Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja yang telah popular dengan
sebutan K3, dewasa ini implementasinya telah menyebar secara luas di
hamper setiap sector. Keselamatan dan kesehatan kerja didefinisikan
sebagai suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain
yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keadaan yang sehat dan
selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara
aman, efisien, dan produktif.
Dasar pertimbangan pemenuhan aspek keselamatan kerja tidak
hanya ditujukan untuk tenaga kerja tetapi untuk semua orang yang berada
di tempat kerja, seperti yang tertuang dalam pertimbangan dikeluarkannya
UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan kerja, yaitu setiap tenaga kerja
berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya, setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu
terjamin pula keselamatannya dan setiap sumber produksi perlu dipakai
dan dipergunakan secara aman dan efisien.
Bangunan gedung perkantoran yang selama ini relatif aman,
sebenarnya dihadapkan dengan berbagai resiko bahaya keadaan darurat
seperti kebakaran, gempa, banjir dan lain-lain. Potensi bahaya ini dianggap
kecil oleh sebagian besar pemilik, pengelola maupun penghuni bangunan
gedung perkantoran, karena kegiatannya hanya perkantoran sehingga
perencanaan dan persiapan untuk menghadapi keadaan darurat relatif
diabaikan. Kondisi lain adalah, jika terjadi keadaan darurat semua
penghuni bangunan gedung perkantoran mengalami kepanika dan tidak
dapat merespon dengan cepat karena tidak memahami apa yang harus
dilakukan.
Kebakaran merupakan suatu ancaman bagi keselamatan manusia,
harta benda maupun lingkungan. Dengan adanya perkembangan dan
kemajuan pembangunan yang semakin pesat, resiko terjadinya kebakaran
semakin meningkat, akibat semakin padatnya penduduk, pembangunan
gedung-gedung perkantoran, kawasan perumahan, industry yang semakin
berkembang sehingga menimbulkan kerawanan dan apabila terjadi
kebakaran membutuhkan penanganan secara khusus (Harrington, 2003).
Sesuai dengan persyaratan keandalan bangunan gedung
sebagaimana tertuang dalam undang-undang No.28 tahun 2002 tentang
bangunan gedung, khususnya pada paragraph 2 pasal 19 persyaratan yang
harus dipenuhi adalah keselamatan terhadap bahaya kebakaran. Untuk
memenuhi persyaratan tersebut, bangunan gedung harus menerapkan
sistem proteksi total, yang mencakup proteksi pasif, proteksi aktif dan
membentuk manajemen keselamatan terhadap bahaya kebakaran atau Fire
Safety Management (FSM). Mengacu pada Permenkes 48 tahun 2016
tentang SMK3 Perkantoran pasal 7 ayat 1 dan 2 yang berisi Pelaksanaan
rencana K3 Perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c
didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dibidang
K3 Perkantoran, dan sarana dan prasarana. “Sarana dan Prasarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas : organisasi
atau unit yang bertanggung jawab di bidang K3, anggaran yang memadai,
prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian;
dan instruksi kerja.
Sejalan dengan Kepmeneg PU, Walikota Pekanbaru melalui
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 14 Tahun 2000 menerangkan
bahwa setiap bangunan gedung memiliki syarat-syarat dalam mendirikan
bangunan terutama dalam upaya pencegahan kebakaran seperti keharusan
gedung memiliki Alat Pemadam Api Ringan (APAR), pintu darurat dan
evakuasi kebakaran, dan instalasi listrik dalam suatu tata ruang gedung
dalam upaya pencegahan kebakaran di gedung.
Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum
faktor-faktor yang menyebabkan kebakaran yaitu faktor manusia dan
faktor teknis (Ramli, 2010). Beberapa faktor umum yang menyebabkan
terjadinya kebakaran terdiri dari pengelolaan personel atau SDM yang
sesuai dengan kompetensi, pendidikan atau pelatihan, ketersediaan sarana
dan prasarana seperti APAR, sprinkler dan tata ruang gedung, serta faktor
manajemen seperti adanya Standard Operational Prosedure (SOP),
pengorganisasian dan penghargaan manajemen terhadap petugas
kebakaran di suatu intansi (Nugroho, 2010).
Bencana kebakaran proses datangnya selalu tidak dapat
diperkirakan dan diprediksi sebelumnya. Kapan datangnya, apa
penyebabnya, tingkat cakupannya serta seberapa besar dampak yang
ditimbulkannya, adalah hal-hal yang tidak bisa diperkirakan oleh
kemampuan manusia. Kebakaran sering menimbulkan berbagai akibat
yang tidak diinginkan baik yang menyangkut kerugian material, kegiatan
usaha, kerusakan lingkungan, maupun menimbulkan terhadap keselamatan
jiwa manusia. Kejadian kebakaran dapat terjadi di mana dan kapan saja,
salah satunya di bangunan gedung.
Sistem manajemen tanggap darurat sangat berkaitan dengan sistem
pencegahan dan penanggulangan kebakaran di gedung. Salah satu sistem
pencegahan dan penanggulangan kebakaran adalah system proteksi pasif
dan sistem proteksi aktif. Setiap bangunan harus dilengkapi dengan sarana
dan prasarana penyelamatan diri yang dapat digunakan oleh penghuni
bangunan, sehingga apabila terjadi keadaan darurat kebakaran penghuni
dapat menyelamatkan diri dengan aman (Suma’mur,2014).
Data United States National Fire Protection Association (US
NFPA) menyebutkan bahwa pada tahun 2012 di Amerika Serikat peristiwa
kebakaran mencapai 1.375.000 kasus. Sedangkan di Negara bagian West
Virginia, pada tahun 2012-2013 terjadi 73.579 kejadian kebakaran yaitu
pedesaan sebanyak 23.279 dan diperkotaan sebanyak 32.350 serta
dikawasan industry sebanyak 17.950 kasus.
Data dari Pulitbang PU (2014), beberapa hal yang menjadi penyebab
sulitnya penanggulangan dan pengendalian kebakaran antara lain : terlambat
menghubungi dinas kebakaran 19,8%, bangunan tanpa peralatan proteksi
kebakaran 17,8%, gangguan asap 15,6%, faktor angin 14,7% dan tidak ada
SOP dalam penyelamatan terjadinya kebakaran 9,9%.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana daerah dan Pemadam
Kebakaran (BPBD) Kota pekanbaru, mengatakan pada tahun 2013
kebakaran yang terjadi adalah sebanyak 150 kasus dengan total kerugian
mencapai Rp. 24.368.890.000,- , pada tahun 2014 sebanyak 204 kasus
dengan total kerugian materi sebesar Rp. 25.457.400.000,- dan tahun 2015
sebanyak 400 kasus dengan total kerugian materi sebesar Rp.
5000.000.000,- , sebagian besar kasus kebakaran disebabkan oleh karena
hubungan singkat arus listrik.
Dari uraian diatas, penelitian tentang pembentukan program
penanggulangan kebakarn di gedung Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II
Pekanbaru tahun 2020.

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana jalannya
pembentukan program untuk menangani masalah kebakaran di Kantor
Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pekanbaru Tahun 2020.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya pengetahuan dan keterampilan pegawai terhadap
pencegahan kebakaran di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pekanbaru
tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui sejauh mana pengetahuan pegawai terhadap
pencegahan kejadian kebakaran
b. Mengetahui penindaklanjutan yang harus dilakukan jika terjadi
kejadian kebakaran
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Sosial
Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan informasi dalam
pencegahan dan penanggulangan oleh staf dan pegawai jika terjadi
kebakaran di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Pekanbaru
2. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan hipotesis
tentang

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana pengetahuan
dan keterampilan para staf dan pegawai dalam melakukan pencegahan,
penanggulangan terhadap bahaya kebakaran yang ada di Kantor Kesehatan
Pelabuhan Kelas II Pekanbaru.

Anda mungkin juga menyukai