Anda di halaman 1dari 24

1.

Sifat – Sifat Koligatif Larutan


Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih
zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut,
sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut
pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam
konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk
larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Konsentrasi larutan menyatakan secara kuantitatif komposisi zat terlarut dan
pelarut di dalam larutan. Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah
zat terlarut dengan jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat
terlarut dengan jumlah pelarut. Contoh beberapa satuan konsentrasi adalah molar,
molal, dan bagian per juta (part per million, ppm). Sementara itu, secara kualitatif,
komposisi larutan dapat dinyatakan sebagai encer (berkonsentrasi rendah) atau pekat
(berkonsentrasi tinggi).
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya
zat terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi
zat terlarut). Hukum Roult merupakan dasar dari sifat koligatif larutan. Keempat sifat
itu ialah:
1. Penurunan tekanan uap relatif terhadap tekanan uap pelarut murni
2. Peningkatan titik didih
3. Penurunan titik beku
4. Gejala tekanan osmotik
Sifat koligatif larutan dapat dibedakan menjadai dua macam, yaitu sifat larutan
nonelektrolit dan elektrolit.  Hal itu disebabkan zat terlarut dalam larutan elektrolit
bertambah jumlahnya karena terurai menjadi ion-ion, sedangkan zat terlarut pada
larutan nonelektrolit jumlahnya tetap karena tidak terurai menjadi ion-ion, sesuai
dengan hal-hal  tersebut maka sifat koligatif  larutan nonelektrolit lebih rendah daripada
sifat koligatif larutan elektrolit. Larutan merupakan suatu campuran yang homogen dan
dapat berwujud padatan,  maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum
dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut
berwujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu.

1
Banyaknya partikel dalam larutan ditentukan oleh konsentrasi larutan dan sifat
larutan itu sendiri. Namun sebelum itu kita harus mengetahui hal- hal berikut :
• Molar (M), yaitu jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan
1000
Untuk volume dalam mL M =n
v
•  Molal (m), yaitu jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg larutan
1000
Untuk massa dalam gram m=n
p
•  Fraksi mol, yaitu perbandingan mol zat terlarut dengan jumlah mol zat pelarut dan zat
terlarut
nterlarut
X terlarut =
nterlarut + n pelarut

1. Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit


Sifat koligatif larutan non elektrolit sangat berbeda dengan Sifat koligatif larutan
elektrolit, disebabkan larutan non elektolit tidak dapat mengurai menjadi ion – ion nya.
Maka Sifat koligatif larutan non elektrolit dapat di hitung dengan menghitung  tekanan
uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih
tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan
titik didih pelarut murninya, berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut.
Larutan yang bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan
larutan mendekati ideal hanya jika sangat encer.
Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat koligatif tidak bergantung pada
interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi bergatung pada jumlah zat
terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat koligatif terdiri dari penurunan tekanan uap,
kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik.

2. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit


Larutan elektrolit memperlihatkan sifat koligatif yang lebih besar dari hasil
perhitungan dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan nonelektrolit di atas.
Perbandingan antara sifat koligatif larutan elektrolit yang terlihat dan hasil perhitungan
dengan persamaan untuk sifat koligatif larutan non elektrolit, menurut Van’t Hoff
besarnya selalu tetap dan diberi simbol i (i = tetapan atau faktor Van’t Hoff ). Dengan
demikian dapat dituliskan:

2
i = sifat koligatif larutan eklektrolit dengan kosentrasi m / sifat koligatif larutan
nonelektrolit dengan kosentrasi m
i=1+ ( n−1 ) ∝

jumlah partikel yang mengion


Dimana, ∝=
jumlah partikel mula−mula
Keterangan:
n = jumlah seluruh ion zat elektrolit (baik yang + maupun -)
α = derajat ionisasi larutan elektrolit (untuk elektrolit kuat α = 1)
Semakin kecil konsentrasi larutan elektrolit, harga i semakin besar, yaitu
semakin mendekati jumlah ion yang dihasilkan oleh satu molekul senyawa
elektrolitnya. Untuk larutan encer, yaitu larutan yang konsentrasinya kurang dari 0,001
m, harga i dianggap sama dengan jumlah ion.
 Sifat – Sifat Koligatif Larutan :
1. Penurunan Tekanan Uap
Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat  dari cair menjadi gas. Ada
kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan penguapan
dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan semakin mudah
menguap jika suhunya semakin tinggi.
Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk
melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke
dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu
larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, karene sebagian yang lain
penguapannya dihalangi oleh zat terlarut.
Banyak sedikitnya uap diatas permukaan cairan diukur berdasarkan tekanan uap
cairan tersebut. Semakin tinggi suhu cairan semakin banyak uap yang berada diatas
permukaan cairan dan berarti tekanan uapnya semakin tinggi. Jumlah uap diatas
permukaan akan mencapai suatu kejenuhan pada tekanan tertentu, sebab bila tekanan
uap sudah jenuh akan terjadi pengembunan, tekanan uap ini disebut tekanan uap jenuh.
Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi
penurunan tekanan uap. Pada suhu 20°C tekanan uap air jenuh  diatas permukaan air
adalah 17,53 mmHg. Besarnya penurunan tekanan uap air akibat adanya zat terlarut
disebut penurunan tekanan uap larutan.

3
Sejak tahun 1887 – 1888 Francois Mario Roult telah mempelajari hubungan
antara tekanan uap dan konsentrasi zat terlarut, dan mendapatkan suatu kesimpulan
bahwa besarnya tekanan uap larutan sebanding dengan fraksi mol pelarut dan tekanan
uap dari pelarut murninya. Penurunan tekanan uap menurut hukum Roult, tekanan uap
salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan
tersebut dalam larutan PA  = XA  .  PAo. Dari hukum Roult ternyata tekanan uap pelarut
murni lebih besar daripada tekanan uap pelarut dalam larutan. Jadi penurunan tekanan
uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut.
P = Po . X pelarut
Keterangan:
P = tekanan uap larutan
Xpelarut = fraksi mol
P° = tekanan uap pelarut murni
Terjadinya penurunan tekanan uap larutan disebabkan oleh adanya zat terlarut.
Untuk menentukan seberapa besar pengaruh jumlah partikel zat terlarut terhadap
penurunan tekanan uap dapat dituliskan:
P = Po – P
Untuk larutan yang terdiri atas dua komponen, maka hukum Roult dapat ditulis:

P larutan = X pelarut . P pelarut

Jadi, perubahan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut.
Tanda negatif menyiratkan penurunan tekanan uap. Tekanan uap selalu lebih rendah
diatas larutan encer dibandingkan diatas pelarut murninya.
Karena zat terlarut non volatile maka : Pt = P = Po x N1 N1 < 1
Pt < Po
Jadi disini terjadi penurunan tekanan uap dari pelarut, besarnya penurunan tekanan uap
∆ P.
∆ P=Po−Pt =Po−P
¿ Po−Po . N 1
¿ Po(1−N 1 )
∆ P=Po× N 2
N 1 + N 2=1

4
Jadi penurunan tekanan uap pelarut hanya tergantung pada jenis pelarut dan
banyaknya zat terlarut tidak bergantung banyaknya pelarut.
Penurunan tekanan uap relatif :
∆ P Po−P
= =N 2
P0 Po
Kesukaran praktek ialah pengukuran dari perbedaan tekanan uap yang kecil
antara pelarut dan larutan. Tabel 3.1. menunjukkan hasil percobaan untuk larutan
Manitol pada 20 ℃.
Tabel 3.1. ∆ P untuk manitol pada 20 ℃ (Po = 17,51 mmHg)
Mole Manitol/100gr air ∆ P Percobaan (mmHg) ∆ PPerhitungan (mmHg)
0,0984 0,0307 0,0311
0,1927 0,0614 0,0622
0,2962 0,0922 0,0931
0,4938 0,1536 0,1547
0,6934 0,2126 0,2164
0,8922 0,2792 0,2775
0,9908 0,3096 0,3076
Dengan hukum Roult di atas, dapat ditentukan ∆ P Pelarut bila BM zat terlarut
diketahui, seebaliknya BM zat terlarut dapat ditentukan bila ∆ P dapat diukur :
W 2/ M 2
∆ P=Po−P=Po . N 2
W 1/ ¿ M +W
1 2
/ M2 ¿
= Po
Untuk larutan yang sangat encer : W 1 /¿ M 1 ≫>W 2 / M 2 ¿

W 2/ M 2
∆ P=Po
W 1/ M 1
Ket :
∆ P = Penurunan tekanan uap
N 2 = Fraksimol terlarut
N 1 = Fraksimol pelarut
P = Tekanan uap di atas larutan
Po = Tekanan uap pelarut murni
W 1= Berat pelarut
M 1=¿ Berat molekul pelarut

5
W 2 = Berat zat terlarut
M 2 = Berat molekul zat terlarut
Contoh soal :
Tekanan uap air pada 1000C adalah 760 mmHg. Berapakah tekanan uap larutan glukosa
18% pada 1000C ( Ar H = 1, C = 12, O = 16 )
Penyelesaian :
Dalam 100 gram larutan glukosa 18% terdapat :
Glukosa 18%  = 18/100  x  100 gram  =  18 g
Air  = 100 – 18 gr =  82 gram
Jumlah mol glukosa = 18 g/ 180 g mol-1  = 0,1 mol
Jumlah mol air  = 82 g/ 18 gmol-1 = 4,55 mol
Xpel  = 4,55/(4,55 + 0,1)
P = Xpel x P0 
= ( 4,55 x  760 mmHg) /(4,55 + 0,1)
=  743,66 mmHg
2. Kenaikan Titik Didih Larutan
Titik didih larutan selalu lebih tinggi dibandingkan titik didih pelarut. hal
sebaliknya berlaku pada titik beku larutan yang lebih rendah dibandingkan pelarut.
Bila suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang
menguap. Pada suhu tertentu jumlah uap diatas permukaan zat cair akan menimbulkan
tekanan uap yang sama dengan tekanan udara luar. Keadaan saat tekanan uap zat cair
diatas permukaan zat cair tersebut sama dengan tekanan udara disekitarnya disebut
mendidih dan suhu ketika tekanan uap diatas pemukaan cairan sama dengan tekanan
uap luar disebut titik didih.
Pada saat zat konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi
kenaikan titik didih dari larutan tersebut. Titik didih air murni pada tekanan 1 atm
adalah 100°C. Hal itu berarti tekanan uap air murni akan mencapai 1 atm (sama dengan
tekanan udara luar) pada saat air dipanaskan sampai 100°C. Dengan demikian bila
tekanan udara luar kurang dari 1 atm (misalnya dipuncak gunung) maka titik didih air
kurang dari 100°C.
Bila kedalam air murni dilarutkan suatu zat yang sukar menguap, maka pada
suhu 100°C tekanan uap air belum mencapai 1 atm dan berarti air itu belum mendidih.

6
Untuk dapat mendidih (tekanan uap air mencapai 1 atm) maka diperlukan suhu yang
lebih tinggi. Besarnya kenaikan suhu itulah yang disebut kenaikan titik didih. Jadi,
kenaikan titik didih adalah selisih suatu larutan mendidih pada temperatur lebih tinggi
dari pelarutnya.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalamdiagram PT.

Po = tekanan uap pelarut


P = tekanan uap pelarutan
Pada tiap saat P<<Pohingga grafik tekanan uap larutanselalu ada dibawah pelarut. To =
titikdidih pelarut. Pada tekanan Po larutan baru mendidih pada T. ∆ Tb=T −¿ ∆ Tb
hanya tergantung jenis pelarutdan konsentrasi larutan tidak tergantung jenis zat terlarut,
Hubungan ∆ Tb dengan konsentrasi larutan dapat dicari dengan persamaan Clausiun
Clayperon dan hukum Roult.
Untuk titik E dan F berlaku :
d ln P/dT = ∆Hv/ R T 2
ln Po/P = ∆Hv/R (T-To/TTO)
∆Hv = panas penguapan/ mol pelarutdari larutan

Untuk larutan encer ∆Hv (larutan) = ∆Hv (pelarut)


Karena : T ¿-------TTo=¿2 , hingga :
Ln Po/P = ln P/Po = ∆Hv/R.∆Tb/To 2
Menurut matematika :
Ln(1- N 2) = - N 2-N 22/2 - N 33/3 dst

7
Untuk larutan encer N2 kecil sekali, hingga N22, N33 dapat diabaikan :
Ln(1- N 2) = - N 2
Ln(1- N 2) = - N 2 = ∆Hv/R.∆Tb/To 2
∆Tb = RTo2/∆Hv.N2 = konstant
Bila n1 = jumlah mol pelarut/1000 gr dan m = molalitas zat terlarut, maka :
N2 = m / m + n1 ---------------- m <<<n1
= m/n1
∆Tb = [RTo2/∆Hv.n1]m
∆Tb = Kb.m
Kb = R. Tb2 / ∆Hv.n1
Kb = kenaikan titik didih molal
Tabel 3.4 Kb untuk beberapa pelarut
Pelarut Titik didih ℃ Kb Percobaan Kb (hitungan)
Aseton 56,5 1,72 1,73
CCl 4 76,8 5,0 5,02
Benzena 80,1 2,57 2,61
CHCl 3 61,2 3,88 3,85
C 2 H 3 OH 78,4 1,20 1,19

Etil eter 34,6 2,11 2,16

Metil alkohol 64,7 0,80 0,23

Air 100 0,52 0,51


Bila W 2 gr zat terlarut dengan BM = M 2 dilarutkan dalam W 1 gr pelarut, maka
molalitas:
W2
M= X 1000/W 1
M2
Rumus menjadi : ∆Tb =Kb x m
W 2 .1000
∆Tb= Kb x
M 2 .W 1
Menurut hukum Roult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan
hasil kali molalitas larutan (m) dan kenaikan titik didih molalnya (Kb). Dapat
dirumuskan sebagai:
∆ T b=K b . m untuk sifat koligatif larutan elektrolit: ΔTb= Kb . m.i

8
1000
Jika, m=n x
P
Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
( n x 1000)
∆ T b=K b
p
Keterangan :
Tb = besar penurunan titik beku
  Kb = konstanta kenaikan titik didih
 M = molalitas dari zat terlarut
   n = jumlah mol zat terlarut
   p = massa pelarut    
Harga Kb bervariasi untuk masing-masing pelarut. Kb diperoleh dengan
mengukur kenaikan titik didih dari larutan encer yang molalitasnya diketahui (artinya,
mengandung zat terlarut yang diketahui jumlah dan massa molalnya). Titik didih larutan
merupakan titik didih pelarut murni ditambah dengan kenaikan titik didihnya.     
Bila ∆Tb dapat diukur, maka M 2dapat dihitung, demikian pula sebaliknya.
Banyak alat-alat telah dibuat untuk menetapkan ∆Tb, seperti alat dari Beckman.
Berikut adalah alat dari Contrell untuk menetapkan ∆Tb. Mula-mula pelarut sebanyak
W 1gram dipanaskan sampai mendidih, temperatur dicatat. Setelah itu dimasukkan W 2
gram zat terlarut, dipanaskan lagi sampai mendidih. ∆Tb dapat dicari selisih kedua titik
didih pelarut dan larutan. 
Contoh soal :
Sebanyak 12,2 gram asam benzoat (Mr = 122) dilarutkan dalam 244 gram etanol.
Tentukan kenaikan titik didih etanol jika tetapan kenaikan titik didih etanol adalah 1,22
°C/m!
Penyelesaian :
Diketahui : gram asam benzoat= 12,2 gram

gr 12,2
Mr asam benzoat= 122, makan= = =0,1 mol
Mr 122
p = 244 gram
Kb = 1,22 °C/m
Ditanya : ∆ T b....?
Jawab :

9
( n x 1000 )
∆ T b=K b
p
0,1 x 1000
∆ T b=1,22
2,44
∆ T b=0,5° C

3. Penurunan Titik Beku Larutan


Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak
antar partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik
antar molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan
menghasilkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk
mendekatkan jarak antar molekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu
adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku. Pada saat zat
konvalatil ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi penurunan titik beku larutan
tersebut. Jadi, titik beku larutan ialah temperatur pada saat larutan setimbang dengan
pelarut padatnya. Larutan akan membeku pada temperatur lebih rendah dari
pelarutnya.Hal ini ddapat dilihatdalam diagram P-T.

Pada setiap saat tekanan uap larutan selalu lebih rendah dari pada pelarut murni.
To titikbeku pelarut murni, Ttitik beku larutan, Ps tekanan uap pelarut padat dancair
pada To, tekananuap pelarut murni yang membekuterlambat, P = tekanan uap larutan
pada temperatur T. Untuk titik G dan B berlaku :
∆ Hv .(¿−T )
Ln Ps/Po = T¿
R¿
Untun titik E dan B berlaku :

10
∆ Hv .(¿−T )
Ln Ps/Po = T¿
R¿
(¿−T )
Ln Ps/Po – ln Ps/P = (∆ Hv-∆ Hs) T¿
R¿
(−∆ Hf ) (∆ Tf )
Ln Ps/Po = T¿ ∆ Hs = ∆ Hv + ∆ Hf
R¿
Ln P/Po = ln N1 =ln (1- N 2)
(−∆ Hf ) (∆ Tf )
= T¿
R¿
ln 1 −N 2=−N 2
(−∆ Hf ) (∆ Tf )
- N 2= T¿
R¿
Rto 2 . N 2
∆ Tf =
∆ Hf
Bila n1 jumlah mol pelarut tiap 1000gr dan molalitas zat terlarut.
N 2=¿ m/n1+m
Untuk larutan encer : m<<<n1--------------- N 2 m/ml
∆ Tf = R¿2/∆ Hf x m/ml
∆ Tf = R¿2/∆ Hf .n 1 xm
∆ Tf =Kf . m
Rto 2
Kf =
∆ Hf . n 1
Kf = turun titik beku molal

Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan
penurunan titik bekunya. Pengukuran penurunan titik beku, seperti halnya peningkatan
titik didih, dapat digunakan untuk menentukan massa molar zat yang tidak diketahui.
Gejala penurunan titik beku analog dengan peningkatan titik didih. Di sini kita
hanya mempertimbangan kasus jika padatan pertama yang mengkristalkan dari larutan
adalah pelarut murni. Jika zat terlarut mengkristal bersama pelarut, maka situasinya
akan lebih rumit. Pelarut padat murni berada dalam kesetimbangan dengan tekanan
tertentu dari uap pelarut, sebagimana ditentukan oleh suhunya. Pelarut dalam larutan
demikian pula, berada dalam kesetimbangan dengan tekanan tertentu dari uap pelarut.

11
Jika pelarut padat dan pelarut dalam larutan berada bersama-sama, mereka harus
memiliki tekanan uap yang sama.
Ini berarti bahwa suhu beku larutan dapat diidentifikasi sebagi suhu ketika kurva
tekanan uap pelarut padat murninya berpotongan dengan kurva larutan. Jika zat terlarut
ditambahkan ke dalam larutan, tekanan uap pelarut turun dan titik beku, yaitu suhu
ketika kristal pertama pelarut murni mulai muncul, turun. Selisih dengan demikian
bertanda negatif dan penurunan titik beku dapat diamati.

Tabel Kf beberapa pelarut


PELARUT TITIK BEKU (℃) Kf

Asam asetat 16,7 3,9


Benzene 5,5 5,12
BomoForm 7,8 14,4
Kamper 178,4 37,7
Sikloheksana 6,5 20,0
1,4 dioksana 10,5 4,9
Naftalena 80.2 6,9
Fenol 42 7,27
Tribromofenol 96 20,4
Trifenilfosfat 49,9 11,76
Air 0,00 1,86

Rumus di atas dipakai untuk menetapkan BM zat terlarut bila W 2gr zat terlarut dengan
BM = M 2 dilarutkan dalam W 1gr pelarut :
M = W 2 /¿ M 2 x 1000¿ W 1
∆ Tf = Kf.m
= Kf x W 2 /¿ M 2 x 1000¿ W 1
Seperti halnya kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan sebanding
dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf)
dinyatakan dengan persamaan:

∆ T f =K f . m untuk sifat koligatif larutan elektrolit: ΔTf= Kf . m.i

12
1000
Jika, m=n x
P
Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
(n x 1000)
∆ T f =K f
p
Keterangan:
Tf = penurunan titik beku 0C
Kf = tetapan titik beku molal (f=freeze)
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut
Alat yang biasa dipakai untuk menetapkan ∆ Tf ialah alat dari Beckman. Alat ini terdiri
dari tabung A yang dikelilingi oleh tabung C untuk mencegah pendinginan yang terlalu
cepat. C dimasukkan dalam campuran pendingin yang temperaturnya +5 ℃ lebih
rendah daripada titik beku pelarut.
Seberat tertentu pelarut dimasukkan ke dalam A dan temperatur diturunkan +5 ℃
dibawah titik bekunya. Cairan diaduk hingga terjadi pembekuan dan temperatur yang
terbaca dicatat. Tabung A diambil dan dipanaskan, hingga zat padat mencair, kemudian
ditambah zat yang ditentukan BM nya melalui B hingga terlarut sempurna. Sekarang
titik beku ditentukan lagi seperti diatas ∆ Tf dicari.

13
Pemisahan Larutan Padat pada Pembekuan
Rumus-rumus untuk penurunan titik beku hanya berlaku pada pembekuan yang
memisah pelarut padat. Dalam beberapa hal, misalnya larutan 12 atau tiofene dalam
benzena, pada waktu pembekuan zat padatnya berisi zat terlarut dalam bentuk larutan
padat. Dalam hal ini rumusnya dirubah menjadi :
∆ Tf = Kf(1-k)m
fraksi mol zat terlarutdalam zat padat
k=
fraksi mol zat terlarut dalamlarutan
Bila zat padatnya murni, berarti k = 0 sehingga :
∆ Tf = Kf.m
Bila zat padatnya tak murni, ada dua kemungkinan :
 Kalau zat padatnya lebih mudah larut dalam pelarut cair, k < 1, jadi 1 – k positif
disini terjadi penurunan titik beku.
 Kalau zat padatnya lebih mudah larut dalam pelarut pada t, k > 1, jadi 1 – k
negatif disini terjadi kenaikan titik beku.

14
Hal terakhir ini jarang terjadi dalam keadaan biasa tetapi umum terjadi pada logam-
logam dan garam-garam yang membentuk larutan padat.
Contoh soal :
Glukosa (Mr = 180) sebanyak 36 gram dilarutkan ke dalam air 500 gram air. Jika
tetapan penurunan titik beku molal air (Kf) adalah 1,86° C/molal, tentukan penurunan
titik beku larutan!
Penyelesaian :
Diketahui : gram glukosa= 36 gram 

gr 36
Mr glukosa = 180 : makan= = =0,2mol
Mr 180
p = 500 gram
Kf  air = 1,86° C/molal
Ditanya : ∆ T f ....?
Jawab :
( n x 1000 )
∆ T F =K F
p
( 0,2 x 1000 )
∆ T F =1,86
500
∆ T F =0,744 ℃

 Contoh penurunan titik beku dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:


1. Membuat Campuran Pendingin
Cairan pendingin adalah larutan berair yang memiliki titik beku jauh di bawah
0oC. Cairan pendingin digunakan pada pabrik es, juga digunakan untuk membuat es
putar. Cairan pendingin dibuat dengan melarutkan berbagai jenis garam ke dalam air.
Pada pembuatan es putar cairan pendingin dibuat dengan mencampurkan garam
dapur dengan kepingan es batu dalam sebuah bejana berlapis kayu. Pada pencampuran
itu, es batu akan mencair sedangkan suhu campuran turun. Sementara itu, campuran

15
bahan pembuat es putar dimasukkan dalam bejana lain yang terbuat dari bahan stainless
steel. Bejana ini kemudian dimasukkan ke dalam cairan pendingin, sambil terus-
menerus diaduk sehingga campuran membeku.

2. Antibeku pada Radiator Mobil


Di daerah beriklim dingin, ke dalam air radiator biasanya ditambahkan etilen
glikol. Di daerah beriklim dingin, air radiator mudah membeku. Jika keadaan ini
dibiarkan, maka radiator kendaraan akan cepat rusak. Dengan penambahan etilen glikol
ke dalam air radiator diharapkan titik beku air dalam radiator menurun, dengan kata lain
air tidak mudah membeku.
3. Antibeku dalam Tubuh Hewan
Hewan-hewan yang tinggal di daerah beriklim dingin, seperti beruang kutub,
memanfaatkan prinsip sifat koligatif larutan penurunan titik beku untuk bertahan hidup.
Darah ikan-ikan laut mengandung zat-zat antibeku yang mempu menurunkan titik beku
air hingga 0,8oC.
Dengan demikian, ikan laut dapat bertahan di musim dingin yang suhunya
mencapai 1,9oC karena zat antibeku yang dikandungnya dapat mencegah pembentukan
kristal es dalam jaringan dan selnya. Hewan-hewan lain yang tubuhnya mengandung zat
antibeku antara lain serangga , ampibi, dan nematoda. Tubuh serangga mengandung
gliserol dan dimetil sulfoksida, ampibi mengandung glukosa dan gliserol darah
sedangkan nematoda mengandung gliserol dan trihalose.

4. Antibeku untuk Mencairkan Salju


Di daerah yang mempunyai musim salju, setiap hujan salju terjadi, jalanan
dipenuhi es salju. Hal ini tentu saja membuat kendaraan sulit untuk melaju. Untuk
mengatasinya, jalanan bersalju tersebut
ditaburi campuran garam NaCL dan CaCl2.

16
Penaburan garam tersebut dapat mencairkan salju. Semakin banyak garam
yang ditaburkan, akan semakin banyak pula salju yang mencair.

5. Menentukan Massa Molekul Relatif (Mr)


Pengukuran sifat koligatif larutan dapat digunakan untuk menentukan massa
molekul relatif zat terlarut. Hal itu dapat dilakukan karena sifat koligatif bergantung
pada konsentrasi zat terlarut. Dengan mengetahui massa zat terlarut (G) serta nilai
penurunan titik bekunya, maka massa molekul relatif zat terlarut itu dapat ditentukan.

 Tekanan Osmosis Larutan


Bila larutan dalam air dipisahkan dengan air murni oleh suatu membran
semipermeabel, maka terjadi aliran molekul-molekul air ke dalam larutan. Membran
semipermeable adalah membran yang hanya dapat dilewati oleh molekul-molekul
pelarut tetapi tidak dapat dilewati oleh molekul-molekul zat terlarut.
Peristiwa lewatnya molekul pelarut menembus membran semipermeabel dan
masuk ke dalam larutan disebut osmose. Tekanan osmosis larutan adalah tekanan yang
harus diberikan pada larutan untuk mencegah terjadinya osmosis (pada tekanan 1 atm)
ke dalam larutan tersebut. Hampir mirip dengan tekanan pada gas ideal, pada larutan
ideal, besarnya tekanan osmosis berbanding lurus dengan konsentrasi zat terlarut.
Mula-mula sebagai membran permeable dipakai selaput binatang, tetapi ternyata
ini tidak 100% semipermeabel. Traube 1864 mendapatkan bahwa zat yang dapat 100%
semipermeabel ialah Cu2 Fe( CN )6, yang dibuat dengan pengendapan CuSO 4 dan
K 4 Fe(CNB )6.
Akibat aliran air ke dalam larutan, maka terjadi perbedaan tekanan pada
membran, hal ini menyebabkan larutan di pipa kiri naik. Tekanan yang harus diberikan
kepada larutan, yang dipisahkan dari pelarutnya, agar tidak terjadi osmose disebut
tekanan osmose. Hal ini mula-mula diteliti oleh Pfeffer pada tahun 1877.
Tekanan osmose tergantung beberapa faktor, tetapi tidak bergantung dari jenis
membran, bila membran ini benar-benar semipermeabel. Alat untuk mengukur tekanan
osmose telah dikembangkan oleh para ahli, dan saat ini telah didapatkan alat-alat yang
dapat dipakai untuk meneliti tekanan osmose sampai 150-270 atm.
Hasil pengukuran tekanan osmose oleh Pleffer untuk larutan Sukrose terdapat pada
tabel berikut :

17
Tekanan Osmose Larutan Sukrose pada 14 ℃
C (mol/liter) π (atm) π/T
0,0588 1,34 22,8
0,0809 2,00 24,7
0,1189 2,75 25,2
0,1794 4,04 22,5

Tekanan Osmose Larutan 1% Sukrose pada Berbagai Suhu


T π(atm) π/T
273,0 0,649 0,00238
279,8 0,664 0,00237
286,7 0,691 0,00241
288,5 0,684 0,00237
295,0 0,721 0,00244
305,0 0,716 0,00235
309,0 0,746 0,00241
Dari hal di atas ternyata bahwa :
Pada T tetap : π :: C ------------ π /C = tetap
Pada C tetap : π :: T ------------ π /T = tetap

Jadi : π :: C.T
π = k. C. T C = n/V
π = k . n/V. T
π = n k. T (Vant Hoff)
n = Jumlah mol zat terlarut
V = Volume larutan
Dari hitungan-hitungan ternyata bahwa tetapan k mempunyai harga identik dengan
harga R untuk gas ideal. Misalnya untuk larutan 45,0 gr sucrose/liter larutan pada 0 ℃,
π = 2,97 atm.
π = 2,97 atm
V = 1 liter
πv 2,97 × 1
N = 45/342,2 k= =
n T 455 /342,2 ×273,2
T = 273,2 k = 0,0827 liter atm/mol oK

18
Rumus dapat ditulis :
πV=nRT
Ini berarti tekanan osmose hanya tergantung jumlah mol zat terlarut, tidak tergantung
jenisnya. Namun demikian rumus Van’t Hoff hanya berlaku untuk larutann encer, untuk
larutan pekat π lebih besar daripada yang diperoleh dari rumus.
n
Karena tekanan osmosis = π, maka : π=M RT atau π= R T
v

Jika volume diketahui dalam mL boleh gunakan rumus :


1000
π= n RT
v
Keterangan :
π = tekanan osmose (atm)
n = jumlah mol zat terlarut (mol)
R = tetapan gas ideal = 0,08206 L.atm/mol.K
T = suhu larutan (K)
V = volume larutan (L)
M = molaritas (M = mol/L)
Untuk sifat koligatif larutan elektrolit : π=M RT i
Teori tentang osmose dan tekanan osmose ada 2 macam :
a. Teori Tumbukkan
Molekul-molekul pelarut murni selalu menumbuk membran, demikian pula
molekul-molekul pelarut dalam larutan. Tetapi karena jumlah molekul pelarut dalam
larutan lebih sedikit, maka akan ada aliran molekul pelarut dari pelarut murrni ke
larutan. Perbedaan tekanan akibat tumbukkan ini menyebabkan terjadinya tekanan
osmose.
b. Teori Tekanan Uap
Tekanan uap pelarut murni lebih besar tekanan uap larutan, akibatnya ada
molekul-molekul pelarut murni pindah dari pelarut murni ke dalam larutan, agar
tekanan uap setimbang. Tekanan osmose juga ditentukan oleh perbedaan tekanan uap
ini, seperti terlihat pada rumus π V’ = R T ln Po/P
Kedua teori ini sebenarnya sama, hanya cara penyajiannya berbeda.
Jika tekanan yang diberikan pada larutan lebih besar dari tekanan osmosis, maka
pelarut murni akan keluar dari larutan melewati membran semipermeabel. Peristiwa ini

19
disebut osmosis balik (reverse osmosis), misalnya pada proses pengolahan untuk
memperoleh air tawar dari air laut.

Tekanan osmosis
 Larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah dari yang lain disebut
larutan Hipotonis.
 Larutan yang mempunyai tekanan lebih tinggi dari yang lain disebut larutan
Hipertonis.
 Larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama disebut Isotonis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa larutan elektrolit  di  dalam
pelarutnya mempunyai  kemampuan  untuk mengion. Hal ini mengakibatkan larutan
elektrolit mempunyai jumlah partikel yang lebih banyak daripada larutan non elektrolit
pada konsentrasi yang sama.
Contoh soal :
Tentukan tekanan osmotik larutan glukosa (Mr = 180) yang dibuat dengan melarutkan
10,8 gram glukosa dalam air hingga volumenya 400 mL pada suhu 27°C. Gunakan R =
0,082 L atm / mol K!
Penyelesaian :
Diketahui: V = 400 mL
g = 10,8 gram
T = 27°C = 300 K
gr 10,8
Mr = 180, makan= = =0,1mol
Mr 180
Ditanyakan : π … ?
Jawab :
1000
π= n RT
v

20
1000
π= x 0,1 x 0,082 x 300
400
π=6,15 atm

 Contoh Tekanan osmosis dalam kehidupan sehari-hari ,yaitu:


1. Mengontrol Bentuk Sel
Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis yang sama disebut isotonik.
Larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada larutan lain
disebut hipotonik. Sementara itu, larutan-larutan yang mempunyai tekanan osmosis
lebih tinggi daripada larutan lain disebut hipertonik.
Contoh larutan isotonik adalah
cairan infus yang dimasukkan ke
dalam darah. Cairan infus harus isotonik
dengan cairan intrasel agar tidak terjadi
osmosis, baik ke dalam ataupun ke luar
sel darah. Dengan demikian, sel-
sel darah tidak mengalami kerusakan.

2. Mesin Cuci Darah


Pasien penderita gagal ginjal harus menjalani terapi cuci darah. Terapi
menggunakan metode dialisis, yaitu proses perpindahan molekul kecil-kecil seperti urea
melalui membran semipermeabel dan masuk ke cairan lain, kemudian dibuang.
Membran tak dapat ditembus oleh molekul besar seperti protein sehingga akan tetap
berada di dalam darah.

3. Pengawetan Makanan
Sebelum teknik pendinginan
untuk mengawetkan makanan ditemukan, garam dapur digunakan untuk mengawetkan

21
makanan. Garam dapat membunuh mikroba penyebab makanan busuk yang berada di
permukaan makanan.

4. Membasmi Lintah
Garam dapur dapat membasmi hewan lunak, seperti lintah. Hal ini karena garam
yang ditaburkan pada permukaan tubuh lintah mampu menyerap air yang ada dalam
tubuh sehingga lintah akan kekurangan air dalam tubuhnya.
5. Penyerapan Air oleh Akar Tanaman
Tanaman membutuhkan air dari dalam tanah. Air tersebut diserap oleh tanaman
melalui akar. Tanaman mengandung zat-zat terlarut sehingga konsentrasinya lebih
tinggi daripada air di sekitar tanaman sehingga air dalam tanah dapat diserap oleh
tanaman.

PERTANYAAN :
1. Apa rumus untuk menentukan jumlah kuantitas sifat koligatif larutan?
Jawaban :
 Penurunan Teknanan Uap
ΔP =  P0 – P atau ΔP =  Xterlarut . P0

22
 Kenaikan Titik Didih
ΔTb  = Kb  x  m
 Penurunan Titik Beku
ΔTf  = Kf  x  m
 Tekanan Osmotik
π=M RT
2. Mengapa sifat koligatif larutan hanya bergantung pada kuantitasnya?
Jawaban :
Sifat koligatif larutan hanya bergantung pada kuantitasnya karena dapat dilihat
bahwa ada istilah koligatif didalam sifat koligatif larutan, dimana arti kata koligatif
adalah ‘menggambarkan sesuatu yang hanya bergantung pada jumlah’ yang berarti
bahwa pada sifat koligatif, suatu larutan itu akan dihitung atau akan dicari
kuantitasnya.
3. Apa yang dimaksud dengan sifat campuran yaitu dapat dipisahkan secara fisika?
Jawaban :
Maksud dari sifat campuran dapat dipisahkan secara fisika ialah pada suatu
campuran dapat dipisahkan melalui beberapa jenis pemisahan campuran, antara lain
pemisahan campuran dengan sifat fisika seperti Filtrasi atau Penyaringan yang
digunakan untuk memisahkan cairan dan padatan yang tidak larut berdasarkan pada
perbedaan ukuran partikel zat-zat yang bercampur atau lebih ringkasnya adalah
pemisahan zat dari suatu campuran. Contohnya saat akan mencuci sayuran, kamu
akan menempatkan sayuran tersebut dalam wadah yang berlubang-lubang atau
wadah penyaring dari bahan berpori yang dapat dilewati partikel-partikel kecil,
tetapi menahan partikel yang lebih besar.
4. Berikan contoh dan apa maksud dari sifat campuran yang memiliki perbandingan
sembarang?
Jawaban :
Maksud dari sifat campuran memimiliki perbandingan sembarang ialah dalam
pembuatan campuran perbandingan antara Zat Terlarut dam Zat Pelarut tidak
ditentukan ataupun tidak ada ketentuan khusus, perbandingannya sembarang
ataupun sesuai dengan apa yang kita inginkan. Contohnya dalam pembuatan

23
campuran larutan gula, banyaknya Zat Terlarut (gula) dan banyaknya Zat Pelarut
(air) tidak ditentukan.
5. Zat terlarut dalam bentuk apa yang dapat dihitung pada sifat koligatif larutan?
Jawaban :
Zat terlarut dalam bentuk padatan dan cairan yang biasanya dapat dihitung pada
sifat koligatif larutan, karena padatan memiliki masaa dan cairan memiliki volume.

24

Anda mungkin juga menyukai