Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAFASAN EFUSI PLEURA

Disusun Oleh:

Bunga Loverdha Nurisnaini


P17120018008
Tingkat IIA

PROGRAM STUDI DIII KEPERWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA 1
Tahun 2019
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Biodata
Sesuai dengan etiologi penyebabnya, efusi pleura dapat timbul pada seluruh usia.
Status ekonomi (tempat tinggal) juga sangat berperan terhadap timbulnya penyakit ini
terutama yang didahului oleh tuberculosis paru. Klien dengan tuberculosis paru sering
ditemukan di daerah padat penduduk dengan kondisi sanitasi kurang.

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Kebanyakan efusi pleura bersifat asimptomatik, gejala yang timbul sesuai
dengan penyakit yang mendasarinya. Pneumonia akan menyebabkan demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritik, ketika efusi sudah membesar dan menyebar
kemungkinan timbul dyspnea dan batuk, efusi pleura yang besar akan
mengakibatkan nafas pendek. Tanda fisik meliputi deviasi trakea menjauhi sisi
yang terkena, dullness pada perkusi, dan penurunan bunyi pernapasan pada sisi
yang terkena.

b. Riwayat penyakit sekarang


Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisia.

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti
Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya
3. Pola fungsional Gordon yang terkait
a. Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan


pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan
nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien
dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah nutrisi dan metabolik.
1) Pola persepsi sensori dan kognitif
Akibat dari efusi pleura adalah penekanan pada paru oleh cairan
sehingga menimbulkan rasa nyeri
2) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
3) Istirahat dan tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahatnya.
4) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Pasien tampak sesak nafas
b. Tingkat kesadaran : Compos mentis
c. TTV
RR : Takhipnea
N : Takhikardia
S : jika ada infeksi dapat terjadi hipertermia
TD : dapat terjadi hipotensi
d. Kepala : Mesochepal
e. Mata : Conjungtiva anemis
f. Hidung : Sesak nafas, cuping hidung
g. Dada : Gerakan pernafasan berkurang
h. Pulmo (paru-paru )
 Inspeksi : Terlihat ekspansi dada simetris, tampak sesak
nafas tampak penggunaan otot bantu nafas
 Palpasi : Vokal Fremitus menurun
 Perkusi : Pekak (skonidulnes), redup
 Auskultasi : Bunyi nafas menghilang atau tidak terdengar
diatas bagian yang terkena.

Pada klien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,


kosta mendatar, ruang interkosta melebar, pergerakan pernapasan menurun.
Pendorongan mediastinum kea rah hemitorak kontralateral yang diketahui dari
posisi trakea dan iktus kordis. RR rendering meningkat dan klien biasanya
dispneu.
Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlahnya
>250cc. disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai pekak bergantung pada jumlah cairannya.
Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka pada pemeriksaan
ekskursi diafragma akan didapatkan adanya penurunan kemampuan
pengembangan diafragma.
Auskultasi suara napas menurun sampai menghilang, egofoni.

4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan torak sinar
Terlihat :
 Sudut kostofrenik tumpul
 Obstruksi diafragma sebagian “putih” komplet (opaqul densitas ) pada
area yang sakit.
b. Torasentesis
Mengambil cairan efusi dan untuk melihat jenis cairannya serta adakah
bakteri dalam cairan
c. Biopsi pleura
Jika penyebab efusi adalah Ca untuk menunjukkan adanya
keganasan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif, yang berhubungan dengan:
 Penurunan ekspansi paru (akumulasi dari udara/cairan)
 Proses radang
Ditandai dengan:
 Dyspnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan
 Penggunaan otot bantu pernapasan, nasal faring
 Sianosism ABGs abnormal
 Perubahan pergerakan dinding dada

2. Risiko tinggi terhadap trauma, yang berhubungan dengan:


 Ketergantungan alat eksternal
 Proses penyakit saat ini

3. Nyeri akut, yang berhubungan dengan:


 Terangsangnya saraf intratorak sekunder terhadap iritasi pleura
 Inflamasi parenkim paru

4. Kerusakan pertukaran gas, yang berhubungan dengan:


 Penurunan kemampuan recoil paru, gangguan transportasi oksigen

5. Gangguan pemenuhan kebutuan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan
 peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan akibat sesak sekunder
terhadap penekanan struktur abdomen.

6. Gangguan pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan :


 batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan

7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan :


 informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
 Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan intervensi klien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal.

Rencana Intervensi Rasional


1. Identifikasi faktor penyebab 1. dengan mengidentifikasi penyebab, kita
dapat menentukan jenis efusi pleura
sehungga dapat mengambil tindakan yang
tepat

2. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman 2. dengan mengkaji kualitas, frekuensi,


pernapasan, serta melaporkan setiap dan kedalaman pernapasan kita dapat
perubahan yang terjadi mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien.

3. Baringkan klien dalam posisi yang 3.penurunan diafragma dapat memperluas


nyaman, dalam posisi duduk, dengan daerah dada sehingga ekspanso paru bisa
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 maksimal. Miring ke arah sisi yang sakit
derajat atau miringkan kea rah sisi yang dapat menghindari efek penekanan
sakit gravitasi cairan sehingga ekspansi dapat
maksimal

4. Observasi tanda-tanda vital 4. Peningkata frekuensi napas dan


takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru

5. lakukan auskultasi suara napas tiap 2-4 5. Auskultasi dapat mementukan kelainan
jam suara napas pada bagian paru
6. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk 6. Menekan daerah yang nyeri ketika
dan napas dalam yang efektif. batuk atau napas dalam. Penekanan otot-
otot dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif

7. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk 7. pemberian oksigen dapat menurunkan
pemberian oksigen dan obat-obatan serta beban pernapasan dan mencegah
foto thorax terjadinya sianosis akibat hipoksia.
Dengan foto thorax dapat dimonitor
kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru

8. kolaborasi untuk tindakan 8. tindakan thorakosentesis atau pungsi


thorakosentesis. pleura bertujuan untuk menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh
akumulasi cairan dalam rongga pleura

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mucus yang
kental, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/faringeal
 Tujuan: Dalam waktu 2x24jam setelah diberikan intervensi, bersihan jalan napas
kembali efektif

Rencana Intervensi Rasional


1. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, 1. Penurunan bunyi napas menunjukan
kecepatan, irama, kedalaman, dan atelectasis, tonkhi menunjukan akumulasi
penggunaan otot bantu) secret dan ketidak efektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat
mennimbulkan penggunaan otot bantu napas
dan peningkatan kerja pernapasan.

2. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi, 2. pengeluaran akan sulit bila sekrer sangan
catat karakter dan volume sputum kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak
adekuat)
3. Berikan posisi semifowler/ fowler tinggi 3. posisi fowler memaksimalkan ekspansi
dan bantu klien latihan napas dalam dan paru dan menurunkan upaya bernapas.
batuk efektif Ventilasi maksimal membuka arean
atelectasis dan meningkatkan gerakan sekret
kedalam jalan napas besar untuk dikeluarkan

4. pertahankan intake cairan sedikitnya 4. hidrasi yang adekuat membantu


2500cc/hari kecuali tidak diindikasikan mengencerkan sekret dan mnegefektifkan
pembersihan jalan napas

5. bersihkan sekret dari mulut dan trachea, 5. Mencegah obstruksi dan aspirasi.
bila perlu lakukan pengisapan (suction) Pengisapan diperlukan bila klien tidak
mampu mengeluarkan sekret. Eliminasi
lender dengan suction sebaiknya dilakukan
dalan jangka waktu kurang dari 10 menit
dengan pengawasan efek samping suction

6. kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi 6. Pengobatan antibiotic yang ideal adalah
- Antibiotik dengan adanya dasar dari tes uji resistensi
kuman terhadap jenis antibiotic sehingga
lebih mudah mengobati pneumonia

- Agen mukolitik Agen mukolitik menurunkan kekentalan dan


perlengketan skeet paru untuk memudahkan
pembersihan

- Bronkodilator, jenis aminofilin IV Bronkodilator meningkatkan diameter


percabangan trakheobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara

- kortikosteroid Kortikosteroid berguna pada hipoksemia


dengan keterlibatan luas dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.
D. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada dalam batas normal. Pada
pemeriksaan rontgen thorax tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas
terdengar jelas
2. Klien mampu batuk efektif, pernapasan klien normal tanpa ada penggunaan otot bantu
napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
R. Darmanto djojodibroto. 2014. Respirologi: Respiratory Medicine. Jakarta: EGC
Somantri, Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Management of Pleural Effusion, Empyema, and Lung Abscess (Hyeon Yu 2011)
https://www.thieme-connect.com/products/ejournals/html/10.1055/s-0031-1273942

Anda mungkin juga menyukai