Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Definisi
ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya
terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ). biasanya terjadi pada
orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam,
emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma
berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk
sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi
sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan kasus sepsis yang
menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena infeksi oleh basil
aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1 sampai 96 jam
sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.
Ini meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan
edema pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi
pulmonal yang berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi
meskipun diberi suplemen oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure
(PAWP) kurang dari 18 mmHg. ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan
cidera organ multiple dan mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple.
Prevalensi ARDS diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus pertahun.
Sampai adanya mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi
konsisten, insiden yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah
penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju
kematian menyeluruh kurang lebih 50% – 70%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

ARDS atau Sindroma Distres Pernafasan Dewasa ( SDPD ) adalah kondisi


kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya
terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau non-pulmonal ( Hudak, 1997 ).

Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang


timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.
Sindrom Gawat Nafas Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru
nonkardiogenik merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.
Dalam sumber lain ARDS merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba
dan bentuk kegagalan nafas berat

B. Etiologi

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan


terjadinya ARDS adalah ;

Sistemik :

Syok karena beberapa penyebab


Sepsis gram negative
Hipotermia
Hipertermia
Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
Bleomisin )
Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal )
Eklampsia
Luka bakar

Pulmonal :

Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )


Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
Pneumositis

Non-Pulmonal :

Cedera kepala
Peningkatan TIK
Pascakardioversi
Pankreatitis
Uremia
C. Pathofisiologi

Secara pathofisiologi terjadinya ARDS dapat dijelaskan sebagai berikut :

Kerusakan sistemik

Pe ↓ perfusi jaringan

Hipoksia seluler

Pelepasan faktor-faktor biokimia

( enzim lisosom, vasoaktif, system komplemen, asam metabolic, kolagen, histamine)

Pe ↑ permiabilitas kapiler paru

Pe ↓ aktivitas surfaktan

Edema interstisial alveolar paru

Kolaps alveolar yang progresif

Pe ↓ compliance paru

Stiff lung

Pe ↑ shunting

Hipoksia arterial

Keterangan ;

Pergerakan cairan paru pada kasus ARDS :

Terjadi peregangan / deposisi dari mebran hialin


Intraalveolar Epithelial junction melebar
Terjadi edema interstisial, cairan intravascular keluar, protein keluar masuk
ke dalam alveoli
Endotel kapiler paru pecah
Eritrosit keluar dari intavaskuler masuk kedalam paru menyebabkan
fenomena frozzy sputum

D. Manifestasi Klinik

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :

Penurunan kesadaran mental


Takikardi, takipnea
Dispnea dengan kesulitan bernafas
Terdapat retraksi interkosta
Sianosis
Hipoksemia
Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada :

Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru


Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

Tes Fungsi paru :

Pe ↓ komplain paru dan volume paru


Pirau kanan-kiri meningkat

F. Komplikasi

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah :

Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )


Defek difusi sedang
Hipoksemia selama latihan
Toksisitas oksigen
Sepsis

G. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan
anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah
hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah
arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis
respiratorik pada tahap akhir. Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan
minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian
oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah
yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah,
sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-
paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan
tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume
tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat,
terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan
tekanan darah sulit dipertahankan.

H.Penatalaksanaan Medis

Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi


Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
TEAP * Monitor system terhadap respon
Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
Cairan
Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )
Pemeliharaan jalan nafas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi
paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock
atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur
memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan
amat bervariasi, tergantung pada tahap mana diagnosis dibuat.

Pengkajian terhadap klien:

Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record, dan lain-lain

Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit mengalami Cedera kepala

 Riwayat kesehatan sekarang


Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: klien mengalami sesak nafas

Aktivitas & Istirahat

Subyektif : Menurunnya tenaga/kelelahan Insomnia

Sirkulasi
Subyektif : Riwayat pembedahan jantung/bypass cardiopulmonary, fenomena
embolik (darah, udara, lemak)
Obyektif : Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia), hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
Heart rate : takikardi biasa terjadi
Bunyi jantung : normal pada fase awal, S2 (komponen pulmonic) dan
Disritmia dapat terjadi, tetapi ECG sering menunjukkan normal
Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin. Cyanosis biasa terjadi
(stadium lanjut)

Integritas Ego
Subyektif : Keprihatinan/ketakutan, perasaan dekat dengan kematian
Obyektif : Restlessness, agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental.

Makanan/Cairan
Subyektif : Kehilangan selera makan, nausea
Obyektif : Formasi edema/perubahan berat badan
Hilang/melemahnya bowel sounds

Neurosensori

Suby./Oby. : Gejala truma kepala Kelambanan mental, disfungsi motorik

Respirasi
Subyektif : Riwayat aspirasi, merokok/inhalasi gas, infeksi pulmolal diffuse
Kesulitan bernafas akut atau khronis, “air hunger”
Obyektif: rapid, swallow, grunting Peningkatan kerja nafas ; penggunaan otot
bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau substernal, nasal flaring,
meskipun kadar oksigen tinggi.
Suara nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan
suara nafas bronchial
Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi Penurunan dan tidak
seimbangnya ekpansi dada Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara palpasi. Sputum encer, berbusa Pallor atau
cyanosis Penurunan kesadaran dan confusion

Rasa Aman
Subyektif : Adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfusi darah,
episode anaplastik

Seksualitas
Suby./Oby. : Riwayat kehamilan dengan komplikasi eklampsia

Kebutuhan Belajar
Subyektif : Riwayat ingesti obat/overdosis
Discharge Plan : Ketergantungan sebagai efek dari kerusakan pulmonal,
mungkin membutuhkan asisten saat bepergian, shopping, self-care.

Pemeriksaan Fisik
Karena pemeriksaan fisik sering kali tidak memberikan petunjuk, satu dari
alat-alat pengkajian yang kuat adalah kesadaran konstan terhadap penyebab
ARDS. Perawat harus mempertahankan tingkat kecurigaan yang tinggi, dan
berusaha keras untuk terus mengkaji. Data dasar yang penting harus
dikumpulkan. Perubahan dan kecenderungan yang dapat merupakan petunjuk
dini keadaan abnormal fungsi paru-tanda vital, sensori dan GDA -harus dicatat.
Peningkatan frekuensi pernafasan secara bertahap tanpa gejala atau tanda
penyerta mungkin merupakan petunjuk dini.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

 Pemeriksaan Rontgent Dada :


Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

 Tes Fungsi paru :


Pe ↓ komplain paru dan volume paru
Pirau kanan-kiri meningkat
B. Penyimpangan Kdm Pada AR

Gangguan sistemik

pe perfungsi jaringan

hipoksemia seluler

pelepasan factor kimia


(enzim lisosom, system, asam metabolic, kolagen, histamine)

Pe permeabilitas kapiler paru dan alveoli

pe aktivitas surfaktan

edema alveoli dan interstisial paru

kolaps alveolus

penurunan compliance paru

hipoksia arterial perubahan status kesehatan

hipoventilasi alveolar hospitalisas prosedur pengobatan


(penggunaan diuretic)
gangguan pertukaran gas informasi inadekuat
RESTI deficit volume cairan

peningkatan produksi secret kurang pengetahuan koping inefektif

tidak efektifnya jalan nafas kecemasan


Diagnosa Keperawatan

Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan


nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot
pernafasan, batuk atau tanpa sputum dan cyanosis.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.
Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan penggunaan
deuritik, keluaran cairan kompartemental
Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan
status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai
oleh mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat,
dan merasa tidak berdaya, ketakutan, gelisah.
Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan
berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang
ditandai dengan mengajukan pertanyaan , menyatakan masalahnya.

C. Rencana Keperawatan

1.Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan


nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan nafas
ditandai dengan : dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot
pernafasan, batuk tanpa sputum dan cyanosis.

Tujuan :

 Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas yang jernih
dan ronchi (-)
 Pasien bebas dari dispneu
 Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
 Memperlihatkan tingkah laku mempertahankan jalan nafas

Intervensi:
 Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya
R/Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat meningkatkan
usaha dalam bernafas
 Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan fremitus
R/Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan
adanya cairan dapat meningkatkan fremitus
 Catat karakteristik dari suara nafas
R/Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari
saluran nafas
 Catat karakteristik dari batuk
R/Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada penyebab dan
etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dalam jumlah yang banyak, tebal
dan purulent
 Tetap Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu
R/Pemeliharaan jalan nafas dengan paten
 Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan
suction bila ada indikasi
R/Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan
atelektasis dan infeksi paru
 Berikan Peningkatan oral intake jika memungkinkan
R/Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum

Kolaboratif:
 Berikan oksigen, cairan IV ; tempatkan di kamar humidifier sesuai indikasi
R/Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen
 Berikan therapi aerosol dan ultrasonik nabulasasi
R/Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan mengeluarkan secret
 Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi
jika ada indikasi
R/Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan
otot-otot pernafasan
 Berikan bronchodilator misalnya : aminofilin, albuteal dan mukolitik
R/Diberikan untuk mengurangi bronchospasme, menurunkan viskositas
sekret dan meningkatkan ventilasi

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,


penumpukan cairan di permukaan alveoli, hilangnya surfaktan pada
permukaan alveoli ditandai dengan : takipneu, penggunaan otot-otot bantu
pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.

Tujuan :
 Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan
nilai ABGs normal
 Bebas dari gejala distress pernafasan

Intervensi:
 Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola
nafas.
R/Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan
peningkatan usaha nafas
 Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti
crakles, dan wheezing
R/Suara nafas mungkin tidak sama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi
karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas membran alveoli – kapiler. Wheezing terjadi
karena bronchokontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas
 Kaji adanya cyanosis
R/bila diberikan oksigen (desaturasi 5 gr dari Hb) sebelum cyanosis muncul.
Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut, bibir yang indikasi adanya
hipoksemia sistemik, cyanosis perifer seperti pada kuku dan ekstremitas
pada vasokontriksi.
 Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidakmampuan
beristirahat
R/Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium
 Berikan istirahat yang cukup dan nyaman
R/Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen
Kolaboratif
 Berikan humidifier oksigen dengan masker CPAP jika ada indikasi
R/Memaksimalkan pertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan
yang sesuai
 Berikan pencegahan IPPB
R/Peningkatan ekspansi paru meningkatkan oksigenasi
 Review X-ray dada
R/Memperlihatkan kongesti paru yang progresif
 Berikan obat-obat jika ada indikasi seperti steroids, antibiotik, bronchodilator
dan ekspektorant
R/Untuk mencegah ARDS

3.Resiko tinggi defisit volume cairan Faktor resiko : penggunaan deuritik,


keluaran cairan kompartemental

Tujuan :
pasien dapat menunjukkan keadaan volume cairan normal dengan tanda
tekanan darah, berat badan, urine output pada batas normal.
Intervensi:
 Monitor vital signs seperti tekanan darah, heart rate, denyut nadi (jumlah dan
volume)
R/Berkurangnya volume/keluarnya cairan dapat meningkatkan heart rate,
menurunkan tekanan darah, dan volume denyut nadi menurun.
 Amati perubahan kesadaran, turgor kulit, kelembaban membran mukosa dan
karakter sputum
R/Penurunan cardiac output mempengaruhi perfusi/fungsi cerebral. Deficit
cairan dapat diidentifikasi dengan penurunan turgor kulit, membran mukosa
kering, sekret kental.
 Hitung intake, output dan balance cairan. Amati “insesible loss”
R/Memberikan informasi tentang status cairan. Keseimbangan cairan negatif
merupakan indikasi terjadinya deficit cairan.
 Timbang berat badan setiap hari
R/Perubahan yang drastis merupakan tanda penurunan total body water

Kolaboratif:
 Berikan cairan IV dengan observasi ketat
Mempertahankan/memperbaiki volume sirkulasi dan tekanan osmotik.
Meskipun cairan mengalami deficit, pemberian cairan IV dapat meningkatkan
kongesti paru yang dapat merusak fungsi respirasi
 Monitor/berikan penggantian elektrolit sesuai indikasi
R/Elektrolit khususnya pottasium dan sodium dapat berkurang sebagai efek
therapi deuritik.

4. Cemas/takut berhubungan dengan krisis situasi, pengobatan , perubahan


status kesehatan, takut mati, faktor fisiologi (efek hipoksemia) ditandai oleh
mengekspresikan masalah yang sedang dialami, tensi meningkat, dan
merasa tidak berdaya, ketakutan bahkan gelisah.

Tujuan :
 Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemasnya secara verbal
 Mengakui dan mau mendiskusikan ketakutannya, rileks dan rasa
cemasnya mulai berkurang
 Mampu menanggulangi, mampu menggunakan sumber-sumber
pendukung untuk memecahkan masalah yang dialaminya.

Intervensi:
 Observasi peningkatan pernafasan, agitasi, kegelisahan dan kestabilan
emosi.
R/Hipoksemia dapat menyebabkan kecemasan.
 Pertahankan lingkungan yang tenang dengan meminimalkan stimulasi.
R/Usahakan perawatan dan prosedur tidak menggaggu waktu istirahat.
Cemas berkurang oleh meningkatkan relaksasi dan pengawetan energi
yang digunakan.
 Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi.
R/Memberi kesempatan untuk pasien untuk mengendalikan
kecemasannya dan merasakan sendiri dari pengontrolannya.
 Identifikasi persepsi pasien dari pengobatan yang dilakukan
R/Menolong mengenali asal kecemasan/ketakutan yang dialami
 Dorong pasien untuk mengekspresikan kecemasannya.
R/Langkah awal dalam mengendalikan perasaan-perasaan yang
teridentifikasi dan terekspresi.
 Membantu menerima situsi dan hal tersebut harus ditanggulanginya.
R/Menerima stress yang sedang dialami tanpa denial, bahwa segalanya
akan menjadi lebih baik.
 Sediakan informasi tentang keadaan yang sedang dialaminya.
R/Menolong pasien untuk menerima apa yang sedang terjadi dan dapat
mengurangi kecemasan/ketakutan apa yang tidak diketahuinya.
Penentraman hati yang palsu tidak menolong sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil akhir dari permasalahan itu.
 Identifikasi tehnik pasien yang digunakan sebelumnya untuk
menanggulangi rasa cemas.
R/Kemampuan yang dimiliki pasien akan meningkatkan sistem
pengontrolan terhadap kecemasannya

Kolaboratif:
 Memberikan sedative sesuai indikasi dan monitor efek yang merugikan.
Mungkin dibutuhkan untuk menolong dalam mengontrol kecemasan dan
meningkatkan istirahat. Bagaimanapun juga efek samping seperti depresi
pernafasan mungkin batas atau kontraindikasi penggunaan.

5. Defisit pengetahuan , mengenai kondisi , terafi yang dibutuhkan


berhubungan dengan kurang informasi, salah presepsi dari informasi yang
ditandai dengan mengajukan pertanyaan Dan menyatakan masalahnya.

Tujuan :
 Pasien dapat menerangkan hubungan antara proses penyakit dan terafi
 Menjelaskan secara verbal diet, pengobatan dan cara beraktivitas
 Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang membutuhkan
perhatian medis
 Memformulasikan rencana untuk follow –up

Intervensi:
 Berikan pembelajaran dari apa yang dibutuhkan pasien. Berikan informasi
dengan jelas dan dimengerti. Kaji potensial untuk kerjasama dengan cara
pengobatan di rumah. Meliputi hal yang dianjurkan.
R/Penyembuhan dari gagal nafas mungkin memerlukan perhatian,
konsentrasi dan energi untuk menerima informasi baru. Ini meliputi
tentang proses penyakit yang akan menjadi berat atau yang sedang
mengalami penyembuhan.
 Sediakan informasi masalah penyebab dari penyakit yang sedang dialami
pasien.
R/ARDS adalah sebuah komplikasi dari penyakit lain, bukan merupakan
diagnosa primer. Pasien sering bingung oleh perkembangan itu, dalam k
esehatan sistem respirasi sebelumnya.
 Instruksikan tindakan pencegahan, jika dibutuhkan. Diskusikan cara
menghindari overexertion dan perlunya mempertahankan pola istirahat
yang periodik. Hindari lingkungan yang dingin dan orang-orang terinfeksi.
R/Pencegahan perlu dilakukan selama tahap penyembuhan. Hindari
faktor yang disebabkan oleh lingkungan seperti merokok. Reaksi alergi
atau infeksi yang mungkin terjadi untuk mencegah komplikasi berikutnya.
 Sediakan informasi baik secara verbal atau tulisan mengenai pengobatan
misalnya: tujuan, efek samping, cara pemberian , dosis dan kapan
diberikan
R/Merupakan instruksi bagi pasien untuk keamanan pengobatan dan
cara-cara pengobatan dapat diikutinya.
 Kaji kembali konseling tentang nutrisi ; kebutuhan makanan tinggi kalori
R/Pasien dengan masalah respirasi yang berat biasanya kehilangan
berat-badan dan anoreksia sehingga kebutuhan nutrisi meningkat untuk
penyembuhan.
 Bimbing dalam melakukan aktivitas.
R/Pasien harus menghindari kelelahan dan menyelingi waktu istirahat
dengan aktivitas dengan tujuan meningkatkan stamina dan cegah hal
yang membutuhkan oksigen yang banyak
 Demonstrasikan teknik adaptasi pernafasan dan cara untuk menghemat
energi selama aktivitas.
R/Kondisi yang lemah mungkin membuat kesulitan untuk pasien
mengatur aktivitas yang sederhana.
 Diskusikan follow-up care misalnya kunjungan dokter, test fungsi system
R/pernafasan dan tanda/gejala yang membutuhkan evaluasi/intervensi.
Alasan mengerti dan butuh untuk follow up care merupakan kebutuhan
untuk meningkatkan partisipasi pasien dalam hal medis dan mungkin
mempertinggi kerjasama dengan medis.
 Kaji rencana untuk mengunjungi pasien seperti kunjungan perawat
R/Mendukung selama periode penyembuhan
Tugas : KBM

ARDS

Oleh:

WA ODE HARMINA
CECE INDRIANI
RABIYAH AL AADIYAT S.
INDRA

Sekolah tinggi ilmu kesehatan


Mandala waluya
kendari
2010
Daftar pustaka

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC.


Jakarta.

2000. Diktat Kuliah Gawat Darurat. PSIK FK.Unair. TA: 2000/2001. Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai