Anda di halaman 1dari 24

RESUME ETIKA PROFESI

PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS

Disusun Oleh:

RIZKIA ISHMI NADILA

(20180420274)

ETIKA PROFESI D

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

2018
“PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS PRAKTIS ”

A. Pendahuluan
1. Memotivasi Perkembangan
Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan kemarahan publik,
runtuhnya pasar modal, dan akhirnya Sarbanes-Oxley Act 2002, yang membawa reformasi tata
kelola tersebar luas. Skandal perusahaan berikutnya yang melibatkan Adelphia, Tyco, Health-
South, dan lainnya mengingatkan kita untuk lebih meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa
eksekutif perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik, dan harus melakukannya untuk
mempertahankan profitabilitas dan kelangsungan hidup perusahaan mereka. Kasus pengadilan
berikutnya serta denda terkait, hukuman penjara, dan penyelesaiannya menekankan pada
keputusan untuk mengurangi kekebalan terhadap tindakan hukum.
2. Kerangka Kerja Pengambilan Keputusan Etis
Sebagai respon terhadap keputusan yang dapat dipertahankan secara etis, makalah ini
menyajikan kerangka kerja yang praktis, komprehensif, dan beraneka ragam untuk pengambilan
keputusan etis. Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan
legalitas, serta persyaratan yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan yang baru ini
dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis
dengan menyediakan:
 Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
 Pendekatan untuk menggabungkan dan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke
dalam tindakan praktis.
Kerangka kerja pengambilan keputusan etis (ethical decission making-EDM) menilai
etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat terkena dampak:
 Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya
 Hak dan kewajiban terkena dampak
 Kesetaraan yang dilibatkan
 Motivasi atau kebijakan yang diharapkan
3. Pendekatan Filosofis --- Sebuah Ikhtisar: Konsekuensialisme (Utilitarianisme), Deontologi,
dan Etika Kebajikan
Dorongan untuk meningktkan pendidikan etika dan EDM karena skandal Enron, Arthur
Andersen, dan WorldCom, serta reformasi tata kelola, AACSB Ethics Education Task Force
(2004) menghimbau para mahasiswa bisnis untuk mengenali tiga pendekatan filosofis untuk
pengambilan keputusan etis: konsekuensialisme (utilitarianisme), deontologi, dan etika
kebajikan. Masing-masing dari tiga pendekatan memberikan kontribusi yang berbeda-beda
dalam menghasilkan pendekatan yang berguna dan dapat dipertahankan untuk pengambilan
keputusan etis dalam bisnis atau kehidupan pribadi. Namun, karena beberapa prinsip dan teori
filosofis bertentangan dengan aspek lain dan tampak berntentangan dengan praktik bisnis yang
dapat diterima, khususnya dalam beberapa budaya sudut pandang (pertimbangan) yang
ditunjukkan oleh ketiga pendekatan filsafat untuk menentukan etikalitas suatu tindakan, dan
panduan pilihan yang harus dibuat.

4. Konsekuensialisme, Utilitarianisme, atau Teleologi


Konsekuensialisme bertujuan untuk memaksimalkan hasil akhir dari sebuah keputusan. Bagi
mereka, kebenaran dari suatu perbuatan bergantung pada konsekuensinya. Pendekatan ini sangat
penting bagi keputusan etis yang baik dan pemahaman itu akan menjadi bagian dari pendidikan
sekolah bisnis terakreditasi AACSB di masa depan. Menurut AACSB, pendekatan
konsekuensialis mengharuskan pelajar untuk menganalisis keputusan dalam hal kerugian dan
manfaatnya bagi pemangku kepentingan dan untuk mencapai sebuah keputusan yang
menghasilkan kebaikan dalam jumlah besar.
Konsekuensialisme berpendapat bahwa sebuah perbuatan benar secara moral jika dan hanya
jika tindakan tersebut mampu memaksimalkan kebaikan bersih. Dengan kata lain, tindakan dan
sebuah keputusan akan menjadi etis jika konsekuensi positif lebih besar dari konsekuensi
negatifnya.
Utilitarianisme klasik yang terkait dengan utilitas secara keseluruhan mencakupp
keseluruhan varian, oleh karena itu hanya dari manfaat parsial dalam pengambilan keputusan etis
dalam konteks sebuah bisnis, professional, atau organisasi. Konsekuensialisme mengacu pada
subbagian dari varian yang didefinisikan untuk menghindari pengukuran yang salah atau
permasalahan lain, atau dalam rangka membuat proses menjadi lebih relevan dengan tindakan,
keputusan, atau konteks yang terlibat. Oleh karena konsekuensialisme dan utilitarianisme
berfokus pada hasil atau akhir dari suatu tindakan, teori-teori tersebut sering dianggap sebagai
teleologis.

5. Deontologi
Deontologi berbeda dari konsekuensialisme, dalam artian bahwa deontologis berfokus pada
kewajiban atau tugas memotivasi keputusan atau tindakan, bukan pada konsekuensi dari
tindakan. Etika deontologi mengambil posisi bahwa kebenaran bergantung pada rasa hormat
yang ditunjukkan dalam tugas, serta hak dan keadilan yang dicerminkan dari tugas-tugas
tersebut. Akibatnya, suatu pendekatan deontologis mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan
tugas, hak, serta pertimbangan keadilan dan mengajarkan para mahasiswa untuk menggunakan
standar moral, prinsip, dan aturan-aturan sebagai panduan untuk membuat keputusan etis yang
terbaik.
Penggunaan pendekatan yang sama juga dapat menghasilkan rasa hormat terhadap hak asasi
manusia dan perlakuannya yang adil bagi semua. Hal ini dapat dicapai dengan mengadopsi posisi
bahwa seseorang harus memenuhi kewajiban atau tugas yang menghormati moral atau hak asasi
manusia dan hukum atau kontrak. Lebih jauh lagi, hal tersebut juga dapat dicapai jika para
individu bertindak dengan kepentingan pribadi yang terkendali daripada kepentingan pribadi
semata. Di bawah kepentingan pribadi yang terkendali, kepentingan individu juga
diperhitungkan dalam keputusan dimana kepentingan tersebut tidak dapat diabaikan atau
dikesampingkan. Individu dianggap sebagai akhir daripada sebagai sarana untuk mencapai akhir
atau tujuan.

6. Etika Kebajikan
Konsekuensialisme menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan, dan deontologi
menggunakan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai panduan untuk memperbaiki prilaku moral
sedangkan etika kebajikan berkaitan dengan aspek yang memotivasi karakter moral yang
ditunjukkan oleh para pengambil keputusan. Tanggung jawab khususnya kesalahan atau layak
dianggap salah baik moralitas dan hukum, memiliki dua dimensi: actus reus (tindakan yang
salah) dan mens rea (pikiran yang salah).
Kebajikan adalah karakter yang membuat orang bertindak etis dan membuat orang tersebut
menjadi manusia yang bermoral. Kebijaksanaan adalah kunci kebajikan dalam menentukan
pilihan yang tepat diantara pilihan-pilihan yang ekstrem. Tiga kebajikan penting atau kebajikan
cardinal lainnya adalah keberanian, kesederhanaan, dan keadilan. Watak lain yang sering disebut
sebagai kebajikan meliputi: kejujuran, integritas, kepentingan, pribadi yang terkendai, belas
kasih, kesetaraan, ketidakberpihakan, kemurahan hati, kerendahan hati, dan kesedrhanaan.
Kebajikan harus selalu ditanamkan sepanjang waktu, sehingga mereka menjadi
tertanam/melekat dan bisa menjadi referensi yang konsisten. “jika anda memiliki kebajikan, itu
adalah bagian dari karakter anda, suatu sifat atau watak yang biasa anda tunjukka dalam. Hal ini
bukan hanya sesuatu yang dapat anda tnjukkan, tetapi sesuatu yang biasanya atau selalu anda
tunjukkan”. Untuk ahli etika kebajikan, memiliki kebajikan adalah persoalan derajat.
Ada beberapa keraguan tentang kekuatan etika kebajikan sebagai pendekatan untuk
EDM.sebagai contoh, etika kebajikan berkaitan dengan proses pengambilan keputusan yang
menggaubungkan kepekaan moral, persepsi, imajinasi, penilaian, dan beberapa mengklaim
bahwa hal ini tidak mengarah pada prinsip-prinsip EDM yang mudah digunakan. Kritik lainnya
yang relevan, termasuk bahwa:

 Interprestasi kebajikan adalah hal yang sensitive terhadap budaya

 Seperti juga penafsiran dari apa yang dibenarkan atau yang benar.

 Persepsi seseorang tentang apa yang benar pada tingkat tertentu dipengaruhi oleh ego
atau kepentingan pribadi.

B. Sniff Tests dan Aturan Praktis Umum – Tes Awal Etikalitas Sebuah Keputusan
Pendekatan filosofi memberikan dasar bagi pendekatan keputusan praktis dan bantuan yang
berguna, meskipun sebagian besar eksekutif dan akuntan professional tidak menyadari
bagaimana dan mengapa demikian.

1. Sniff Test Untuk Pengambilan Keputusan Etis


 Akankah sya merasa nyaman jika tindakan atau keputusan ini muncul dihalaman depan
surat kabar nasional besok pagi?
 Akankah saya bangga dengan keputusan ini?
 Akankah ibu saya bangga dengan keputusan ini?
 Apakah tindakan atau keputusan ini sesuai dengan misi dank ode etik perusahaan?
 Apakah hal ini terasa benar bagi saya?
2. Aturan Praktis Untuk Pengambilan Keputusan Etis
 Golden Rule : Perlakuan orang lain seperti anda ingin diperlakukan
 Peraturan pengungkapan : jika anda merasa nyaman dengan tindakan atau keputusan
setelah bertanya pada diri sendiri apakah anda akan keberatan jika semua rekan, teman,
dan keluarga anda meyadari hal itu, maka anda harus bertindak atau memutuskan.
 Etika intuisi : lakukan apa yang “firasat anda” katakana untuk anda lakukan.
 Imperatif Kategoris : jangan mengadopsi prinsip-prinsip tindakan, kecuali prinsip-prinsip
tersebut dapat, tanpa adanya inkonsistensi, diadopsi oleh orang lain.
 Etika profesi: lakukan hanya apa yang bisa anda jelaskan didepan komite dari rekan-
rekan professional anda.
 Prinsip Utilitarian : lakukan “yang terbaik untuk jumlah terbesar”
 Prinsip kebajikan : lakukan apa yang menujukkan kebajikan yang diharapkan.

C. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan – Perangkat Komprehensif untuk Menilai


Keputusan dan Tindakan
1. Gambaran Umum
Sejak john stuart mill mengembangkan konsep utilitarianisme pada tahun 1861, suatu
pendekatan yang diterima untuk penilaian keputusan dan tindakan yang dihasilkan telah dipakai
untuk mengevaluasi atau konsekuensi dari tindakan. Bagi kebanyakan pengusaha, evaluasi ini
sebelumnya didasarkan pada dampak keputusan itu terhadap kepentingan pemilik perusahaan
atau pemegang saham. Biasanya dampak tersebut telah diukur dalam bentuk keuntungan atau
kerugian yang timbul, karena laba telah menjadi ukuran tingkat kebaikan yang ingin di
maksimalkan oleh para pemegang saham.
Padangan tradisional megenai akuntabilitas perusahaan baru-baru ini telah dimodifikasi
menjadi dua cara. Pertama, asumsi bahwa semua pemegang saham hanya ingin dimaksimalkan
keuntungan jangka pendek tampaknya merupakan fokus yang terlalu sempit. Kedua, hak-hak dan
klaim dari mayoritas kelompok bukan pemegang saham, seperti karyawan, konsumen, pemasok,
kreditor, pemerhati lingkungan, masyarakat lokal, dan pemerintah yang memiliki kepentingan
atau interes dalam hasil keputusan atau pada perusahaan itu sendiri, telah diselaraskan dengan
status dalam pengambilan keputusan perusahaan.
Asumsi dari kelompok pemegang saham monolitis yang hanya tertarik pada keuntungan
jangka pendek sedang mengalami perubahan karena perusahaan modern menyatakan pemegang
saham mereka juga terdiri atas orang-orang dan investor institusi awal yang tertarik pada horizon
waktu jangka panjanag dan bagaimana bisnis dilakukan secara etis.
Investor etis dan investor lainnya, serta kelompok pemangku kepentingan, cenderung tidak
mau memaksa mengeluarkan laba tahun berjalan jik itu berarti merugikan lingkungan atau hak-
hak pemangkun kepentingan lainnya. Mereka percaya pada pengelolaan perusahaan secara lebih
luas dari pada keuntungan jangka pendek. Biasanya, memaksimalkan keuntungan dalam jangka
wakyu lebih dari satu tahun membjutuhkan hubungan yang harmonis dengan sebagian besar
kelompok pemangku kepentingan dan kepentingan mereka. Eksekutif dan direktur yang melihat
jauh kedepan menginginkan kekhawatiran ini diperhitungkan sebelum pemangku kepentingan
yang tersinggung harus mengingatkan mereka. Perusahaan menemukan bahwa di masa lalu
mereka telah secara sah dan pragmatis bdertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi
mereka juga makin bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingan.

2. Kepentingan Dasar Para Pemangku Kepentingan


Untuk memfokuskan analisis dan pengambilan keputusan pada dimensi etika:
 Kepentingan mereka harus menjadi lebih baik sebagai akibat dari keputusan tersebut.
 Keputusan akan menghasilkan distribusi yang adil antara manfaat dan beban.
 Keputusan seharusnya tidak menyinggung salah satu hak setiap pemangku kepentingan,
termasuk hak pengambilan keputusan.
 Perilaku yang dihasilkan harus menunjukkan tugas yang diterima sebaik-baiknya.

Nilai pertama berasal dari konsekuensialisme, nilai kedua, ketiga, dan keempat dari
deontologi dan etika kebajikan.

Untuk tingkat tertentu, kepentingan dasar ini harus didukung dengan kenyataan yang
dihadapi oleh pengambil keputusan. Dalam syarat pemangku untuk perdagangan dan untuk
memahami bahwa keputusan bisa meningkatkan kekayaan semua pemangku kepentingan
sebagai kelompok, bahkan jika beberapa individu secara pribadi menerima efek yang buruk,
kepentingan dasar ini harus dimidifikasi untuk berfokus pada kekayaan pemangku kepentingan
dari pada hanya perbaikan mereka. Modifikasi ini menunjukkan pergeseran dari utilitarianisme
menjadi konsekuensilianisme.

Setelah fokus pada perbaikan telah beralih menjadi kekayaan, kebuthna untuk menganalisis
dampak keputusan dalam kaitannya dengan empat kepentingandasar menjadi jelas. Keputusan
yang tidak menunjukkan karakter, integritas, atau keberanian yang diharapkan akan
dicurigai(secara etis) oleh para pemangku kepentingan. Akibatnya, keputusan yang diusulkan
dapat dinyatakan tidak etis jika tidak memberikan manfaat bersih, tidak adil, atau meninggung
hak pemangku kepentingan termasuk ekspetasi yang wajar untuk perilaku bajik. Pengujian
terhadap keputusan yang diusulkan dengan satu prinsip saja jelas picik, dan biasanya
menghasilkan diagnosis yang salah.

3. Pengukuran Dampak yang Dapat Diukur


a. Laba
Laba merupakan dasar untuk kepentingan pemegang saham dan sangat penting untuk
kelangsungan hidup dan kesehatan perusahaan kita. Di masa inflasi, laba merupakan hal yang
penting untuk menggantikan inventori pada harga tinggi yang diperlukan. Untungnya,
pengukuran laba dikembangkan dengan baik dan hanya dibutuhkan beberapa pendapat
tentang penggunaannya dalam pengambilan keputusan etis. Memang benar, bagaimanapun,
bahwa keuntungan merupakan ukuran jangka pendek, dan beberapa dampak penting tidak
terungkap dalam penentuan laba. Kedua kondisi ini dapat diperbaiki dalam bagian berikut.
b. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Dapat Langsung Diukur
Ada dampak dari keputusan perusahaan dan kegiatan yang tidak dimasukkan dalam
penentuan laba perusahaan yang menyebabkan dampak. Sebagai contoh, ketika sebuah
perusahaan melakukan pencemaran, biaya pembersihan biasanya dikeluarkan oleh individu,
perusahaan, atau kota yang terletak di hilir atau arah angin. Biaya tersebut disebut sebagai
eksternalitas, dan dampaknya dapat diukur langsung oleh biaya pembersihan yang dilakukan
oleh orang lain.
Untuk melihat gambaran lengkap tentang dampak dari sebuah keputusan, laba atau rugi
yang muncul dari transaksi harus dimodifikasi oleh eksternalitas yang ditimbulkannya.
Sering kali, perusahaan yang mengabaikan eksternalitas menyadari bahwa mereka telah
meremehkan biaya sebenarnya dari keputusan saat muncul denda dan biaya pembersihan,
atau muncul pemberitaan yang kurang baik.

c. Produk yang Tidak Termasuk dalam Laba: Tidak Dapat Langsung Diukur
Eksternalitas lain muncul ketika biaya tersebut dimasukkan dalam penentuan laba
perusahaan, tetapi ketika manfaatnya dinikmati oleh orang-orang diluar perusahaan.
Sumbangan atau beasiswa adalah contoh eksternalitas, dan tentunya akan menarik untuk
memasukkan perkiraan manfaat yang terlibat dalam keseluruhan evaluasi keputusan yang
diusulkan. Masalahnya adalah bahwa baik keuntungan maupun biaya beberapa dampak
negatif, seperti berkurangnya kesehatan yang diderita orang karena menyerap polusi, dapat
diukur secara langsung, tetapi mereka harus dimasukkan dalam penilaian secara keseluruhan.
Meskipun tidak mugkin untuk mengukur eksternalitas tersebut secara langsung, ada
kemungkinan untuk mengukur dampak tidak langsung dengan menggunakan alternatif
pengganti atau bayangan cermin. Pada kasus beasiswa, pengganti keuntungan dapat berupa
peningkatan laba yang diperoleh oleh penerima. Nilai kerugian dari berkurangnya kesehatan
dapat diperkirakan sebagai pendapatan yang hilang ditambah biaya perlakuan medis
ditambah dengan produktivitas yang hilang di tempat kerja sebagaimana diukur dengan biaya
penambahan pekerja.
Keakuratan estimasi bergantung pada kemiripan ukuran dengan bayangan cermin. Ada
kemungkinan, bagaimanapun, bahwa perkiraan yang ada akan mengecilkan dampak yang
terlibat; dalam contoh sebelumnya, tidak ada perkiraan yang dibuat untuk keuntungan
intelektual dari pendidikan yang dibiayai oleh beasiswa atau rasa sakit dan penderitaan yang
dihadapi sebagai akibat dari hilangnya kesehatan. Meskipun demikian, jauh lebih baik jika
membuat estimasi yang akurat secara umum, daripada membuat keputusan atas dasar
tindakan langsung yang diukur dengan tepat hanya sebagian kecil dari dampak keputusan
yang diusulkan.

d. Membawa Masa Depan ke Masa Kini


Teknik untuk membawa dampak keputusan masa depan ke dalam analisis tidak sulit. Hal
ini ditangani secara paralel dengan analisis penganggaran modal, di mana nilai-nilai masa
depan didiskontokan pada tingkat bunga yang mencerminkan tingkat suku bunga yang
diharapkan di masa mendatang. Pendekatan ini ditunjukkan sebagai bagian dari analisis
biaya-manfaat (ABM) dalam Brooks (1979).

Pendekatan nilai bersih masa kini:

Nilai Bersih Masa Kini = Nilai Keuntungan Bersih Masa Kini – Nilai Biaya Masa Kini
Usulan Tindakan

Sering kali, eksekutif yang telah belajar keras untuk tetap berfokus pada keuntungan
jangka pendek akan menolak gagasan untuk memasukkan eksternalitas dalam analisis
mereka. Bagaimanapun, apa yang dianjurkan di sini bukan berarti mereka meninggalkan
keuntungan jangka pendek sebagai sebuah ukuran, tetapi mereka juga mempertimbangkan
dampak bahwa eksternalitas saat ini memiliki kesempatan besar dalam memengaruhi
perusahaan baru di masa depan. Apa yang diperkenankan pada analisis biaya-manfaat bagi
pembuat keputusan adalah untuk membawa manfaat dan biaya masa depan ke masa kini agar
dapat dianalisis secara lebih lengkap dari sebuah keputusan.

e. Menangani Ketidakpastian Hasil


Sama seperti dalam analisis penganggaran modal, ada perkiraan yang tidak pasti. Namun,
berbagai teknik telah dikembangkan untuk memasukkan ketidakpastian ini ke dalam analisis
keputusan yang diusulkan. Sebagai contoh, analisis dapat didasarkan pada perkiraan terbaik,
dalam tiga kemungkinan (paling optimis, pesimis, dan perkiraan terbaik), atau nilai-nilai
yang diharapkan, di mana dikembangkan dari sebuah simulasi komputer. Semua ini
merupakan nilai-nilai yang diharapkan, yang merupakan kombinasi dari nilai dan
kemungkinan terjadinya. Hal ini biasanya dinyatakan sebagai berikut:
Nilai Hasil yang Diharapkan = Nilai Hasil x Kemungkinan Terjadinya Hasil

Keuntungan dari rumusan nilai yang diharapkan ini adalah kerangka kerja analisis biaya-
manfaat dapat dimodivikasi untuk menyertakan risiko yang terkait dengan hasil. Pendekatan
baru ini disebut sebagai analisis risiko-manfaat (RBA), dan dapat diterapkan di mana hasil
berisiko ditemukan dalam kerangka berikut:
Nilai yang Diharapkan dari Manfaat Bersih atau yang = Nilai Masa Kini yang Diharpkan
- Nilai Masa Kini dari Biaya Masa Datang Disesuaikan dengan Risiko

f. Identifikasi dan Petingkat Pemangku Kepentingan


Pengukuran laba, yang ditambahkan oleh eksternalitas yang didiskontokan ke masa
sekarang dan difaktorkan oleh resiko hasil, lebih berguna dalam menilai keputusan yang
diusulkan jika dibandingkan dengan hanya darikeuntungan saja. Namun demikian, manfaat
dari analalisis dampak pemangku kepentingan bergantung pada identifikasi penuh semua
pemangku kepentingan dan kepentingan mereka, serta apresiasiyang penuh terhadap
signifikansi dampaknya pada posisi masing – masing. Ketika penambahan manfaat sederhana
dan biaya tidak sepenuhnya mencerminkan pentingnya pemangku kepentingan atau dampak
yang terlibat. Dalam situasi ini, nilai – nilai yang termasuk dalam ABM atau RBA dapat
ditimbang, atau nilai bersihsekarang dapat dibuat peringkat sesuai dengan dampak yang
dibuat pada pemangku kepentingan yang terlibat. Peringkat pemangku kepentingan dan
dampak yang terjadi atas mereka bergantung pada ketahanan situasional mereka dalam
menahan dampak juga digunakan ketika dampak yang tidak bisa diukur sedang
dipertimbangkan.
Kekuatan keuangan yang relatif tidak hanya memberikan alasan untuk membuat
peringkat kepentingan para pemangku kepentingan. Bahkan, ada beberapa alasan, termasuk
dampak dari tindakan yang diusulkan pada kehidupan atau kesehatan pemangku kepentingan,
atau pada beberapa aspek flora, fauna, atau lingkungan kita yang lebih berada pada ambang
bahaya atau kepunahan. Biasanya, masyarakat mempunyai prasangka buruk pada
perusahaanyang mengambil keuntungan atas kehidupan, kesehatan, atau habitat kita. Di
samping itu, membuat isu – isu ini sebagai prioritas utama sering kali justru akanmemicu
adanya pemikiran ulang terhadap tindakan yang menyinggung agar diperbaii dengan
menghilangkannya.
Mitchell, Agle, dan Wood (1997) menyatakan bahwa pemangku kepentingan dan
kepentingan mereka dinilai dalam tiga dimensi : legitimasi atau hak hukum dan/atau moral
untuk mempengaruhi organisasi; kekuatan untuk memengaruhi organisasi melalui media,
pemerintah atau cara yang lain; serta urgensi (urgensitas) yang dirasakan nyata dari
persoalan yang muncul. Analisis semacam ini memaksa pertimbangan terhadap dampak yang
dianggap sangat merusak (khususnya untuk pemangku kepentingan eksternal) terdahulu,
sehingga jika seorang eksekutif memutuskan untuk terus maju dengan rencana suboptimal,
setidaknya kerugian potensial akan dikenali.
Logika menunjukkan bahwa klaim dari tiga lingkaran yang saling tumpang tindih (yaitu
sah dan/atau dianggap sah, darurat, dan dipegang oleh penguasa) akan selalu menjadi yang
paling penting. Namun, hal ini tidak selalu terjadi. Klaim yang mendesak dari pemangku
kepentingan lain dapat menjadi yang paling penting jika mereka mengumpulkan lebih
banyak dukungan dari penguasa dan mereka yang mempunyai klaim yang sah, dan akhirnya
dianggap mempunyai legitimasi.

Pendekatan untuk Mengukur Dampak yang Dapat Dihitung dari Keputusan yang
Diajukan

 Hanya laba atau rugi


 A. ditambah eksternalitas (dengan kata lain, Analisis Biaya-Manfaat/ABM)
 B. ditambah probabilitas hasil (dengan kata lain, Analisis Risiko-Manfaat/RBA)
 ABM atau RBA ditambah peringkat pemangku kepentingan

4. Penilaian Dampak yang Tidak Dapat Dikuantifikasi


a. Keadilan di Antara Para Pemangku Kepentingan
Kepedulian atas perlakuan yang telah adil telah menjadi perhatian masyarakat baru – baru
ini mengenai isu – isu seperti diskriminasi terhadap perempuan dan hal lainnya yang
menyangkut perekrutan, promosi, dan pembayaran. Akibatnya, keputusan akan dianggap
tidak etis kecuali jika dipandang wajar oleh semua pemangku kepentingan.
b. Hak Pemangku Kepentingan
Sebuah keputusan hanya akan dianggap etis jika dampaknya tidak menggagu hak para
pemangku kepentingan, dan hak si pembuat keputusan. Pemangku kepentingan individu
maupun kelompok umumnya berharap dapat menikmati hak – hak sebagai berikut :
Hak Pemangku Kepentingan

 Kehidupan
 Kesehatan dan Keselamatan
 Perlakuan adil
 Penggunaan hati nurani
 Harga diri dan privasi
 Kebebasan berbicara

Beberapa hak ini telah dilindungi undang – undang dan peraturan hukum, sedangkan
yang lain ditegakkan melalui hukum umum atau melalui sanksi publik bagi yang melanggar.
Sebagai contoh, karyawan dan konsumen dilindungi undang – undang kesehatan dan
keselamatan, sedangkan martabat dan privasi dilindungi hukum umum, dan efek jera menjadi
subjek dari sanksi publik.

5. Analisis Dampak Pemangku Kepentingan: Pendekatan Tradisional Pengambilan Keputusan


Beberapa (pendapat) telah dikembangkan yang memanfaatkan analisi dampak pemangku
kepentingan untuk menyediakan panduan tentang etikalitas tindakan yang diajukan pada
pengambil keputusan. Diskusi dari tiga pendekatan tradisional akan dibahas kemudian. Memilih
pendekatan yang paling berguna bergantung pada apakah dampak eputusan bersifat jangka
pendek jika dibandingkan dengan jangka panjang, melibatkan eksternalitas dan garis mirin atau
probabilitas , atau terjadi dalam situasi perusahaan . pendekatan mungkin digabungkan kedalam
penyesuaian pendekatan gabungan yang dirancang khusus untuk dapat mengatasi situasi tertentu
dengan baik.
Penting untuk diakui, bahwa ketika masing-masing pendekatan berhubungan dengan
perkembangan deontologist terhadap dampak pada hak-hak, keadilan, dan tugas-tugas yang
diharapkan, tidak ada yang secara khusus memasukkan kajian mendalam tentang motivasi bagi
keputusan-keputusan yang terlibat, sifat kebajikan atau karakter yang diharapkan di era
akuntabilitas pengku kepentingan modern. Suatu analisis etika yang konprehensif harus keluar
dari odel tradisional Tucker, velasquez, dan Pastin untuk memasukkan penilaikan tentang
motivasi, kebijakan,dan karakter yang ditampikan dibandingkan dengan yang diharapkan oleh
para pemangku kepentingan.

Apakah keputusan itu ? Interes pemangku kepentingan yang di periksa


1. menguntungkan ? pemegang saham-biasanya jangka pendek
2. sah dimata hukum? masyarakat luas-hak yang dapat ditegakkan oleh hukum
3. adil? keadilan bagi semua
4. benar ? hak-hak lain bagi semua
5. mendukung pembangunan berkelanjutan lebih hak khusus
lanjut ?

6. Pendekatan 5-Pertanyaan Tradisional


Keputusan yang diusulkan ditantang dengan mengajukan semua pertanyaan. Jika respons
negatif timbul (atau lebih dari satu) ketika semua lima pertanyaan diajukan/dipertanyakan, maka
pengambil/pembuat keputusan dapat mencoba untuk merevisi tindakan yang diusulkan untuk
menghapus dan/atau mengimbangi jawaban negatif itu. Apabila proses revisi berhasil, maka
usulan menjadi etis. Jika tidak, proposal harus ditinggalkan karena tidak etis. Bahkan, jika tidak
ada tanggapan negatif ketika pertanyaan ditanyakan diawal, sebuah upaya harus dilakukan untuk
memperbaiki tindakan yang diusulkan menggunakan lima pertanyaan sebagai panduan.
Urutan mengajukan pertanyaan tidak penting, tapi semua dari empat pertanyaan pertama
harus ditayangkan untuk memastikan bahwa pengambil keputusan tidak mengbaikan dampak
dari bidang yang penting. Beberapa permasalahan etika tdak rentan terhadap pemeriksaan
dengan 5-pertanyaan jika dibandingkan dengan pendekatan lain yang diuraikan dalam bagian
berikutnya.

7. Pendekatan Standar Moral Tradisional


Pendekatan standar moral untuk analisis dampak pemangku kepentingan membangun secara
langsung atas tiga kepetingan mendasar dari para pemangku kepentingan yang diidentifikasi.

Standar moral Pertanyaan dari keputusan yang diusulkan


utilitarian
memaksimalkan keuntungan bersih bagi apakah tindakan tersebut memaksimalkan manfaat sosial dan
seluruh masyarakat meminimalkan luka sosial ?
hak-hak individu
dihormati dan dilindungi
apakah tindakan tersebut konsisten dengan hak setiap orang ?
keadilan
  distribusi manfaat dan beban yang adil apakah tindakan (tersebut) membawa (kita) pada sebuah distribusi
yang adil dari manfaat dan beban ?

Pada tabel di atas, hal ini agak lebih umum dari pada focus dari pendekatan 5 pertanyaan,dan
mengarahkan pengambil keputusan untuk membuat analisis yang berbasis lebih luas pada
manfaat bersih bukan hanya profitabilitas,sebagai tantangan pertama keputusan yang diusulkan.
Akibatnya ,pendekatan ini menawarkan kerangka kerja yang lebih sesuai dengan pertimbangan
keputusan yang memiliki dampak yang signifikan diluar perusahaan dari kerangka 5 pertanyaan.

ASPEK KUNCI TUJUAN PEMERIKSAAN


Etika aturan dasar Untuk menjelaskan sebuah organisasi dan/atau aturan dan nilai-nilai
individu
etika titik-akhir
untuk menentukan manfaat bersih yang paling baik untuk semua pihak
etika peraturan untuk menetukan batasan-batasan yang harus dipertimbangkan
seseorang atau organisasi sesuai dengan prinsip-prinsip etis
etika kontrak social untuk menetukan cara bagaimana memindahkan batasan-batasan demi
menghapus kekhawatiran atau konflik
Pertanyaan ang berfokus pada keadilan distributive, atau kejujuran, ditangani dengan cara
yang sama seperti pada pendekatan 5-pertanyaan. Untuk perlakuan lengkap dari pendekatan
standar normal, lihat Business Ethics : Concepts and Cases oleh Manual G. Velasquez, (1992).
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Pendekatan Standar Moral Tradisional I tidak secara
khusus memberikan kajian yang mendalam tentang motifasi bagi keputusan yang terlibat,
kebijakan atau karakter yng diharapkan.

8. Pendekatan Pastin Tradisional


Dalam bukunya, The Hard Problrms of Management: Gaining the Ethical Edge,Mark
Pastin(1986) menyajikan gagasannya tentang pendekatan yang tepat untuk analisi etika, yang
melibatkan pemeriksaan terhadap empat aspek kunci etika seperti yang terlihat pada Tabel di
atas.
Pastin menggunakan konsep etika aturan dasar utnuk menangkap gagasan bahwa individu
dan organisasi memiliki aturan-aturan dasar untuk nilai-nilai pundamental yang mengatur
perilaku mereka atau perilaku yang diharapkan. Jika keputusan dianggap menyinggung nilai-
nilai ini, ada kemungkinan kan terjadi kekecewaan atau balas dendam. Sayangnya, hal ini dapat
menyebabkan pemberhentian atau pemutusan kerja seorang pegawai yang bertindak tanpa
memahami dengan baik aturan dasar etika organisasi tempat dia bekerja. Untuk memahami
aturan dasar yang berlaku, mengatur komitmen organisasi secara benar atas proposal, dan
melindungi para pembuat keputusan, Pastin mengusulkan agar dilakukan pemeriksaan terhadap
keputusan atau tindakan dimasa lalu. Ia menyebut pendekatan ini sebagai rekayasa balik sebuah
keputusan , karena dilakukan usaha untuk membongkar pengambilan keputusan masa lalu selain
untuk melihat bagaimana dan mengapa keputusan tersebut dibuat. Pasti menunjukan bahwa
individu sering dibatasi (secara sukarela maupun tidak) dalam mengungkapkan nilai-nilai
mereka, dan rekayasa balik menawarkan cara untuk melihat, melalui tindakan-tindakan mereka
dimasa lalu, dan apa nilai-nilai mereka sebenarnya.

9. Memperluas dan Memadukan Pendekatan Tradisional


Dari waktu ke waktu, masalah etika akan muncul yang mungkin tidak sesuai dengan salah
satu pendeatan yang telah diuraikan. Sebagai contoh, isu yang diangkat oleh permasalahan etika
dapat diperiksa dengan pendekatan 5 pertanyaan, kecuali jika ada dampak jangka panjang yang
signifikan atau hal lain yang lebih membutuhkan analisis biaya-manfaat dari pada keuntungan
sebagai pertanyaan tingkat pertama. Untungnya, anaisis biaya-manfaat dapat diganti atau
ditambahkan untuk memperkaya pendekatan tersebut. Mungkin pula, konsep etika aturan dasar
dapat dipindahkan kependekatan non-Pastin, jika diperlukan dalam keputusan yang berhubungan
dengan keadaan perusahaan. Harus hati-hati ketika memperluas dan menggabungkan pendekatan
yang ada. Namun, untuk memastikan bahwa masing-masing bidang kebaikan, keadilan, dan
dampaknya terhadap hak-hak individu telah diperiksa dalam analisis yang komprehensif-jika
tidak, keputusan akhir kemungkinan salah.

D. Pendekatan Filosofis dan Analisis Dampak Pemangku Kepentingan


Pendekatan filosofis konsekuensialisme, deotologi, dan ektika kebajikan merupakan
landasan, dan harus selalu diingat untuk menginformasikan dan memperkaya, analisis ketika
mengguanakan tiga pendektatan dampak pemangku kepentingan. Pendekatan analissi dampak
pemangku kepentingan yang digunakan harus memberikan pemahaman tentang fakta-fakta, hak,
kewajiban, dan keadilan yang terlibat dalam keputusan atau tindakan yang penting untuk analisis
etika yang tepat dari motivasi, kebajikan, dan karakter yang diharapkan.
Pada analisis yang efektif dan koperhensif terhadap etikalitas suatu keputusan atau tindakan
yang diusulkan, pendekatan-pendekatan filosofis tradisonal harus meningkatkan model
pemangku kepentingan, dan sebaliknya.
E. Memodifikasi Pendekatan Tradisional Analisis Dampak Pemangku Kepentingan:
Menilai Motivasi, Kebijakan yang Diharapkan, dan Sifat Karakter

1. Mengapa Mempertimbangkan Harapan Motivasi dan Perilaku?


Suatu analisis etika yang komperhensif harus melebihi pendekatan tradisional Tucker,
Velasquez, dan pastin untuk menggabungkan penilaian tentang motivasi, kebajikan, dan karakter
yang terllibat dalam perbandingan dengan apa yang diharapkan oleh para pemangku
kepentingan.
Namun, seperti yang terrlihat dalam skandal yang baru-baru ini terjadi, para pengambil
keputusan di masa lalu tidak mengenali pentingnya harapan pemangku kepentingan akan
kebajikan. Jika mereka mengenalinya, keputusan yang dibuat oleh eksekutif perusahaan, akuntan
m dan pengacara yang terlibat dalam Enron, arthur andersen, WorldCom, Tyco, Adephia, dan
lain-lain mungkin telah menghindari tragedi pribadi dan organisasi yang terjadi. Beberapa
eksekutif dimotivasi oleh keserakahan , bukan oleh kepentingan pribadi yang berfokus pada
kebaikan semua orang.
Intinya adalah mereka lupa mempertimbangkan kebajikan (dan tugas ) secara tepat yang
seharusnya mereka tunjukkan. Apabila suatu tugas fidusia merupakan utang kepada pemegang
saham dan pemangku kepentingan lainnya dimasa depan .
Sifat karakter, seperti integritas, profesionalisme , keberanian , dan seterusnya tidak
diperhitungkan dengan pantas. Dalam peninjauan kembali (retrospect), akan sangat bijaksana
jika menyertakan penilaian etika kebajikan yang diharapkan sebagai langkah terpisah dalam
setiap proses EDM untuk memperkuat tata kelola dan sistem manajemen risiko serta menjaga
dari kepututsan tidak etis dan berorientasi jangka pendek.
Dilihat pada karyawan yang terus-menerus membuat keputusan untuk alasan yang salah,
bahkan jika konsekuensi hasil adalah benar dapat menimbulkan risiko tata kelola yang tinggi .
Terdapat banyak contoh dimana eksekutif yang hanya termotifasi oleh keserakahan tergelincir
ke dalam praktik tidak etis, dan yang lainnya tersesat oleh sistem insetif yang salah.
Motivasi yang didasarkan pada kepentingan pribadi yang terlalu sempit dapat menghasilkan
keputusan yang tidak etis ketika pedoman diri dan pengawasan eksternal yang pantas tidak
mencukupi. Pemantauan ekternal tidak mungkin menangkap semua keputusan sebelum
pelaksanaan, maka penting bagi semua karyawan untuk memahami motibasi yang luas akan
membela kepentingan diri dan organisasi mereka dari perspektif pemangku kepentingan.
Akibatnya para pembuat keputusan harus mempertimbankan motivasi dan perilaku yang
diharapkan oleh para pemangku kepentingan dalam pendekatan EDM komperhensif, dan
organisasi harus meminta akuntabilitas dari karyawan atas harapan itu melalui mekanisme tata
kelola.
2. Penilaian Etis Motivasi dan Perilaku
Etika kebijakan, beberapa aspek perilaku etis diidentifikasi sebagai indikasi mens rea (pikiran
bersalah), yang merupakan salah satu dari dua dimensi tanggung jawab, kemungkinan
melakukan kesalahan, atau perasaan bersalah.
Perilaku pribadi atau perusahaan tidak memnuhi harapan , mungkin akan berdampak negatif
pada reputasi dan kemampuan untuk mencapai tujuan strategis yang berkelanjutan dalam jangka
menengah dan panjang, proses penilaian dampak pemangku kepentingan akan menawarkan
kesempatan untuk menilai motivasi yang mendasari kepututsan atau tindakan yang diusulkan.

Harapan harapan motivasi , kebajikan , sifat karakter , dan proses


Motivasi yang diharapkan,
Pengendalian diri atas keserakahan
Pertimbangan kesetaraan atau keadilan
Kebaikan , kepedulian, kasih sayang , dan kebajikan
Kebajikan yang diharapkan
Loyalitas penuh
Integritas dan trasparansi
Ketulusan bukan bermukan dua
Sifat karakter yang diharapkan
Keberanian untuk melakukan hal yang benar setiap individu dan standar profesional
Keandalan
Objektifitas , ketidakberpihakkan
Kejujuran , kebenaran
Mementingkan diri sendiri bukan egoisme
Menyeimbangkan pilihan di antara pebedaan besar

Kesimpulannya, dalam rangka untuk memastikan analisis EDM yang komperhensif,


penilaian motivasi, kebajikan, dan sifat karakter yang diharapkan, harus ditambahkan pada
pendektatan tradisional sehingga menghasilkan 5 pertanyaaan modifikasi atau analisis tucker,
pendekatan standa moral yang dimodifikasi, pendekatan pastin yang dimodifikasi, atau
kombinasi turunan dari pendekatan yang dimodifikasi.

F. Permasalahan Lainnya dalam Pengambilan Keputusan Etis


1. Masalah Bersama
Istilah masalah bersama mengacu pada kesengajaan atau mengetahui penggunaan aset atau
sumber daya yang dimiliki bersama secara berlebihan. Namun, dalam praktiknya sering kali
pengambil keputusan tidak peka terhadap masalah bersama, sehingga tidak akan memberikan
atribut nilai yang cukup tinggi untuk penggunaan aset atau sumber daya, dan karena itu mereka
membuat keputusan yang salah. Kesadaran akan masalah ini dapat memperbaiki hal tersebut dan
memperbaiki pengambilan keputusan. Jika seorang eksekutif dihadapkan pada penggunaan suatu
aset atau sumber daya yang berlebihan, mereka akan melakukan dengan baik untuk
menggunakan solusi yang diterapkan di zaman dahulu.

2. Mengembangkan Aksi yang Lebih Etis


Perbaikan yang berulang-ulang adalah salah satu keuntungan dari menggunakan kerangka
kerja EDM yang diusulkan. Menggunakan serangkaian pendekatan filosofis, 5-pertanyaan,
standar moral, Pastin, atau pendekatan bersama yang memungkinkan aspek-aspek tidak etis dari
sebuah keputusan dapat diidentifikasi, kemudian dimodifikasi secara berulang-ulang untuk
memperbaiki dampak keseluruhan dari keputusan tersebut. Pada akhir setiap pendekatan EDM,
harus ada pencarian yang spesifik untuk hasil sama-sama untung. Proses ini melibatkan
pelaksanaan imajinasi moral. Terkadang, direktur, eksekutif, atau akuntan profesional akan
mengalami kelumpuhan keputusan akibat dari kompleksitas analisis atau ketidakmampuan untuk
menentukan pilihan maksimal karena alasan ketidak pastian, kendala waktu, atau sebab lainnya.
Herbert Simon mengusulkan konsep satisficing untuk memecahkan masalah ini. Ia berargumen
bahwa seseorang “tidak boleh membiarkan kesempurnaan menjadi musuh kebaikan” – perbaikan
yang harus terus menerus sampai tidak ada kemajuan lebih lanjut yang dibuat seharusnya
menghasilkan solusi yang dianggap cukup baik dan bahkan optimal pada titik waktu tersebut.

3. Kekeliruan Umum dalam Pengambilan Keputusan Etis


Menghindari perangkap umum pengambilan keputusan etis sangatlah penting. Pengalaman
menunjukkan bahwa para pengambil keputusan secara berulang-ulang membuat kesalahan
berikut:
 Menyetujui budaya perusahaan yang tidak etis. Ada banyak contoh dimana budaya
perusahaan yang tidak didasarkan pada nilai-nilai etika telah memengaruhi atau
memotivasi eksekutif dan karyawan untuk membuat/mengambil keputusan yang tidak
etis. Dalam banyak kasus tidak adanya etika kepemimpinan merupakan penyebabnya.di
lain kasus, perusahaan itu diam atau kurang jelas tentang nilai-nilai inti mereka, atau ini
disalah artikan, untuk memungkinkan diambilnya tindakan tidak etis dan ilegal. Pada
kesempatan lain, sistem penghargaan yang tidak etis memotivasi karyawan untuk
memanipulasi hasil keuangan atau berfokus pada kegiatan yang tidak dalam kepentingan
terbaik organisasi.
 Salah menafsirkan harapan masyarakat. Banyak eksekutif salah mengira bahwa tindakan
tidak etis dapat diterima karena:
a. “semua orang melakukannya,” atau
b. “jika saya tidak melakukannya, orang lain akan melakukannya,” atau
c. “saya bebas dari beban tanggung jawab karena atasan memerinahkan saya untuk
melakukannya,”.
Dalam dunia sekarang ini, pembenaran bagi keputusan yang tidak etis sangat
mencurigakan. Setiap tindakan harus dipikirkan dengan saksama dari sisi standar etika.
 Berfokus pada keuntungan jangka pendek dan dampak pada pemegang saham. Sering
kali, dampak yang paling signifikan (bagi para pemangku kepentingan yang bukan
pemegang saham) dari tindakan yang diusulkan adalah apa yang akan terjadi di masa
depan akan terlebih dahulu menimpa pemangku kepentingan yang bukan pemegang
saham. Hanya setelah kelompok-kelompok ini bereaksi barulah pemegang saham
menanggung biaya untuk kelakuan buruk mereka. Sarana bagi pemikiran yang dangkal
ini adalah untuk memastikan pandangan yang tepat untuk melakukan analisis, dan untuk
memperhitungkan eksternalitas atas dasar biaya—dampak dari manfaat yang diukur pada
awalnya dirasakan oleh sekelompok non-pemegang saham.
 Berfokus hanya pada legalitas. Banyak manajer hanya peduli dengan suatu tindakan yang
sah secara hukum. Mereka berpendapat, “Jika sah secara hukum, maka tindakan tersebut
etis.” Sayangnya, banyak ditemukan perusahaan yang dikenai boikot konsumen,
karyawan yang mundur, meningkatnya regulasi pemerintah untuk menutup celah, dan
denda. Beberapa tidak peduli karena mereka hanya berniat untuk bekerja di perusahaan
ini untuk sementara waktu. Faktanya adalah undang-undang dan peraturan tidak seperti
yang diinginkan masyarakat, tetapi reaksi bisa datang jauh sebelum undang-undang dan
peraturan yang baru dibuat. Salah satu alasannya adalah bahwa perusahaan mencoba
memengaruhi perubahan aturan tersebut. Hanya karena tindakan yang diusulkan sah
secara hukum, tidak berarti itu membuatnya menjadi tindakan yang etis.
 Batas keberimbangan. Terkadang, pengambil keputusan memiliki sikap bias atau ingin
bersikap adil hanya untuk kelompok yang mereka suka. Sayangnya, mereka tidak
memiliki kemampuan untuk mengendalikan opini publik dan biasanya harus membayar
kekeliruan mereka di akhir. Banyak eksekutif telah mengalah pada organisasi-organisasi
aktivis, tetapi juga belajar bahwa jika isu-isu lingkungan diabaikan maka akan berbahaya
bagi mereka. Sebuah kajian penuh tentang keadilan untuk semua pemangku kepentingan
adalah satu-satunya cara untuk memastikan sebuah keputusan akan menjadi etis.
 Batas untuk meneliti hak. Bias tidak terbatas pada keadilan saja. Para pembuat keputusan
harus meneliti dampak pada keseluruhan hak semua kelompok pemangku kepentingan.
Selain itu, para pembuat keputusan harus didorong untuk mempertimbangkan nilai-nilai
mereka sendiri saat membuat keputusan.
 Konflik kepentingan. Bias yang didasarkan atas prasangka bukan satu-satunya alasan
penilaian keliru dari tindakan yang diusulkan. Penilaian dapat menutupi kepentingan
pribadi yang saling bertentangan—kepentingan pengambil kepuutusan versus
kepentingan terbaik perusahaan, atau kepentingan kelompok dimana pembuat keputusan
bersikap parsial versus kepentingan terbaik perusahaan, keduanya dapat menyebabkan
penilaian dan keputusan yang keliru. Kadang-kadang, karyawan terjebak pada apa yang
disebut dengan slippery slope, dimana mereka mulai dengan keputusan kecil yang
bertentangan dengan kepentingan majikan mereka, diikuti oleh keputusan lain yang
tumbuh secara signifikan, dan akan menjadi sangat sulit untuk mengoreksi atau mengakui
keputusan yang mereka buat sebelumnya.
 Keterkaitan di antara pemangku kepentingan. Sering kali, para pengambil keputusan
gagal mengantisipasi apa yang mereka lakukan untuk sau kelompok akan berkontribusi
memicu tindakan orang lain. Sebagai contoh, pencemaran lingkungan di negara yang
jauh dari perusahaan dapat menyebabkan reaksi negatif dari pelanggan dalam negeri dan
pasar modal.
 Kegagalan untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan. Kebutuhan
untuk mengidentifikasi semua kelompok pemangku kepentingan dan kepentingan mereka
sebelum menilai dampaknya pada masing-masing kelompok merupakan bukti pribadi.
Namun, hal ini merupakan langkah yang sering diambil tanpa pemahaman, dengan hasil
bahwa isu-isu penting menjadi tidak diketahui. Pendekatan yang berguna untuk
membantu masalah ini adalah untuk berspekulasi pada kemungkinan buruk yang
mungkin terjadi dari tindakan yang diusulkan, dan mencoba untuk menilai bagaimana
media akan bereaksi.
 Kegagalan untuk membuat peringkat kepentingan tertentu dari para pemangku
kepentingan. Kecenderungan yang umum adalah untuk memperlakukan kepentingan
seluruh pemangku kepentingan menjadi sama pentingnya. Namun, mereka yang
mendesak biasanya menjadi yang terpenting. Mengabaikan hal ini benar-benar picik, dan
dapat menghasilkan keputusan yang suboptimal dan tidak etis.
 Mengacuhkan kekayaan, keadilan, atau hak. Seperti yang ditunjukkan sebelumnya,
keputusan etis yang komprehensif tidak bisa dilakukan jika salah satu dari ketiga aspek
ini ada yang terlupakan. Namun, berulang kali para pembuat keputusan mengambil jalan
pendek dan menderita akibatnya.
 Kegagalan untuk mempertimbangkan motivasi untuk keputusan. Selama bertahun-tahun,
pengusaha dan profesional tidak khawatir tentang motivasi untuk sebuah tindakan,
selama konsekuensinya dapat diterima. Sayangnya, banyak pengambil keputusan
kehilangan kebutuhan untuk meningkatkan manfaat bersih secara keseluruhan bagi
semua (atau sebanyak mungkin orang), dan mengambil/membuat keputusan yang dibuat
untuk menguntungkan dirinya, aau hanya beberapa di antaranya, yang bermanfaat dalam
jangka pendek dan merugikan orang lain pada jangka panjang. Keputusan picik ini, yang
diambil demi keuntungan pribadi pengambil keputusan, mencerminkan risiko tata kelola
yang tinggi bagi organisasi.
 Kegagalan untuk mempertimbangkan kebajikan yang diharapkan untuk ditunjukkan.
Anggota dewan, eksekutif, dan akuntan profesional diharapkan untuk bertindak dengan
itikad baik dan melaksanakan tugas fidusia bagi orang-orang yang bergantung pada
mereka. Mengabaikan kebajikan yang diharapkan dari mereka dapat menyebabkan
ketidakjujuran, kurangnya integritas dalam penyusunan laporan, kegagalan untuk
bertindak atas nama pemangku kepentingan, dan kegagalan untuk menunjukkan
keberanian dalam menghadapi orang lain yang terlibat dalam tindakan tidak etis, atau
whistle-blowing saat dibutuhkan. Akuntan profesional yang mengabaikan kebajikan yang
diharapkan dari mereka cenderung melupakan bahwa mereka diharapkan untuk
melindungi kepentingan umum.

G. Sebuah Kerangka Kerja Komprehensif Pengambilan Keputusan Etis


Pendekatan terbaik EDM akan bergantung pada sifat dari tindakan yang diusulkan atau
dilema etikan dan pemangku kepentingan yang terlibat . Sebagai cotoh , sebuah masalah yang
melibatkan dampak jangka pendek dan tidak ada eksternalitas mungkin cocok untuk analisis 5
pertanyaan yang dimodifikasi , Masalah dengan dampak jangka panjang dan ekternalitas ini
mungkin lebih cocok dengan pendekatan standar moral yang dimodifikasi, atau pendekatan
pastin yang dimodifikasi . Masalah signifikansi bagi masyarakat dari pada bagi perusahaan
kemungkinan akan baik jika dianalisis menggunakan pendekatan filosofis , atau pendekatan
standar moral yang dimodifikasi. Pendekatan EDM apaun yang digunakan , pembuat keptursan
harus mepertimbangkan semua isu yang diangkat .

1. Ringkasan Langkah-langkah untuk sebuah Keputusan Etis


Pendekatan dan isu-isu yang telah dijelaskan sebellumnya dapat digunakan secara terpisah
atau dalam kombinasi gabungan untuk membantu dalam mengambil keputusan etis. Pengalaman
menunjukan bahwa dengan menyelesaikan tiga langkah berikut menyediakan dasar untuk
menantang keputusan yang diusulkan .
 Identifikasi fakta dan semua kolompok pemangku kepentingan serta kepentingan yang
mungkin akan terpengaruhi
 Membuat peringkat para pemangku kepentingan serta kepentingan mereka, identifikasi
yang paling penting dan lebih mempertimbangkan mereka dalam analisis
 Menilai dampak dari tindakan yang diusulkan pada setiap kepeentingan kelompok
pemangku kepentingan berkenaan dengaan kekayaan mereka, keadilan perlakuan, dan
hak-hak lainnya, termasuk harapan kebajikan , menggunakan pertanyaan kerangka kerja
yang komperhensif , dan memastikan bahwa perangkap umum yang dibahas nanti tidak
masuk kedalam analisis.

Anda mungkin juga menyukai