Anda di halaman 1dari 16

Penyaji :

NPM :

2019
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. LS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 34 Th
Agama : ---
Suku : ---
Pendidikan Terakhir : S1 Ilmu Hukum
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Admin Proyek Kontraktor
Alamat : ---
Tanggal Masuk RS : 17 April 2018
Diantar oleh : Pacar Pasien

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Data diperoleh melalui:
- Autoanamnesis pada tanggal 31 Mei 2018 - 29 Mei 2019
- Rekam medis pasien.

A. Keluhan Utama
Pasien merasa gelisah dan ingin menambah dosis obat alprazolam sejak ______

B. Riwayat Gangguan Sekarang

Pasien datang diantar oleh pacar pasien ke poli adiksi RSCM pada tanggal 13 April 2018
karena ingin berhenti dari ketergantungan obat dan bertemu dengan konsultan adiksi di
RSCM. Pasien mengaku mulai mengkonsumsi putau sejak 1996 dengan dosis tertinggi
pada sekali konsumsi adalah 1,5 gram. Pasien juga pernah menjalani reahabilitasi di BNN
3x namun setelah selesai rehabilitasi pasien kembali kambuh. Sebelumnya pasien pernah
menggunakan terapi substitusi dengan methadone namun tidak berlanjut karena pasien
kurang nyaman dan lebih memilih menggunakan putau kembali. Pasien mulai
menggunakan Benzodiazepine sejak sekitar 1 Tahun yang lalu, Benzodiazepine yang
dikonsumsi oleh pasien adalah Alprazolam 3 tablet dengan sediaan 1mg dipagi hari, 3
tablet sediaan 1mg di siang hari dan malam bisa mencapai 10 tablet dengan sediaan 1mg.
Ditambah dengan Riclona yang bisa di konsumsi hingga 6 tablet sehari dengan sediaan
2
2mg dan konsumsi Dumolit 3-4 tablet dalam sehari. Pasien merasa kesal dan sakit
diseluruh tubuh disertai berkeringat apabila tidak mengkonsumsi Benzodiazepine, keluhan
lain seperti berhalusinasi disangkal. Pasien sadar menkonsumsi Benzodiazepine tidak baik
untuk dirinya dan menimbulkan efek yang negatif, sehingga saat datang pasien ingin sekali
mampu berhenti untuk penggunaan Benzodiazepine namun takut tubuh tidak kuat
kemudian mulai berkeringat, merasa gelisah, dan terasa sakit diseluruh badannya. Pada
kunjungannya yang pertama pasien diberikan obat Alprazolam 2mg yang dijadwalkan
diminum 3x dalam sehari, Riclona 2mg yang diminum 3x dalam sehari, dan Sertraline
1x25mg.

Pada tanggal 27 April 2018 pasien datang kembali untuk kontrol ke Poli Jiwa Dewasa
RSCM dan bertemu dengan konsultan adiksi karena obat yang diberikan telah habis sejak 2
hari sebelum kedatangan, pasien mengaku telah pasien membeli obat ilegal diluar rumah
sakit untuk mengganti obat yang kurang. Pasien mengeluh ksesal, keringat banyak keluar
dan badan terasa nyeri di seluruh badan hingga tidak dapat untuk bekerja sehingga untuk
menutupi kehabisan obat pasien berusaha beli obat secara ilegal. Setelah kedatangan yang
kedua pasien diberikan obat Riclona 3x2mg, Alprazolam 3x2mg, dan Sertraline 1x50mg
dan direncanakan untuk kontrol 1 bulan kemudian.

Pada tanggal 31 Mei 2018 pasien kembali kontrol ke Poli Jiwa Dewasa RSCM ditemani
oleh pacarnya, pasien mengeluh muncul efek gelisah setelah konsumsi obat Sertraline
(Fridep) sehingga pasien menambah dosis Alprazolam dan Riclona untuk mengatasi rasa
gelisah yang dia alami. Akibatnya obat yang diberikan selama 1 bulan telah habis sebelum
waktu untuk kontrol ke Poli Jiwa Dewasa RSCM. Untuk menanggulangi kehabisan obat
sebelum waktunya, pasien dengan jujur mengatakan bahwa telah berobat ke praktek
psikiater di Blok M dan mendapatkan obat Alprazolam. Pasien tidak mengeluh adanya
keluhan lain, dan masih tetap berusaha untuk dapat berhenti dari ketergantungan obat yang
dialaminya. Pasien diberikan obat Riclona 3x2mg, Alprazolam 3x1mg, dan direncakan
kontrol ulang pada 21/6/2018.

Pasien kembali kontrol pada tanggal 21 Juni 2018, pasien mengaku obat yang diberikan
dari Poli Jiwa telah habis sesuai jadwal dan tidak beli obat ilegal, ditambah pasien telah
mengkonsumsi Dumolit yang dibelinya sendiri di Pramuka. Pasen mendapatkan obat

3
Riclona 2x2mg, Aplrazolam 2x1mg, dan direncanakan untuk kontrol ulang lagi pada
tanggal 5/7/2018.
Pasien datang kembali ke Poli Jiwa pada tanggal 11/7/2018, pasien mengaku merasa ada
keluhan karena dosis obat yang diturunkan, merasa sangat sulit untuk bekerja, tangan
berkeringat, telapak tangan nampak sering sekali basah. Pasien mengaku tidak diberitahu
sebelumnya bahwa dosis diturunkan, pasien merasa belum siap apabila dosis diturunkan
dan meminta untuk dikembalikan lagi dosisnya kesemula namun sangat berkeiinginan
untuk berhenti ketergantungan dan berjanji akan menurunkan dosisnya perlahan-lahan.
Pasien pulang dengan obat Riklona 3x2mg, Alprazolam 3x1mg dan direncanakan kontrol 2
minggu kemudian.

Pada saat kontrol pada tanggal 25/7/2018 pasien mengatakan bahwa kondisinya mulai
stabil saat dosis dikembalikan seperti sebelumnya. Pasien menghabiskan obat yang
digunakannya sesuai jadwal dan tidak membeli obat secara ilegal lagi. Pasien meminta
waktu 2 minggu lagi dan berjanji untuk mulai menurunkan dosis obatnya. Pada saat kontrol
pada tanggal 8/8/18 pasien mengaku stabil namun belum bisa untuk penurunan dosis obat.

Pada tanggal 7/9/18 pasien mengatakan bahwa sudah bisa bekerja aktif di sebuah proyek
pembangunan, pasien telah menikah dengan seorang wanita yang memiliki 1 orang anak
berusia 1,5 bulan. Keluhan saat ini pasien merasa tangan berkeringat, keluhan lain
disangkal dan pasien tidak berniat untuk dilakukannya penurunan dosis obat untuk saat ini.
Setelah berdiskusi akhirnya pasien mau untuk berencana menurunkan dosis pada bulan
Novermber 2018 karena saat ini berhalangan untuk mulai penurunan dosis.

Tanggal 5/10/18 pasien kembali kontrol ke Poli Jiwa Dewasa karena obat yang diberikan
telah habis. Pasien mengeluh bahwa tangan selalu basah dan keringat selalu keluar,
memiliki rasa malas untuk berinteraksi dengan orang lain, badan terasa sakit dan mulai
emosional, suka marah-marah kepada istri dan orang lain. Pasien meminum obat untuk
penenang, meningkatkan semangat kerja dan membantu tidur pada malam hari. Saat ini
pasien bekerja sebagai admin di sebuah proyek lapangan. Dijadwalkan untuk kembali
kontrol dengan konsultan adiksi pada bulan November 2018

Pasien kontrol lagi pada tanggal 5 November 2018 karena obat habis, pasien mengeluhkan
sulit makan, dan sulit tidur, pasien baru bisa tidur pada pukul 2-3 dini hari. Pasien merasa

4
kurang fit ditempat kerja, merasa lemas, kurang tidur, dan khawatir apabila kontraknya di
proyek lapangan akan di stop apabila atasan merasa kerjanya kurang baik. Keluhan seperti
tangan mudah basah dan berkeringat masih ada hingga saat ini, pasien mengaku masih ada
fikiran untuk menggunakan narkoba lagi walaupun bisa di halang dengan memikirkan
pekerjaan dan keluarganya. Karena pasien banyak keluhan saat diturunkan dan sedang ada
kontrak pekerjaan, maka pasien meminta dosis Alprazolam dikembalikan ke 3x1mg.
Pasien mendapatkan terapi Riclona 2mg pada pagi dan siang hari, dan 3mg pada malam
hari, ditambah dengan Alprazolam 1mg dipagi hari, 0,5mg di siang hari, dan 0,25mg pada
malam hari untuk bulan ini, dan direncanakan untuk pemberhentian dosis Alprazolam
0,25mg pada malam hari pada bulan depan.

Pada bulan Desember 2018 pasien datang lagi untuk kontro dan kehabisan obat, pasien
mengeluh sangat susah untuk tidur, baru bisa tidur pada pukul 4 dini hari, dan saat bangun
seperti merasakan bingung ditempat kerja sehingga pasien sering ditegur oleh atasan
ditempat kerja. Pasien mengaku bahwa kurang nyaman dengan penurunan dosis yang
dilakukan sebelum bulan November padahal sudah ada perjanjian dengan dokter untuk
penurunan dosis dimulai saat bulan November. Pasien kembali mendapatkan obat Riclona
3x2mg dan Alprazolam 3x1mg sesuai perjanjian sebelumnya, dan direncanakan untuk
penurunan dosis pada bulan Januari 2019.

Pasien datang lagi untuk kontrol pada bulan Januari 2019. Pasien mengatakan bahwa 1
bulan terakhir pasien bisa tidur dan keluhan-keluhan lainnya membaik, pasien mengaku
dapat bekerja secara biasa lagi tanpa merasakan bingung dan tidak ditegur oleh atasan.
Pasien juga bisa membantu pekerjaan rumah tangga dan menjaga anaknya, emosi dan nafsu
makan membaik. Pasien mulai penurunan dosis Alprazolam, saat ini pasien diberikan
Alprazolam 1mg pada pagi dan siang hari, dan 0,5mg pada malam hari, beserta Riclona
3x2mg.

Pada tanggal 30 Januari 2019 pasien datang untuk kontrol penurunan dosis selama 2
minggu, pasien merasa emosi yang meluap, sering sekali marah-marah, keluar keringat
dingin, sehingga pasien menyimpulkan untuk tidak siap dilakukan penurunan dosis dan
ingin kembali ke dosis semula. Pasien mengaku tidak membeli atau menambah obat secara
sembarangan pada 2 minggu terakhir, dan mengundur kembali penurunan dosis pada bulan
Maret 2019. Pasien mendapatkan terapi Riclona 3x2mg dan Alprazolam 3x1mg.

5
Pasien kembali datang pada tangal 28 Februari 2019 mengatakan bahwa kembali kontrol
dan mengatakan pekerjaan kontrak proyek yang dijalaninya telah selesai sehingga siap
untuk penurunan dosis obat. Saat ini pasien bekerja di Cikarang dan merasa siap dengan
penurunan dosis.
Pasien kembali pada tanggal 29 Maret 2019 mengeluhkan merasa uring-uringan sering
sekali ribut dengan istrinya, merasa membutuhkan obat Alprazolam dan Riclona
dilanjutkan ke dosis sebelumnya. Saat ini keluhan lain disangkal, pekerjaan lancar dan
tidak ada kendala, pasien hendak dilakukan penurunan dosis dan obat dalam bentuk
racikan, namun pasien menolak. Saat ini pasien mendapatkan obat Alprazolam tablet 1 mg
saat pagi hari, dan 0,5mg saat siang dan malam hari beserta Riclona 3x2mg

Pasien kembali lagi 1bulan berikutnya pada tanggal 29 April 2019. Pasien merasa gampang
sekali emosi, sangat mudah marah dan sering ribut dengan istrinya karena muncul perasaan
curiga terhadap istrinya yang juga mudah sekali marah. Sehingga pasien merasa bahwa dia
belum siap untuk menurunkan dosisnya. Saat ini terapi yang diberikan masih sama dengan
bulan lalu yaitu Alprazolam tablet 1 mg saat pagi hari, dan 0,5mg saat siang dan malam
hari beserta Riclona 3x2mg.

Pasien datang untuk kontrol lagi pada tanggal 29 Mei 2019, saat ini keluhan membaik,
tidak ada keluhan berarti yang dirasakan oleh pasien. Pasien merasa lebih dapat
bertanggung jawab sejak kakak kandungnya meninggal 6 bulan yang lalu, dan saat ini
merasa senang karena mengetahui bahwa Alprazolam yang di konsumsinya sudah
mengalami penurunan dosis. Pasien merasa siap dan sanggup apaabila Riclona dapat
diturunkan pada malam hari. Saat ini terapi yang diberikan kepasien masih sama seperti
bulan sebelumnya yaitu Alprazolam tablet 1 mg saat pagi hari, dan 0,5mg saat siang dan
malam hari beserta Riclona 3x2mg. Dan direncanakan untukmkontrol lagi bulan depan.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri

2. Riwayat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainnya


3. Riwayat Penyakit Medis

6
III. RIWAYAT KEHIDUPAN
A. Prenatal dan Perinatal
B. Masa Bayi dan Batita (0-3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak seusianya. Ia mendapatkan ASI selama 2
tahun, mulai mendapat tambahan makanan padat sejak usia 6 bulan. Pasien mulai bisa
duduk sekitar usia 7 bulan, mulai berjalan usia 1 tahun, dan bicara usia 2 tahun. Ia mulai
diajarkan toilet training pada usia 3 tahun. Imunisasi pasien telah didapatkan lengkap.
C. Masa Kanak Awal (3-5 tahun)
Pasien dikatakan anak yang cukup mudah bergaul. Ia mudah berteman dengan orang
baru. Ia ada bertemu dan bermain dengan anak-anak seusianya di sekitar rumah, namun
lebih banyak bermain di dalam rumah.
D. Masa Kanak Pertengahan dan Akhir (6-11 tahun)
Pasien mulai bersekolah SD, dan dikatakan dapat mengikutinya dengan baik. Nilainya di
sekolah biasa saja, namun selalu naik kelas. Pasien memiliki banyak teman di sekolah,
dan sering bermain dan berkumpul bersama teman-temannya. Ia mengatakan bahwa
mulai mencoba-coba rokok, karena diberikan oleh orang-orang yang lebih tua, saat
sedang duduk-duduk berkumpul di warung di sekitar sekolah. Kedua orang tua tidak
mengetahui hal ini.
E. Masa Remaja (12-18 tahun)
F. Masa Dewasa (19 tahun - saat ini)

G. Riwayat Lainnya
1. Riwayat Pendidikan
2. Riwayat Pekerjaan
3. Riwayat Perkawinan
4. Agama
5. Aktivitas Sosial
6. Situasi Kehidupan Sekarang
7. Riwayat Hukum
Pasien belum pernah terlibat kasus hukum atau ditahan di dalam penjara.
8. Riwayat Psikoseksual
9. Riwayat Keluarga
Genogram:

Keterangan:
: pasien laki-laki : Tinggal serumah

: laki-laki : hubungan sangat dekat

: perempuan : hubungan dengan konflik

: meninggal

10. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya


11. Persepsi Keluarga Tentang Pasien

IV. STATUS MENTAL (31/5/2018)


1. Deskripsi umum
Penampilan
Seorang laki-laki, sesuai usia, perawatan diri cukup.
Psikomotor
Selama mengikuti wawancara, pasien dapat duduk tenang.
Sikap terhadap pemeriksa
Pasien bersikap cukup kooperatif, mau menjawab sesuai pertanyaan.
2. Mood dan Afek
Mood : disforik. Afek
: luas, serasi.
3. Pembicaraan
Pembicaraan spontan, volume cukup, artikulasi jelas.
4. Gangguan Persepsi
Persepsi baik. Pasien mengatakan tidak pernah ada mendengan suara-suara atau
melihat bayangan tanpa sumber.
5. Pikiran
Proses pikir: koheren.
Isi pikir: ide cukup, preokupasi ingin mengkonsumsi Benzodiazepine
6. Sensorium dan Kognisi
Kesadaran
Compos mentis, Glasgow Coma Scale (GCS): 15 (E4M6V5).
Orientasi
Waktu : baik, pasien dapat membedakan pagi, siang, dan malam. Tempat :
baik, pasien mengetahui bahwa ia berada di Poli Jiwa RSCM. Orang : baik,
pasien mengenali Pacar, tenaga medis, dan pasien lainnya. Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan kisahnya saat masih
bersekolah dulu.
Daya ingat jangka sedang : baik, pasien dapat mengingat kejadian beberapa
bulan lalu.
Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat menu sarapan tadi pagi.
Daya ingat segera : baik, pasien dapat menyebutkan kembali tiga benda
yang telah disebutkan oleh pemeriksa.
Konsentrasi dan Perhatian
Baik, pasien dapat mengikuti proses wawancara dengan baik. Pasien dapat
mengeja kata WAHYU dengan urutan terbalik dari belakang ke depan.

Kemampuan membaca dan menulis


Pasien dapat membaca dan menulis dengan baik.
Kemampuan visuospasial
Pasien dapat menirukan gambar segi lima bersinggungan seperti yang dicontohkan
pemeriksa.
Pikiran abstrak
Pasien dapat memahami arti beberapa peribahasa seperti “berakit-rakit ke
hulu, berenang-renang ke tepian”, “ada udang di balik batu”.
Intelegensia dan Kemampuan informasi
Intelegensia dan kemampuan informasi sesuai dengan tingkat pendidikan pasien.
7. Kemampuan pengendalian impuls
Saat wawancara, kemampuan pengendalian impuls cukup baik.
8. Daya nilai dan tilikan
Daya nilai sosial dan uji daya nilai:
Cukup baik.
Penilaian realita:
Baik
Tilikan:
Derajat 5.
9. Taraf dapat dipercaya
Pasien dapat dipercaya.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT (30 Januari 2019)


A. Status Internus
Keadaan :Tampak baik.
Kesadaran :Compos mentis.
Status Gizi :Normal.
2
BB = 50,5 kg, TB = 172 cm. BMI = 17,4 kg/m .
Tanda-tanda Vital :
o Tekanan Darah :111/63 mmHg.
o Frekuensi Nadi :72 x/menit.
o Frekuensi Nafas :20 x/menit.
o
o Suhu :36 C.
Kulit : Coklat muda, needle track (-), hangat, CRT<2 detik.
Mata dan THT :Conjungtiva normal, sklera ikterik (-)
Leher :Tidak teraba kelenjar getah bening.
Toraks :Bunyi jantung regular, tidak ada rhonki dan wheezing.
Abdomen :Datar, timpani, supel, tidak ada nyeri tekan, bising usus
normal.
Ekstremitas :Tidak ada edema.

B. Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal : Tidak ada.
Motorik : Baik.
Sensorik : Baik.
Refleks fisiologis : Normal.
Refleks patologis : Tidak ada.
Tanda/gejala efek ekstrapiramidal : Tidak ada.

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG TAMBAHAN

Pemeriksaan zat pada urin:


Benzodiazepin : Positif
Cannabis : negatif
Opiat : negatif
Amfetamin : negatif
Metamfetamin : negatif

VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan pemeriksaan, pada pasien ditemukan riwayat gejala dan perilaku yang bermakna
menimbulkan penderitaan maupun hendaya dalam kehidupan pasien. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pasien mengalami gangguan jiwa.

1. Aksis I

2. Aksis II
3. Aksis III

4. Aksis IV

5. Aksis V
Menggunakan skala Global Assessment of Functioning (GAF), GAF Current pada saat
pemeriksaan ini, sebesar 60, menunjukkan beberapa disabilitas ringan dalam fungsi sosial
dan pekerjaan, secara umum masih baik.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I :
Aksis II :
Aksis III :
Aksis IV :
Aksis V :

IX. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik : Tidak ada masalah saat ini.


2. Psikologik :
- Mood disforik.
- Tilikan derajat 5.
3. Lingkungan dan Sosioekonomi:
- Masalah pengaruh buruk teman di lingkungan sekitar rumah pasien.
- Kurangnya pengetahuan keluarga mengenai kondisi pasien.

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam

XII. RENCANA PENATALAKSANAAN

XIII. FOLLOW-UP

XIV. DISKUSI

Penyalahgunaan zat di Indonesia secara umum ditemukan semakin bertambah banyak. Hal
ini bahkan membuat pemerintah mengajak masyarakat untuk berjuang melawan narkotika
dan obat terlarang lainnya. Saat ini salah satu obat terlarang yang masih relatif lebih
banyak disalahgunakan adalah metamfetamin kristal (sabu). Bahkan UN Office on Drugs and
Crime (UNODC), pada tahun 2013, mengatakan bahwa Indonesia sudah menjadi pusat
manufaktur dan tujuan penyelundupan stimulan sejenis amfetamin. Dari seluruh kasus
penangkapan terkait zat, sabu mendominasi dengan jumlah 62%. Dalam beberapa tahun
17
terakhir, sabu dengan cepat mulai menyusul jumlah penyalahgunaannya, walaupun ganja
masih menjadi yang terbanyak saat ini.

Metamfetamin kristal/ sabu memiliki rumus kimia C10H15N. Zat ini dapat sangat
efisien diserap di saluran cerna, nasofaring, dan cabang trakeobronkus, sehingga dapat
digunakan dengan beberapa cara. Penggunaan intravena akan langsung mencapai otak dalam
beberapa detik, sedangkan bila ditelan, akan memerlukan waktu lebih lama (180 menit),
bioavaibilitas 67%. Bila digunakan dengan cara dihirup, akan terkondensasikan di paru dan
diabsorbsi ke dalam pembuluh darah dengan cepat. Dengan cara ini, dapat dicapai kadar
puncak pada plasma dalam waktu sekitar 2 menit, dengan bioavaibilitas dalam tubuh sebesar
67 - 90,3 %. Secara intranasal, memerlukan waktu ≤ 15 menit, dengan bioavaibilitas 79%.
Sabu memiliki berat molekul yang kecil, dan bersifat lipofilik, melewati jaringan
lemak seperti sawar otak, kelenjar saliva, serta melewati plasenta. Metabolisme di hati oleh
isoenzim sitokrom CYP2D6, dan diekskresikan 90% melalui urin dan sisanya melalui
keringat dan feses. Eliminasinya dalam waktu 2-4 hari setelah penggunaan sabu.
Sabu menimbulkan efek adrenergik, melalui mekanisme kerja pada ujung saraf
presinaps, yang merangsang pembentukan katekolamin secara berlebihan dan juga
menghambat pengambilan kembali katekolamin pada celah sinaps. Kemudian terjadi
peningkatan pelepasan dopamin di frontal korteks, sistem limbik, basal ganglia, talamus,
hipofisis posterior, medula spinalis, dan juga serotonin pada hipotalamus, talamus, sistem

18
limbik, korteks serebral. Hal ini mempengaruhi fungsi pergerakan, koordinasi, emosi,
penilaian, motivasi dan memberi efek euforia.
Pelepasan norepinefrin di sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat, seperti talamus,
sistem limbik, hipokampus, serebelum, korteks serebri, akan mempengaruhi fungsi
pernafasan, pikiran, persepsi, daya penggerak, fungsi kardiovaskuler, tidur dan bangun. Efek
jangka panjang dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah jantung dan otak, yang berisiko
menimbulkan tekanan darah tinggi, serangan jantung, stroke dan kematian. Selain itu dapat
terjadi kerusakan pada organ, seperti hati, ginjal, paru, mukosa hidung, dan kulit. Pada kulit
dapat terjadi vasokonstriksi pada sekitar ujung saraf yang menurunkan suplai darah, sehingga
muncul sensasi gatal/digigit serangga, yang kemudian digaruk dan menibulkan lesi kulit.
Pada kasus ketergantungan metamfetamin (sabu), yang telah bebas zat, dengan
sempat ada keadaan putus zat, sangat penting untuk dapat mempertahankan tidak
menggunakan zat kembali. Seperti pada kasus ini sangat disarankan untuk menjalani terapi
rehabilitasi lanjutan/residensial, walau akhirnya keluarga memutuskan untuk pulang atas
permintaan sendiri. Sebagian pasien ketergantungan metamfetamin ditemukan dapat cocok
dengan terapi rehabilitasi residensial, terutama pada pasien dengan kondisi tidak stabil, tidak
memiliki akomodasi, kurang ada dukungan keluarga/care giver, atau masih ada
ketergantungan/risiko menggunakan kembali.
Beberapa jenis terapi lainnya yang ditemukan dapat efektif membantu pasien dapat
bertahan bebas zat, seperti contohnya terapi kognitif perilaku (CBT) untuk mengatasi
perilaku maladaptif, meningkatkan respons yang lebih baik terhadap stresor, dan
memperbaiki pembelajaran/kepercayaan irasional yang ada. Penting juga untuk dilakukan
terapi keluarga, karena dukungan keluarga sangat berperan pada kelanjutan terapi dan
kehidupan pasien selanjutnya. Tentu untuk dapat berlanjut dengan optimal, pasien dan
keluarganya perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai tanda dan gejala, serta
rencana terapi yang akan dilakukan selanjutnya. Pada pasien juga perlu dilakukan psikoterapi
suportif, agar merasa lebih nyaman dan tetap terbina aliansi terapeutik yang baik.
Selain itu, bisa juga dilakukan terapi kelompok, seperti contohnya Crystal Meth
Anonymous di Australia, yang dilakukan dengan pendekatan model 12-step approach atau
Self Management And Recovery Training (SMART). Pada SMART, tercakup terapi
peningkatan motivasi, koping mengatasi cravings, dan membentuk gaya hidup yang
seimbang. Beberapa penelitian juga ada yang menemukan manfaat dari meditasi , relaksasi,
pijat, dan olahraga rutin.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai