Bab Ii PDF
Bab Ii PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2. Jenis-Jenis Cairan
a. Cairan nutrient
Cairan nutrient terdiri atas :
1. Karbohidrat dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa),
invert sugar (1/2 dextrose dan ½ levulose).
2. Asam amino, contoh : amigen, aminosol, dan travamin.
3. Lemak, contoh : lipomul dan liposyn
8
9
dari berat badan total berbentuk cairan. Sementara itu, sisanya merupakan
bagian padat dari tubuh. Air merupakan 75% dari total berat badan bayi,
70% dari total berat badan pria dewasa, dan 55% dari total berat badan
pria lanjut usia. Pada wanita, kandungan air di dalam tubuhnya 10% lebih
sedikit dibandingkan pria karena umumnya wanita memiliki simpanan
lemak yang lebih banyak. (Saputra, 2013).
Tabel 2.1
Kebutuhan Air Berdasarkan Umur dan Berat Badan :
Kebutuhan Air
Umur Jumlah air dalam 24 jam ml/kg berat badan
3 hari 250-300 80-100
1 tahun 1150-1300 120-135
2 tahun 1350-1500 115-125
4 tahun 1600-1800 100-110
10 tahun 2000-2500 70-85
14 tahun 2200-2700 50-60
18 tahun 2200-2700 40-50
Dewasa 2400-2600 20-30
Sumber : Berhrman, RE, dkk, 1996 dalam A.Aziz Alimul H, 2009.
b) Osmosis
Osmosis adalah perpindahan air melintasi membran semipermeable dari
daerah berkonsentrasi rendah ke daerah berkonsentrasi tinggi. Pada proses
ini, air yang berpindah akan mengencerkan larutan berkonsentrasi tinggi
hingga mencapai keseimbangan pada kedua sisi membran. Perpindahan air
ini menyebabkan volume larutan berkonsentrasi rendah akan berkurang,
sedangkan volume larutan berkonsentrasi tinggi akan bertambah. Tekanan
12
osmotik larutan disebut juga osmolalitas. Tekanan osmotik ini antara lain
dipengaruhi oleh jumlah albumin dan natrium. Proses osmosis ini sering
terjadi antara cairan intravaskuler dengan ekstravaskuler. Misalnya,
osmosis air dari Interstitial ke venule bersamaan dengan perpindahan
karbondioksida, urea, dan sampah metabolisme lainnya untuk
diekskresikan oleh tubuh.
c) Filtrasi
Tekanan filtrasi merupakan cara lain dimana air dan partikel-partikel
bergerak melewati membran. Gerakan ini terjadi akibat bobot atau tekanan
cairan lebih besar pada satu sisi membran dibandingkan dengan sisi lain.
Bobot atau tekanan cairan ini disebut dengan tekanan hidrostatik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa filtrasi terjadi dari daerah yang tekanan
hidrostatiknya tinggi ke daerah yang tekanan hidrostatiknya rendah.
Bergeraknya air dan solute seperti dari intravaskuler ke Interstitial, terjadi
karena tekanan hidrostatik pada intravaskuler lebih tinggi dibandingkan
dengan tekanan pada Interstitial. Dengan demikian, air beserta oksigen,
nutrient, glukosa, dan solute lainnya dapat keluar dari intravaskuler masuk
ke Interstitial, lalu ke sel.
d) Transport Aktif
Transport aktif adalah perpindahan larutan atau molekul melintasi
membran dari daerah berkonsentrasi rendah ke daerah berkonsentrasi
tinggi. Pada transport aktif terjadi pemompaan melewati membran yang
melawan gradient konsentrasi. Proses ini membutuhkan energi dalam
bentuk Adenosin Trifosfat (ATP). Ini berguna untuk keseimbangan
elektrolit. Contoh proses yang menggunakan Transport aktif adalah
pompa natrium-kalium yang berfungsi mempertahankan konsentrasi ion
natrium dan kalium di dalam ruang ekstrasel dan intrasel.
(Asmadi, 2009)
13
b. Suhu Lingkungan
Suhu yang tinggi merangsang pengeluaran keringat oleh kulit.
Akibatnya, banyak cairan tubuh yang hilang melalui keringat.
c. Sakit
Kondisi sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh,
misalnya ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu
keseimbangan kebutuhan cairan. Contoh kondisi sakit yang dapat
memengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit adalah luka bakar,
demam, dan gagal ginjal.
d. Stress
Kondisi stress dapat memicu pelepasan antidiuretik hormone (ADH)
oleh kelenjar hipofisis. Akibatnya, metabolisme tubuh meningkat dan
terjadi glikolisis otot. Hal ini dapat menimbulkan retensi natrium dan
air sehingga produksi urine menurun.
e. Diet
Tubuh memerlukan asupan nutrisi yang adekuat. Jika asupan nutrisi
yang diterima tidak sesuai dengan kebutuhan, tubuh akan memecah
cadangan makanannya sehingga nutrisi yang dibutuhkan akan bergerak
dari cairan interstisial ke cairan interselular. Hal ini berpengaruh pada
jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
(fluid volume defisit atau FVD). Pada saat tubuh kekurangan cairan
dan elektrolit, tekanan osmotik mengalami perubahan sehingga cairan
interstisial kosong dan cairan intrasel masuk ke dalamnya.
Hipovolemia dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya
kekurangan asupan cairan dan kelebihan asupan zat terlarut (misalnya
protein dan klorida atau natrium). Kelebihan asupan zat terlarut dapat
menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebih serta
pengeluaran keringat yang banyak dalam waktu lama.
Dehidrasi dapat terjadi pada pasien yang mengalami gangguan
pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal. Selain itu, dehidrasi
juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami diare dan muntah
secara terus menerus.
Secara umum, dehidrasi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Dehidrasi isotonic, yaitu jumlah cairan yang hilang sebanding
dengan jumlah elektrolit yang hilang.
b. Dehidrasi hipertonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih besar
dari pada jumlah elektrolit yang hilang.
c. Dehidrasi hipotonik, yaitu jumlah cairan yang hilang lebih sedikit
dari pada jumlah elektrolit yang hilang.
2. Hipervolemia
Hipervolemia adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan
kelebihan (retensi) cairan dan natrium diruang ekstraseluler.
Hipervolemia dikenal juga dengan sebutan overhidrasi atau defisit
volume cairan (fluid volume ecces atau FVE). Kelebihan cairan
didalam tubuh dapat menimbulkan dua manifestasi yaitu peningkatan
volume darah dan edema. Edema dapat dibagi menjadi beberapa jenis,
yaitu edema perifer atau edema pitting, edema non pitting, dan edema
anasarka.
Edema pitting adalah edema yang muncul didaerah perifer.
Penekanan pada daerah edema akan membentuk cekungan yang tidak
langsung hilang ketika tekanan dilepaskan. Hal ini disebabkan oleh
perpindahan cairan dari jaringan melalui titik tekan. Edema pitting
tidak menunjukkan kelebihan menyeluruh.
Pada edema non pitting, cairan didalam jaringan tidak dapat
dialihkan kedaerah lain melalui penekanan jari. edema non pitting
tidak menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel karena umumnya
disebabkan oleh infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan
serta pembekuan cairan dipermukaan jaringan.
Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.
Pada edema anasarka, tekanan hidrostatik meningkat sangat tajam
sehingga menekan sejumlah cairan hingga ke membran kapiler paru.
Akibatnya, terjadilah edema paru dengan manifestasi berupa
20
b. Ketidakseimbangan Elektrolit
1. Hiponatremia
Hiponatremia adalah keadaan kurang natrium dalam cairan ekstrasel
yang menyebabkan perubahan tekanan osmotik. Pada kondisi ini kadar
natrium serum < 136 mEq/L dan berat jenis urine <1,010. Penurunan
kadar natrium menyebabkan cairan berpindah dari ruang ekstrasel ke
cairan intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia
disebabkan oleh kehilangan cairan tubuh secara berlebihan, misalnya
ketika terjadi diare atau muntah terus menerus dalam jangka waktu
lama. Tanda dan gejala Hiponatremia meliputi rasa haus berlebihan,
denyut nadi cepat, hipotensi postural, konfulsi, membran mukosa
kering, cemas, postural dizziness, mual, muntah dan diare.
2. Hipernatremia
Hipernatremia adalah kelebihan kadar natrium dalam cairan ekstrasel
yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotik ekstrasel. Pada
kondisi ini, kadar natrium serum >144 mEq/L dan berat jenis urin
>11,30. Peningkatan kadar natrium menyebabkan cairan bergerak
keluar sel. Tanda dan gejala hipernatremia meliputi kulit dan mukosa
bibir kering, turgor kulit buruk, permukaan kulit membengkak,
oliguria atau anuria, konvulsi, suhu tubuh tinggi dan lidah kering serta
kemerahan. Hipernatremia dapat disebabkan oleh asupan natrium
yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, diare, disfagia, polyuria
21
Tabel 2.2.
Pengkajian fisik pada gangguan keseimbangan cairan & elektrolit
Pengkajian Ketidakseimbangan
Perubahan berat badan
a. Kehilangan sebesar 2-5% a. Defisit volume cairan ringan
b. Kehilangan sebesar 5-8% b. Defisit volume cairan sedang
c. Kehilangan sebesar 8-15% c. Defisit volume cairan berat
d. Kehilangan sebesar > 15% d. Kematian
e. Penambahan sebesar 2% e. Kelebihan volume cairan ringan
f. Penambahan sebesar 5-8% f. Kelebihan volume cairan sedang
Kepala hingga berat
Riwayat :
a. Sakit kepala a. Defisit volume cairan ringan
b. Pusing b. Defisit volume cairan ringan
Observasi :
a. Iritabilitas a. Ketidakseimbangan Hiperosmolar
b. Letargi b. Defisit volume cairan ringan
c. Bingung, disorientasi c. Defisit volume cairan ringan
Mata
Riwayat :
a. Pandangan kabur a. Kelebihan volume cairan
Inspeksi :
a. Mata cekung a. Defisit volume cairan
b. Konjungtiva kering b. Defisit volume cairan
c. Air mata berkurang tidak ada c. Defisit volume cairan
d. Edema periorbital d. Kelebihan volume cairan
e. Papilledema e. Kelebihan volume cairan
volume cairan
b. Diuresis (jika ginjal normal) b. Kelebihan volume cairan
c. Meningkatnya berat jenis urine c. Defisit volume cairan
Sistem neuromuscular
Inspeksi :
a. Kebas, kedut a. Asidosis metabolik, hipokalemia,
ketidakseimbangan kalium
b. Kram otot, tetani b. Hipokalsemia, alkalosis metabolik atau
respirasi
c. Koma c. Ketidakseimbangan hiperosmolar atau
hipoosmolar, Hiponatremia
d. Tremor d. Asidosis respiratorik, hipomagnesemia
Palpasi :
a. Hipotonisitas a. Hipokalemia, Hiperkalsemia
b. Hipertonisitas b. Hipokalsemia, hipomagnesemia,
alkalosis metabolik
Kulit
Suhu tubuh :
a. Meningkat a. Hipernatremia, ketidakseimbangan
hiperosmolar, asidosis metabolik
b. Berkurang b. Defisit volume cairan
Inspeksi :
a. Kering, memerah a. Defisit volume cairan, hipernatremia,
Palpasi : asidosis metabolik
a. Turgor kulit tidak elastis, kulit a. Defisit volume cairan
dingin dan lembap basah
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga, dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(PPNI, 2017).
Menurut buku SDKI tahun 2017, diagnosa yang muncul pada kasus
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit yang berkaitan dengan kondisi
klinis Gagal Ginjal Kronik adalah :
a. Hipervolemia
Definisi :
peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau
intraselular.
Penyebab :
1) Gangguan mekanisme regulasi
2) Kelebihan asupan cairan
3) Kelebihan asupan natrium
4) Gangguan aliran balik vena
5) Efek agen farmakologis (mis. Kortikosteroid, chlorpropamide,
tolbutamide, vincristine, tryptilinescarbamazepine).
Gejala dan Tanda Mayor :
Data Subjektif :
1) Ortopnea
2) Dyspnea
3) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Data Objektif :
1) Edema anasarka dan/atau edema perifer
2) Berat badan meningkat dalam waktu singkat
3) Jugular Venous Pressure (JVP) dan/atau Central
4) Refleks hepatojugular positif.
30
7) Disfungsi ginjal
8) Disfungsi regulasi endokrin
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Berikut rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal
kronik dengan diagnosa keperawatan hipervolemia (PPNI T. P., 2018)
Hiperkalsemia.
11. Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia 11.Menyadari tanda dan gejala dengan cepat
(mis. Depresi pernapasan, apatis, tanda dan tepat dapat mencegah terjadinya
Chvostek, tanda Trousseau, konfusi, kemungkinan yang tidak diinginkan akibat
disritmia). hipomagnesemia.
12. Monitor tanda dan gejala Hipermagnesemia 12.Menyadari tanda dan gejala dengan cepat
(mis. Kelemahan otot, hiporefleks, dan tepat dapat mencegah terjadinya
bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, kemungkinan yang tidak diinginkan akibat
depresi) Hipermagnesemia.
Terapeutik : Terapeutik :
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai 1. Pemantauan berkala penting guna
dengan kondisi pasien mengetahui perkembangan kondisi klien.
2. Dokumentasikan hasil pemantauan 2. Dokumentasi sebagai dasar hukum tindakan
keperawatan yang telah dilakukan dan
sebagai alat komunikasi antar tenaga
kesehatan.
Edukasi : Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 1. Pasien dan keluarga mengetahui dan
mengerti tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan. yang dilakukan
2. Pasien dan keluarga mengetahui
perkembangan keadaan klien.
37
4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan
keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan
fisik dan emosional bervariasi, tergantung dari individu dan masalah yang
spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam implementasi
asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus, perencanaan, dan
pengajaran (Nursalam, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses
keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul
dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan
klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan
efektivitas asuhan keperawatan (Nursalam, 2009).
Gagal ginjal kronis yang juga disebut penyakit ginjal kronis (CKD;
Chronic Kidney Disease) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit
akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi
penumpukkan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. (Muttaqin &
Sari, 2012)
2. Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya
gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya respon yang terjadi
adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Gagal ginjal kronik dapat
disebabkan oleh ginjal itu sendiri dan dari luar ginjal. (Muttaqin & Sari,
2012).
Tabel 2.3
Klasifikasi penyebab Gagal Ginjal Kronik
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonephritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis
nodosa
Gangguan Kongenital dan Herediter Penyakit ginjal polikistik, Asidosis tubulus
ginjal
Penyakit metabolic Diabetes melitus, Goat,
Hiperparatiroidisme, Amyloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesic, Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal.
Traktus urinarius bagian bawah : hipertrofi
prostat struktur uretra, anomaly congenital,
leher vesika urinaria dan uretra
Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2015).
sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit.
Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis
gagal ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang
sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa
meningkatkan kecepatan filtrasi, reabsorpsi, dan sekresinya, serta
mengalami hipertrofi.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, maka nefron
yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat sehingga nefron-
nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus
kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada nefron-nefron
yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan
parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan
meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat
menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal
ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein
plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak
terbentuk jaringan parut sebagai respons dari kerusakan nefron dan
secara progresif fungsi ginjal menurun drastik dengan manifestasi
penumpukan metabolit-metabolit yang seharusnya dikeluarkan dari
sirkulasi sehingga akan terjadi sindrom uremia berat yang memberikan
banyak manifestasi pada setiap organ tubuh.
40
b. Patofisiologis
Tabel 2.4. klasifikasi National Kidney Foundation tentang penyakit ginjal kronis.
Stadium Deskripsi Istilah lain yang GFR
digunakan (ml/menit/1,73 m3)
1 Kerusakan ginjal Berada pada resiko >90
dengan tingkat filtrasi
glomerulus (GFR)
normal
2 Kerusakan ginjal Kelainan ginjal kronis 60-89
dengan penurunan (chronic renal insufficiency
GFR ringan –CRI)
3 Penurunan GFR CRI, gagal ginjal kronis 30-59
sedang (chronic renal failure-
CRF)
4 Penurunan GFR parah CRF 15-29
5 Gagal ginjal Penyakit ginjal stadium <15
akhir (End-stage renal
disease-ESRD)
(Sumber : Black & Hawks, 2014)
5. Manifestasi Klinis
Menurut perjalanan klinisnya :
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan
nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum
dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik pasien
merasa lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia, kelebihan
volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic
frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma. Ditandai dengan GFR
kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum creatinin dan BUN meningkat
tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang kompleks.
42
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a. Laju Endap Darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia
dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah
retikulosit yang rendah.
b. Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Perbandingan dapat
meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar
luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih.
Perbandingan ini berkurang dengan ureum lebih kecil dari
kreatinin pada diet rendah protein, dan tes klirens kreatinin yang
menurun.
c. Hiponatremi umumnya terjadi karena kelebihan cairan, sedangkan
Hiperkalemia biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersamaan
dengan menurunnya diuresis.
d. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia dapat terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada Gagal Ginjal Kronik.
e. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
f. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan
oleh gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat
pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan perifer)
43
2. Pericarditis.
Pericarditis, efusi perikardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak kuat.
3. Hipertensi.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
reninangiostensin-aldosteron.
4. Anemia.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan
kehilangan darah selama hemodialysis.
5. Penyakit tulang.
Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan
peningkatan kadar alumunium.
(Ariani, 2016).
8. Penatalaksanaan
Menurut (Tanto, 2014)
1. Terapi spesifik terhadap penyakitnya.
Waktu yang paling tepat adalah sebelum terjadi penurunan LFG
sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara USG, biopsy dan pemeriksaan hispatologi
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
Perlu pencatatan kecepatan penurunan LFG untuk mengetahui kondisi
komorbid. Faktor komorbid antara lain yaitu gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi
traktus urinarius, obat-obatan nefrotoksik, bahan kontras atau
peningkatan penyakit dasarnya.
45
c. Hiperfosfatemia.
Pembatasan fosfat (diet rendah fosfat, tinggi kalori, rendah protein
dan rendah garam). Asupan fosfat 600-800 mg/hari.
d. Pemberian kalsitriol.
Kadar fosfat normal, kadar hormon paratiroid (PTH) >2,5x normal.
e. Pembatasan cairan dan elektrolit.
Pembatasan cairan dan elektrolit disesuaikan dengan hasil dari
Balance Cairan klien yang dihitung dengan cara.
Balance Cairan = Intake-Output + IWL (Insensible Water Loss)
f. Terapi pengganti ginjal.
Hemodialysis, peritoneal dialysis / transplantasi ginjal pada gagal
ginjal stadium 3 dengan LFG < 15 ml/menit.
Gambar 2.2.
Contoh lembar observasi intake dan output cairan.