JAWABAN
1. Analisis Kualitas Batuan Induk
1
induk pada formasi tersebut adalah Very Good berdasarkan klasifikasi
Peters, 1986. Pada Formasi C didapatkan nilai TOC lebih dari 2 lebih
tepatnya formasi C = 2.585%wt sehingga diinterpretasikan kualitas batuan
induk pada formasi tersebut adalah Very Good berdasarkan klasifikasi
Peters, 1986. Sedangkan untuk Formasi D ditemukan perbedaan nilai TOC
yaitu pada kisaran 1 – 2 lebih tepatnya memiliki kandungan 1.28%wt yaitu
Good dan 0,5 – 1, yaitu Fair berdasarkan klasifikasi Peters, 1986. Dari
hasil rata-rata dari kandungan TOC dari setiap formasi dapat diketahui
bahwa, semakin ke bawah semakin sedikit artinya semakin dalam sumur
akan semakin buruk source rock yang terbentuk dan kandungan TOC
rendah biasanya dianggap tidak mampu membentuk hidrokarbon yang
bernilai ekonomis. Dalam hal tersebut dapat diketahui formasi yang paling
baik menjadi source rock dan hidrokarbon yang komersial adalah formasi
B, sedangkan yang tidak berpotensi untuk menjadi source rock dan
hidrokarbon yang komersial adalah formasi D.
2. Tipe Hidrokarbon
Mengetahui tipe hidrokarbon pada sampel yang diambil pada tiap
fromasi berdasrkan tipe kerogen dimana tipe kerogen pada sumur dapat
dilihat dari perbandingan nilai indeks hidrogen dan indeks oksigen.
Semakin tinggi nilai indeks hidrogen maka akan semakin banyak proses
reduksi dan hal tersebut dapat menunjukkan lingkungan laut, Sebaliknya,
jika semakin tinggi nilai indeks oksigen maka akan semakin banyak proses
oksidasi dan akan semakin menunjukkan lingkungan darat. Tipe karogen
yang didapatkan menggunakan diagram dari van Krevelen dengan
membandingkan nilai HI dan OI pada diagram dibawah ini dimana Tipe
kerogen dapat dilihat dari nilai HI dan IO dari data tabel pada soal, dimana
untuk menentukan nilai HI sendiri dapat ditentukan dari (S2/TOC)X100,
sedangkan untuk menentukan nilai IO sendiri dapat dintentukan dari
(S3/TOC)X100
2
Gambar 1.1 diagram Van krevelen, 1950
Dapat diinterpretasikan bahwa pada hasil Formasi A memiliki tipe
kerogen, yaitu tipe III (Vitrinit) yang menghasilkan gas. Pada Formasi B
tipe kerogen, yaitu tipe III (Vitrinit) yang menghasilkan gas. Pada Formasi
C memiliki tipe kerogen, yaitu tipe II (Exinite) yang menghasilkan minyak
dan gas. Sedangkan pada Formasi D memiliki 2 tipe kerogen, yaitu tipe III
(Vitrinit) yang menghasilkan gas dan juga kerogen tipe II (Exinite) yang
menghasilkan minyak dan gas.
3. Asal Material Organik
Analisis asal materil organik pembentuk hidrokarbon pada sampel
yang diambil berdasarkan dari tipe kerogen yang dihasilkan pada tiap
formasi yang berbeda. Dimana pada Formasi A dengan tipe kerogen tipe
III diinterpretasikan bahwa material organiknya berasal dari tumbuhan
tingkat tinggi. Formasi B dengan tipe kerogen tipe III diinterpretasikan
bahwa material organiknya berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Formasi
C dengan tipe kerogen tipe III diinterpretasikan bahwa material
organiknya berasal dari Algae laut dan Tumbuhan (cuticle, resin, spores
and pollen). Sedangkan pada Formasi D dengan 2 tipe kerogen yang
berbeda yaitu tipe III dan tipe III sehingga material organiknya
3
diinterpretasikan berasal dari tumbuhan tingkat tinggi dan juga berasal dari
Algae laut dan Tumbuhan (cuticle, resin, spores and pollen).
4. Kematangan
Analisis kematangan digunakan hasil dari pyrolisis Tmax yang
menggunakan rentang suhu. Pada Formasi A didapatkan nilai Tmax belum
mencapai 435°C sehingga diinterpretasikan tingkat kematangan formasi A
ini, yaitu immature. Formasi B didapatkan nilai Tmax belum mencapai
435°C sehingga diinterpretasikan tingkat kematangan formasi A ini, yaitu
immature. Formasi C didapatkan nilai Tmax berada sekitar 435 – 445 °C
sehingga diinterpretasikan tingkat kematangan, yaitu Early mature.
Sedangkan yang terakhir pada Formasi D didapatkan nilai Tmax berada
sekitar suhu 450 – 470 °C sehingga diinterpretasikan memiliki tingkat
kematangan, yaitu Late mature.
Tabel 1.1 Sample dari tiap-tiap formasi