagai
15 mmHg atau lebih selama atau sesaat setelah HD selesai (Amerling,et al., 1995;
13
Mees, 1996). Hipertensi intradialitik juga didefinisikan sebagai adanya hipertensi
yang mulai sejak jam kedua atau ketiga saat sesi HD, setelah dilakukan UF atau
peningkatan tekanan darah saat HD yang resisten terhadap UF (Cirit et al., 1995).
terjadinya peningkatan tekanan darah yang menetap pada saat HD dan tekanan
darah selama dan pada saat akhir dari HD lebih tinggi dari tekanan darah saat
memulai HD (Chazot dan Jean, 2010). Berikut definisi HID pada beberapa
penelitian:
a. Suatu peningkatan mean arterial blood pressure (MAP) _15 mmHg selama
b. Suatu peningkatan tekanan darah sistolik (TDS) >10 mmHg dari pre ke post
1995).
2.3.2 Prevalensi
pada pasien yang menjalani HD rutin, dengan prevalensi 5-15% (Locatelli,et al.,
prevalensi HID sebesar 12,2% (Inrig,et al., 2009). Penelitian yang dilakukan di
14
2.3.3 Etiologi dan patofisiologi
ini belum sepenuhnya diketahui. Banyak faktor yang diduga sebagai penyebab
HID seperti volume overload, aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron system
(RAAS) karena diinduksi oleh hipovolemia saat dilakukan UF, overaktif dari
simpatis, variasi dari ion K+ dan Ca2+ saat HD, viskositas darah yang meningkat
karena diinduksi oleh terapi eritropoeitin (EPO), UF yang berlebih saat HD, obat
(Locatelli,etal., 2010).
kepala hemodialisis dalam klasifikasi sakit kepala. Untuk dapat disebut sebagai
sakit kepala hemodialisis, sakit kepala harus muncul setidaknya setengah dari sesi
hemodialisis, terdapat 3 serangan sakit kepala akut saat sesi hemodialisa dan sakit
kepala harus lega dalam waktu 72 jam setelah hemodialysis (Goksel, B.K., 2006).
6,7%. Patofisiologi sepenuhnya tidak jelas dan faktor pemicu sakit kepala
osmolaritas serum, tingkat rendah rennin plasma, sebelum dan sesudah dialisis
ada sakit kepala hemodialisis atau tidak. Jika diduga hemodialisis sakit kepala,
15
faktor-faktor yang diduga memicu sakit kepala harus dicari dan penggantian
Mual dan muntah ditemui pada pasien hemodialisis sekitar 10%. Mual dan
juga dapat menyertai sindrom koroner akut, cerebrovascular event dan infeksi.
Pasien dengan mual dan muntah harus dicari penyebabnya. Salah satu hal yang
perlu diingat adalah bahwa selain faktor disebutkan di atas, prevalensi keluhan
disisihkan pada pasien hemodialisis. Jika penyebab ini tidak hadir, gejala
gastrointestinal harus dinilai dan gastroskopi harus dilakukan. Mual dan muntah
2.6 Gatal
Gatal adalah salah satu gejala yang sering dijumpai pada penyakit ginjal
kronis. Keluhan gatal ditemukan di 50 sampai 60% dari pasien dengan gagal
ginjal stadium akhir yang sedang menjalani terapi dialysis (Narita, I., 2008).
16
penyebab lain gatal harus dikesampingkan. Berbagai terapi topikal dan sistemik
telah dicoba dalam mengobati itu selama bertahun-tahun, tapi ada pasien yang
tidak mendapatkan keuntungan dari setiap terapi tersebut. Untuk alasan ini,
Direkomendasikan terapi topical saat ini berupa krim pelembab dan krim
akupunktur, diet low protein, lidocaine, arang aktif, cholestramine, efisien dialisis,
2.7 Kram
Kejadian kram otot dijumpai sekitar 24-86 % terutama pada tahun pertama
dilakukan hemodialisis. Saat ini angka kejadian kram otot menurun sampai 2%
karena perbaikan dalam teknologi dialisis. Meskipun kram sebagian besar terlihat
di ekstremitas bawah, juga dapat terjadi di bagian perut, lengan dan tangan.
elektromiografi menunjukkan bahwa penyebab berasal dari neuron pada otot itu
sendiri. Metabolisme otot subnormal dianggap sebagai faktor yang paling penting
terganggu dan menimbulkan kram. Kram otot dapat terjadi saat mendekati akhir
sesi dialisis. Glukosa hipertonik, garam dan manitol dapat diberikan dalam
17
mencegah kram termasuk menghindari intradialytic hipotensi dan perubahan
dapat dikurangi dengan pemberian 320mg kina sulfat 1-2 jam sebelum memulai
hemodialisis. Namun pemberian kina sulfat memiliki banyak efek samping seperti
menggunakan vitamin C di atas 200 mg untuk waktu yang lama belum terbukti
obat pasien. Dalam hal ini, apoteker sebagai praktisi yang bertanggung jawab
terhadap keseluruhan terapi obat pasien, baik dengan resep, bukan resep,
alternative atau pengobatan tradisional, dengan tujuan untuk mencapai hasil yang
18
Menurut Mahanani (2008), peran apoteker dalam asuhan kefarmasian
dibagi menjadi tiga bagian. Pada awal terapi apoteker harus dapat menilai
kebutuhan pasien, pada tengah proses terapi, apoteker memeriksa kembali semua
informasi dan memilih solusi terbaik bagi masalah yang terkait terapi pasien. Pada
akhir terapi, apoteker menilai hasil intervensinya sehingga didapatkan hasil yang
DRPs)
Sedangkan fungsi utama dari seorang farmasi klinis menurut Seto dkk
pertemuan asuhan kefarmasian, kondisi pasien dan seluruh terapi obat dinilai
untuk menentukan apakah kebutuhan obat pasien telah seesuai dengan yang
a. Pengobatan tepat
19
i. Setiap pengobatan yang diberikan sesuai dengan kondisi klinis
ii. Keuntungan terapi obat setiap kondisi medis pasien dapat terlihat
b. Pengobatan efektif
c. Pengobatan aman
2.8.1 Konseling
keberhasilan suatu pengobatan. Hasil terapi yang optimal tidak akan tercapai
tanpa adanya kesadaran dari pasien itu sendiri. Sehingga dapat menyebabkan
merugikan dan pada akhirnya akan berakibat fatal. Terapi obat yang aman dan
efektif akan terjadi apabila pasien diberi informasi obat yang cukup tentang obat-
antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk implementasi dari
Rantucci, 2007).
secara lisan atau tertulis, member arahan pengobatan yang tepat, informasi
terhadap efek samping obat, pengaturan diet, dan modifikasi gaya hidup.
penggunaan obat-obatan yang tepat. Salah satu manfaat dari konseling adalah
20
kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat
yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya,
atau tidak dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Rantucci, 2007).
ditunjuk dokter, pasien dengan penyakit tertentu seperti hipertensi, gagal jantung,
pasien yang menerima golongan obat tertentu, pasien geriatric, pediatric, pasien
yang harus diberi konseling, karena hipertensi merupakan penyakit yang sangat
karena gagal jantung, infark miokardium, stroke, atau gagal ginjal dengan
demikian pemeriksaan tekanan darah secara teratur memiliki arti penting dalam
tidak dapat disembuhkan secara permanen, namun, hal yang dapat dilakukan
menjalankan pola hidup sehat (Onzenort, 2010; Price dan Lorraine, 1994)
terjadi pada 27 pasien (77,15) dari 35 pasien hipertensi. Pasien yang mengalami
penurunan tekanan darah terjadi pada 26 pasien (74,28%). R hitung yang didapat
0,68 ini berarti 68% kepatuhan mempengaruhi nilai tekanan darah. Pada beberapa
21
yang dinilai dari pengetahuan pasien, sikap, dan tingkah laku pasien (Utami,
2009).
CKD terdapat penurunan kualitas hidup pasien baik dari segi fisik, mental, sosial
dan lingkungan. Kualitas hidup pasien CKD yang menjalani HD menjadi hal yang
penurunan kualitas hidup yang meliputi kesejahteraan fisik, mental dan sosial.
hidupnya dalam konteks budaya dan sistem nilai untuk menjalankan peran dan
dan lingkungan. Dalam kondisi sehat kualitas hidup manusia akan selalu terjaga
dimana ke empat aspek tersebut dapat dijalankan dengan baik. Hal ini akan
berbeda jika manusia dalam kondisi sakit, dimana faktor yang paling terlihat
dalam penurunan kualitas hidupnya adalah kondisi fisik. Terlebih pada penderita
penyakit kronis, salah satunya adalah CKD. Pada pasien CKD terjadi penurunan
kondisi fisik seperti berat badan dan kemampuan mobilitasnya. Pasien CKD harus
kali dalam seminggu, hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial dan
22
tersebut, peran farmasis sebagai tenaga kesehatan sangat dibutuhkan untuk
23