Anda di halaman 1dari 18

RUANG LINGKUP JIHAD

PEMUDA PERSATUAN ISLAM (Pemuda Persis)

Pemuda Persatuan Islam (Pemuda Persis) dalam menjalankan misi da’wahnya, memiliki rumusan
dalam bentuk ruang lingkup jihad yang tertera dalam : 
Pasal 7, tentang Ruang Lingkup Jihad :

1. Menggali potensi kader yang tersebar di lembaga pendidikan Persis dan basis-basis calon
kader lainnya.
2. Membina kader untuk menjadi hamba Allah yang mengamalkan syari’ah Islam dan menjadi
uswatun hasanah bag keluarga dan masyarakat.
3. Membina kader untuk menjadi mujahid[1], mujtahid[2], mujaddid[3],
ashabun[4] dan hawariyyun[5] Islam.
4. Memberdayakan kader dalam berbagai bidang sesuai dengan potensi dan kemampuan
masing-masng untuk memajukan da’wah Islam.
5. Mengembangkan potensi kader dalam bidang keilmuan, kepemimpinan, kewirausahaan dan
bidang lain yang relevan.

( Sumber : Buku Qaidah Asasi dan Qaidah Dakhili / QA-QD Pemuda Persis, hal.3-4 )

Keterangan :_________________________________________________________________
[1] Mujahid adalah orang yang mengikhlaskan diri untuk memahami / mempelajari,
mengamalkan dan menda’wahkan Islam dengan istiqomah dan siap menjadi penolong
sekaligus pembela dalam mempertahankan agamanya.
[2] Mujtahid yang dimaksud dalam konteks ini adalah orang yang selalu mencurahkan
pikiran-pikirannya sekemampuannya untuk mencari pemecahan terhadap berbagai
masalah yang dihadapinya dengan tetap berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah
sebaga landasan pokoknya disertai dengan kemampuan ilmiah yang dimilikinya.
[3]  Mujaddid adalah pembaharu yang maknanya seperti dijelaskan pada tafsir Pasal 3
ayat 2.
[4] Ashabun adalah Sahabat yang menyertai dan mengikuti seseorang dalam suka dan
duka.
[5] Hawariyyun adalah orang yang mengikhlaskan diri untuk melakukan pembelaan
dan memberikan pertolongan tanpa diminta serta siap kapan dan di mana pun juga.
Jadi yang dimaksud mednjadi Ashabun dan hawariyyun Islam berarti harus memiliki
keterikatan tinggi terhadap syari’at Islam serta senantiasa membelanya dari segala
bentuk gangguan dan penyimpangan terhadapnya.
http://pemudapersisdki.blogspot.com/2014/04/ruang-lingkup-jihad.html

RUANG LINGKUP JIHAD


Apakah ruang lingkup yang menjadi perhatian dalam Jihad ?

1.   Jihad melawan hawa nafsu

Bersungguh-sungguh dalam mempelajari islam


“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-
orang yang berbuat baik.” (QS 29:69)
Bersungguh-sungguh dalam mengamalkan Islam
“Maka bersabarlah kamu untuk melaksanakan ketetapan Tuhan-mu, dan janganlah kamu ikuti
orang yang berdosa dan orang yang kafir diantara mereka.” (QS 76:24)

 Bersungguh-sungguh dalam mendakwahkan Islam


“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh dan berkata, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang
berserah diri.” (QS 41:33)
Bersungguh-sungguh dalam menghadapi tantangan dakwah
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah.” (QS 31:17) 

2.    Jihad melawan syaitan

Dalam melaksanakan jihad pada syaitan ada beberapa hal menarik yang perlu kita perhatikan
bersama:

 Bersungguh-sungguh menolak kemusyrikan yang dibingkai dengan simbol-simbol Islam


(QS 7: 16-17)
 Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang membungkus kemaksiatan dengan
kenikmatan (QS. 39-40) 
  Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menanamkan angan-angan
 Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menanamkan permusuhan 
 Bersungguh-sungguh menolak bisikan setan yang menakut-nakuti dengan kemiskinan.
Biasanya setan menanamkan hal ini, kepada orang-orang kaya (QS 2:268)

3.   Jihadul kuffar

Terdapat 4 peringkat iaitu : hati, lidah, harta dan jiwa . Jihadul kuffar itu apabila telah sampai
masanya hendaklah dengan kekuasaan dan berjuang dengan apa yang mereka ajukan kepada
kita. Ekonomi dengan ekonomi, pendidikan dengan pendidikan, siasah dengan siasah dan
kekuatan dengan kekuatan. Bagi para munafik pula, hendaklah memperkatakan kebenaran
dengan lidah dan memberikan ancaman Allah bagi mereka yang berpura-pura mengamalkan
agama Allah. 

4 Jihad Fi Sabilillah adalah satu proses yang berterusan bermula daripada diri, keluarga,
masyarakat, negara dan alam sejagat di dalam semua aspek kehidupan seperti pendidikan,
ekonomi, ketenteraan, kehakiman dan sebagainya. Selain daripada itu di dalam memperjuangkan
Islam perlu ada peraturan dan strategi agar perjuangan itu teratur dan tersusun. Di dalam hal ini,
perlunya perjuangan Islam itu dibentuk dengan jamaah atau harakah muslimin yang
mengamalkan Islam di seluruh aspek kehidupan agar dapat menjadi model kepada masyarakat.

5.    Jihadul Ashabu Zulm (Jihad menentang orang-orang yang zalim)

Ia terbahagi kepada 3 peringkat :


 Jikalau kita mempunyai kuasa, maka ubahlah mereka dengan kekuatan dan undang-
undang serta kasih sayang.
 Sekiranya kekuasaan tidak ada ditangan, maka hendaklah memperkatakan kebenaran itu
dengan lisan.
 Sekiranya tidak mampu maka bencilah kemungkaran itu dengan hati.
http://titasbioproses.blogspot.com/2012/03/ruang-lingkup-jihad.html

Jihad Dalam Perspektif Hukum Islam

JIHAD DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi

Jihad merupakan amal kebaikan yang disyari’atkan Allah. Ia


menjadi sebab kokoh dan mulianya umat Islam. Sebaliknya, jika
kaum Muslimin meninggalkan jihad di jalan Allah, maka mereka
akan mendapatkan kehinaan. Dijelaskan dalam hadits yang
shahih : [1]

ِ ‫َاب ْالبَقَ ِر َو َر‬


ِ ْ‫ضيتُ ْم بِال َّزر‬
‫ع‬ َ ‫خَذتُ ْم أَ ْذن‬
ْ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم بِ ْال ِعينَ ِة َوأ‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫ال َس ِمع‬
َ ‫ْت َرس‬ َ َ‫ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر ق‬
‫َوت ََر ْكتُ ْم ْال ِجهَا َد َسلَّطَ هَّللا ُ َعلَ ْي ُك ْم ُذاًّل اَل يَ ْن ِز ُعهُ َحتَّى تَرْ ِجعُوا إِلَى ِدينِ ُك ْم‬

“Dari Ibnu Umar, beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah


bersabda: “Apabila kalian telah berjual-beli ‘inah, mengambil ekor
sapi dan ridha dengan pertanian serta meninggalkan jihad, maka
Allah akan menimpakan kalian kerendahan (kehinaan). Allah
tidak mencabutnya dari kalian sampai kalian kembali kepada
agama kalian” [HR Abu Dawud].

Ibnu Taimiyah menyatakan : “Tidak diragukan lagi, jihad dan


melawan orang yang menyelisihi para rasul, dan mengarahkan
pedang syari’at kepada mereka, serta melaksanakan kewajiban-
kewajiban disebabkan pernyataan mereka, untuk menolong para
nabi dan rasul dan untuk menjadi pelajaran berharga bagi yang
mengambilnya, sehingga orang-orang yang menyimpang menjadi
jera; yang demikian ini termasuk amalan paling utama yang Allah
perintahkan kepada kita sebagai wujud ibadah mendekatkan diri
kepadaNya”[2]

Namun, amal kebaikan ini harus memenuhi syarat ikhlas dan


sesuai dengan syariat Islam. Karena keduanya meru[akan syarat
diterimanya suatu amalan. Disamping itu juga, jihad bukanlah
perkara mudah bagi jiwa. Sangat erat kaitannya dengan
pertumpahan darah, jiwa dan harta, yang menjadi perkara agung
dalam Islam, sebagaimana disampaikan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam sabdanya :

‫اض ُك ْم َوأَ ْم َوالَ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم َح َرا ٌم َكحُرْ َم ِة يَوْ ِم ُك ْم َه َذا فِي َشه ِْر ُك ْم َه َذا فِي بَلَ ِد ُك ْم هَ َذا إِلَى يَوْ ِم ت َْلقَوْ نَ َربَّ ُك ْم أَاَل‬َ ‫فَإ ِ َّن ِد َما َء ُك ْم َو أَ ْع َر‬
ُ‫ب فَرُبَّ ُمبَلَّ ٍغ أَوْ عَى ِم ْن َسا ِم ٍع فَاَل تَرْ ِجعُوا بَ ْع ِدي ُكفَّارًا يَضْ ِرب‬ َ ِ‫ال اللَّهُ َّم ا ْشهَ ْد فَ ْليُبَلِّ ْغ ال َّشا ِه ُد ْالغَائ‬ ُ ‫هَلْ بَلَّ ْغ‬
َ َ‫ت قَالُوا نَ َع ْم ق‬
‫ْض‬
ٍ ‫اب بَع‬ َ َ‫ض ُك ْم ِرق‬ ُ ‫بَ ْع‬

“Sesungguhnya, darah, kehormatan dan harta kalian, diharamkan


atas kalian (saling menzhalimi), seperti kesucian hari ini, pada
bulan ini dan di negeri kalian ini, sampai kalian menjumpai Rabb
kalian. Ketahuilah, apakah aku telah menyampaikan?” Mereka
menjawab,”Ya.” Maka beliaupun berkata: “Ya Allah,
persaksikanlah. Maka, hendaklah orang yang hadir
menyampaikan kepada yang tidak hadir, karena terkadang yang
disampaikan lebih mengerti dari yang mendengar langsung.
Janganlah kalian kembali kufur sepeninggalanku, sebagian
kalian saling membunuh sebagaian lainnya”.[Muttafaqun ‘alaihi].
[3]

Demikian agungnya perkara jihad ini, sehingga menuntut setiap


Muslim untuk ikut berperan dalam menggapai cinta dan
keridhaan Allah. Tentu saja, hal ini menuntut pelakunya untuk
komitmen dengan ketentuan dan batasan syari’at, sesuai dengan
hukum al Qur`an dan Sunnah Rasulullah, tanpa meninggalkan
satu ketentuan pun, agar selamat dari sikap ekstrim, dan
jihadnya menjadi jihad syar’i di atas jalan yang lurus, dan
mendapatkan pahala yang besar di akhirat nanti. Hal itu, karena
ia berjalan di atas cahaya Ilahi, petunjuk dan ilmu dari al Qur`an
dan Sunnah NabiNya.[4]
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi setiap Muslim, agar
belajar mengenai konsep Islam tentang jihad secara benar, dan
bertanya kepada para ulama pewaris Nabi tentang hal-hal yang
belum ia ketahui. Telebih lagi dalam permasalahan yang sangat
penting ini.

JENIS DAN TINGKATAN JIHAD


Kata jihad, memiliki pengertian yang luas. Jihad dalam arti
memerangi orang kafir, hanya merupakan salah satu dari bentuk
dan jenis jihad, karena pengertian jihad lebih umum dan lebih
luas dari hal tersebut.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan jenis jihad ditinjau


dari obyeknya, memiliki empat martabat, yaitu: jihad memerangi
nafsu, jihad memerangi setan, jihad memerangi orang kafir dan
jihad memerangi orang munafik [5]. Dalam keterangan
selanjutnya, Imam Ibnul Qayyim menambah dengan jihad
melawan pelaku kezhaliman, bid’ah dan kemungkaran.[6]

Kemudian beliau rahimahullah menjelaskan tigabelas martabat


bagi jenis jihad di atas dengan menyatakan, bahwa jihad
memerangi nafsu memiliki empat tingkatan.

Pertama : Jihad memeranginya untuk belajar petunjuk Ilahi dan


agama yang lurus, yang menjadi sumber keberuntungan dan
kebahagian dalam kehidupan dunia dan akhiratnya. Barangsiapa
yang kehilangan ilmu petunjuk ini, ia akan sengsara di dunia dan
akhirat.

Kedua : Jihad memeranginya untuk mengamalkannya setelah


mengetahuinya. Kalau tidak demikian, sekedar hanya
mengilmuinya tanpa amal. Walaupun tidak merusaknya, namun
tidak bermanfaat.

Ketiga : Jihad memeranginya untuk berdakwah dan mengajarkan


ilmu tersebut kepada yang tidak mengetahuinya. Kalau tidak
demikian, ia termasuk orang yang menyembunyikan petunjuk dan
penjelasan yang telah Allah turunkan. Dan ilmunya tersebut tidak
bermanfaat, tidak menyelamatkannya dari adzab Allah.

Keempat : Jihad memeranginya untuk tabah menghadapi


kesulitan dakwah, gangguan orang dan sabar menanggungnya
karena Allah.

Apabila telah sempurna empat martabat ini, maka ia termasuk


Rabbaniyun. Para salaf telah sepakat menyatakan, seorang ‘alim
(ulama) tidak berhak disebut Rabbani sampai ia mengenal
kebenaran, mengamalkan dan mengajarkannya. Sehingga hanya
orang yang berilmu, beramal dan mengajarkannya sajalah yang
dipanggil sebagai orang besar di alam langit.

Adapun jihad memerangi setan memiliki dua martabat.


Pertama : Memeranginya untuk menolak syubhat dan keraguan
yang merusak iman, yang diarahkan setan kepada hamba.
Kedua : Memeranginya untuk menolak keingininan buruk dan
syahwat, yang dilemparkan setan kepada hamba.

Jihad yang pertama dilakukan dengan yakin, dan jihad yang


kedua dengan kesabaran. Allah berfirman:

َ ‫َو َج َع ْلنَا ِم ْنهُ ْم أَئِ َّمةً يَ ْه ُدونَ بِأ َ ْم ِرنَا لَ َّما‬


َ‫صبَرُوا َو َكانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُون‬

“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang


memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar.
Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. [as Sajdah : 24].

Allah menjelaskan, bahwa kepemimpinan agama hanyalah


didapatkan dengan kesabaran dan yakin. Dengan kesabaran, ia
menolak syahwat dan keinginan rusak. Dan dengan yakin, ia
menolak keraguan dan syubhat.
Sedangkan jihad memerangi orang kafir dan munafiqin, memiliki
empat martabat, yaitu dengan hati, lisan, harta dan jiwa. Jihad
memerangi orang kafir, lebih khusus dengan tangan. Dan jihad
memerangi orang munafiq, lebih khusus dengan lisan.

Sedangkan jihad memerangi pelaku kezhaliman, bid’ah dan


kemungkaran, memiliki tiga martabat. Pertama, dengan tangan
bila mampu. Apabila tidak mampu, maka dengan lisan. Bila tidak
mampu juga, maka dengan hati.

Inilah tiga belas martabat jihad. Barangsiapa yang meninggal dan


belum berperang, dan tidak pernah membisikkan jiwanya untuk
berperang, maka ia meninggal di atas satu cabang kemunafiqan.
[7]

Dari penjelasan Imam Ibnul Qayyim di atas dapat diambil


beberapa pelajaran.
Pertama : Banyak kaum Muslimin memahami jihad hanya sekedar
jihad memerangi orang kafir saja. Demikian ini adalah
pemahaman parsial.

Kedua : Sudah seharusnya seorang muslim memulai jihad fi


sabilillah dengan jihad nafsi, dengan taat kepada Allah,
memerangi jiwa dengan cara menuntut ilmu dan memahami
agama (din) Islam, memahami al Qur`an dan Sunnah sesuai
dengan pemahaman para salafush shalih. Kemudian
mengamalkan seluruh ilmu yang dimilikinya. Karena maksud dari
ilmu adalah diamalkan. Setelah itu, memerangi jiwa dengan
berdakwah mengajak manusia kepada ilmu dan amal, lalu
bersabar dari semua gangguan dan rintangan ketika belajar,
beramal dan berdakwah. Inilah jihad memerangi nafsu, yang
merupakan jihad terbesar dan didahulukan dari selainnya.

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan juga, jihad memerangi


musuh Allah yang diluar (jiwa) adalah cabang dari jihad
memerangi jiwa, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam :

ِ َ‫طا َع ِة هَّللا ِ َو ْال ُمه‬


ُ‫اج ُر َم ْن ه ََج َر َما نَهَى هللاُ َع ْنه‬ َ ‫َو ْال ُم َجا ِه ُد َم ْن َجاهَ َد نَ ْف َسهُ فِي‬

“Mujahid adalah, orang yang berjihad memerangi jiwanya dalam


ketaatan Allah. Dan muhajir adalah, orang yang berhijrah dari
larangan Allah”.[8]

Maka jihad memerangi jiwa lebih didahulukan dari jihad


memerangi musuh-musuh Allah yang di luar (jiwa) dan menjadi
induknya. Karena orang yang belum berjihad (memerangi)
jiwanya terlebih dahulu untuk melaksanakan perintah dan
meninggalkan larangan, serta belum memeranginya di jalan
Allah, maka ia tidak dapat memerangi musuh yang diluar (itu).
Bagaimana ia mampu berjihad memerangi musuhnya, padahal
musuh yang berada di sampingnya berkuasa dan menjajahnya,
serta belum ia berjihad dan memeranginya. Bahkan tidak
mungkin ia dapat berangkat memerangi musuhnya, sebelum ia
berjihad memerangi jiwanya untuk berangkat berjihad.[9]

Jihad memerangi nafsuhukumnya wajib atau fardhu ‘ain, tidak


bisa diwakilkan kepada orang lain. Karena jihad ini berhubungan
dengan pribadi setiap orang.[10]

Ketiga : Para ulama menjelaskan, setan menggoda manusia


melalui dua pintu, yaitu syahwat dan syubhat. Apabila seorang
manusia lemah iman, dan sedikit ketaatannya kepada Allah,
maka setan akan mendatanginya melalui pintu syahwat. Dan jika
setan mendapati manusia sangat komitmen dengan agamanya
dan kuat imannya, maka ia mendatanginya melalui pintu syubhat,
keraguan dan menjerumuskannya kepada perbuatan bid’ah.[11]

Jihad melawan setan ini hukumnya fardhu ‘ain, juga dikarenakan


berhubungan langsung dengan setiap pribadi manusia,
sebagaimana firman Allah:
‫إِ َّن ال َّش ْيطَانَ لَ ُك ْم َعد ٌُّو فَاتَّ ِخ ُذوهُ َع ُد ًّوا‬

“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka


anggaplah ia musuh(mu)”. [Faathir : 6].

Keempat. : Jihad melawan orang kafir dan munafiqin dilakukan


dengan hati, lisan, harta dan jiwa, sebagaimana disabdakan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Anas bin
Malik :

‫َجا ِهدُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ بِأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس ُك ْم َوأَ ْل ِسنَتِ ُك ْم‬

“Perangilah kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian”.


[12]

Pengertian jihad melawan orang kafir dan munafiq dengan hati


adalah, membenci mereka dan tidak memberikan loyalitas
ataupun kecintaan, serta merasa gembira dengan kerendahan
dan kehinaan mereka, dan sikap lainnya, yang disebutkan di
dalam al Qur`an dan Sunnah yang berhubungan dengan hati.

Pengertian jihad dengan lisan adalah, menjelaskan kebenaran


dan membantah kesesatan serta kebatilan-kebatilan mereka,
dengan hujjah dan bukti kongkrit.

Sedangkan pengertian jihad dengan harta adalah, menafkahkan


harta di jalan Allah dalam perkara jihad perang atau dakwah,
serta menolong dan membantu kaum Muslimin.

Adapun jihad dengan jiwa, maksudnya adalah, memerangi


mereka dengan tangan dan senjata sampai mereka masuk Islam
atau kalah, sebagaimana firman Allah : “Dan perangilah mereka
itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu
hanya untuk Allah belaka. Jika mereka berhenti (dari memusuhi
kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap
orang-orang yang zhalim”. [al Baqarah : 193].
Dan juga firman Allah : “Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan
mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah
dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al Kitab kepada
mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang
mereka dalam keadaan tunduk”. [at Taubah : 29].

Kaum kafir dan munafiqin diperangi dengan keempat jihad di


atas. Namun, kaum kafir lebih khusus dihadapi dengan tangan,
karena permusuhannya secara terang-terangan. Sedangkan
munafiqin dengan lisan, karena permusuhannya tersembunyi dan
keadaan mereka di bawah kekuasaan kamu Muslimin, sehingga
diperangi dengan hujjah dan dibongkar keadaan mereka yang
sebenarnya, serta dijelaskan sifat-sifat mereka, agar orang-orang
mengetahui hal itu, dan berhati-hati dari mereka agar tidak
terjerumus kepada kemunafikan tersebut.

Kelima : Beliau rahimahullah mengutarakan jihad memerangi


pelaku kezaliman, pelaku bid’ah dan kemungkaran, dilakukan
dengan tiga martabat, yaitu dengan tangan. Bila tidak mampu,
maka dengan lisan. Dan bila tidak mampu juga, maka dengan
hati. Hal ini didasarkan pada hadits Abu Sa’id al Khudri yang
berbunyi:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ ِبيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫َس ِمع‬
َ ‫ْت َرس‬
‫فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذلِكَ أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َما ِن‬

“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda: “Barangsiapa yang melihat dari kalian satu
kemungkaran, maka hendaklah merubahnya dengan tangannya.
Apabila tidak mampu, maka dengan lisannya. Lalu, bila tidak
mampu juga, maka dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya
iman”. [HR Muslim].

Setiap muslim dituntut berjihad menghadapi pelaku perbuatan


zhalim, bid’ah dan mungkar sesuai dengan kemampuannya, dan
dengan memperhatikan kaidah-kaidah amar ma’ruf nahi mungkar.
Demikianlah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan di dalam hadits Ibnu Mas’ud yang berbunyi :

ٌ‫اريُّونَ َوأَصْ َحاب‬ ُ ُ َ ‫أَ َّن َرس‬


ِ ‫ال َما ِم ْن نَبِ ٍّي بَ َعثَهُ هَّللا ُ فِي أ َّم ٍة قَ ْبلِي إِاَّل َكانَ لَهُ ِم ْن أ َّمتِ ِه َح َو‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬َ ِ ‫ُول هَّللا‬
‫وف يَقُولُونَ َما اَل يَ ْف َعلُونَ َويَ ْف َعلُونَ َما اَل ي ُْؤ َمرُونَ فَ َم ْن َجاهَ َدهُ ْم‬ ٌ ُ‫يَأْ ُخ ُذونَ بِ ُسنَّتِ ِه َويَ ْقتَ ُدونَ بِأ َ ْم ِر ِه ثُ َّم إِنَّهَا ت َْخلُفُ ِم ْن َب ْع ِد ِه ْم ُخل‬
َ ‫بِيَ ِد ِه فَه َُو ُم ْؤ ِم ٌن َو َم ْن َجاهَ َدهُ ْم بِلِ َسانِ ِه فَه َُو ُم ْؤ ِم ٌن َو َم ْن َجاهَ َدهُ ْم بِقَ ْلبِ ِه فَه َُو ُم ْؤ ِم ٌن َولَي‬
‫ْس َو َرا َء َذلِكَ ِم ْن اإْل ِ ي َما ِن َحبَّةُ َخرْ َد ٍل‬

“Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda: “Tidak ada seorang nabi yang Allah utus kepada suatu
umat sebelumku, kecuali memiliki pembela-pembela (hawariyun)
dari umatnya dan sahabat-sahabat yang mencontoh sunnahnya
dan melaksanakan perintahnya. Kemudian datang generasi-
generasi pengganti mereka yang berkata apa yang tidak mereka
amalkan, dan mengamalkan yang tidak diperintahkan.
Barangsiapa yang menghadapi mereka dengan tangannya, maka
ia seorang mukmin. Dan barangsiapa yang menghadapi mereka
dengan lisannya, maka ia seorang mukmin. Serta barangsiapa
yang menghadapi mereka dengan hatinya, maka ia seorang
mukmin, dan tidak ada setelah itu sekecil biji sawi dari iman”.
[14]

Setiap muslim pasti mampu melakukan jihad jenis ini, yaitu


dengan hatinya. Demikian itu dengan cara mengingkari dan
membenci perbuatan bid’ah, kezhaliman dan kemungkaran
dengan hatinya, dan berharap perbuatan-perbuatan tersebut
hilang.

MAKSUD TUJUAN JIHAD[15]


Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak mewajibkan dan mensyariatkan
sesuatu tanpa adanya maksud tujuan yang agung. Demikian juga,
jihad disyariatkan untuk tujuan-tujuan tertentu yang telah
dijelaskan para ulama dengan pernyataan mereka.

Syaikh Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan, maksud


tujuan jihad adalah meninggikan kalimat Allah dan menjadikan
agama seluruhnya hanya untuk Allah.[16]
Beliau rahimahullah juga menyatakan, maksud tujuan jihad
adalah, agar tidak ada yang disembah kecuali Allah, sehingga
tidak ada seorangpun yang berdoa, shalat, sujud dan puasa untuk
selain Allah. Tidak berumrah dan berhaji, kecuali ke rumahNya
(Ka’bah), tidak disembelih sembelihan kecuali untukNya, dan
tidak bernadzar dan bersumpah, kecuali denganNya.[17]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as Sa’di menyatakan, jihad ada


dua jenis. Jihad dengan tujuan untuk kebaikan dan perbaikan
kaum mukminin dalam aqidah, akhlak, adab (prilaku) dan seluruh
perkara dunia dan akhirat mereka serta pendidikan mereka, baik
ilmiah dan amaliah. Jenis ini adalah induk dan tonggaknya jihad,
serta menjadi dasar bagi jihad yang kedua, yaitu jihad dengan
maksud menolak orang yang menyerang Islam dan kaum
Muslimin dari kalangan orang kafir, munafiqin, mulhid dan
seluruh musuh agama dan menentang mereka.[18]

Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menyatakan, jihad terbagi menjadi


dua, yaitu jihad ath tholab (menyerang) dan jihad ad daf’u
(bertahan).

Maksud tujuan keduanya adalah, menyampaikan agama Allah


dan mengajak orang mengikutinya. Mengeluarkan manusia dari
kegelapan kepada cahaya Islam dan meninggikan agama Allah di
muka bumi, serta menjadikan agama ini hanya untuk Allah
semata, sebagaimana dijelaskan dalam al Qur`an surat Al
Baqarah ayat 193: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada
fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka.
Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada
permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.

“Dan peranglah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya


agama itu semata-mata untuk Allah”. [Al Anfal : 39].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:


َ َّ‫ت أَ ْن أُقَاتِ َل الن‬
َّ ‫اس َحتَّى يَ ْشهَدُوا أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل هَّللا ُ َوأَ َّن ُم َح َّمدًا َرسُو ُل هَّللا ِ َويُقِي ُموا ال‬
َ‫صاَل ةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز َكاةَ فَإ ِ َذا فَ َعلُوا َذلِك‬ ُ ْ‫أُ ِمر‬
ِ ‫ق اإْل ِ ْساَل ِم َو ِح َسابُهُ ْم َعلَى هَّللا‬ ِّ ‫َص ُموا ِمنِّي ِد َما َءهُ ْم َوأَ ْم َوالَهُ ْم إِاَّل بِ َح‬
َ ‫ع‬

“Aku diperintahkan memerangi manusia hingga bersaksi dengan


syahadatain, menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Apabila
mereka telah berbuat demikian, maka darah dan harta mereka
telah terjaga dariku, kecuali dengan hak Islam. Dan hisab mereka
diserahkan kepada Allah”. [Muttafaqun ‘alaihi].

Dari keterangan para ulama di atas jelaslah, bahwa maksud


tujuan disyariatkannya jihad adalah, untuk menegakkan agama
Islam di muka bumi ini, dan bukan untuk dendam pribadi, atau
golongan, sehingga sangat dibutuhkan pengetahuan tentang
konsep Islam dalam jihad, baik secara hukum, cara berjihad dan
ketentuan harta rampasan perang, sebagai konsekwensi dari
pelaksanaan jihad.

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/2736-jihad-dalam-


perspektif-hukum-islam.html

Jihad dan terorisme[sunting | sunting sumber]


Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-
pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi
Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang
tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup
kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta
pengusiran).
Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau,
dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)
Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa
disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan!,
bukan dalam bentuk terorisme, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul,
kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan
Kekuasaan Allah di muka bumi.
"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian
dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah<-islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al
Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam
keadaan tunduk."
https://id.wikipedia.org/wiki/Jihad

Anda mungkin juga menyukai