Anda di halaman 1dari 11

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk
lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (UU No 26 Tahun
2007). Ruang terbagi menjadi dua dalam sistem perkotaan yaitu ruang terbangun dan ruang
terbuka. Menurut Undang-Undang 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, ruang terbuka
terdiri dari ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-hijau (RTNH). RTH adalah area
memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat
tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (PERMEN
PU NO 05/PRT/05/PRT/M/2008). Ruang terbuka hijau merupakan salah satu elemen penting
pembentuk kota, selain membentuk citra dan estetika kota, RTH juga memiliki peran penting
yaitu berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi maupun sistem ekologis yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih dan air
bersih yang merupakan kebutuhan utama manusia, selain itu RTH juga berfungsi sebagai
ruang terbuka publik yang bisa diakses oleh siapapun dan merupakan sarana atau tempat
untuk beraktifitas sosial ataupun interaksi sosial masyarakat di perkotaan, oleh karena itu
fungsi sosial RTH sangat penting bagi kehidupan di kawasan perkotaan.

Penyediaan RTH di kawasan perkotaan telah diatur dalam Undang-Undang No 26 Tahun


2007 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 05 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyediaan Dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan,
yang mewajibkan setiap kawasan perkotaan harus menyediakan ruang terbuka hijau minimal
30% dari luas wilayah dengan proporsi 20% RTH publik dan 10% RTH Private, sayangnya
penyediaan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas wilayah sulit untuk direalisasikan,
meskipun sudah dijelaskan mengenai pentingnya fungsi dan peran RTH bagi kota dan
kesejahteraan penduduknya, penyediaan RTH belum menjadi prioritas dalam pembangunan
di daerah. Penyediaan hutan kota dan taman publik dianggap tidak produktif dan tidak
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk yang
makin tinggi, prioritas pembangunan yang mengabaikan aspek lingkungan serta alih fungsi
lahan secara tidak langsung menjadi penyebab terbatasnya RTH di kawasan perkotaan baik
secara kualitas maupun kuantitas. Terbatasnya RTH berakibat pada menurunya kualitas
lingkungan hidup maupun lingkungan sosial di perkotaan seperti menurunya persediaan air
Rekaloka-1
tanah, meningkatnya suhu, meningkatnya polusi udara serta terbatasnya ruang terbuka
publik yang bebas diakses masyarakat untuk interaksi dan aktifitas sosial, kondisi tersebut
membuat kawasan perkotaan semakin tidak nyaman untuk beraktifitas.

Penyediaan RTH 30% dari luas wilayah sangat sulit untuk direalisasikan, masih banyak kota
maupun kawasan perkotaan yang belum bisa memenuhi ketentuan tersebut, permasalahan
tersebut tidak hanya dialami kawasan perkotaan yang kawasan terbangunya sudah padat,
kawasan perkotaan yang relatif lebih kecil juga mengalami permasalahan yang hampir sama,
salah satunya Kawasan Perkotaan Putussibau yang merupakan kawasan perkotaan fungsional
yang merupakan ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu. Pada tahun 2017 eksisting RTH di
Kawasan Perkotaan Putussibau hanya seluas 7,4 ha yang terdiri dari 4,5 ha RTH publik dan
2,9 ha RTH private. Eksiting hutan kota dan taman di kawasan perkotaan Putussibau luasanya
masih sangat terbatas baik secara kualitas maupun kuantitas, RTH yang ada saat ini belum
dikelola secara maksimal, padahal RTH memiliki peran penting yaitu berfungsi untuk
menjaga keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi maupun sistem
ekologis yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih dan air bersih yang merupakan
kebutuhan utama manusia, selain itu RTH juga berfungsi sebagai ruang terbuka publik yang
bisa diakses oleh masyarakat untuk aktifitas dan interaksi sosial. Meskipun RTH yang ada
saat ini mulai bertambah, akan tetapi kondisi tersebut menunjukkan bahwa RTH publik di
kawasan perkotaan Putussibau masih belum memenuhi ketentuan penyediaan RTH publik
yang dipersyaratkan yaitu 20% dari luas wilayah.

Terbatasnya RTH tersebut secara tidak langsung memberikan dampak terhadap lingkungan,
baik lingkungan ekologis maupun lingkungan social, seperti terbatasnya ruang terbuka publik
yang bebas diakses oleh masyarakat untuk aktivitas dan interaksi sosial dikawasan perkotaan
Putussibau. Ruang terbuka hijau yang ada saat ini belum dikelola secara maksimal, RTH yang
tersedia di kawasan perkotaan Putussibau saat ini cenderung menyedikan RTH jenis jalur
hijau berupa tanaman di dalam pot yang lebih berfungsi sebagai estetika kota atau jalur hijau,
bukan taman yang berfungsi sebagai RTH publik yang menjadi sarana bagi masyarakat untuk
melakukan aktifitas dan interaksi sosial, ketersediaan ruang terbuka publik atau taman di
kawasan perkotaan Putussibau masih sangat terbatas serta belum dikelola secara maksimal
seperti taman alun yang merupakan taman kota, salah satu penyebabnya adalah status
kepemilikan lahan, taman alun saat ini berada di lahan milik militer.

Rekaloka-2
Taman dan hutan kota merupakan RTH yang berfungsi sebagai produsen oksigen, penyedia
air tanah serta ruang terbuka publik yang bebas diakses masyarakat untuk aktifitas/interaksi
sosial. Ruang terbuka hijau yang memiliki fungsi tersebut ketersediaanya masih sangat
terbatas di kawasan perkotaan Putussibau, padahal air, oksigen serta interaksi sosial
merupakan aspek penting dalam kehidupan di kawasan perkotaan, ketiga aspek tersebut
merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup terutama manusia. Pentingnya ruang terbuka
publik yang bebas diakses masyarakat untuk aktifitas dan interaksi sosial di kawasan
perkotaan maka perlu adanya suatu studi untuk mengidentifikasi kebutuhan RTH di kawasan
perkotaan Putussibau berdasarkan fungsi sosial, khususnya kebutuhan taman. Hasil kajian
ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam rencana penyediaan ruang terbuka hijau di
kawasan perkotaan Putussibau yang merupakan ibu kota Kabupaten Kapuas Hulu, pusat
kegiatan wilayah serta pusat pemerintahan. Berdasarkan kondisi yang telah dijelaskan diatas,
maka pertanyaan dalam kajian ini adalah Bagaimana Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau
Publik Berdasarkan Fungsi Sosial Di Kawasan Perkotaan Putussibau?

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran


1.2.1 Maksud
Kajian Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Putussibau dimaksudkan untuk
melaksanakan amanat Undang Undang Penataan Ruang terkait dengan penyediaan
Ruang Terbuka Hijau dan aspek-aspek penataan dan pengelolaannya.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan suatu analisis terkait kebutuhan
ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan Putussibau yang nantinya akan digunakan sebagai
dasar dalam pengelolaan, penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan Putussibau. Kegiatan ini dicapai melalui proses kajian
pustaka dipadukan dengan pengalaman empiris di lapangan, sehingga hasil kajian dapat
digunakan sebagai acuan bersama bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam
pembangunan Ruang Terbuka Hijau di kawasan perkotaan Putussibau. Tujuan jangka
panjang kegiatan ini adalah untuk mendorong peran serta masyarakat dan pemerintah kota
dalam meningkatkan kualitas tata ruang dan mewujudkan fungsi Ruang Terbuka Hijau
untuk mendukung kehidupan sosial, ekonomi dan ekologi bagi masyarakat dan kehidupan
di perkotaan.

Rekaloka-3
1.2.3 Sasaran
Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :
1. Teridentifikasinya kebutuhan ruang terbuka hijau publik yang ideal berdasarkan luas
wilayah di kawasan perkotaan Putussibau.
2. Teridentifikasinya kebutuhan ruang terbuka hijau publik berdasarkan fungsi sosial
berdasarkan jumlah penduduk di kawasan perkotaan Putussibau.
3. Terumuskannya jumlah dan arahan penyediaan kebutuhan ruang terbuka hijau publik
berdasarkan fungsi sosial di kawasan perkotaan Putussibau.

1.3 Manfaat
Pelaksanaan pekerjaan ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai refensi untuk memudahkan pemangku kepentingan Ruang Terbuka Hijau
baik pemerintah kota, perencana maupun pihak-pihak terkait, dalam merencanakan
dan membangun ruang terbuka hijau.
2. Memberikan informasi yang seluas-luasnya kepada masyarakat dan pihak-pihak
terkait untuk penyadaran perlunya Ruang Terbuka Hijau sebagai pembentuk ruang yang
nyaman untuk beraktivitas dan bertempat tinggal.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Wilayah studi dalam kajiam ini adalah kawasan perkotaan Putussibau, sebab dalam rencana
tata ruang wilayah kabupaten Kapuas Hulu, kawasan perkotaan Putussibau ditetapkan sebagai
kawasan perkotaan dan ditetapkan sebagai pusat kegiatan wilayah serta pusat pemerintahan
Kabupaten Kapuas Hulu. Ruang lingkup wilayah dalam kajian ini yaitu kawasan perkotaan
Putussibau yang dapat dilihat pada Gambar 1.1 batas-batas wilayah dalam dalam kajian ini.

1.4.2 Ruang Lingkup Substansi


Arahan dari kajian ini mencoba untuk mencari tahu kebutuhan RTH publik berdasarkan
fungsi sosial di kawasan perkotaan Putussibau. Ruang lingkup substansi yang akan dibahas
dalam kajian ini yaitu membahas kebutuhan RTH publik berdasarkan fungsi sosial terkait
kebutuhan taman berdasarkan jumlah penduduk di kawasan perkotaan Putussibau. Untuk
memahami dan memudahkan dalam menafsirkan banyak teori yang ada dalam kajian ini,

Rekaloka-4
maka akan ditentukan beberapa definisi operasional yang berhubungan dengan kajian ini,
antara lain:

a. Kebutuhan RTH Publik Berdasarkan Luas Wilayah


Ruang terbuka hijau publik merupakan RTH yang bebas diakses oleh siapapun.
Kebutuhan RTH publik dalam kajian ini mengacu pada PERMEN PU NO 05 Tahun 2008
Tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan. Perhitungan
Kebutuhan RTH publik berdasarkan luas wilauyah kawasan perkotaan Putussibau diukur
melalui beberapa indikator yakni luas wilayah fungsional kawasan perkotaan Putussibau
dan standar penyediaan RTH publik berdasarkan luas wilayah.

b. Kebutuhan RTH Berdasarkan Fungsi Sosial


Ruang terbuka hijau fungsi sosial adalah RTH yang tetap memiliki fungsi ekologis namun
memungkinkan ada aktifitas didalamnya. Fungsi sosial merupakan fungsi tambahan
(ekstrinsik) RTH. Kebutuhan RTH fungsi sosial dalam penelitian ini terkait kebutuhan
taman yang merupakan RTH publik yang bebas diakses oleh masyarakat untuk aktifitas
sosial, interaksi sosial ataupun untuk bersantai atau berekreasi. Kebutuhan RTH fungsi
sosial terkait kebutuhan taman diukur melalui beberapa indikator yaitu jumlah penduduk
dan standar minimal perunit taman yang telah ditentujan dalam PERMEN PU NO 05
Tahun 2008 Tentang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Di Kawasan Perkotaan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sosial
Menurut menurut Engin Fahri Isin sosial adalah sebuah inti dari bagaimana para individu
berhubungan walaupun masih tetap ada perdebatan tentang pola berhubungan bagi para
individu tersebut. Sosial dapat berarti kemasyarakatan. Sosial adalah keadaan dimana terdapat
kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa
hanya dalam bentuk imajinasi. Menurut Departemen Sosial, kata sosial  adalah segala sesuatu
yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau
komunitas, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan
dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakan-tindakan
yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Salah satu ciri
sosial adalah interaksi. Interaksi sosial adalah keadaan dimana seseorang melakukan
hubungan saling berbalas respon dengan orang lain. Aktivitas interaksinya beragam, mulai

Rekaloka-5
dari saling melempar senyum, saling melambaikan tangan dan berjabat tangan, mengobrol,
sampai bersaing dalam olahraga. Termasuk dalam interaksi sosial adalah chatting di internet
dan bertelpon atau saling sms karena ada balas respon antara minimal dua orang didalamnya.
Interaksi sosial sering terjadi disekitar kita interaksi sosial antara orang tua dan anak, interaksi
sosial antar teman di ruang terbuka publik. Sosial merupakan aspek penting dalam kehidupan
manusia, sebab secara harfiah manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan manusia
lainya untuk hidup. Interaksi sosial merupakan contoh nyata bahwa manusia adalah mahluk
sosial yang membutuhkan orang lain.
2.2 Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka (Open Space) merupakan ruang terbuka yang selalu terletak diluar bangunan
yang dapat dimanfaatkan dan dipergunakan oleh setiap orang serta memberikan kesempatan
untuk melakukan bermacam-macam kegiatan. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang
darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain, melakukan kegiatan, dan memelihara
kelangsungan hidupnya (UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang). Menurut
Permendagri No.01 Tahun 2007 Tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan, Ruang adalah
wadah meliputi darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagaisatu
kesatua wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya. Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan
karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka.
Dengan adanya pertemuan bersama dan relasi antara orang banyak, kemungkinan akan timbul
berbagai macam kegiatan di ruang terbuka tersebut [ CITATION Bud09 \l 1033 ]. Ruang terbuka
terdiri dari RTH dan RTNH. Secara teoritis ruang terbuka (Open Space), ruang terbuka hijau
( Green Open Space) dan ruang publik (Publik Space) mempunyai pengertian yang hampir
sama, yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah ruang yang berfungsi
sebagai wadah untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun berkelompok, serta
wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan (UU No. 26
Tahun 2007). Sedangkan RTH adalah area memanjang/jalur dan atau meneglompok yang
penggunaanya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alami
maupun yang sengaja ditanam (Peraturan Mentri Nomor 05 Tahun 2008). Ruang terbuka
hijau yang dimaksud antara lain jalan, pedestrian, taman lingkungan, plaza, lapangan
olahraga, taman kota dan taman rekreasi.

Rekaloka-6
Menurut Purnomohadi (2006), RTH adalah Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang
mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun,
yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants),
dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak,
rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-
benda lain juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi yang bersangkutan, Purnomohadi
(2006) juga menyatakan RTH merupakan suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan,
pada berbagai strata mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi
berkayu), RTH memiliki peran dalam menjaga kelangsungan kehidupan kota dan
penduduknya. Ruang terbuka hijau adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting
dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan merupakan suatu unsur yang
sangat penting dalam kegiatan rekreasi [ CITATION Gro83 \l 1033 ]. Tanpa adanya RTH secara
tidak langsung dapat menyebabkan ketegangan mental bagi penduduk yang tinggal
didalamnya karena salah satu fungsi RTH adalah sebagai fungsi sosial. Oleh karena itu,
perencanaan ruang terbuka harus dapat memenuhi keselarasan harmoni antara struktural kota
dan alamnya, bentuknya bukan sekedar taman, lahan kosong untuk rekreasi atau lahan penuh
tumbuhan yang tidak dapat dimanfaatkan penduduk kota.

RTH dapat dijabarkan sebagai sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai
ukuran, bentuk dan batas geografi tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di
dalamnya terdapat tetumbuhan hijau dengan pepohonan sebagai ciri utama dan tumbuhan
lainnya (perdu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah lainnya) sebagai tumbuhan
pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH
yang bersangkutan. Ruang terbuka hijau pada umumnya dimaksudkan untuk penghijauan
sebagai salah satu unsur kota yang ditentukan oleh factor kenyamanan dan keindahan bagi
suatu ruang kota. Kenyamanan dapat berupa peredam kebisingan, pelindung cahaya matahari
(peneduh) dan menetralisir udara. Sedangkan keindahan berupa penataan tanaman dibantu
dengan konstruksi-konstruksi yang ditujukan untuk menahan erosi, baik berupa konstruksi
beton, batu alam dan lain-lain [ CITATION Shi85 \l 1033 ] . RTH publik merupakan lahan terbuka
dengan unsur hijau yang dibangun dan dikembangankan sedemikian rupa serta memiliki
kemudahan akses bagi penduduknya untuk dapat dinikmati dan berinteraksi

Rekaloka-7
3 METODOLOGI
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan RTH publik berdasarkan fungsi sosial
di kawasan perkotaan Putussibau agar dapat merumuskan jumlah dan arahan penyediaan
RTH publik dari aspek sosial di kawasan perkotaan Putussibau

3.1 Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data pada kajian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu,
pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer dalam kajian ini
diperlukan untukmengidentifikasi kebutuhan RTH fungsi sosial terkait kebutuhan taman yang
dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Pengumpulan data primer dalam kajian ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi dari lapangan mengenai kondisi eksisting RTH saat ini mulai
dari sebaran RTH, fungsi, jenis, luasan RTH serta kondisi eksisting RTH yang ada saat ini.
Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung terhadap obyek kajian yaitu RTH
sebagai sarana mendapatkan informasi ataupun data. Pengumpulan data primer tersebut
dilakukan dengan menggunakan teknik observasi lapangan. Kegiatan observasi pada kajiam
ini dilakukan di kawasan perkotaan Putussibau dengan melakukan pengamatan terhadap
kondisi eksisting RTH untuk memvalidasi data, apakah kondisi eksisting dilapangan sesuai
dengan data RTH saat ini, seperti luasan RTH, fungsi dan jenis RTH serta sebaran RTH yang
mungkin kondisi dilapangan ada RTH yang sudah beralih fungsi atau mungkin ada
penambahan RTH baru namun belum dicantumkan dalam data. Hasil perumusan
pengumpulan data sekunder akan menjadi acuan batasan dalam pencarian data primer. Selain
itu, data sekunder juga diperlukan untuk memberikan gambaran umum mengenai wilayah
kajian. Pengumpulan data sekunder menggunakan teknik studi pustaka atau studi literature
dan survei instansional. Pengumpulan data sekunder dalam kajian ini dilakukan dengan cara
melakukan studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan dengan RTH publik, penyediaan
RTH publik di kawasan perkotaan, penyediaan RTH fungsi ekiologis, penyediaan RTH fungsi
sosial. Referensi untuk studi pustaka atau studi literatur diakses melalui jurnal, artikel, buku,
website, atau penelitian sebelumnya.

3.2 Metode Analisis Data


Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisi deskriptif kuantitatif, yaitu
menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah
terkumpul tanpa bertujuan untuk membuat kesimpulan yang berlaku umum (Sugiyono, 2005
Dalam Tufik, 2017). Analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dalam kajian ini

Rekaloka-8
dilakukan untuk menganalisis data data yang sudah diperoleh melalui metode pengumpulan
data primer dan pengumpulan data sekunder merupakan kerangka dasar perhitungan dalam
kajian ini. Perhitungan kebutuhan RTH publik berdasarkan fungsi sosial terkait kebutuhan
taman dihitung secara kuantitatif menggunakan rumus yang telah ditetapkan dalam PERMEN
PU No. 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Dan Penyediaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan. Hasil perhitungan tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif agar lebih jelas
dan mudah dipahami maksud dari setiap hasil perhitungan yang telah dilakukan.

3.2.1 Analisis Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah


Analisis kebutuhan RTH publik berdasarkan luas wilayah menggunakan metode analisis deskriptif
dengan pendekatan kuantitif. Perhitungan kebutuhan RTH publik berdasarkan luas wilayah diukur
melalui beberapa indikator yakni luas wilayah kawasan perkotaan Putussibau dan ketentuan
penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah. Perhitungan kebutuhan RTH publik berdasarkan luas
wilayah di kawasan perkotaan Putussibau menggunakan luas wilayah fungsional, sebab kawasan
perkotaan Putussibau merupakan kawasan perkotaan fungsional yang terdiri dari 4 kelurahan. Hasil
perhitungan RTH berdasarkan luas wilayah akan dideskripsikan agar lebih mudah dipahami. Tujuan
dari analisis ini adalah untuk mengetahui luasan RTH yang harus disediakan di kawasan perkotaan
Putussibau berdasarkan luas wilayah fungsionalnya. Berikut rumus perhitungan kebutuhan RTH
publik berdasarkan luas wilayah :

RTH Publik=20 % x luas wilayah

Keterangan
RTH Publik : Luas RTH yang dibutuhkan
20% : Standar minimal luasan RTH Publik kawasan perkotaan
Luas wilayah : Luas wilayah penelitian

Hasil analisis kebutuhan RTH publik berdasarkan luas wilayah kemudian dibandingkan dengan RTH
eksisiting yang ada di kawasan perkotaan Putussibau saat ini, tujuanya untuk mengetahui selisih
antara kondisi RTH eksisting dengan hasil analisis, agar dapat merumuskan kebutuhan RTH tambahan
untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan luas wilayah di kawasan perkotaan Putussibau.

3.2.2 Analisis Kebutuhan RTH Berdasarkan Fungsi Sosial


Ruang terbuka hijau fungsi sosial adalah RTH yang tetap memiliki fungsi ekologis namun
memungkinkan ada aktifitas dan interaksi sosial didalamnya. Fungsi sosial merupakan fungsi
tambahan (ekstrinsik) RTH. Kebutuhan RTH fungsi sosial yang akan dianalisis dalam
penelitian ini terkait kebutuhan taman yang merupakan RTH publik yang bebas diakses oleh

Rekaloka-9
masyarakat untuk aktifitas sosial, interaksi sosial. Perhitungan kebutuhan RTH berdasarkan
fungsi sosial terkait kebutuhan taman bertujuan untuk mengetahui jumlah (unit) taman ideal
yang harus disediakan di kawasan perkotaan Putussibau untuk memenuhi kebutuhan RTH
publik yang memiliki fungsi sosial yang bebas diakses masyarakat untuk interaksi dan
aktivitas sosial.

Analisis kebutuhan RTH fungsi sosial terkait kebutuhan taman di kawasan perkotaan
Putussibau diukur melalui beberapa indicator yaitu jumlah penduduk dan standar minimal
taman perunit. Metode analisis yang digunakan dalam analisis kebutuhan RTH fungsi sosial
terkait kebutuhan taman adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
Perhitungan kebutuhan RTH fungsi sosial tekait kebutuhan taman menggunakan perhitungan
secara kuantitatif sesuai rumus perhitungan kebutuhan taman, jumlah penduduk di kawasan
perkotaan Putussibau dikali dengan standar penyedian taman minimal perkapita yang telah
ditetapkan dalam PERMEN PU No. 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Dan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan kemudian dibagi dengan standard taman perunit
telah ditetapkan dalam PERMEN PU No. 05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Dan Penyediaan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan sehingga diperoleh angka kebutuhan taman yang
harus disediakan di kawasan perkotaan Putussibau.

Rumus untuk menghitung kebutuhan RTH fungsi sosial terkait kebutuhan taman yang
mengacu pada PERMEN PU No.05/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Dan Penyediaan Ruang
Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan berikut:

P X SPM Taman Perkapita


L=
SPM Taman Perunit

Keterangan
RTH : Luas RTH yang dibutuhkan
P : Jumlah Penduduk
SPM perkapita : Standar pelayanan minimal taman perkapita
SPM taman Perunit : Standar pelayanan minimal taman perunit

Hasil analisis kebutuhan RTH fungsi sosial terkait kebutuhan taman kemudian dibandingkan
dengan taman eksisiting yang ada di kawasan perkotaan Putussibau saat ini, tujuannya untuk
mengetahui selisih antara kondisi RTH eksisting dengan hasil analisis, agar dapat
merumuskan kebutuhan taman tambahan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan jumlah
penduduk di kawasan perkotaan Putussibau.
Rekaloka-10
4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah


4.3 Kebutuhan RTH Berdasarkan Fungsi Sosial
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Kesimpulan
5.2 Rekomendasi

Rekaloka-11

Anda mungkin juga menyukai