Wilayah Aceh merupakan wilayah yang sering terjadi gempa bumi dengan skala besar. Salah satu gempa bumi
dengan skala besar adalah Gempa Pidie Jaya yang terjadi pada 7 Desember 2016. Setelah terjadi gempa bumi,
banyak terjadi pergerakan tanah yang ditemukan di area penelitian. Telah dilakukan serangkaian pengukuran
menggunakan Ground Penetrating Radar (80 MHz) untuk mempelajari struktur bawah permukaan setelah
terjadinya gempa bumi. Penelitian ini dilakukan di Desa Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten Pidie
Jaya. Pengukuran dilakukan di sepanjang jalan di Desa Pangwa yang melintasi dua jembatan. Pengukuran
dilakukan pada 18 lintasan dengan panjang masing–masing lintasan sepanjang 50 m. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan software GRED. Berdasarkan hasil radargram, kita menemukan struktur pemukaan
dangkal berupa patahan di tengah gambaran radargram pada lintasan 13 yang disebabkan oleh terjadinya gempa
di Pidie Jaya.
The Aceh region is an area of frequent large-scale earthquakes. One of the earthquakes with a large scale is
Pidie Jaya Earthquake that occurred on December 7, 2016. After the earthquake, many ground movement
evidences were found in the area. The ground penetrating radar (80 MHz) measurement is used to study
subsurface structures after the earthquake. This research was conducted in Pangwa Village, Trienggadeng
Subdistrict, Pidie Jaya District. Measurements were carried out along the road in Pangwa Village which
crossed two bridges. Data measurements were made along 18 profiles with 50 m length of each profile. Data
processing were done by using GRED software. Based on processed radargrams, we found a fault trace at the
middle of the profile lane 13 caused by the newest earthquake in Pidie Jaya.
yang dapat memetakan lokasi patahan dengan jelas barisan yang terdiri dari kawasan pergunungan,
walau tidak ada penampakan struktur patahan di atas dataran redah, dan kawasan perairan laut. Kabupaten
permukaan (Kearey et al., 2002). Pada penelitian Pidie Jaya terletak pada 04˚06’ - 04˚47’ LU, 95˚56’ -
sebelumnya penggunaan metode geolistrik dan very 96˚30’BT.
low frequency (VLF) mampu mendeliniasikan Berdasarkan Gambar 1. dapat diketahui bahwa
struktur patahan dengan jelas (Ismail et al., 2016 dan geologi daerah Pidie Jaya terdiri dari aluvium atau
Hiskiawan., 2009). Namun pada penelitian ini endapan permukaan yang tersusun oleh endapan
digunakan metode Ground Penetrating Radar (GPR) pesisir dan fluvial terbentuk zaman Kuarter Holosen.
yang mampu berkerja lebih fleksibel dan cepat dalam Endapan aluvium terdiri dari kerikil-kerikil, pasir-
memetakan struktur bawah permukaan di Kecamatan pasir, batu lempung, dan lumpur yang merupakan
Tringgadeng, Kabupaten Pidie Jaya berdasarkan endapan sungai dan endapan pantai. Menurut Bennett
permitivitas. et al., 1981 dan Budiono et al., 2010, geologi di Pidie
Jaya terdiri dari beberapa jenis batuan, seperti berikut:
Kondisi daerah penelitian 1. Formasi Kotabakti yang terdiri dari batu lumpur
Daerah penelitian berada di Kabupaten Pidie jaya, dan batu lanau gampingan, batu pasir,
yaitu di Desa Pangwa yang terletak di Provinsi Aceh. konglomerat, dan tufa pada zaman Tersier Miosen
Kabupaten Pidie Jaya merupakan pecahan dari awal.
Kabupaten Pidie. Kawasan ini memiliki luas wilayah
1162,84 km2 yang terletak di sebelah utara bukit
Gambar 1. Peta Geologi Pidie Jaya (modifikasi dari BPS Pidie Jaya, 2016)
36
*corresponding Author: ayusafrida20@gmail.com http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAcPS
J. Aceh Phy. Soc. Vol. 8, No. 2 pp.35- 40, 2019 e-ISSN: 2355-8229
2. Formasi Agam yang terdiri dari batu lanau, batu penelitian yaitu dengan melihat keadaan
pasir, breksi dalam formasi batu gamping, dan geomorfologi daerah penelitian tersebut sehingga
batu berglaukonit yang terbentuk pada zaman dapat memahami kondisi medan yang akan
Tersier Kala Oligosen akhir. dihadapi. Survey awal diperlukan untuk
3. Formasi Siap yang terdiri dari konglomerat, lava, memudahkan dalam pembuatan desain pengukuran
sedimen asal gunung api, batu pasir gampingan, (Gambar 2.). Selanjutnya dalam persiapan
dan batu lumpur yang terbentuk pada zaman penelitian perlu dilakukan persiapan alat
Tersier Pliosen. pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui
4. Formasi Meucampli yang tersusun dari batu kelayakan alat dalam kondisi layak pakai.
lumpur dan batu pasir tak terbedakan yang Pengukuran data di lapangan dilakukan di
terbentuk pada zaman Tersier Kala Oligosen. kawasan padat penduduk dengan lintasan survei di
jalan raya dan melalui sebuah jembatan di Desa
Metodologi penelitian Pangwa, Kecamatan Trienggadeng, Kabupaten
Prosedur penelitian ini berlangsung dalam Pidie Jaya. Penelitian ini dilakukan untuk
beberapa tahapan. Tahapan tersebut saling menentukan respon gelombang elektromagnetik dan
terhubung agar tercapainya tujuan. Survei awal menentukan anomali dari suatu objek dibawah
lokasi penelitian merupakan tahapan yang sangat permukaan. Setelah dilakukan akuisisi data di
penting dalam persiapan penelitian dan merupakan lapangan, data tersebut kemudian dilakukan
tahapan awal yang dilakukan pada penelitian ini. pemodelan dengan menggunakan software GRED.
Dalam tahapan ini penulis mengkaji literatur daerah
37
*corresponding Author: ayusafrida20@gmail.com http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAcPS
J. Aceh Phy. Soc. Vol. 8, No. 2 pp.35- 40, 2019 e-ISSN: 2355-8229
Tahapan – tahapan pengolahan data dapat diuraikan untuk menguatkan sinyal. Pada saat pengambilan
sebagai berikut: data di lapangan terjadi pelemahan energi sinyal
1. Move start time pada batuan ataupun lapisan tanah sehingga perlu
Tahapan ini dilakukan untuk mengembalikan waktu dilakukan penguatan energi sinyal.
tiba pertama gelombang. Koreksi ini dilakukan 6. Smoothed gain
untuk menempatkan posisi gelombang ke titik nol. Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan efek
2. Substract mean ( Dewow ) yang ditimbulkan ketika melakukan koreksi,
Tahapan ini dilakukan untuk menghilangkan noise sehingga radargram bisa di interpretasi dengan
yang terekam dalam radargram. Tahapan ini mudah (Annan, 2001).
merupakan tahapan filtering sementara untuk Hasil pengukuran (Gambar 3.) menunjukkan
menghilangkan komponen gelombang dengan gambaran bawah permukaan yang mengarah dari barat
frekuensi sangat rendah. ke timur, pada lintasan tersebut mampu
3. Background removal mendeskripsikan keberadaan dari pada struktur
Tahapan ini merupakan tahapan filtering, filtering patahan di lokasi penelitian dari reflektor gelombang
dilakukan untuk menghilangkan noise yang elektromagnetik. Pola reflektor terlihat membentuk
terdapat di latar belakang yang selalu muncul di pola hiperbola yang diberi warna merah. Pola tersebut
radargram sehingga menutupi sinyal yang berada pada jarak 0 hingga 22 m dari panjang lintasan
sebenarnya di radargram. 50 m dengan kedalaman 0 sampai 2 m dibawah
4. Vertical bandpass filter permukaan. Dari banyaknya reflektor yang muncul
Pada tahapan ini, dimasukkan dua frekuensi yaitu pada lintasan ini, hanya reflektor berwarna merah
frekuensi yang paling rendah dan frekuensi yang yang terlihat sangat jelas membentuk pola hiperbola
paling tinggi. dengan bagian kiri dan kanan yang membentuk
5. Linear gain gelombang menurun atau biasa disebut gelombang
miring.
38
*corresponding Author: ayusafrida20@gmail.com http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAcPS
J. Aceh Phy. Soc. Vol. 8, No. 2 pp.35- 40, 2019 e-ISSN: 2355-8229
39
*corresponding Author: ayusafrida20@gmail.com http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAcPS
J. Aceh Phy. Soc. Vol. 8, No. 2 pp.35- 40, 2019 e-ISSN: 2355-8229
Kearey, P., Brooks, M., and Hill, I. 2002. An Geomorphology; A Preliminary Result.
Introduction to Geophysical Exploration. 3rd Malang, s.n
ed. Departmen of Earth Sciences University Vijaya, I. 2010. Tipe Sedimen Permukaan Dasar
of Brostol. Blackwell Science Ltd. Australia. Laut Selatan dan Utara Kepulauan Tambelan
Umar, M., Muzakkir., Asysqary, A., 2017. Perairan Natuna Selatan. Jurnal Pusat
Investigation of Active Fault System in Aceh Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI
Derived from Seismological Data and
40
*corresponding Author: ayusafrida20@gmail.com http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAcPS