Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

TOXOPLASMOSIS

Di Puskesmas Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar

Disusun Oleh :

dr. Esa Loyallita Lestari

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

KARANGANYAR

2015
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT

TOXOPLASMOSIS

Di Puskesmas Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar

Disusun oleh :

dr. Esa Loyalilita Lestari

Telah disahkan oleh pembimbing dokter internship Puskesmas Tasikmadu pada

tanggal .... Januari 2015 guna melengkapi tugas internship dokter Indonesia di

Puskesmas Tasikmadu Periode 3 Oktober 2014 – 1 Februari 2015

Karanganyar, ..... Januari 2015

Mengetahui,

Pembimbing Dokter Internship

dr. Okce Krisnawati

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................... 1

Halaman Pengesahan........................................................................... 2

Daftar Isi.............................................................................................. 3

BAB I Pendahuluan............................................................................. 4

BAB II Tinjauan Pustaka..................................................................... 6

BAB III Status Present......................................................................... 13

BAB IV Analisis.................................................................................. 27

BAB V Masalah.................................................................................. 31

BAB VI Saran....................................................................................... 33

BAB VII Kesimpulan............................................................................ 34

Daftar Pustaka........................................................................................ 37

Lampiran................................................................................................ 38

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit TORCH merupakan kelompok infeksi beberapa jenis virus yaitu parasit
Toxoplasma gondii, virus Rubella, CMV (Cytomegalo Virus), virus Herpes Simplex
(HSV1 – HSV2) dan kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih
terbatas (misalnya Measles, Varicella, Echovirus, Mumps, Vassinia, Polio dan
Coxsackie-B). Penyakit TORCH ini dikenal karena menyebabkan kelainan dan berbagai
keluhan yang bisa menyerang siapa saja, mulai anak-anak sampai orang dewasa, baik
pria maupun wanita. Bagi ibu yang terinfeksi saat hamil dapat menyebabkan kelainan
pertumbuhan pada bayinya, yaitu cacat fisik dan mental yang beraneka ragam. Infeksi
TORCH juga dapat menyerang semua jaringan organ tubuh, termasuk sistem saraf pusat
dan perifeir yang mengendalikan fungsi gerak, penglihatan, pendengaran, sistem
kadiovaskuler serta metabolisme tubuh (Wordpres, 2012).

Di Indonesia, kasus toksoplasmosis pada manusia berkisar antara 43 kasus (88%)


sedangkan pada hewan berkisar antara 6 kasus ( 70%). Pada masa lalu, toksoplasmosis
dinyatakan hanya dapat mengakibatkan gejala klinis pada individu yang memiliki sistem
imun yang lemah . Namun bukti-bukti yang ada saat ini memperlihatkan bahwa pada
individu yang imunokompeten (sistem imun dapat berespon optimal) juga dapat
menunjukkan gejala klinis . Hal ini disebabkan patogenitas Toxoplasma gondii sangat
variatif, tergantung klonet atau tipenya. Klonet atau tipe T. gondii terkait dengan struktur
populasi klonal berdasar homologi dan kekerabatan genetiknya . Masing-masing tipe
memiliki kemampuan merusak, memodulasi sistem imun inang dan kemampuan
menghindar (evasi) dari sistem imun inang yang berbeda beda . (Subekti, 2008).

Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis klasik yang dapat dijumpai hampir


di seluruh dunia. Menurut data WHO(word health organisation), diketahui sekitar 300
juta orang (0,8%) menderita toxoplasmosis. Penyakit ini dapat menyerang manusia dan
berbagai jenis mamalia, termasuk hewan kesayangan serta satwa eksotik. Toxoplasmosis
juga memiliki dampak ekonomis yang penting karena dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan dan fertilitas, termasuk abortus. Hingga saat ini, toxoplasmosis masih

4
banyak menjadi perhatian karena penyakit ini dapat ditularkan dari hewan ke manusia
melalui kista di dalam daging, sayuran, dan buah-buahan, serta air yang tercemar ookista
infektif. “Pada wanita hamil yang mengalami infeksi primer pada kehamilan trisemester
pertama dapat mengakibatkan keguguran dan juga kelainan pada janin, seperti
hidrosefalus, mikrosefalus, anesefalus, serta bisa mengakibatkan retardasi mental,
retinokorioditis, dan kebutaan,” dan toxoplasmosis dapat juga mengakibatkan cacat
seumur hidup, kematian pada bayi, bahkan menjadi fatal bagi pengidap HIV. Gejala
toxoplasmosis dapat berlangsung selama beberapa minggu hingga akhirnya berkurang,
Tanda-tandanya dapat berupa lesu, sakit kepala, nyeri otot-sendi, disertai demam.
Dalam pidato yang berjudul “Biologi Molekuler Toxoplasma dan Aplikasinya pada
Penanggulangan Toxoplasma”, dituturkan Wayan bahwa penyakit ini terkadang kurang
diperhatikan karena gejala klinis yang muncul mirip dengan penyakit lain, misalnya flu.
Kecurigaan terhadap penyakit ini baru timbul jika gejala klinis diertai dengan
pembesaran kelenjar limfe. Karena tingginya prevalensi penyakit ini di masyarakat, perlu
dikembangkan berbagai upaya diagnosis dini dan pencegahan, baik pada manusia
maupun hewan (Siswanto, 2010)

B. Tujuan Umum
1. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor lingkungan yang
mempengaruhi terjadinya Toxoplasmosis.
2. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor perilaku yang
mempengaruhi terjadinya penyakit Toxoplasmosis.
3. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor pelayanan
kesehatan yang mempengaruhi terjadinya Toxoplasmosis.
4. Untuk memperoleh informasi mengenai faktor genetik yang
mempengaruhi terjadinya Toxoplasmosis.

C. Tujuan Khusus
1. Untuk memperoleh informasi mengenai permasalahan yang terjadi
dalam pelaksanaan program pengendalian penyakit Toxoplasmosis.
2. Untuk memperoleh informasi mengenaiupaya-upaya yang telah
dilakukan Puskesmas Tasikmadu dalam melaksanakan program pengendalian
penyakit Toxoplasmosis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Toxoplasmosis adalah penyakit yangdisebabkan oleh infeksi dengan
parasitobligat intraselluler Toxoplasma gondii.

B. Etiologi
Toxoplasma gondii adalah suatu protozoa obligat intraselular yang menginfeksi
burung dan beberapa jenis mamalia terutama kucing, di seluruh dunia. Infeksi
toxplasma gondii pada manusia dapat terjadi apabila mengkonsumsi patogenini
dalam bentuk kista (bradozoit) dalam daging yang telah terinfeksi dan tak dimasak
dengan baik, lewat kontak dengan sel-sel oosit dalam feses kucing/binatang lain
yang terinfeksi atau diperoleh secara kongenital lewat transfer transplasental. Ookista
dalam feses kucing dapat bertahan hingga bertahun-tahun (Juanda,2006).

C. Penularan
Penularan toxoplasma adalah sebagai berikut, hewan yang
terinfeksi toxoplasma hanya menyebarkan ookista dalam jangka
waktu tertentu, yaitu sekitar 10 hari sejak terinfeksi. Setelah 10
hari jumlah ookista yang disebarkan biasanya sangat sedikit dan
mempunyai resiko penularan yang sangat kecil. Manusia atau
hewan dapat tertular bila menelan kista atau ookista toxoplasma.
Kista atau ookista ini bersifat seperti telur. Telur yang tertelan
tersebut akan menetas dan berkembang di dalam tubuh hewan
atau manusia. Kista tersebut dapat hidup dalam otot (daging)
manusia dan berbagai hewan lainnya. Penularan juga dapat terjadi
bila hewan atau manusia tersebut memakan daging mentah atau
daging setengah matang yang mengandung kista toxoplasma.
Kista toxoplasma juga dapat hidup di tanah dalam jangka waktu
tertentu (bisa sampai 18 bulan). Dari tanah ini toxoplasma dapat

6
menyebar melalui hewan, tumbuh-tumbuhan atau sayuran yang
kontak dengan kista tersebut. Dan juga toxoplasma ditertularkan
dari berbagai cara antara lainya sebagai berikut:
1. Tertelannya ookista infektif yang berasal dari kucing
2. Tertelanya kista jaringa atau kelompok takizoid yang
terdapat didalam
daging mentah atau pun yang dimasak kurang sempurna.
3. Melalui placenta
4. Kecelakan dilaboratorium karena terkontaminasi melalui luka.
5. Penyuntikan merozid secara tidak sengaja.
6. Tranfusi leukosit penderita toxoplasma (Gandahusada,2006).

D. Manifestasi Klinis
Gejala yang timbul pada infeksi toksoplasma tidak khas, sehingga penderita
sering tidak menyadari bahwa dirinya telah terkena infeksi. Tetapi sekali terkena infeksi
toksoplasma maka parasit ini akan menetap (persisten) dalam bentuk kista pada organ
tubuh penderita selama siklus hidupnya. Gejala klinis yang paling sering dijumpai adalah
pembesaran kelenjar getah bening (limfe) dikenal sebagai limfadenopati, yang dapat
disertai demam. Kelenjar limfe di leher adalah yang paling sering terserang. Gejala
toksoplasmosis akut yang lain adalah demam, kaku leher, nyeri otot (myalgia), nyeri
sendi (arthralgia), ruam kulit, gidu (urticaria), hepatosplenomegali atau hepatitis. Wujud
klinis toksoplasmosis yang paling sering pada anak adalah infeksi retina (korioretinitis),
biasanya akan timbul pada usia remaja atau dewasa. Pada anak, juling merupakan gejala
awal dari korioretinitis. Bila makula terkena, maka penglihatan sentralnya akan
terganggu. Pada penderita dengan imunodefisiensi seperti penderita cacat imun,
penderita kanker, penerima cangkok jaringan yang mendapat pengobatan
imunosupresan, dapat timbul gejala ringan sampai berat susunan saraf pusat seperti
ensefalopati, meningoense-falitis, atau lesi massa otak dan perubahan status mental,
nyeri kepala, kelainan fokal serebral dan kejang-kejang, bahkan pada penderita AIDS
seringkali mengakibatkan kematian. (Zrofikoh, 2008).
Toxoplasma dapat masuk ke dalam tubuh manusia dalam berbagai cara.
Pertama, secara tidak sengaja menelan tinja kucing yang di dalamnya terdapat telur

7
toxoplasma. Cara ini banyak tidak disadari, misalnya menyentuh mulut dengan tangan
yang telah berkontaminasi seperti sehabis berkebun, membersihkan tempat makan
kucing atau barang-barang lain yang sudah terkontaminasi. Kedua, parasit ini juga dapat
masuk jika mengkonsumsi daging hewan yang telah terkontaminasi dan tidak dimasak
secara matang. Bentuk kista dari parasit ini dapat masuk bersama daging hewan tadi.
Ketiga, masuk lewat air yang telah terkontaminasi. Dan yang jarang, jika Anda
menerima transparansi organ atau transfusi darah dari donor yang telah terkontaminasi.
Jika dalam keadaan sehat, umumnya penyakit ini tidak menimbulkan gejala apa-apa atau
menyerupai sakit influenza biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening regional
yang nyeri. Gejala yang berat mungkin terjadi seperti kerusakan otak dan mata yang
terutama terjadi pada penderita kekurangan daya tahan tubuh seperti HIV/AIDS atau
penyakit keganasan (Dr. I Made Arya, 2009).

E. Pencegahan
Pencegahan toxoplasma gondii itu sendiri dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti :
1. Hindari mengkonsumsi daging mentah atau setengah matang,
serta buah
dan sayuran yang belum dicuci.
2. Hindari mengosok mata atau menyentuh muka ketika sedang
menyiapkan
makanan.
3. Cuci alas memotong, piring, serta alat memasak lainnya
dengan air panas
dan berbusa setelah kontak dengan daging mentah.
4. Masak air sampai mendidih serta hindari meminum susu yang
belum di
pasteurisasi.
5. Sedapat mungkin kendalikan serangga-serangga yang dapat
menyebarkan
kotoran kucing seperti, lalat dan kecoak

8
6. Jika Anda memiliki hewan peliharaan kucing, jangan biarkan
Anda
berkeliaran di luar rumah yang memperbesar kemungkinan kontak
dengan
toxoplasma.
7. Mintalah anggota keluarga lain untuk membantu Anda
membersihkan
kucing Anda termasuk memandikannya, mencuci kandang, tempat
makannya.
8. Beri makan kucing Anda dengan makananan yang sudah
dimasak dengan
baik.
9. Lakukan pemeriksaan berkala terhadap kesehatan kucing Anda.
10. Gunakan sarung tangan plastik ketika Anda harus
membersihkan kotoran
kucing, sebaiknya dihindari.
11. Cuci tangan sebelum makan dan setelah berkontak dengan
daging mentah, tanah atau kucing.
12. Gunakan sarung tangan plastik jika Anda berkebun terutama
jika terdapat
luka pada tangan Anda (Pandu, 2010).

F. Diagnosis
Diagnosis penyakit toksoplasma umumnya ditegakkan karena
adanya
kecenderungan yang mengarah pada penyakit tersebut, antara lain
adanya
riwayat:
1. Infertilitas, abortus, lahir mati, kelainan bawaan.
2. Memelihara binatang piaraan berbulu, misalnya kucing
Pemeriksaan yang digunakan saat ini untuk mendiagnosis
toxoplasma

9
adalah pemeriksaan serologis, dengan memeriksa zat anti
(antibodi) IgG dan
IgM Toxsoplasma gondii. Antibodi IgM dibentuk pada masa infeksi
akut (5
hari setelah infeksi), titernya meningkat dengan cepat (80 sampai
1000 atau
lebih) dan akan mereda dalam waktu relatif singkat (beberapa
minggu atau
bulan). Antibodi IgG dibentuk lebih kemudian (1-2 minggu setelah
infeksi),
yang akan meningkat titernya dalam 6-8 minggu, kemudian
menurun dan dapat bertahan dalam waktu cukup lama, berbulan-
bulan bahkan lebih dari setahun. Oleh karena itu, temuan antibodi
IgG dianggap sebagai infeksi yang sudah lama, sedangkan adanya
antibodi IgM berarti infeksi yang baru atau pengaktifan kembali
infeksi lama (reaktivasi), dan berisiko bayi terkena toksoplasmosis
bawaan. Berapa tingginya kadar antibodi tersebut untuk
menyatakan seseorang sudah terinfeksi toxoplasma sangatlah
beragam, bergantung pada cara peneraan yang dipakai dan kendali
mutu dan batasan baku masing-masing laboratorium. Salah satu
contoh yang dapat dikemukakan
adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh Teguh Wahyu S dkk.
(1998), yang
menyatakan seorang ibu yang tergolong positif bilamana titer
IgGnya 2.949 IU/mL atau IgM 0.5 IU/mL, sedangkan tergolong
negatif bilamana titer IgG < 2.0 IU/mL atau IgM < 0.5 IU/ml
(Zrofikoh, 2008).
Tidak semua ibu hamil yang terinfeksi toxsoplasma akan
menularkan toxoplasma bawaan pada bayinya. Bilamana dalam
pemeriksaan ibu sebelum hamil menunjukkan IgG positif terhadap
toksoplasma, berarti ibu tersebut terinfeksi sudah lama, tetapi
bukan berarti bahwa 100% bayinya akan bebas dari toxoplasma

10
bawaan. Apabila pemeriksaan serologis baru dilakukan pada saat
hamil, maka :
a. bila IgG (+) dan IgM (-); dianggap sebagai infeksi lama dan
risiko janinnya terinfeksi cukup rendah sehingga ada sebagian
pakar yang berpendapat tidak perlu diobati, kecuali jika pasien itu
mengidap gangguan kekebalan.
b. bila IgG (+) dan IgM (+); uji perlu diulang lagi 3 minggu
kemudian. Bilamana titer IgG tidak meningkat maka dianggap
infeksi terjadi sebelum kehamilan dan risiko untuk janinnya cukup
rendah, sedangkan jika titer IgG meningkat 4 kali lipat dan IgM
tetap positif maka ini berarti bahwa telah terjadi infeksi baru dan
janin sangat berisiko mengalami toxoplasma bawaan atau terjadi
keguguran.
c. bila IgG (-) dan IgM (-); bukan berarti terbebas dari
toksoplasmosis bawaan, justru pada ibu ini pemeriksaan harus
diulang setiap 2-3 bulan untuk
menasah serokonversi (perubahan negatif menjadi positif).
d. Bilamana pada ibu hamil ditemukan IgM (+) maka pengobatan
sudah pasti harus diberikan dan pemeriksaan ultrasonografi
dilakukan berulang kali untuk menen-tukan adanya kelainan janin.
e. Ultrasonografi serial setiap 3 minggu dilakukan untuk
menentukan adanya
kelainan, misalnya: asites, pembesaran rongga otak
(ventrikulomegali) (V/H), pemesaran hati (hepatomegali),
perkapuran (kalsifikasi) otak. Bila pada janin terdapat kelainan
maka perlu dipertimbangkan untuk peng-akhiran (terminasi)
kehamilan.
f. Bila mungkin, dilakukan pengambilan darah janin pada
kehamilan 20-32 minggu untuk pembiakan parasit (inokulasi) pada
mencit. Bila inokulasi memberikan hasil positif maka perlu
dipertimbangkan untuk pengakhiran kehamilan.

11
g. Setelah bayi lahir perlu dilakukan pemeriksaan lengkap
terhadap bayi, antara lain: pengambilan darah talipusat ketika bayi
baru saja lahir untuk pemeriksaan serologis antibodi janin atau
isolasi T. gondiii, pemeriksaan titik-cahaya mata (funduskopi), dan
USG atau foto rontgen tengkorak.Diagnosis toxoplasma bawaan
pada bayi lebih sukar ditetapkan karena gejala klinis dari infeksi
toksoplasma bawaan sangat beraneka ragam dan seringkali
subklinis (tidak terlihat) pada neonatus. Oleh karena itu perlu
dilakukan juga pemeriksaan serologis pada neonatus, terutama
bilamana diketahui ibunya terinfeksi selama kehamilan. Antibodi
IgG dapat menembus plasenta, sedangkan antibodi IgM tidak dapat
menembus plasenta. Dengan demikian, apabila pada darah bayi
ditemukan antibodi IgG mungkin hanya merupakan pindahan
(transfer) IgG ibu, dan lambat-laun akan habis. Pada usia 2-3 bulan,
bayi sudah dapat membentuk antibodi IgG sendiri, bilamana bayi
terinfeksi toksoplasma bawaan maka konsentrasi IgGnya akan
mulai meningkat lagi setelah IgG yang diperoleh dari ibunya habis.
Tetapi jika ditemukan antibodi IgM, maka ini menunjukkan infeksi
nyata pada bayi (toxoplasma bawaan) (Zrofikoh, 2008).

G. Penatalaksanaan
Untuk mengendalikan infeksi yang persisten ini, umumnya
diperlukan reaksi imun tubuh yang memadai (adekuat). Penderita
toksoplasma dengan sistem imun yang normal tidak memerlukan
pengobatan, kecuali ada gejala-gejala yang berat atau berkelanjutan.
Toksoplasmosis pada penderita imunodefisiensi harus diobati karena
dapat mengakibatkan kematian. Toksoplasmosis pada ibu hamil perlu
diobati untuk menghindari toksoplasmosis bawaan pada bayi. Obat-
obat yang dapat digunakan untuk ibu hamil adalah spiramisin 3
gram/hari yang terbagi dalam 3-4 dosis tanpa memandang umur
kehamilan, atau bilamana mengharuskan maka dapat diberikan dalam

12
bentuk kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin setelah umur kehamilan
di atas 16 minggu (Sasmita, 2007).
Lebih lanjut disampaikannya bahwa pencegahan merupakan
faktor utama dalam mengurangi prevalensi toxoplasmosis pada
manusia. Untuk menghindari penularan toxoplasma melalui oosit
infektif dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain, selalu
menjaga kebersihan hewan kesayangan (kucing diketahui sebagai
induk semang definitif toxoplasma), tidak memberikan daging mentah
pada kucing piaraan, dan mencuci buah serta sayur sebelum
dikonsumsi. Sementara itu, untuk mencegah penularan toxoplasma
melalui sista dapat dilakukan dengan mencuci daging sebelum
dimasak dan mengurangi mengonsumsi daging setengah matang
(Rilis, 2008).

H. Prognosis
Bayi yang terinfeksi toxoplasma sejak lahir apabila tidak dirawat akan memiliki
prognosa yang buruk. Pada beberapa kasus yang tidak mendapatkan perawatan,
didapatkan perkembangan menjadi korioretinitis, kalsifikasi serebral, serangan kejang,
dan retardasi psikomotor. Kini, manfaat dari diagnosa dini pada periode antenatal, terapi
antenatal, dan terapi setelah bayi lahir sudah terbukti dalam menurunkan frekuensi dari
sekuele neurologis mayor (Behrman, 2004).

13
BAB III
STATUS PASIEN

A. Data Pasien
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
1) Nama : An. S
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Tanggal lahir : 25 September 2013
4) Umur : 1 th 4 bulan
5) Berat badan : 6,2 kg
6) Panjang badan : 67 cm
7) Agama : Islam
8) Anak ke :1
9) Riwayat persalinan : Normal
10) Alamat : Maguan, Gaum

b. Keluhan utama
Terlambat duduk

c. Riwayat penyakit sekarang


Ibu pasien mengeluhkan perkembangan anaknya yang
lebih lambat daripada anak seusianya. Pasien belum bisa
duduk dan tengkurap sendiri.
Sejak dari lahir berat badan anak tidak ada peningkatan
yang berarti. Pasien sering di bawa ke posyandu. Namun
kadang pasien dibawa menginap ke rumah neneknya
sehingga beberapa kali pasien tidak datang ke posyandu
untuk menimbang berat badan. Berat badannya bila dilihat
dari KMS berada dibawah garis kuning sejak bulan oktober
2013, yaitu pada usia 1 bulan.

14
Mulai usia 4 bulan, pasien menjalani fisioterapi di
puskesmas tasikmadu.

d. Riwayat penyakit dahulu


1) Riwayat makan/ minum makanan/ minuman yang tidak
biasa : disangkal
2) Riwayat alergi : disangkal
3) Riwayat mondok : disangkal
4) Riwayat trauma : disangkal
5) Riwayat kejang : disangkal
6) Riwayat sakit kuning : disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan


1) Riwayat gangguan serupa di keluarga : disangkal
2) Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal

f. Pemeliharaan Kehamilan dan Prenatal


Pemeriksaan di : bidan
Frekuensi : >5x selama kehamilan
Keluhan selama kehamilan : Batuk pilek saat awal – awal
kehamilan
Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin,
tablet penambah darah, obat dan jamu.

g. Riwayat kelahiran
Pasien lahir spontan di bidan dan menangis kuat setelah
dirangsang oleh bidan, gerak aktif, usia kehamilan 9 bulan,
berat badan lahir 2500 gram, panjang badan 45 cm.
Riwayat keguguran tidak ada, anak lahir meninggal tidak
ada. Ayah dan ibu menikah satu kali.

h. Riwayat Postnatal

15
Pemeriksaan bayi setelah lahir dilakukan di posyandu,
setiap 1bulan sekali dan saat imunisasi. Ibu bayi juga
sempat membawa bayi melakukan pemeriksaan darah di
RSUD dr. Moewardi dan didapatkan hasil bayi postif terkena
toxoplasmosis dimana ibu pasien tidak melanjutkan
pengobatan karena tidak adanya waktu dan dana.
i. Riwayat penyakit yang pernah diderita

1. Faringitis : (+) 7. Malaria : disangkal


2. Bronkitis : disangkal 8. Polio : disangkal
3. Pneumonia : disangkal 9. Demam typoid : disangkal
4. Morbili : disangkal 10. Disentri : disangkal
5. Pertusis : disangkal 11. Reaksi obat : disangkal
6. Meningitis :disangkal

j. Riwayat imunisasi

Jenis I II III IV

BCG 0 bulan - - -

DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan -

POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan

Hepatitis 0 bulan 2 bulan 4 bulan -


B

Campak - - - -

Kesimpulan : imunisasi sesuai jadwal IDAI

k. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan


Motorik Kasar
Mengangkat kepala : 1 bulan
Tengkurap kepala tegak : belum bisa
Duduk sendiri : belum bisa
Bangkit terus duduk : belum bisa

16
Berdiri : belum bisa
Berjalan : belum bisa
Bahasa
Bersuara “aah/ooh” : 8 bulan
Berkata (tidak spesifik) : belum bisa
Bicara spesifik : belum bisa
Motorik halus
Memegang benda : belum bisa
Meraih : belum bisa
Mengambil benda : belum bisa
Personal social
Tersenyum : 4 bulan
Mulai makan : belum bisa
Tepuk tangan : belum bisa
Kesan : keterlambatan dari segi motorik kasar, motorik
halus, bahasa dan personal sosial

l. Riwayat kesehatan keluarga


Ayah : baik
Ibu : baik

m. Riwayat makan minum anak


1) Usia 0-6 bulan : ASI, kadang diselingi susu formula dan
bubur susu
2) Usia 6-8 bulan : susu formula, diselingi bubur susu dan
buah yang dihancurkan
3) Usia 8-12 bulan : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok
kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ati ayam, dengan
diselingi dengan susu formula
4) Usia > 12 bulan : nasi tim 2-3 kali sehari satu mangkok
kecil dengan sayur hijau/wortel, lauk ati ayam, dengan

17
diselingi dengan susu formula dan buah yang
dihancurkan

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Kompos mentis
Usia : 1 tahun 4 bulan
Berat badan : 6,2 kg
Tinggi badan : 67 cm
b. Tanda vital
Nadi : 100 x/menit, regular, teraba kuat
Laju Pernapasan : 20x/menit, reguler
Suhu : 37 0C per aksiler
c. Kulit : warna sawo matang, lembab, pucat
(-), ikterik (-)
d. Kepala : bentuk mikrocephal (lingkar
kepala : 23cm) , facies dismorfic (-),
rambut hitam sukar dicabut
e. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), air mata (+/+), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor (3 mm/ 3
mm), bulat, di tengah, mata cekung
(-/-)
f. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), low nasal
bridge (-), sekret (-/-)
g. Mulut : sianosis (-), mukosa basah (+)
h. Telinga : sekret (-), mastoid pain (-), tragus
pain (-)
i. Tenggorok : uvula di tengah, mukosa faring
hiperemis (-), tonsil T1 – T1
j. Leher : kelenjar getah bening tidak
membesar
k. Thorax

18
Bentuk : normochest
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Kanan bawah : SIC V linea parasternalis dextra
Kiri bawah : SIC Vlinea midklavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal,
regular, bising (-), gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus raba sulit dievaluasi
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Batas paru hepar : SIC VI dextra
Batas paru lambung : SIC VII Sinistra
Redup relatif : batas paru hepar
Redup absolut : hepar
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara
tambahan RBK (-/-), RBH (-/-),
wheezing (-/-)
l. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kulit baik.
m.Ekstremitas

Akral dingin Edema


- - - -

19
- - - -

Sianosis ujung jari Capilary refill time < 2 detik


- - Arteri dorsalis pedis teraba kuat
- -

n. Status Neurologis
Koordinasi : baik
Sensorik : baik
Motorik : tonus N N
N N

B. Penilaian Status Gizi


a. Secara klinis
Nafsu makan : baik
Kepala : mikrocephal (+) lingkar kepala :
23cm, rambut jagung (-), susah
dicabut (+)
Mata : CA (-/-), SI (-/-)
Mulut : bibir kering dan pecah-pecah (-)
Ekstremitas : pitting oedem (-)
Status gizi secara klinis : gizi kesan buruk

b. Secara Antropometri
Umur : 1 tahun 4 bulan
Berat badan : 6,2 kg
Tinggi badan : 67 cm

BB = 6,2 – 9,8 = -3,2  BB < -3SD  Gizi Buruk

20
U 9,8 – 8,7 U

TB = 67 – 78,6 = -4,1  TB< -3 SD  Sangat Kurus


U 78,6 – 75,8 U

BB = 6,2 – 7,5 = - 2,1 -2SD > BB > -3 SD  Pendek


TB 7,5 – 6,9 TB

Status gizi secara antropometri : kesan gizi buruk

21
C. Penilaian Perkembangan Menggunakan Denver II

22
Tertarik Lama
Patuh Ketakutan
Tugas sektor ket sekeliling perhatian
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Berusaha mencapai mainan P V V V V
Makan sendiri Personal F V V V V
Tepuk tangan F V V V
Dag – dag dengan tangan sosial F V V V
Main bola dg pemeriksa F V V V
Memegang icik – icik P V V V V
Meraih Motorik P V V V V
Membenturkan 2 kubus F V V V V
Menaruh kubus di cangkir halus F V V V V
Menaruh kubus dicangkir F V V V V
Ooh / aah P V V V V
Menoleh ke bunyi icik2 P V V V V
Meniru bunyi kata – kata Bahasa F V V V V
Mengoceh F V V V V
1 kata F V V V V
Kepala terangkat 45⁰ P V V V V
Duduk kepala tegak Motorik F V V V V
Membalik F V V V V
Berdiri dg berpegangan kasar F V V V V
Berjalan F V V V V
P = Passed , F = Fail

Dengan melihat hasil dari Denver II yang telah dilakukan, kesimpulan hasil yang
dapat diberikan adalah abnormal karena karena trdapat 2 atau lebih keterlambatan pada
lebih dari 2 sektor saat dilakukan tes.
Interprestasi nilai Denver II, An S termasuk anak yang mengalami delay /
keterlambatan karena gagal melakukan uji coba yang terletak lengkap disebelah kiri
garis umur.

D. Resume
Ibu pasien mengeluhkan perkembangan anaknya yang
lebih lambat daripada anak seusianya. Pasien belum bisa
duduk dan tengkurap sendiri.
Sejak dari lahir berat badan anak tidak ada peningkatan
yang berarti. Pasien sering di bawa ke posyandu. Namun

23
kadang pasien dibawa menginap ke rumah neneknya
sehingga beberapa kali pasien tidak datang ke posyandu
untuk menimbang berat badan. Berat badannya bila dilihat
dari KMS berada dibawah garis kuning sejak bulan oktober
2013, yaitu pada usia 1 bulan.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien mengalami
keterlambatan dari segi motorik kasar, motorik halus, bahasa
dan personal social. Status gizi buruk (secara antropometri).
Pemeriksaan fisis : Keadaan umum kompos mentis, status
gizi kesan kurang. Tanda vital nadi : 100x/mnt, RR : 20x/mnt,
suhu : 37,0C (per axiller). BB : 6,2 kg, TB : 67 cm.

E. Diagnosis Kerja
1. Toxoplasmosis
2. Global Development Delay
3. Gizi buruk (secara antropometri)

F. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Farmakologis
a. Fisioterapi
b. Edukasi:
1) Pentingnya gizi untuk pertumbuhan dan kecerdasan
anak kepada orang tua.
2) Faktor-faktor yang menyebabkan gizi kurang pada
balita.
3) Mengatur pola makan dan menu harian untuk balita.
4) Pendanaan gizi keluarga.
5) Pengenalan gejala-gejala kurang gizi pada balita.
6) Komplikasi gizi kurang pada anak.
7) Lebih sering menstimulasi pasien untuk
perkembangannya seperti sering ditengkurapkan
atau di dudukkan, menggendong pasien dengan

24
tegak, sering mengajak pasien berbicara dan rajin
membawa pasien untuk pijat bayi di fisioterapi
8) Pencegahan terhadap penyakit yang dapat
memperberat/menyebabkan pasien menderita
kurang gizi.
9) Segera periksa ke puskesmas bila ada keluhan sakit.
10) Rajin atau rutin ke posyandu.
2. Terapi Farmakologis
PMT berupa susu formula, bubur, roti, kacang hijau, dan
lain-lain setiap bulan

G. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

B. Data Perkesmas
1. Identitas Keluarga

Pendidik
No Nam Keduduk L/ Um Pekerja Aga
an Ket
. a an P ur an ma
Terakhir

Ibu
55
1. Ny. H KK P SD Rumah Islam -
th
Tangga

28
2. Tn. A Anak L SMP Swasta Islam -
th

Ny. D Menantu P 25 SMP Swasta Islam -


3.
th

4. An. S Cucu P 1 th Belum - Islam Toxoplasm


sekolah a
Gizi Buruk
Delay
developme

25
nt

26
C. Data Lingkungan
1. Data Individu
Keluarga Ny.H adalah extended family yang terdiri atas 4
orang. Pasien berusia 4 tahun, ibu pasien Ny. D (25 tahun) dan
ayah pasien Tn.A (28 tahun). Pasien merupakan anak satu-
satunya. Penyakit yang diderita An. S adalahToxoplasmosis,
gizi kurang dan global development delay. Riwayat kelahiran
An. S dengan cara normal.

2. Ekonomi
a. Pemenuhan Finansial
Sumber penghasilan dalam keluarga dari gaji ayah pasien
sebagai buruh pabrik kurang lebih Rp 1.000.000,00 dan ibu
pasien juga sebagai buruh pabrik dengan besar gaji Rp
1.000.000,- per bulan.
b. Efisiensi dan efektivitas penggunaan dana keluarga
Tidak ada pengaturan khusus dalam membelanjakan
penghasilan dan sebagian besar hanya untuk memenuhi
kebutuhan makan sehari-hari.
c. Pemenuhan kebutuhan
Untuk pemenuhan kebutuhan primer seperti makan, minum
sandang dan papan dipenuhi dari penghasilan ayah dan ibu
pasien. Sedangkan kebutuhan sekunder seperti rekreasi,
olah raga, ibadah dan alat elektronik tidak terpenuhi begitu
juga untuk kebutuhan tersier seperti sumbangan sosial juga
tidak dapat terpenuhi.
3. Masyarakat
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat, hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Tidak
ada hambatan hubungan penderita dan keluarga dengan
masyarakat di sekitar rumah. Keluarga ini kurang aktif

27
mengikuti kegiatan kemasyarakatan di lingkungannya. Pasien
rutin mengikuti posyandu. Ayah pasien, yaitu Tn.A adalah
seorang buruh pabrik. Ibu pasien, Ny.D juga merupakan buruh
pabrik. Kedua orang tuanya kurang aktif mengikuti kegiatan
kemasyarakatan seperti arisan RT, kerja bakti, dan lain-lain.

4. Lingkungan rumah
a. Letak Rumah:
Terletak di daerah perumahan biasa dengan bentuk
bangunan tidak bertingkat dengan kepemilikan sendiri, luas
8x6 M sebanyak dua buah kamar dengan ukuran yang
sama, satu ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Untuk
kebersihan dalam kamar kurang baik dan tata letak barang-
barang dalam kamar kurang rapi.

b. Dinding Kamar
Dinding kamar terbuat dari tembok batu bata dan belum
ditutup dengan semen. Atap rumah dari genteng tanpa
internit. Satu kamar terdapat jendela ukuran 1x1 m.
Sedangkan kamar lainnya hanya terdapat genteng kaca
tanpa jendela.

c. Penerangan Kamar
Penerangan saat siang hari kurang terang. Hanya sebagian
cahaya yang dapat masuk. Sedang penerangan waktu
malam hari menggunakan lampu.
d. Sumber air minum
Sumber air minum berasal dari sumur dengan
menggunakan mesin penyedot air yang diambil langsung
dari sumur. Selain untuk minum sumber air minum tersebut

28
digunakan untuk masak makanan dan mencuci pakaian dan
alat-alat masak lainnya.
e. Kamar mandi
Kamar mandi pasien berukuran 2.5x2 M dengan lantai dari
semen. Kamar mandi sudah memiliki jamban.

D. Data Perilaku
Kondisi ekonomi keluarga tergolong kurang mampu dengan
pendapatan perbulan dari gaji ayah sebagai buruh pabrik kurang
lebih Rp 1.000.000,00 dan ibu pasien juga sebagai buruh pabrik
dengan besar gaji Rp 1.000.000,- per bulan.
Setelah mengerti anaknya menderita sakit gizi kurang dan
gangguan tumbuh kembang orang tua pasien menyadari bahwa
kebutuhan asupan gizi untuk pertumbuhan anak-anaknya
sangatlah penting, sehingga orang tua pasien memberikan
makanan tambahan untuk anaknya, selain itu imunisasi juga
lengkap untuk mencegah penyakit-penyakit yang dapat
membahayakan anaknya.
Sikap keluarga pasien mengenai kesehatan cukup baik.
keluarga juga berusaha agar pertumbuhan dan perkembangan
pasien kembali normal seperti anak-anak seusianya. Keluarga juga
menyadari bahwa kesehatan itu penting, namun terkadang
memang pola hidup sehat belum dilakukan di keluarga ini.

E. Data Akses Pelayanan Kesehatan Terdekat


Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
sebenarnya sudah cukup baik. Puskemas letaknya tidak begitu
jauh. Cara tempuh ke puskesmas dengan menaiki sepeda
motor.Selain itu juga terdapat tempat praktik dokter.

F. Data Genetika

29
Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita
keterlambatan tumbuh kembang maupun gizi kurang/buruk.
Selain itu, penyakit gizi kurang dan global development delay
tidak diturunkan. Sehingga penyakit ini tidak terkait dengan
genetik anggota keluarga yang lain.

Keterangan:

: Laki-laki yang telah meninggal : Pasien

: Wanita yang telah meninggal : Laki-laki yang


masih hidup

: Tinggal dalam satu rumah : Wanita yang


masih hidup

30
BAB IV
ANALISIS

A. DIAGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien saat
kunjungan rumah, didapatkan data dari alloanamnesis, pasien
usia 1 tahun 4 bulan, belum bisa duduk dan tengkurap
sendiri.Pada pemeriksaan fisik didapatkan mikrocephal, BB=
6,2 kg TB= 67 cm, Z score menurut BB/TB= -2,1 SD , BB/U=
-3,2 SD , TB/U= -4,1 SD , data KMS menunjukkan berat badan
berada dibawah garis kuning sejak usia 1 bulan. Analisis
berdasarkan data tersebut dapat didiagnosis balita dengan gizi
buruk dan global development delay.

B. ANALISIS LINGKUNGAN
a. Lingkungkan rumah
Secara umum penilaian kepadatan penghuni dengan
menggunakan ketentuan standar minimum, yaitu kepadatan
penghuni yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari
hasil bagi antara luas lantai dengan jumlah penghuni, yaitu
10m2/orang. Pasien tinggal di rumah dengan luas 48m 2 yang
dihuni empat orang pasien, sehingga didapatkan kepadatan
rumah 12m2/orang. Data tersebut menunjukkan kepadatan
rumah pada kasus ini sudah memenuhi syarat yang
seharusnya.
Rumah pasien hanya memiliki satu jendela yang terdapat
pada salah satu kamar, sehingga sirkulasi udara dan
penerangan dalam rumah oleh sinar matahari sangat kurang.
Lantai beralas semen dan tembok dari batu bata tanpa dilapisi
semen membuat ruangan menjadi lembab. Penataan ruang
dan barang yang tidak rapi dan terkesan berantakan. Hal ini
menyebabkan rumah pasien terasa pengap dan lembab, yang

31
dapat memudahkan rumah tersebut menjadi sarang nyamuk
dan menularkan penyakit. Keluarga pasien mengaku tidak
memelihara kucing tetapi saat ibu pasien mengandung
pasien, kucing liar sering keluar masuk rumah pasien dan
kadang tidur di rumah pasien.
Pasien adalah anak dari ayah yang bekerja sebagai buruh
pabrik dan berperan sebagai kepala keluarga dengan
pendapatan rata-rata per bula Rp 1.000.000,- per bulan, dan
ibu juga seorang buruh pabrik dengan pendapatan rata-rata
Rp 1.000.000,- per bulan. Penghasilan tersebut sebagian
besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari dan kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan sekunder lain
belum dapat dicukupi oleh ke dua orang tua. Sehingga dengan
penghasilan tersebut dengan usia anak masih dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan, dan membutuhkan nutrisi
yang berkualitas, penghasilan tersebut kurang.
Keadaan sosial ekonomi dan keadaan rumah dan
lingkungannya memiliki kaitan erat dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan pasien. Pendapatan yang
rendah merupakan salah satu faktor kurangnya asupan nutrisi
yang bergizi bagi pasien, ditambah dengan kondisi rumah
yang tidak sehat berperan dalam terjangkitnya toxoplasmosis
saat ibu pasien mengandung pasien. Ditambah ibu yang
bekerja dan kurang ketelatenan ibu menyebabkan gizi buruk
dan keterlambatan tumbuh kembang pada pasien (global
development delay) yang dialami pasien.

b.Lingkungan masyarakat
Pasien tinggal di lingkungan perkampungan padat penduduk
di mana kebersihan lingkungan cukup terjaga. Keluarga
pasien tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam
masyarakat dan kurang aktif dalam kegiatan bermasyarakat

32
seperti, arisan dan kerja bakti. Pasien rutin mengikuti
posyandu. Masyarakat sekitar tempat tinggal pasien cukup
menyadari pentingnya kebutuhan gizi bagi tumbuh kembang
anak dan balita, tetapi terkadang terkendala masalah
keterbatasan ekonomi.
Dengan kondisi lingkungan seperti diatas, seharusnya gizi
buruk pada pasien tidak terjadi, karena dengan rutinnya
pasien mengikuti kegiatan posyandu balita setiap bulan,
kebutuhan nutrisi dan stimulasi tumbuh kembang pasien bisa
terpenuhi. tetapi pada kenyataanya pasien mengalami gizi
buruk dan gangguan tumbuh kembang. Oleh karena itu, peran
orang tua dan keluarga sangat vital dalam mencegah
terjadinya gizi buruk dan gangguan tumbuh kembang.

C. ANALISIS PERILAKU
Orang tua pasien kurang memahami pentingnya pemantauan
tumbuh kembang anaknya, hal ini terlihat dari ibu pasien yang
tersibukkan dengan bekerja, sehingga kurang memantau
tumbuh kembang anaknya melalui posyandu. Saat
mengandungpun ibu pasien tidak memperhatikan asupan
gizinya, hal ini tampak dari pengukuran lingkar lengan atas ibu
pasien saat hamil yang dibwah normal yakni 20cm. dan juga
ibu pasien membiarkan hewan seperti kucing dan ayam sering
masuk rumah saat mengandung pasien dimana menjadi faktor
resiko terjadinya toxoplasmosis. Pasien juga sehari-hari diasuh
oleh neneknya, yang mana kurang memahami pentingnya
asupan gizi dan stimulasi tumbuh kembang yang cukup bagi
cucunya. Walaupun demikian, nenek pasien rutin membawa
cucunya ke pelayanan posyandu. Melalui posyandu, ibu dan
nenek pasien mengetahui bahwa anaknya mengalami gizi
kurang dan gangguan tumbuh kembang (global development

33
delay). Setelah mengerti anaknya menderita sakit gizi kurang
dan gangguan tumbuh kembang orang tua pasien menyadari
bahwa kebutuhan asupan gizi untuk pertumbuhan anak-
anaknya sangatlah penting, sehingga orang tua pasien
memberikan makanan tambahan untuk anaknya, dan
melengkapi imunisasi. Keluarga pasien mengerti dan berperan
untuk memperbaiki keadaan pasien, dengan cara beberapa
kali memerikasakan kondisi anaknya ke puskesmas,
memberikan makanan tambahan dari puskesmas seperti susu,
bubur kacang hijau dan lain-lain, tetapi terkadang pola hidup
sehat masih belum dilakukan di rumah.

D. ANALISIS PELAYANAN KESEHATAN


Dalam mencari pengobatan, keluarga ini berobat ke bidan,
puskesmas dan sempat melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
Terdapat fasilitas kesehatan puskesmas dan praktek dokter
swasta di dekat rumah. Pada kasus ini, puskesmas tasikmadu
berperan aktif dalam menanggulangi gizi buruk yang diderita
pasien, seperti mengirim petugas puskesmas pada saat
posyandu di daerah rumah pasien, rutin memberikan PMT pada
pasien setiap bulan, dan mengunjungi rumah dan keluarga
pasien untuk memberikan penyuluhan pada keluarga pasien.

E. ANALISIS RIWAYAT KESEHATAN


Sejak dalam kandungan, pasien cukup diperhatikan kondisi
tumbuh kembangnya oleh ibu pasien melalui pemeriksaan
kehamilan di bidan, lebih dari lima kali selama hamil, lahir
melalui persalinan normal di bidan, menangis kuat, BB= 2500
gram, imunisasi lengkap. Pasien juga pernah diperiksakan oleh
ibu pasien ke rumah sakit pusat dmoewardi dan didapatkan
anaknya positif mengidap toxoplasmosis. Dan juga, semenjak

34
pasien lahir, ibu pasien tersibukkan dengan bekerja sehingga
perhatian terhadap paien sangat berkurang.

F. ANALISIS GENETIKA
Tidak ada anggota keluarga pasien yang dulu mengalami
keterlambatan dalam tumbuh kembang. Selain itu, penyakit
toxoplasmosis, gizi kurang dan global development delay tidak
diturunkan. Sehingga penyakit ini tidak terkait dengan genetik
anggota keluarga yang lain.

35
BAB V
MASALAH

A. Masalah Individu
Alloanamnesis
Pasien usia 1 tahun 4 bulan
belum bisa duduk dan tengkurap sendiri

Pemeriksaan Fisik
Mikrocephal
BB= 6,2 kg TB= 67 cm, Z score menurut BB/TB= -2,1 SD ,
BB/U= -3,2 SD , TB/U= -4,1 SD , data KMS menunjukkan berat
badan berada dibawah garis kuning sejak usia 1 bulan.
Analisis berdasarkan data tersebut dapat didiagnosis balita
dengan gizi buruk dan global development delay.
Dari pemeriksaan darah diketahui penderita menderita
toxoplasmosis

B. Masalah Lingkungan
1. Lingkungan rumah
Kurangnya pencahayaan dalam rumah dan kurangnya ventilasi.
Lantai beralas semen dan tembok dari batu bata tanpa dilapisi
semen membuat ruangan menjadi lembab.
Penataan ruang dan barang yang tidak rapi dan terkesan
berantakan. Hal ini menyebabkan rumah pasien terasa
pengap dan lembab, yang dapat memudahkan rumah
tersebut menjadi sarang nyamuk dan menularkan penyakit.
Saat ibu pasien mengandung pasien, kucing liar sering keluar
masuk rumah pasien dan kadang tidur di rumah pasien.
2. Masyarakat
Keluarga ini tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu
dalam masyarakat. Tidak terdapat masalah dalam hubungan

36
penderita dan keluarga dengan masyarakat disekitar rumah.
Keluarga ini kurang aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan
di lingkungannya seperti arisan RT, pengajian, dll.

C. Masalah Perilaku
1. Saat mengandung ibu pasien tidak memperhatikan asupan
gizinya, hal ini tampak dari pengukuran lingkar lengan
atas ibu pasien saat hamil yang dibwah normal yakni
20cm.
2. Ibu pasien membiarkan hewan seperti kucing dan ayam
sering masuk rumah saat mengandung pasien dimana
menjadi faktor resiko terjadinya toxoplasmosis.
3. Ibu pasien yang tersibukkan dengan bekerja, sehingga
kurang memantau tumbuh kembang anaknya melalui
posyandu
4. Pasien sehari-hari diasuh oleh neneknya, yang mana
kurang memahami pentingnya asupan gizi dan stimulasi
tumbuh kembang yang cukup bagi cucunya.

D. Masalah Pelayanan Kesehatan


1. Pengetahuan keluarga pasien yang masih minimal
2. Ibu pasien yang tersibukkan dengan bekerja sehingga ibu
pasien tidak rutin mengontrol penyakit pasien ke rumah
sakit dan memfisioterapi pasien di puskesmas

E. Masalah Genetika
Faktor genetika tidak berpengaruh dalam prose terjadinya
toksoplasmosis.

37
38
BAB VI
SARAN

A. Untuk Keluarga
1. Memotivasi keluarga memahami pentingnya asupan gizi bagi pasien dan
stimulasi tumbuh kembang pasien
2. Memotivasi keluarga untuk rajin memeriksakan pasien ke rumah sakit dan rajin
untuk memfisioterapikan pasien di puskesmas
3. Memotivasi keluarga untuk memperbaiki kondisi rumah
B. Untuk Puskesmas
1. Melakukan penyuluhan mengenai pencegahan gizi kurang dan buruk
2. Memberikan bantuan pangan dan MP-ASI
C. Dinas Kesehatan dan Pemerintah
1. Pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi, pendidikan dan bidang ketahanan
pangan untuk meningkatan pengetahuan keluarga.
2. Advokasi dan pendampingan untuk meningkatkan komitmen eksekutif,
legislative, tokoh masyarakat, dan media massa agar peduli terhadap
lingkungannya untuk memperbaiki status gizi dan sosial ekonomi.

39
BAB VII
SIMPULAN

1. Dari kegiatan kunjungan rumah yang telah dilakukan didapatkan hasil pemeriksaan
pada pasien An. S, Perempuan 1 tahun 4 bulan, dari anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang sehingga didiagnosis Toxoplasmosis, Gizi Buruk dengan
Global Development Delay.
2. Faktor –faktor yang mempengaruhi penyakit pada pasien adalah: kondisi lingkungan,
social ekonomi, perilaku, riwayat kesehatan, dan pelayanan kesehatan.
3. Faktor genetika tidak berpengaruh terhadap penyakit ini.
4. Dibutuhkan peran keluarga, puskesmas dan DKK setempat untuk penanganan
penyakit ini.

40
DAFTAR PUSTAKA

Behrman R. E., Kliegman R., Nelson W. E., Vaughan V.C. 2004.

NELSON TEXTBOOK OF PEDIATRICS. 15TH editionvolume 3.

Jakarta : EGC.

Budiarto, (2002). Biostatistik umtuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta:

EGC

Daffos F, dkk. (2001). prenatal manajement of pregnancies at risk for

congenitalt toxoplasmosis. MOGI Supl.

Depkes RI. (2003). Sistim Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen Kesehan Republik

Indonesia.

Dharmana, (2007) , Toxoplasma gondii, Musuh Dalam Selimut:Semarang Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro.

Elissa, (2006). Hubungan Sebab Akibat Antara Infeksi Toxoplasma Yang

Menyebabkan Abortus, Kelahiran Mati Dan Kelahiran Anak Cacat Congenital :

Surabaya.

Gandahusada, (2006). Diagnosis prenatal toksoplasmosis kongenital danpencegahannya,

Jakarta, Kedokteran Indonesia.

Juanda, (2006). Akibat dan Solusi infeksi TORCH, Solo,Wangsa Jatra Lestari

Lasmawati, (2010). Gambaran penularan toxoplasma gondii terhadap manusia:

Jakarta : KTI

41
Merry, (2008). Pengobatan Penyakit Toxoplasma : Jakarta: KTI

Notoadmojo, S.( 2005). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta, Rineka

Cipta.

Pandu, (2010). Pencegahan Toxoplasma Gondii,

2010http://thatycayang.blogspot.com/2013/04/makalah-pencegahan toxoplasma-

gondii-menyebabkan.Akses 24-8-2013, (2010). Pemeriksaan dan pengobatan

Toxoplasma gondii, Jakarta, Rineka Cipta

Rilis, (2008). Toxoplasma gondii pada manusia dan diagnosisnya . Surabaya :FK

UNAIR

Sasmita, (2007). Mikrobiologi untuk profesi kesehatan , Jakarta : EGC

Srissi, (2008). Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Dengan Kejadian Toxoplasma Di

Rumah Sakit Ciptomangun Kusumo : Jakarta

Ummi S, (2008). Aspek Imunologik dan Laboratorik Infeksi TORCH. Semarang,

Temu IlmiahPOGI Cabang.

Zrofikoh, (2008). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi.Yogyakarta, Gajah Mada

University Press.

42
LAMPIRAN

43

Anda mungkin juga menyukai