PATOGENESIS
Di dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sistem retikuloendotelial,
dengan target utama virus dengue adalah APC (antigen Presenting Cells) di mana pada
umumnya berupa monosit atau makrofag jaringan seperti sel Kupffer dari hepar. Viremia
timbul pada saat menjelang tampak gejala klinik hingga 5 – 7 hari setelahnya. Virus
bersirkulasi dalam darah perifer di dalam monosit/makrofag, limfosit B dan limfosit T.
Imunopatogenesis DBD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori
yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD yaitu hipotesis
infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) dan hypothesis antibody
dependent enhancement (ADE). Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila
seseorang mendapatkan infeksi primer dengan satu jenis virus, akan terjadi proses
kekebalan infeksi terhadap jenis virus tersebut untuk jangka waktu yang lama, tetapi jika
orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain, maka
terjadi infeksi yang berat.
Pada teori kedua (ADE), menyebutkan tiga hal yaitu antibodies enhance infection,
T-cells enhance infection serta limfosit T dan monosit akan melepaskan sitokin yang
berkontribusi terhadap terjadinya DBD. Singkatnya secara umum ADE dijelaskan
sebagai berikut, bahwa jika terdapat antibodi spesifik terhadap jenis virus tertentu, maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi yang
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru
dapat menimbulkan penyakit yang berat.
Infeksi dari salah satu serotipe dengue menimbulkan imunitas seumur hidup,
namun hanya sebagaian kecil yang memiliki imunitas silang protektif terhadap infeksi
serotipe lain. Pada anak, infeksi virus dengue sering bersifat subklinis atau dapat
menyebabkan penyakit demam yang self-limited, namun apabila suatu saat penderita
terkena infeksi virus dengue berikutnya dengan serotipe yang berbeda, penyakit ini akan
lebih berat, menjadi demam berdarah dengue ataupun dengue syok sindrom (anamnestic
dengue infection). Di daerah endemis, penderita yang terdiagnosis demam dengue
seringkali terbukti infeksi sekunder.
Infeksi sekunder ditandai dengan timbulnya antibodi IgM terhadap dengue sekitar
tiga sampai lima hari setelah timbulnya demam, meningkat tajam dalam satu sampai tiga
minggu serta dapat dideteksi sampai tiga bulan. Antibodi IgG terhadap dengue diproduksi
sekitar dua minggu sesudah infeksi. Titer IgG ini meningkat amat cepat, lalu menurun
secara lambat dalam waktu yang lama dan biasanya bertahan seumur hidup. Pada infeksi
sekunder terjadi reaksi anamnestik dari pembentukan antibodi, khususnya dari kelas IgG
dimana pada hari ke dua, IgG ini sudah dapat meningkat tajam. Pada berbagai penelitian
di daerah di mana dengue primer dan sekunder terjadi keduanya, didapatkan suatu angka
signifikan yang menyatakan bahwa pada pasien dengan infeksi sekunder dengue, antibodi
IgM tidak terdeteksi dalam waktu lima hari sejak infeksi timbul, bahkan pada beberapa
kasus tidak menunjukkan suatu respon hingga hari ke 20.
Pada tubuh seseorang yang mengalami infeksi sekunder oleh tipe virus yang lain
maka akan mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit untuk memproduksi
antibodi IgG dalam jumlah tinggi. Selain itu virus dengue juga berproliferasi dalam
limfosit yang bertranformasi tadi sehingga menghasilkan virus dalam jumlah banyak. Hal
tersebut akan mengakibatkan terbentuknya antigen-antibodi kompleks (virus antibody
complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan hal sebagai berikut:
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan
C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya cairan plasma melalui endotel ke jaringan tubuh sehingga terjadi
syok hipovolemik.
2. Terjadinya agregasi trombosit yang melepaskan ADP dan mengalami kerusakan
metamorfosis. Agregat trombosit ini akan melepaskan vasoaktif amin (histamin
dan serotonin) yang akan meningkatkan permeabilitas kapiler dan juga
melepaskan PF3 (Platelet Factor 3) yang akan merangsang koagulasi
intravaskular (DIC). Agregasi trombosit ini akan segera dimusnahkan oleh sistem
retikuloendotelial dengan akibat trombositopenia.
3. Menekan proses maturasi megakaryosit di sumsum tulang yang mengakibatkan
trombositopenia dan menekan faktor-faktor pembekuan darah yang dapat
mengakibatkan pendarahan.
4. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (Faktor XII) yang dapat menyebabkan
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas (DIC). Pada proses ini
plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi fibrin degradation product (FDP).
Aktivasi ini juga akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah.
Patogenesis utama yang membedakan demam berdarah dengue dari demam dengue
adalah adanya pengingkatan permeabilitas endotel kapiler. Keadaan ini menyebabkan
ekstravasa cairan intravaskular ke ekstravaskular sehingga volume plasma berkurang,
akibatnya terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi (ke rongga serosa :
peritoneum, pleura dan perikard) dan syok. Syok hipovolemik ini akan mengakibatkan
terjadinya anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian
PERJALANAN PENYAKIT
Perjalanan penyakit DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik utama yang sangat
spesifik, yang akan ditampilkan sesuai urutan pemunculan dan seringnya terjadi yaitu:
1. Demam tinggi yang sifatnya terus menerus selama 2 – 7 hari pada kebanyakan
kasus
2. Manifestasi perdarahan berupa tes tourniquet positif, petekhiae, epistaksis dan
perdarahan saluran cerna
3. Hepatomegali
4. Gangguan sirkulasi (syok pada kasus-kasus yang berat)
Trombositopenia dan hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit 20% dari nilai
dasar) merupakan tanda khas kelainan hemostasis dan kebocoran plasma. Kedua
perubahan ini terjadi simultan ketika demam mulai menurun sebelum terjadi syok.
Karena itu kedua hal ini penting untuk diagnosis.
Penyakit dimulai secara spesifik dengan demam tinggi yang munculnya mendadak,
diikuti oleh wajah yang kemerahan, eritema kulit, sakit kepala, anoreksia, vomitus dan
tanda-tanda lain yang menyerupai Deman Dengue. Tes tourniquet yang positif dan
adanya petekhiae pada kulit dapat terlihat pada awal fase demam. Manifestasi lain
perdarahan yang dapat terlihat selama fase demam termasuk mudah lebam pada tempat
pungsi vena, epistaksis dan perdarahan gusi yang biasanya ringan. Perdarahan saluran
cerna seperti hematemesis dan melena jarang terlihat apda fase demam. Pembesaran
hepar terlihat pada hari ke 3 – 4 sakit dan hal ini terjadi pada 90% kasus DBD pada anak
dan 60% kasus DBD pada dewasa.
Fase kritis DBD terjadi pada akhir fase demam, setelah 2 – 7 hari demam yaitu pada
saat terjadinya peralihan fase demam ke fase penurunan suhu. Pada Demam Dengue
berakhirnya fase demam berarti dimulainya fase penyembuhan sedangkan pada DBD
berakhirnya fase demam berarti mulai terjadinya kebocoran plasma. Fase kebocoran
plasma berlangsung kira-kira 24 – 48 jam. Pasien mengeluh nyeri perut dan terjadi
perubahan denyut nandi dan tekanan darah ketika suhu tubuh turun menjadi normal. Pada
kasus-kasus yang berat, mengikuti hilangnya volume plasma kedalam rongga pleura dan
rongga peritoneum (ketika suhu tubuh turun) syok mulai berlangsung dan dengan cepat
berkembang menjadi syok berat dan kematian apabila penatalaksanaan yang tepat tidak
segera diberikan. Periode syok berlangsung pendek tetapi mengancam jiwa. Tetapi pasien
yang mendapat penatalaksanaan yang tepat akan mengalami penyembuhan yang cepat.
Pada kasus syok yang berkepanjangan, akan terjadi asidosis metabolik. Perdarahan yang
berat biasanya berasal dari saluran cerna dalam bentuk hematemesis dan melena dan hal
ini merupakan prognosis yang buruk dengan angka mortalitas yang tinggi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Untuk membuat diagnosis yang tepat, maka diagnosis klinik perlu dikonfirmasi
dengan diagnosis laboratorium yang terdiri dari 2 jenis yaitu spesifik dan non-spesifik.
2. Tes Serologi
Tes ini berdasarkan timbulnya antibodi sebagai akibat dari infeksi virus dengue.
Lima jenis tes serologi yang dapat digunakan untuk diagnosis infeksi dengue : tes
Hemaglutinasi Inhibisi (HI), fiksasi komplemen, netralisasi, IgM capture enzyme linked
immunosorbent assay (MAC Elisa) dan imunokromatografi cepat.
Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan serologi dianjurkan 3 kali yaitu pertama,
dilakukan segera setelah onset demam atau pada waktu masuk rumah sakit (SI).
Spesimen kedua diambil sebelum pasien pulang dari rumah sakit atau pada kasus yang
fatal, waktu pasien meninggal (S2). Spesimen ketiga diambil pada waktu pasien pulang
dari rumah sakit (S3) yaitu 1-2 hari setelah demam hilang. Jarak waktu yang optimal
antara serum akut (SI) dengan serum konvalesen (S2 atau S3) adalah 10 hari. Terserah
kepada tes apa akan dipakai, yang penting pada dasarnya adalah kenaikan titer antibodi
akut ke antibodi konvalesen sebesar 4 kali atau lebih.
c. Tes netralisasi :
Tes netralisasi merupakan tes serologi yang sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Tes
ini mendeteksi adanya antibodi yang dapat menetralkan virus dengue. Dasar dari tes ini
adalah efek sitopatik yang ditimbulkan oleh virus Dengue yang mengakibatkan
terbentuknya plaque pada biakan sel. Efek sitopatik ini dinetralisasi oleh adanya antibodi
spesifik. Karena antibodi netralisasi bisa bertahan lama (50 tahun atau lebih), maka tes
ini dapat dimanfaatkan untuk penelitian seroepidemiologi. Kekurangan tes ini antara lain
mahal, memerlukan waktu lama dan tehniknya yang sulit. Oleh karena itu tes ini tidak
digunakan secara rutin di laboratorium.
e. Imunokromatografi cepat
Prinsip tes ini adalah antibodi IgM dan atau IgG bila ada dalam serum akan ditangkap
secara spesifik oleh antihuman IgM dan IgG yang terikat pada membran nitroselulosa
sebagai fase padat.
Jika antibodi IgM dan atau IgG dari penderita adalah antibodi dengue, maka mereka akan
berikatan dengan antigen dengue yang telah membentuk kompleks dengan gold-labelled
anti-dengue monoclonal antibody. Kompleks ini akan tampak sebagai warna merah/ungu
sebagai indikasi positif. Pada strip terdapat garis kontrol yang berfungsi untuk menguji
bahwa reagens bekerja dengan baik.
Interpretasi hasil tes imunokromatografi cepat sama dengan tes Mac Elisa.
3. Nilai hematokrit
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ke-3 perjalanan
penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit.
Peningkatan nilai hematokrit >20% merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi
akibat perembesan plasma ke ruang ekstravaskuler, disertai efusi cairan serosa melalui
kapiler yang rusak.
4. Hitung leukosit
Hitung leukosit bervariasi selama perjalanan penyakit antara
leukopenia hingga leukositosis ringan. Leukopenia biasanya muncul pada fase akut,
mulai hari ke-3 demam dan kembali normal setelah fase konvalesen. Terjadinya
leukopenia terutama akibat depresi sumsum tulang. Pada fase akut sumsum tulang
tampak hiposeluler, hampir tidak ditemukan granulopoiesis.
6. Hitung trombosit
Pada penderita DBD biasanva ditemukan penurunan jumlah trombosit kurang dari
100.000/ul darah. Penurunan jumlah trombosit mulai terjadi pada awal demam antara
hari ke 2-3 sakit, mencapai nilai terendah sekitar hari ke-5 sakit, kemudian.jumlah
trombosit akan meningkat dengan cepat pada masa konvalesen dan mencapai nilai
normal pada hari ke 7-10 sakit. Trombositopenia mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kebocoran plasma.
Kadang-kadang pada apusan darah tepi ditemukan giant platelet sebagai petanda
terjadinya peningkatan turnover trombosit.
KESIMPULAN
Pemeriksaan laboratorium merupakan tes yang sangat penting didalam
memberikan konfirmasi diagnosis klinis dari infeksi virus dengue, dan juga dalam
pengelolaan kasus serta pemberantasan penyakit dengue. Sayangnya, diagnosis pasti
dengan cara isolasi virus maupun deteksi RNA virus memerlukan tehnologi yang rumit
dan lama waktu pengerjaannya. Pengembangan uji serologi untuk deteksi IgM dan IgG
antidengue sebagai penentu fase akut, baik primer maupun sekunder merupakan jawaban.
Tentunya anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan laboratorium lain seperti tes Rumpel
Leede, kadar hemoglobin, nilai hematokrit dan jumlah trombosit sangat melengkapi
diagnosis infeksi DBD.
DAFTAR PUSTAKA
Tony Loho, Diagnosis Laboratorium Demam Berdarah Dengue. Suplemen Naskah
Pendidikan Verkesinambungan Patologi Klinik 2002. Bagian Patologi Klinik FKUI.
2000. 11-29.
Suharyono Wuryadi. Diagnosis Laboratorium Infeksi Virus Dengue. Dalam Hadinegoro
SRH. Satari HI ed. Demam Berdarah Dengue, naskah lengkap. Pelatihan bagi pelatih
Dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit dalam, dalam tatalaksana kasus DBD.
Balai Penerbit Fakultas kedokteran Universitas Indonseia 2000. 55-62
Standard Pelayanan Medik Patologi Klinik, Deman Dengue, PDS Patklin Cabang
Surabaya. 2004.
Fadilah SAW. Sahrir S. Raymond AA. Cheong SK, Aziz JA, Sivagengsi. Quantitation of
T lymphocyte subsets helps to distinguish Dengue hemorrhagic fever from classic
Dengue fever during the acute febrile stage. Southeast Asian J Trop Med Public helath
30(4) 1999, 710-7
World Health Organization, Geneva. 1997. Dengue hemorrhagic fever, diagnosis,
treatment, prevention and congrol. Second edition.