Anda di halaman 1dari 5

GURU SD BERPIKIR REFLEKTIF

SEBAGAI PROSES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Abstrak

Untuk menciptakan pembelajaran matematika yang efektif diperlukan kemampuan guru


untuk berpikir reflektif dalam pembelajarannya sehingga memiliki keterampilan dalam
menyelesaikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan pembelajaran matematika di
kelasnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan suatu penanganan proses pembelajaran
matematika yang baik dan bertumpu pada suatu fenomena dimana menerapkan pembelajaran
yang mengasah kemampuan berpikir siswa dan merupakan aspek strategis dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada pencapaian hasil yang standar.
Keterampilan yang memungkinkan untuk menangani proses pembelajaran matematika di atas
adalah keterampilan berpikir reflektif, karena berpikir reflektif suatu tipe berpikir tingkat
tinggi yeng bersifat aktif, berkelanjutan dan teliti terhadap keyakinan yang didasari oleh
pengetahuan. Keterampilan berpikir ini dapat berkembang dalam situasi dimana peserta didik
digerakkan untuk berpikir terhadap permasalahan atau fenomena yang ada di alam,
pembelajaran diberikan mendorong rasa ingin tahu dan memperlihatkan keterkaitan antara
materi pembelajaran serta pembelajaran berlangsung dalam komunitas dengan interaksi
belajar maupun sosial. Beberapa lembaga pendidikan dan pengembangan profesional guru
telah melakukan pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif
yang bermanfaat bagi mahasiswa calon guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan selama
menjadi mahasiswa dan setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan di LPTK.
Kata Kunci: Berpikir Reflektif, Pembelajaran Matematika

PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu di bidang sains dan teknologi sangat pesat yang menuntut
hadirnya individu-individu yang kreatif, beretos kerja tinggi, profesional dan memiliki
kepedulian dan kepekaan terhadap masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat serta
memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah tersebut. Individu-individu ini hanya dapat
terbentuk melalui proses pendidikan, baik pendidikan jalur sekolah maupun jalur luar sekolah.
Salah satu kemampuan yang diperlukan dalam pembelajaran matematika adalah adalah
kemampuan berpikir reflektif. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Odafe (2008) yang
menyatakan bahwa kemampuan berpikir reflektif dapat diaplikasikan di kelas pada
pembelajaran matematika. Berpikir reflektif menurut Dewey suatu tipe berpikir tingkat tinggi
yeng bersifat aktif, berkelanjutan dan teliti terhadap keyakinan yang didasari oleh
pengetahuan (Fisher, 2008). Keterampilan berpikir ini dapat berkembang dalam situasi yang
mendukung. Lipman (2003) menyatakan situasi yang reflektif adalah peserta didik digerakkan
untuk berpikir tentang permasalahan atau fenomena yang ada di alam, pembelajaran diberikan
mendorong rasa ingin tahu dan memperlihatkan keterkaitan antara materi pembelajaran serta
pembelajaran berlangsung dalam komunitas dengan interaksi belajar maupun sosial.
Beberapa lembaga pendidikan dan pengembangan profesional guru telah melakukan
pembelajaran alternatif untuk meningkatkan keterampilan berpikir reflektif yang bermanfaat
bagi mahasiswa calon guru. Manfaat tersebut dapat dirasakan selama menjadi mahasiswa dan
setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan di LPTK (Lee, 2005).
Berpikir reflektif yang dilakukan oleh guru bertujuan untuk mencapai target belajar dan
menghasilkan pendekatan pembelajaran baru yang berdampak langsung pada proses belajar.
Lebih jauh dijelaskan bahwa proses berpikir reflektif dapat digunakan oleh guru, mahasiswa
calon guru dan siswa dalam proses belajar dan pembelajaran termasuk dalam penyelesaian
masalah matematika (Gurol, 2011). Oleh karena itu, disarankan bahwa guru perlu terlibat
dalam berpikir reflektif dan tidak hanya mempelajari ide-ide baru sehingga dapat
meningkatkan mutu keprofesionalannya (Rodgers, 2002).
Seorang guru yang terlibat dalam berpikir reflektif akan kritis terhadap proses
penyelesaian masalah yang ia lakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Kember (1999) yang
menyatakan bahwa berpikir reflektif melibatkan asumsi yang kritis terhadap konten atau
proses penyelesaian masalah. Selain itu, guru yang berpikir reflektif dapat menguasai konsep
dengan baik. Dimana pendapat tersebut didukung oleh Barrow yang menyatakan bahwa
berpikir reflektif pada pemecahan dan penyelesaian masalah membantu seseorang membentuk
konsep dan abstraksi-abstraksi dan mengembangkan konsep baru yang pada akhirnya
menghasilkan solusi dari masalah yang diberikan (Song, 2006).
Oleh karena itu guru yang profesional adalah guru yang mampu berpikir reflektif dan
menguasai konsep dengan baik sehingga dapat menjelaskan materi dengan baik. Hal senada
yang dikemukakan oleh Yeo (2008) dan Thames (2006) bahwa seorang guru tidak bisa
diharapkan menjelaskan konsep matematika jika tidak memiliki pemahaman yang lengkap
tentang konsep matematika yang diajarkan. Dengan kata lain, penguasaan guru terhadap
materi pembelajaran (subject matter) menjadi hal yang sangat penting untuk kesuksesan
dalam mengajar.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka baik definisi maupun pentingnya berpikir
reflektif, peneliti menyimpulkan bahwa untuk menciptakan pembelajaran matematika yang
efektif diperlukan kemampuan guru untuk berpikir reflektif dalam pembelajarannya sehingga
memiliki keterampilan dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang terkait dengan
pembelajaran matematika di kelasnya.

PEMBAHASAN
Pada dasarnya, proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
guru dan siswa dalam kegiatan pengajaran dengan menggunakan sarana dan fasilitas
pendidikan yang ada untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Djamarah (2006: 79) menyatakan bahwa ada tiga tahapan yang haris dilakukan oleh guru
dalam proses pembelajaran yaitu (a) persiapan/perencanaan, (b) pelaksanaan dan (c)
penilaian/evaluasi.
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola pikir dalam
pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-
pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk memperoleh
pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari
sekumpulan objek (abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai
alat untuk memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-persamaan,
atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-
soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.
NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) (2000) merekomendasikan 4
(empat) prinsip pembelajaran matematika, yaitu:
a. Matematika sebagai pemecahan masalah.
b. Matematika sebagai penalaran.
c. Matematika sebagai komunikasi, dan
d. Matematika sebagai hubungan

Matematika perlu diberikan kepada siswa untuk membekali mereka dengan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Standar
Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Depdiknas, 2006:346) menyebutkan pemberian mata
pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
a) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasi
konsep atau logaritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
c) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
menjelaskan keadaan/masalah.
e) Memiliki sifat menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu: memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam pelajaran matematika serta sikap ulet dan percaya
diri dalam pemecahan masalah.
Jadi dalam kajian ini yang dimaksud dengan pembelajaran matematika merupakan
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh guru dan siswa di dalam kelas pada kegiatan
pengajaran matematika dengan menggunakan sarana dan fasilitas pendidikan yang ada di
sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Dalam beberapa tahun terakhir berpikir reflektif menjadi istilah yang sangat populer
dalam dunia pendidikan. Saat ini berpikir reflektif telah menjadi isu yang paling menonjol
pada berbagai literatur, secara khusus pada pendidikan profesi guru (Lim,2011; Amidu,
2012). Karena banyak alasan, para pendidik lebih tertarik mengajarkan keterampilan-
keterampilan berpikir dengan berbagai cara daripada mengajarkan informasi dan isi (konten)
dari materi.
Menurut Dewey dalam Fisher (2008), ia mendefinisikan berpikir reflektif sebagai
berikut: Berpikir reflektif adalah pertimbangan yang aktif, terus-menerus, dan teliti mengenai
sebuah keyakinan ataupun bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut
alasan-alasan yang dapat mendukung kebenaran keyakinan tersebut hingga menuju pada suatu
kesimpulan yang menjadi kecenderungan akan kebenaran keyakinan tersebut (Fisher, 2008).
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa berpikir reflektif adalah proses berpikir
yang bersifat aktif terus menerus, gigih dan mempertimbangkan dengan seksama tentang
segala sesuatu yang diyakini akan kebenarannya. Sedangkan Diana (2009) menyatakan 3
(tiga) atribut dari definisi berpikir reflektif yaitu: tindakan (1) kualitas pembelajaran, (2)
kemampuan untuk melakukan tindakan yang tepat dalam memecahkan masalah, dan (3)
kemampuan untuk memodifikasi pemikiran untuk tindakan masa depan.
Dewey menjelaskan terdapat lima aspek yang terkait dengan berpikir reflektif yaitu
suggestions, intellectualization, hypotheses, reasoning, and tests of hypotheses by actions.
Penjelasan dari kelima aspek tersebut digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 1 Kriteria Berpikir Reflektif menurut Dewey
dalam (Rosen, 1982; Roh, K & Lee, Y, 2010)
Indikator Deskriptor
Suggestions (saran) - Memikirkan kecenderungan solusi yang mungkin dari
masalah yang dihadapi
Intellectualization - Mencoba untuk menangani dengan menganalisis dan
(Intelektualisasi) menyelidiki kesulitan dan kebingungan yang dirasakan
(pengalaman langsung) terhadap masalah yang dipecahkan,
- Mencoba untuk menemukan dan mengetahui pertanyaan
dimana jawaban dari pertanyaan tersebut harus dicari atau
ditemukan.
Hypotheses - Menggunakan saran-saran sebagai ide untuk menghubungkan
(Penggunaan satu uraian-uraian hasil analisisnya satu sama lain
saran) - Mengumpulkan berbagai kemungkinan analisis tersebut
sebagai hipotesis untuk menginisiasikan dan membimbing
pengamatan dan operasi-operasi lain dalam mengumpulkan
materi yang faktual.
Reasoning - Menimbang ide atau perkiraan (penalaran, pada pemahaman
(Elaborasi mental) dimana penalaran merupakan bagian dari suatu kegiatan
menyimpulkan) untuk menyelesaian masalah yang dihadapi.
Tests of hypotheses - Mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan
(Menguji hipotesis) penyelesaian yang dipandang yang terbaik melalui tindakan
atau imaginasi yang jelas.

SIMPULAN
Untuk mendorong berpikir reflektif dalam pembelajaran matematika tentunya
dibutuhkan suatu situasi tugas yang menggunakan konsep masalah. Ketika seseorang
menghadapi tugas tersebut dan segera mengenal tindakan atau cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, maka tugas itu merupakan tugas rutin. Jika tidak, maka tugas tersebut merupakan
masalah baginya. Berpikir reflektif juga melibatkan proses menganalisis, membandingkan,
mensintesis, mengklarifikasi, dan memilih apa yang seseorang lakukan. Lebih jauh dijelaskan
bahwa proses pemikiran reflektif dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam proses belajar
dan pembelajaran termasuk dalam penyelesaian masalah dalam pembelajaran matematika.
Seorang guru yang terlibat dalam berpikir reflektif akan kritis terhadap proses penyelesaian
masalah yang ia lakukan termasuk masalah yang terkait dengan pembelajaran mereka di
kelas. Selain itu, guru yang berpikir reflektif dapat menguasai konsep dengan baik. Berpikir
reflektif pada pemecahan dan penyelesaian masalah membantu seseorang membentuk konsep
dan abstraksi-abstraksi dan mengembangkan konsep baru yang pada akhirnya dapat
menghasilkan solusi dari masalah yang diberikan.
SARAN
Oleh karena itu, disarankan bahwa guru perlu terlibat dalam berpikir reflektif dan tidak
hanya mempelajari ide-ide baru tetapi juga untuk meningkatkan mutu keprofesionalan.
Kemampuan berpikir yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika merupakan
kemampuan berpikir reflektif, karena berpikir reflektif merupakan suatu tipe berpikir tingkat
tinggi yang bersifat mendorong rasa ingin tahu siswa dan memperlihatkan keterkaitan
antara materi pembelajaran selain itu, tuntutan kurikulum 2013 pun secara tersurat ditemukan
kata-kata kunci pada kompetensi inti maupun kompetensi dasar seperti perilaku ilmiah
(meliputi rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, hati-hati, bertanggung jawab,
terbuka, kritis, kreatif, inovatif dan peduli lingkungan), melakukan percobaan dan berdiskusi,
menganalisis, menyajikan data dan grafik. Hal tersebut menegaskan bahwa keterampilan
berpikir reflektif merupakan kompetensi masa depan yang dapat menjawab tantangan
globalisasi dan mampu beradaptasi dengan perubahan dan merespon tuntutan abad ke-21

DAFTAR PUSTAKA

Amidu, A.R. 2012. Exploring Real Estate Students’ learning approaches reflective thinking
and academic performance. 48th ASC Anuual International Conference Proceedings.
The Associated of Construction. UK.
Depdiknas 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang
Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Dewey J. 1998. How We Think: A Restatement of The Relation of Reflective Thinking to The
Educative Process. Boston: Houghton-Mifflin
Diana, L. 2009. Assesing Secondary Students’ Reflective Thinking in Project Work. Journal of
Singapura Examination and Assessment Board. Singapore.
Dick, Walter & Carey, Lou. 1990. The Systematic Design of Instruction. 3rd Edition.
Amerika :
Odafe, V. J. 2008. Teaching and Learning Mathematics: Student Reflective Adds a New
Dimension. Bowling Green State University, Huron, USA.
Rodgers, C. 2002. Defining Reflection: Another Look At John Dewey And Reflective Thinking.
Teachers College Record Volume 104, Number 4, pp. 842–866. Columbia
University 0161-4681.
Roh K., & Lee, Y. 2010. Promoting Students’ Reflective Thinking of Multiple Quantifications
via the Mayan Activity. Educational Studies in Mathematics.
Rosen, J. G. 1984. Problem-Solving and Reflective Thinking: John Dewey, Linda Flower,
Rhicard Young. Journal of Teaching Writing. 69-78.
Soedjadi, R. 2000. Kiat-kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Soedjadi R. 2007. Masalah Kontekstual Sebagai Batu Sendi Matematika Sekolah. Surabaya:
Pusat Sains dan Matematika sekolah (PSMS) Unesa.

Anda mungkin juga menyukai