Disusun Oleh:
(20180420274)
ETIKA PROFESI D
2018
“PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS ”
A. Pendahuluan
1. Memotivasi Perkembangan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan kemarahan publik,
runtuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes-Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata
kelola tersebar luas. Skandal perusahaan berikutnya yang melibatkan Adelphia, Tyco, Health-
South, dan lainnya mengingatkan kita untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
eksekutif perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik, dan harus melakukannya untuk
mempertahankan profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan mereka. Kasus pengadilan
berikutnya serta denda terkait, hukuman penjara, dan penyelesaiannya menekankan pada
keputusan untuk mengurangi kekebalan terhadap tindakan hukum.
2. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, makalah ini
menyajikan kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan
keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan
legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan yang baru ini
dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis
dengan menyediakan:
Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM) menilai
etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak:
Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya
Hak dan kewajiban terkena dampak
Kesetaraan yang dilibatkan
Motivasi atau kebijakan yang diharapkan
3. Pendekatan Filosofis --- Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme), Deontologi,
dan Etika Kebajikan
Dorongan untuk meningktkan pendidikan etika dan EDM karena skandal Enron, Arthur
Andersen, dan WorldCom, serta reformasi tata kelola, AACSB Ethics Education Task Force
(2004) menghimbau para mahasiswa bisnis untuk mengenali tiga pendekatan filosofis untuk
pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dan etika
kebajikan. Masing-masing dari tiga pendekatan memberikan kontribusi yang berbeda-beda
dalam menghasilkan pendekatan yang berguna dan dapat dipertahankan untuk pengambilan
keputusan etis dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip dan teori
filosofis bertentangan dengan aspek lain dan tampak berntentangan dengan praktik bisnis yang
dapat diterima, khususnya dalam beberapa budaya sudut pandang (pertimbangan) yang
ditunjukkan oleh ketiga pendekatan filsafat untuk menentukan etikalitas suatu tindakan, dan
panduan pilihan yang harus dibuat.
5. Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologis berfokus pada
kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari
tindakan. Etika deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran bergantung pada rasa hormat
yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan keadilan yang dicerminkan dari tugas-tugas
tersebut. Akibatnya, suatu pendekatan deontologis mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan
tugas, hak, serta pertimbangan keadilan dan mengajarkan para mahasiswa untuk menggunakan
standar moral, prinsip, dan aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis yang
terbaik.
Penggunaan pendekatan yang sama juga dapat menghasilkan rasa hormat terhadap hak asasi
manusia dan perlakuannya yang adil bagi semua. Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi posisi
bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban atau tugas yang menghormati moral atau hak asasi
manusia dan hukum atau kontrak. Lebih jauh lagi, hal tersebut juga dapat dicapai jika para
individu bertindak dengan kepentingan pribadi yang terkendali daripada kepentingan pribadi
semata. Di bawah kepentingan pribadi yang terkendali, kepentingan individu juga
diperhitungkan dalam keputusan dimana kepentingan tersebut tidak dapat diabaikan atau
dikesampingkan. Individu dianggap sebagai akhir daripada sebagai sarana untuk mencapai akhir
atau tujuan.
6. Etika Kebajikan
Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan deontologi
menggunakan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk memperbaiki prilaku moral
sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab khususnya kesalahan atau layak
dianggap salah baik moralitas dan hukum, memiliki dua dimensi: actus reus (tindakan yang
salah) dan mens rea (pikiran yang salah).
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang tersebut
menjadi manusia yang bermoral. Kebijaksanaan adalah kunci kebajikan dalam menentukan
pilihan yang tepat diantara pilihan-pilihan yang ekstrem. Tiga kebajikan penting atau kebajikan
cardinal lainnya adalah keberanian, kesederhanaan, dan keadilan. Watak lain yang sering disebut
sebagai kebajikan meliputi: kejujuran, integritas, kepentingan, pribadi yang terkendai, belas
kasih, kesetaraan, ketidakberpihakan, kemurahan hati, kerendahan hati, dan kesedrhanaan.
Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktu, sehingga mereka menjadi
tertanam/melekat dan bisa menjadi referensi yang konsisten. “jika anda memiliki kebajikan, itu
adalah bagian dari karakter anda, suatu sifat atau watak yang biasa anda tunjukka dalam. Hal ini
bukan hanya sesuatu yang dapat anda tnjukkan, tetapi sesuatu yang biasanya atau selalu anda
tunjukkan”. Untuk ahli etika kebajikan, memiliki kebajikan adalah persoalan derajat.
Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk
EDM.sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang
menggaubungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan beberapa mengklaim
bahwa hal ini tidak mengarah pada prinsip-prinsip EDM yang mudah digunakan. Kritik lainnya
yang relevan, termasuk bahwa:
Seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar.
Persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego
atau kepentingan pribadi.
B. Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
Pendekatan filosofi memberikan dasar bagi pendekatan keputusan praktis dan bantuan yang
berguna, meskipun sebagian besar eksekutif dan akuntan professional tidak menyadari
bagaimana dan mengapa demikian.
Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari
deontologi dan etika kebajikan.
Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan kenyataan yang
dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat pemangku untuk perdagangan dan untuk
memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan semua pemangku kepentingan
sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu secara pribadi menerima efek yang buruk,
kepentingan dasar ini harus dimidifikasi untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan
dari pada hanya perbaikan mereka. Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme
menjadi konsekuensilianisme.
Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk menganalisis
dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar menjadi jelas. Keputusan
yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau keberanian yang diharapkan akan
dicurigai(secara etis) oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan
dapat dinyatakan tidak etis jika tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung
hak pemangku kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik. Pengujian
terhadap keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya
menghasilkan diagnosis yang salah.
c. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba
perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar perusahaan.
Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik untuk
memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi keputusan yang
diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan maupun biaya beberapa dampak
negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang diderita orang karena menyerap polusi, dapat
diukur secara langsung, tetapi mereka harus dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan.
Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada
kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan alternatif
pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa, pengganti keuntungan dapat berupa
peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima. Nilai kerugian dari berkurangnya kesehatan
dapat diperkirakan sebagai pendapatan yang hilang ditambah biaya perlakuan medis
ditambah dengan produktivitas yang hilang di tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya
penambahan pekerja.
Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin. Ada
kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan dampak yang
terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat untuk keuntungan
intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa atau rasa sakit dan penderitaan yang
dihadapi sebagai akibat dari hilangnya kesehatan. Meskipun demikian, jauh lebih baik jika
membuat estimasi yang akurat secara umum, daripada membuat keputusan atas dasar
tindakan langsung yang diukur dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan
yang diusulkan.
Nilai Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini – Nilai Biaya Masa Kini
Usulan Tindakan
Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan
jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam analisis
mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti mereka meninggalkan
keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi mereka juga mempertimbangkan
dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki kesempatan besar dalam memengaruhi
perusahaan baru di masa depan. Apa yang diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi
pembuat keputusan adalah untuk membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar
dapat dianalisis secara lebih lengkap dari sebuah keputusan.
Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis biaya-
manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait dengan hasil. Pendekatan
baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat diterapkan di mana hasil
berisiko ditemukan dalam kerangka berikut:
Nilai yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang = Nilai Masa Kini yang Diharpkan
- Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang Disesuaikan dengan Risiko
Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang
Diajukan
Kehidupan
Kesehatan dan Keselamatan
Perlakuan adil
Penggunaan hati nurani
Harga diri dan privasi
Kebebasan berbicara
Beberapa hak ini telah dilindungi undang – undang dan peraturan hukum, sedangkan
yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik bagi yang melanggar.
Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang – undang kesehatan dan
keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi hukum umum, dan efek jera menjadi
subjek dari sanksi publik.
Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5 pertanyaan,dan
mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang berbasis lebih luas pada
manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai tantangan pertama keputusan yang diusulkan.
Akibatnya ,pendekatan ini menawarkan kerangka kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan
keputusan yang memiliki dampak yang signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5 pertanyaan.