Referat Fraktur Os Temporal
Referat Fraktur Os Temporal
tentang anatomi struktur vital dalam tulang temporal sangat penting untuk
mendiagnosa dan penanganan cedera dengan cepat dan tepat. Evaluasi yang tepat
Fraktur tulang temporal terjadi pada sekitar 14-22% dari semua cedera tengkorak.
Terjadi pengingkatan angka kejadian fraktur tulang unilateral, dan fraktur bilateral
dari 9% menjadi 20%. Anak-anak merupakan 8-22% dari pasien dengan fraktur
Cedera pada tulang temporal terjadi pada 30 sampai 70% kasus yang
sabuk pengaman, airbags, dan helm sepeda dapat membantu mengurangi jumlah
paling umum menjadi penyebab cedera tulang temporal. Luka tembakan pada
kejadian trauma kepala, dan lebih dari setengah pasien ini menderita trauma
intrakanial. Luka pada arteri karotis lebih sering meningkatkan angka kematian
dibandingkan pada trauma tumpul (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D.,
2010).
wajah, telinga tengah, telinga bagian dalam dan berisiko pada intrakranial.
Namun, fraktur tulang temporal mungkin dapat tidak terdeteksi pada pasien yang
1
asimtomatik atau tidak melaporkan gejala mereka kepada dokter ( Zamzil Amin,
2008 ).
maupun campuran. Paralisis saraf fasialis lebih banyak ditemukan pada fraktur
fasialis akibat fraktur tulang temporal masih kontroversi, dapat berupa terapi
Trauma tulang temporal sering dikaitkan dengan trauma cedera otak berat.
Sekitar 4% pasien dengan cedera kepala mengalami fraktur, dan 14-22% dari
pasien tersebut menderita fraktur tulang temporal. Tiga penyebab tersering adalah
kecelakaan dengan kendaraan dan sepeda motor 45%, jatuh 32%, dan perampokan
11% ( Myrian Marajo DS, Juliano Furno SM, Fabricio Barbosa DC, 2011 ).
2
PEMBAHASAN
Tulang temporal terdiri dari lima komponen yaitu tulang skuamosa, timpani,
styloid, mastoid, dan petrosus (Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010).
zigomatkum membentuk dinding lateral dasar tengkorak atau bagian tengah dan
Gambar 1. Gambar dua sisi tulang temporal pada tulang tengkorak manusia. (B) Dilihat
dari sisi anterior, (C) dilihat dari inferior, (D) Dilihat dari bagian dasar tulang tengkorak.
( Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010 )
3
membran timpani, kanalis akustikus eksternus, sendi temporomandibular , vena
Gambar 2. Gambar tulang temporal kiri dilihat dari sisi lateral. Tulang skuamosa,
styloid, dan mastoid yang terlihat. Garis bagian tympani, meatus akustikus eksternus dan
tulang petrous adalah struktur interior dan
tidak terlihat dari pandangan lateral.
( Sumber: Alpen Patel, M.D., and Eli Groppo, M.D., 2010 )
terletak di dasar tulang tengkorak dan diantara tulang sphenoid dan oksipital. Hal
ini yang menyebabkan petrosus tidak terlihat dari sisi lateral tulang temporal.
telinga tengah dan dalam serta bagian-bagian dari saraf facialis (Alpen Patel,
Pada pemeriksaan tampak bagian-bagian dari pars petrosa yang terdiri dari
basis, apex, tiga permukaan, dan berisi bagian dari organ pendengaran. Basis
menyatu dengan permukaan dalam dari skuama dan mastoid. Bagian apex dapat
sphenoid dan bagian bawah dari os occipital. Pada bagian ini terdapat orifisium
internal dari canalis caroticus dan membentuk batas postero-lateral dari foramen
4
Permukaan anterior terbentuk dari bagian posterior middle fossa dari basis
kranii, dan berlanjut pada bagian dalam pars squamosa yang bersatu pada sutura
dengan bentuk otak. Permukaan posterior terdiri dari bagian depan fossa posterior
basis kranii dan berlanjut pada bagian dalam mastoid. Pada daerah sentral terdapat
sepanjang 1 cm yang berjalan kearah lateral yang berisi nervus fasialis, nervus
beraturan, yang terbentuk dari bagian luar basis kranii (Gray’anatomy, 2012).
Etiologi
penganiayaan (10% -37%), jatuh (16% -40%), dan luka tembak (3% -33%).
5
Klasifikasi
Pada tahun 1926, Ulrich adalah orang pertama yang mengklasifikasikan fraktur
dan Yeakley, dalam studi mereka terhadap 150 tulang temporal yang patah,
menemukan bahwa sebagian besar tulang yang patah berbentuk oblique dan
Fraktur ini biasanya disebabkan karena pukulan pada tulang temporal atau
parietal. Garis fraktur sejajar dengan sumbu panjang piramida tulang petrosus.
tengah bagian anterior labirin, dan berakhir anteromedial di tengah fossa kranial
dekat dengan foramen lacerum dan foramen ovale. Tanda dan gejala dari fraktur
tersebut antara lain perdarahan pada saluran telinga yang berasal dari kulit dan
hearing loss (CHL), dan kelumpuhan saraf wajah (Antonia Riera March, 2012).
Fraktur transversal merupakan 20% dari semua fraktur tulang temporal. Fraktur
ini biasanya disebabkan oleh serangan pukulan dari frontal atau parietal, tetapi
dapat juga disebabkan pukulan dari oksipital. Garis fraktur berjalan dari sudut
kanan sumbu panjang piramida tulang petrosus dan mulai di tengah fossa kranial
6
dapat mengakibatkan sensorineural hearing loss (SNHL) dan vertigo yang berat.
Intensitas vertigo akan berkurang setelah 7-10 hari kemudian terus menurun
selama 1-2 bulan berikutnya, dan hanya menyisakan perasaan goyah yang
berlangsung sekitar 3-6 bulan, sampai akhirnya terjadi kompensasi (Antonia Riera
March, 2012).
Frakture oblique biasanya terbentuk dari kedua fraktur yaitu longitudinal dan
menyebutkan bahwa 62-90% dari fraktur pada tulang temporal merupakan fraktur
Pemeriksaan
7
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis fraktur
tulang temporal antara lain : Radiografi foto polos dari skull menunjukkan bagian
yang opaq dari air sel mastoid, udara pada intrakranial, atau namun jarang terjadi
dengan radiografi foto polos sulit dilakukan dan membutuhkan konfirmasi dengan
CT-scan. Tingkat negatif palsu untuk radiografi foto polos sangat tinggi (Richard
tengah, tulang petrosus, kapsul otic, dan saluran saraf wajah merupakan penentu
Gambar 4. Aksial noncontrast CT scan pada patah tulang longitudinal tulang temporal
(panah)
8
Fraktur transversal (dilihat di bawah) tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang petrosus. Keterlibatan struktur telinga bagian dalam dan nervus fasialis
harus diperhatikan.
Gambar 5. Aksial noncontrast CT scan patah tulang transversal pada tulang temporal
(panah)
longitudinal.
9
MRI (Magnetic Resonance Imaging). Hasil MRI menunjukkan adanya cairan
pada telinga tengah dan air sel mastoid. Gambar T1-weighted memperlihatkan
bagian yang terang di labirin atau telinga tengah yang konsisten dengan
perdarahan. Namun, pada fraktur tulang temporal MRI memiliki sensitivitas dan
merupakan cara yang sensitif untuk mendeteksi kebocoran CSF tetapi tidak akurat
diagnosis atau manajemen fraktur tulang temporal, namun bila fraktur mengenai
kanalis arteri karotis internal dapat terjadi kerusakan arteri karotis sehingga
al menemukan bahwa angka kematian secara signifikan lebih tinggi terjadi pada
dengan CT abnormal dan angiogram yang abnormal. Para peneliti saat ini
sehingga dapat mendeteksi cedera vaskular yang perlu manajemen yang agresif
10
Penatalaksanaan
dengan kortikosteroid sistemik selama 10-14 hari kecuali bila ada kontraindikasi.
Pasien yang mengalami paralisis lengkap dengan onset yang cepat sebaiknya
antara hari 3 dan 7. Bila tidak ada penurunan rangsangan saraf, pasien sebaiknya
diobservasi. Penurunan rangsangan saraf dalam waktu satu minggu atau lebih,
degenerasi ENOG mencapai 90% dan terjadi selama 2-3 minggu, merupakan
Komplikasi
kelumpuhan saraf wajah dan otogenic, dan kebocoran cairan serebrospinal yang
harus segera dilakukan perawatan oleh tim darurat trauma bedah saraf (Myrian
Lebih dari setengah pasien dengan trauma pada tulang temporal mengalami
berhubungan dengan trauma yang mendasari dan lokasi dari fraktur. Fraktur
transversal dapat mengenai kapsul otic dan meatus akustikus internus sehingga
longitudinal sering menyebabkan conductive atau mix hearing loss. Dislokasi dari
pendengaran pada fraktur tulang temporal. Bahkan tanpa fraktur tulang temporal,
11
Kelumpuhan saraf wajah. Cedera kepala yang disebabkan kecelakaan
yang diakibatan trauma (31%). Mekanisme atau riwayat detail dari trauma harus
dengan kemungkinan jenis fraktur yang terjadi. Trauma dari arah frontal atau
trauma dari arah lateral sering menyebabkan fraktur jenis longitudinal. Onset dan
pendengaran atau vertigo setelah trauma tulang temporal harus dicurigai adanya
cedera pada saraf fasialis. Segera setelah kondisi umum dan fungsi hemodinamik
fungsi saraf fasialis ini terlambat dilakukan karena “keadaan darurat”, seperti
perdarahan aktif yang harus diatasi lebih dahulu Pemeriksaan THT di telinga
juga jenis cairan otore yang keluar, apakah bercampur darah atau jernih (cairan
serebrospinal). Komplikasi lain dari kerusakan saraf fasialis adalah air mata buaya
kelenjar lakrimal. Selain itu dapat pula terjadi hiperkinesis di tendon stapes, yang
12
menentukan letak lesi saraf fasialis. Pada pemeriksaan fungsi motorik otot-otot
yang sempurna. Seperti dikutip Mattox, dari McKennan dan Chole, pasien
paralisis saraf fasialis dengan onset yang telah terlambat, tetap mengalami
penyembuhan yang baik. Ketika telah diputuskan, pasien dengan parese saraf
fasialis akibat trauma ini akan dilakukan terapi pembedahan berupa dekompresi,
pasien dihadapkan pada keadaan antara onset yang cepat atau onset yang telah
lama. Pada onset yang cepat, biasanya kondisi trauma pasien lebih berat. Dari
prognosis lebih ditentukan oleh derajat kerusakan saraf fasialis, bukan oleh waktu
Trauma tumpul pada skull dapat menyebabkan fraktur pada tulang temporal
yang dapat mengakibatkan robekan dari dura dan foramina sehingga terjadi
kebocoran yang akut. Fraktur dapat juga menyebabkan defek pada tulang tegmen
13
yang merupakan predisposisi tunggal untuk encephalocele atau meningoceles
yang menghasilkan kebocoran CSF yang lambat. Seperti yang telah dijelaskan
insiden yang lebih tinggi dari kebocoran CSF. Otore CSF pada fraktur tulang
temporal biasanya terjadi dalam hitungan menit pada kecelakaan tapi dapat
tertunda pada presentasi klinis bila mengalami pengeringan pada saat melewati
nasopharing. Setelah trauma, otore CSF khasnya berbentuk serosa dan dapat
disalahartikan sebagai produk dari darah. Cairan itu sebaiknya diperiksa untuk
mengetahui kadar beta 2 transferin yang merupakan protein spesifik tertinggi pada
CSF. Pengukuran glukosa dan protein pada cairan ini dapat dilakukan untuk
mendukung identifikasi dari CSF tersebut. CT scan dengan resolusi tinggi dapat
memperlihatkan bagian dari fraktur dan memberi informasi seperti tempat dari
deteksi kebocoran CSF ketika aktif. Tatalaksana dari kebocoran CSF dimulai
dengan penanganan konservatif antara lain elevasi kepala, tirah baring dengan
elevasi kepala, obat pelunak feses, pencegahan bersin dan ketegangan otot yang
lain, dan pada beberapa pasien dapat dilakukan penempatan pada lumbar drain.
pada 78% pasien dan 17% penutupan terjadi pada 8-14 hari kemudian.
yang terjadi lebih dari tujuh hari dapat dihubungkan dengan insiden yang lebih
kasus yang berlangsung 7-10 hari setelah trauma. Defek tegmen lebih sering
14
multiple daripada single, dan bila hanya terdapat satu defek belum cukup untuk
mastoidektomi dapat menjadi inadekuat bila terdapat defek tegmen yang multiple
oleh karena itu pembedahan dengan pendekatan melalui middle fossa atau
Perlukaan pada carotis jarang terjadi (1-4%) pada trauma tulang temporal. Pada
jurnal baru-baru ini oleh Dempewolf dijelaskan bahwa 44 dari 127 (35%) pasien
dengan fraktur tulang temporal dapat mengalami fraktur kanalis carotis dimana
hanya 5 dari 127 (4%) yang mendapatkan cedera pada arteri carotis. CT scan pada
mendeteksi fraktur kanalis carotis, dengan nilai negative > 100%. CT angiography
dan MRA dapat digunakan lebih sering daripada angiography standar bila CT
manifestasi dari getaran vestibuler yang lain pada OCS atau destruksi vestibular
pada OCD. Vertigo biasanya dapat sembuh spontan dan mengalami perbaikan
pada 6 hingga 12 bulan melalui sistem adaptasi sentral. Fistula perilimph setelah
cedera kapsul otic dapat juga menyebabkan vertigo dan SNHL. Penyebab lain dari
15
penurunan pendengaran yang naik turun, dan vertigo mirip dengan pasien
displacement karena adanya trauma pada otoconia dari vestibula sampai ampulla
Paralisis saraf fasialis merupakan suatu kasus yang relatif sering terjadi,
diperkirakan terjadi 70 kasus per 100.000 populasi setiap tahun. Trauma akibat
tulang temporal, sehingga sebagian besar kelainan saraf fasialis terletak di dalam
dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segmen timpani, dan segmen
mastoid. Segmen labirin merupakan bagian terpendek (2-4 mm) terletak di antara
dan berjalan ke arah posterior telinga tengah, kemudian naik ke arah tingkap
lonjong dan stapes, lalu turun dan kemudian terletak sejajar kanalis semisirkularis
mulai dari dinding medial dan superior kavum timpani, selanjutnya berjalan ke
arah kaudal menuju foramen stilomastoid. Setelah keluar dari dalam tulang
16
mastoid, saraf fasialis menuju kelenjar parotis dan membagi diri untuk mensarafi
penting yaitu nervus petrosus superior mayor yang memberikan rangsangan untuk
stapedius dan korda timpani yang memberikan serabut perasa pada duapertiga
lidah bagian depan. Paralisis saraf fasialis merupakan salah satu komplikasi dari
temporal. Fraktur jenis ini terjadi akibat benturan di daerah temporal atau parietal
yang kemudian merambat ke daerah mastoid atau tulang skuamosa. Garis fraktur
yang terjadi akan paralel/sejajar dengan aksis panjang piramid petrosa. Garisnya
berawal dari pars skuamosa (mastoid atau kanalis auditorius eksterna) meluas
telinga tengah di anterior labirin, dan berakhir di anteromedial fossa kranii media
dekat foramen laserum dan ovale. Gejala klinis fraktur longitudinal tulang
temporal meliputi perdarahan dari liang telinga akibat laserasi kulit liang telinga
fasialis. Sekitar 20% fraktur longitudinal akan mengakibatkan cedera pada saraf
fasialis. Lokasi saraf fasialis yang terkena biasanya pada segmen horizontal di
17
Fraktur transversal meliputi sekitar 20% dari semua fraktur tulang temporal.
Fraktur jenis ini biasanya terjadi akibat benturan pada daerah frontal atau parietal,
tetapi dapat juga terjadi akibat benturan pada daerah oksipital. Garis fraktur
berjalan tegak lurus piramid petrosa, dimulai dari fossa kranii media (dekat
foramen laserum dan spinosum) kemudian melintasi piramid petrosa dan KAI,
sensorineural dan vertigo. Sedangkan cedera pada saraf fasialis terjadi sekitar 50%
kasus. Lokasi cedera biasanya pada daerah kanalis auditori interna sampai segmen
Pemeriksaan saraf fasialis perlu dilakukan untuk melihat derajat, letak lesi,
dan prognosis penyakit. Penilaian saraf fasialis yang cukup sering digunakan
total.
Terapi konservatif yang dapat diberikan pada cedera saraf fasialis akibat
untuk mengurangi edema yang terjadi. Chen dan Ariaga menyarankan pemberian
dan Cass, seperti dikutip Patel dan Groppo menyatakan pemberian kortikosteroid
intravena jangka pendek dapat mencegah inflamasi serta mengurangi edema pada
saraf dan daerah sekitarnya, sehingga mengurangi kompresi pada saraf. Mata yang
18
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain pemberian air mata
artifisial, membantu menutup mata dengan cara sederhana dengan plester saat
tidur hingga diberi implan pemberat (gold weighting) atau dilakukan oleh dokter
mata.
translabirin dan fossa media. Jika fungsi pendengaran dan keseimbangan baik
kasus terpotongnya nervus fasialis yang komplit adalah untuk memperbaiki fungsi
19
DAFTAR PUSTAKA
20
10. Yan Edward, Al Hafiz. 2008. Terapi Dekompresi pada Parese Saraf Fasialis
Akibat Fraktur Tulang Temporal, Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah
Kepala dan Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas - RSUP Dr. M.
Djamil Padang
11. Zamzil Amin Asha’ari. 2008. Original article: Head Injury with Temporal
Bone Fracture: One Year Review of Case Incidence, Causes, Clinical Features
and Outcome, Department of Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery,
Kulliyyah of Medicine, International Islamic University Malaysia, Jalan
Hospital, 25100 Kuantan, Pahang, Malaysia.
12. Kosins AM, Hurvitz KA, Evans GRD, Wirth GA. Facial paralysis for the
plastic surgeon. Can J Plast Surg. 2007; 15(2): 77-82.
21