Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa penulis
mengucapkan Shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing umatnya dari masa zaman Jahilliyah ke zaman yang
penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
syarat Lomba Tenaga Kesehatan Tingkat Kabupaten Sumedang Tahun 2011.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Untuk itu penulis berharap, semoga makalah ini dapat dipahami dengan
mudah dan bermanfaat bagi seluruh pembaca walaupun masih terdapat
kekurangan maupun kekhilafan dalam penulisannya. Atas kekurangan dalam
penulisan ini, penulis berharap adanya kritik dan saran sehingga penulis dapat
membuat tulisan yang lebih baik di kemudian hari. Terima kasih.

Sumedang, Mei 2011

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) bulan September 2000, sebanyak 189 negara
anggota PBB termasuk Indonesia sepakat untuk mengadopsi Deklarasi
Milenium yang kemudian dijabarkan dalam kerangka praktis Tujuan
Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals / MDG’s). MDG’s
menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan,
memiliki tenggat waktu (2015).
MDG’s juga merupakan komitmen nasional dalam upaya lebih
menyejahterakan masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan
kelaparan, pendidikan, pemberdayaan perempuan, kesehatan dan
lingkungan. Dari 8 tujuan MDG’s yang menjadi tanggung-jawab
Kementerian Kesehatan yaitu: MDG 1,4,5,6 dan 7. Setiap tujuan memiliki
satu atau beberapa target beserta indikatornya.
Tujuan MDG 1 yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan
dengan target menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk yang
menderita kelaparan dalam kurun waktu 1990-2015 dengan indikator
penurunan prevalensi gizi buruk dan prevalensi gizi kurang (Kemenkes RI,
2011).
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita
di Indonesia. Timbulnya krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 telah menyebabkan penurunan kegiatan produksi
yang drastis, akibatnya lapangan kerja berkurang dan pendapatan
perkapita menurun. Hal ini berdampak pada status gizi dan kesehatan
masyarakat karena tidak terpenuhinya kecukupan konsumsi makanan dan
terjadi perubahan pola makan yang dapat meningkatkan prevalensi gizi
kurang dan buruk. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk mulai meningkat
pada usia 6-11 bulan dan mencapai pada puncaknya pada usia 12-23
bulan dan 24-35 bulan. Di negara-negara ASEAN pada tahun 1990-1997
prevalensi gizi buruk pada anak balita hanya berkisar antara 1-5%
(Soekirman, 2000).
Di Indonesia prevalensi gizi buruk pada balita menurut BB/U pada
tahun 2002 adalah 8,0% dengan jumlah balita 18.369.952 orang dan
meningkat pada tahun 2003 yaitu 8,3% dengan jumlah balita 18.608.762
orang (Hayatinur. E, 2006).
Berdasarkan hasil BPB (Bulan Penimbangan Balita) tahun 2007
di Jawa Barat, prevalensi balita yang mengalami gizi buruk (<-3SD berat
badan menurut umur) masih cukup tinggi yaitu 1,07% atau sebanyak
39.036 balita. Pada tahun 2007 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi
buruk dibandingkan hasil BPB tahun 2006 (Dinkes Provinsi Jawa Barat,
2008).
Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat, prevalensi gizi buruk
tahun 2010 berdasarkan indikator berat badan menurut umur sebesar
0,88% dan prevalensi gizi kurang sebesar 8,85% (Dinkes Kabupaten
Sumedang, 2010). Status gizi di wilayah kerja Puskesmas Jatigede pada
tahun 2010 berdasarkan indikator berat badan menurut umur diperoleh
prevalensi gizi buruk 1,13% das status gizi kurang sebesar 5,27%.
Sedangkan berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan
diperoleh gambaran anak yang sangat kurus sebesar 0,27%, kurus 0,3%
dan status gizi normal l sebesar 99,43% (Puskesmas Jatigede, 2010).
Berdasarkan kebijakan RPJMN yang terkait percepatan
pencapaian target MDG’s diantaranya adalah kebijakan dan strategi
penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita (tujuan 1c), melalui
perbaikan status gizimasyarakat dengan meningkatkan pemberian
makanan pemulihan bagi balita gizi kurang (PMTP) (Bapennas, 2010).
Menurut penelitian Azharni (2006) mengatakan bahwa PMT
sangat berpengaruh terhadap status gizi balita. Dimana terdapat 28 balita
yang menderita gizi buruk setelah mendapatkan PMT, 14 orang (50%)
diantaranya mengalami perubahan status gizi menjadi status gizi baik.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh pemberian PMT pemulihan terhadap status gizi
balita gizi kurang di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam makalah ini
adalah bagaimana pengaruh pemberian PMT pemulihan terhadap status
gizi balita gizi kurang di puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede
Kabupaten Sumedang.

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui status gizi balita gizi kurang di Puskesmas Jatigede
Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang.

1.3.2.Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui status gizi balita gizi kurang sebelum mendapatkan
PMTP di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang.
2. Untuk mengetahui status gizi balita gizi kurang setelah mendapatkan
PMTP di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang.
3. Untuk mengetahui pemberian makanan tambahan pemulihan (PMTP) di
Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang Tahun
2010.

1.4. Manfaat
1.4.1.Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan bagi petugas gizi puskesmas agar dapat
menjalankan dan meningkatkan program penanggulangan gizi kurang pada
balita.

1.4.2.Bagi Dinas Kesehatan


Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan untuk menentukan strategi
penanggulangan gizi kurang khususnya pada balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP)


2.1.1 Pengertian PMTP
Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMTP) adalah
makanan yang diberikan kepada bayi atau balita yang bertujuan untuk
membantu mencukupi kebutuhan akan zat-zat gizi (Depkes, 2003).
Menurut Depkes (2005), pengertian PMTP adalah :
a. Makanan bergizi yang diberikan disamping Air Susu Ibu (ASI) kepada
bayi usia 6-11 bulan dalam bentuk bubur.
b. Makanan bergizi yang diberikan disamping Air Susu Ibu (ASI) kepada
anak usia 12-24 bulan dalam bentuk biskuit.
c. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa susu tepung yang
diberikan kepada balita dan dikonsumsi dengan cara menambah air
matang.

2.1.2 Sasaran dan Tujuan PMTP


Sasaran Pemberian Makanan Tambahan Pemilihan (PMTP)
adalah : (Depkes, 2005) :
a. Sasaran PMTP bubur bayi usia 6-11 bulan dari keluarga miskin di
seluruh Indonesia.
b. Sasaran PMTP biskuit adalah anak usia 12-24 bulan dari keluarga
miskin di seluruh Indonesia.
c. Sasaran PMTP susu tepung adalah anak usia 25-59 bulan dari keluarga
miskin di seluruh Indonesia.
Tujuan PMTP adalah untuk menanggulangi dan mencegah
terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi
baik pada bayi dan anak balita (Depkes, 2005).
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan zat gizi anak, penyesuaian kemampuan alat cerna
dalam mencerna makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari
ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi
terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan merupakan salah satu
proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan
padat dan membiasakan selera-selera baru agar tidak terjadi status gizi
buruk dan status gizi kurang (Krisnatuti, 2000).

2.1.3 Syarat-syarat Makanan Tambahan Pemulihan


Makanan tambahan pemulihan sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut : mengandung nilai energi dan protein yang tinggi, memiliki
nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral, dapat
diterima oleh pencernaan bayi dan balita, harga relatif murah, bersifat padat
gizi dan kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam
jumlah yang sedikit. Kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan
mengganggu pencernaan bayi bayi dan balita (Krisnatuti, 2000).

Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan


(bubur) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan


1. Energi 360-460 Kkal
2. Protein (kualitas protein tidak 15-20 Gram
kurang dari 70% kasein)
3. Lemak (kadar asam linoleat 10-15 Gram
min.300 mg per 100 kkal atau 1,4
gram per 100 gram produk)
4. Karbohidrat
- Gula (Sukrosa) 10-15 Gram
- Serat Maks. 5 Gram
5. Vitamin A 250-350 RE
6. Vitamin D 7-10 g
7. Vitamin E 3-4 mg
8. Vitamin K 7-10 mg
9. Thiamin 0,3-0,4 mg
10. Riboflavin 0,3-0,5 mg
11. Niasin 2,5-3,8 mg
12. Vitamin B12 0,06-0,1 g
13. Asam folat 22-32 g
14. Vitamin B6 0,4-0,6 mg
15. As. Pantotenat 1,5-2,1 mg
16. Vitamin C 25-35 mg
17. Besi 10-12 mg
18. Kalsium 300-400 mg
No Zat Gizi Kadar Satuan
19. Natrium 240-400 mg
20. Seng 5-6 mg
21. Iodium 50-70 g
22. Fosfor 200-250 mg
23. Selenium 13-15 g
24. Air Maks. 4 gram
Sumber : Depkes RI, 2005

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan


(biskuit) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan


1. Energi 400 Kkal
2. Protein (kualitas protein tidak 8-12 Gram
kurang dari 70% kasein)
3. Lemak (kadar asam linoleat 10-15 Gram
min.300 mg per 100 kkal atau 1,4
gram per 100 gram produk)
4. Karbohidrat 15-20 Gram
5. Vitamin A 350 meg
6. Vitamin D 5-12 meg
7. Vitamin E 5 mg
8. Vitamin K 7-10 g
9. Thiamin 0,6 mg
10. Riboflavin 0,6 mg
11. Niasin 8,0 mg
12. Vitamin B12 1,0 g
13. Vitamin B6 0,8 mg
14. Folid Acid 40 mg
15. Besi 6 mg
16. Iodium 70 g
17. Zink 3 mg
18. Kalsium 200 mg
19. Selenium 13-15 meg
20. Air 5 %
Sumber : Depkes RI, 2005
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi pada Makanan Tambahan Pemulihan
(Susu Bubuk) dalam 100 gram

No Zat Gizi Kadar Satuan


1. Energi Min 400 Kkal
2. Protein 8-15 Gram
3. Lemak
(Kadar asam linoleat) Mi. 3 Gram
DHA 40 mg
4. Karbohidrat Min. 45
Laktosa Mak. 5 Gram
Sukrosa 10-15 Gram
5. Vitamin A 2000 meg
6. Vitamin D 450 meg
7. Vitamin E 3-6 mg
8. Vitamin B1 (Thiamin) 0,7 mg
9. Vitamin B2 (Riboflavin) 1-3 mg
10. Vitamin B6 (Pyridoksin) 0,8-1 mg
11. Vitamin B12 1,0 meg
12. Niasin 8,0-14 mg
13. Folic Acid 120-150 meg
14. Iron 6-10 mg
15. Biotin 10-20 meg
16. Zinc 6 mg
17. Fosfor 425 mg
18. Taurin 40 mg
19. Inositol 25 mg
20. Mangan 40-44 mg
21. Tembaga 0,2-0,7 mg
Sumber : Depkes RI, 2005

2.1.4 Lama dan Jumlah Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan


Lama dan jumlah pemberian makanan tambahan pemulihan yang
diberikan adalah sebagai berikut : (Depkes, 2003)
a. Setiap sasaran yang berumur 6-11 bulan akan mendapat makanan
tambahan pemuluhan berupa bubur sebanyak 200 gr/hari yang
diberikan dalam 3 kali penyajian selama 90 hari.
b. Bubur dikemas dalam ukuran 200 gram. Setiap satu kemasan diberikan
kepada bayi untuk dikonsumsi selama 2 hari sehingga perlu disimpan
dengan baik.
c. Setiap sasaran yang berumur 12-24 bulan akan mendapatkan makanan
tambahan pemulihan berupa biskuit sebanyak 120 gr/hari selama 90
hari.
d. Biskuit dikemas dengan berat bersih 120 gram, setiap 7 kemasan 120
gram selama 1 minggu.
e. Apabila jumlah sasaran lebih banyak dari ketersediaan makanan
tambahan pemulihan, sebaiknya diseleksi berdasarkan status gizi.
f. Susu bubuk 2,5 sendok (27 gram) makan dicampurkan dengan air
matang sebanyak150 ml (1 gelas) lalu masukkan 1 sendok gula pasir
kemudian diaduk hingga rata-rata homogen.
g. Susu bubuk diberikan dalam 1 hari 3x penyajian atau minum susu
waktu pemberian disesuaikan kebutuhan anak (pagi, siang,
sore/malam).

2.1.5 Pengelolaan PMTP


Pengadaan PMTP dapat dilakukan oleh pusat atau propinsi
dengan menggunakan dana APBN atau sumber dana lainnya. Pengadaan
PMTP untuk tahun 2003 dilakukan oleh dinas kesehatan propinsi di seluruh
Indonesia dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Pada dasarnya
pengelolaan PMTP sama dengan tahapan yang telah dilaksanakan pada
tahun-tahun sebelumnya yaitu meliputi mekanisme distribusi, cara
pengangkutan, cara penyimpanan, cara penjelasan kepada petugas di
berbagai tingkatan, cara penyimpanan dan pemberian PMTP pada sasaran
(Depkes RI, 2003).

2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi


Pemantauan dan evaluasi merupakan komponen penting dalam
pelaksanaan pemberian PMTP. Kegiatan ini dimulai dari penyimpanan
PMTP dalam gudang sampai dengan dikonsumsi oleh sasaran. Tahapan
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Memantau proses distribusi PMTP
PMTP didistribusikan produsen ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang telah menyiapkan gudang PMTP. Selanjutnya Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota akan mengirimkan PMTP ke puskesmas, dari
puskesmas ke posyandu dan selanjutnya ke sasaran.
b. Memantau proses penyimpanan PMTP
Proses pemantauan penyimpanan mulai dilakukan sejak diterima di
gudang Kabupaten/Kota, puskesmas, desa/posyandu dan rumah
tangga. Pemantauan dilakukan dengan menggunakan daftar titik
(checklist) dengan pengamatan langsung paling sedikit dua bulan
sekali.
c. Memantau proses pemberian PMTP ke sasaran
Pemantauan proses pemberian PMTP ke sasaran bertujuan untuk
melakukan verifikasi kriteria sasaran PMTP, ketepatan jumlah sasaran
dibandingkan dengan jumlah bayi 6-11 bulan menurut proyeksi pusat
dan menurut wilayah berdasarkan registrasi, ketepatan jumlah PMTP
yang diterima dengan kebutuhan, ketepatan lama pemberian PMTP
dengan umur sasaran dan ketepatan jumlah PMTP yang diberikan
kepada sasaran.
d. Melakukan tindakan/pembinaan untuk keseluruhan proses pelaksanaan
distribusi PMTP
Melakukan pembinaan atau tindak lanjut dilaksanakan berdasarkan
hasil laporan pemantauan, laporan kasus atau temuan di lapangan.
Masalah yang ada di lapangan yang mungkin memerlukan tindakan
adalah : kasus diare yang diduga dari konsumsi PMTP, ketidaktepatan
sasaran penerima PMTP, ketidaktepatan cara penyimpanan PMTP,
ketidaktepatan pendistribusian PMTP dan penyimpangan penggunaan
PMTP.
e. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berjenjang berdasarkan indikator
pemantauan yaitu : cakupan sasaran, ketepatan sasaran, ketepatan
waktu dan lama pemberian, ketepatan distribusi (jenis, jumlah dan
waktu) dan proporsi PMTP yang rusak. Evaluasi tersebut dilakukan
secara umum di seluruh Kabupaten/Kota sedangkan untuk evaluasi
dampak pemberian PMTP dilakukan secara khusus di beberapa
Kabupaten/Kota terpilih (Depkes RI, 2005).
2.2 Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat gizi. Dibedakan atas status gizi buruk,
kurang, baik dan lebih. Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari
keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan gizi dan penggunaan zat-
zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi
dalam seluler tubuh (Supariasa, dkk, 2002).
Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan secara teratur. Ada beberapa
cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara
langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah
jenis pengukuran yang paling sederhana dan praktis karena mudah
dilakukan dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Secara
umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri
merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan
(BB) Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagian-bagian tubuh serta tebal
lemak di bawah kulit (Supariasa, dkk, 2002).
Sampai saat ini, ada beberapa kegiatan penilaian status gizi yang
dilakukan yaitu kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG), kegiatan bulan
penimbangan dan dalam kegiatan penelitian. Jenis pengukuran yang paling
sering dilakukan adalah antropometri, karena mudah, prosedurnya
sederhana dan dapat dilakukan berulang serta cukup peka untuk
mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada anak balita.
Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter antara lain : umur, berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan
tebal lemak di bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut
indeks antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam
menilai status gizi adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
(Soekirman, 2000)
Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian
status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini
(saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat
badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan.
Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan
normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.
Pertambahan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif
terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi
terhadap pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup
lama. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan
spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sebagai kurus merupakan
pengukuran antropometri yang terbaik (Soekirman, 2000).

2.3 Pengertian Gizi Kurang


Gizi Kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologik) yang
timbul karena tidak cukup makan dan konsumsi energi kurang selama
jangka waktu tertentu. DI negara-negara sedang berkembang, konsumsi
pangan yang tidak menyertakan pangan cukup energi biasanya juga
kurang dalam satu ataulebih zat gizi esensial lainnya (Suhardjo, dkk, 1986).

2.3.1 Gejala Klinis Gizi Kurang


Gejala gizi kurang hanya terlihat dari berat badan anak lebih
rendah dibandingkan anak seusianya. Adapun ciri-ciri klinis dari gizi kurang
antara lain : (Retno, 2009)
a. Kenaikan berat badan berkurang dan menurun
b. Ukuran lingkaran lengan atas menurun
c. Maturasi tulang terlambat
d. Tebal lipat kulit semakin berkurang
Untuk KEP ringan dan KEP sedang, gejala klinis yang ditemukan
adalah anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat yang dikenal sebagai
masrmus (kekurangan kalori tingkat berat) dan kwahsiorkor (kekurangan
protein tingkat berat), dan kedua-duanya yang dikenal dengan marasmus-
kwashiorkor gejalanya dapat dibedakan sebagai berikut :
Tabel 2.4 Tanda-tanda Marasmus-Kwasiorkor

Bagian Kwashiorkor Marasmus


Tubuh Oedema di seluruh tubuh, Tampak sangat ku-
terutama punggung kaki
rus tampak tulang
(dorsum pedis). Otot mengecil terbungkus kulit.
(hipotrofi), lebih nyata apabilaPerut cekung, iga
diperiksa pada posisi berdiri atau
gamang / tulang
duduk. Ada pembesaran hati rusuk menonjol
Wajah Membulat sembab (moon face) Seperti orang tua
(old man)
Mata Pandangan layu Tidak bercahaya
Rambut Tipis, kemerahan seperti rambut Kusam
jagung, mudah dicabut tanpa
terasa sakit
Mental Apatis dan rewel Cengeng dan rewel
Kulit Kelainan kulit berupa bercak Kulit keriput, jari-
merah muda yang meluas dan ngan lemak sub-
berubah warna menjadi coklat kutan sangat sedikit
kehitaman dan terkelupas (crazy sampai tidak ada
pavement dermatosisi)
Penyakit infeksi Umumnya bersifat akut. Anemia Umumnya kronis
dan diare berulang diare kro-
nik atau konstipasi
Marasmus-kwashiorkor : gambaran klinik merupakan campuran dari
beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, disertai oedema yang
tidak mencolok
Sumber : Depkes RI, 2000

2.3.2 Upaya Penanggulangan Gizi Kurang dan Gizi Buruk


Program perbaikan gizi makro diarahkan untuk menurunkan
masalah gizi makro terutama mengatasi masalah kurang energi protein
seperti di daerah miskin baik di pedesaan maupun di perkotaan dengan
cara :
a. Meningkatkan keadaan gizi keluarga
b. Meningkatkan partisipasi masyarakat
c. Meningkatkan kualitas pelayanan gizi baik di puskesmas maupun di
posyandu
d. Meningkatkan konsumsi energi dan protein pada balita gizi buruk
Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro
adalah melakukan pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi,
pemberdayaan masyarakat di bidang gizi, pemberdayaan petugas dan
subsidi langsung berupa dana untuk pembelian makanan tambahan dan
penyuluhan pada balita gizi kurang dan gizi buruk (Retno,2009).

2.4 Dampak Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terhadap Status Gizi


Pertumbuhan anak balita memburuk mulai usia 4-6 bulan yang
selanjutnya sulit untuk kembali ke keadaan normal dan akhirnya tetap
buruk hingga usia 36 bulan. Gangguan pertumbuhan yang muncul pada
anak umur 6 bulan disebabkan oleh praktik Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) yang tidak memenuhi kebutuhan gizi tubuh, baik zat gizi
makro (energi dan protein) maupun zat gizi mikro seperti zin, zat besi,
iodium dan vitamin A (Rochyani, dkk, 2007).
Departemen Kesehatan RI pusat sejak tahun 2002 menetapkan
kebijakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) buatan pabrik untuk anak
usia 6-11 bulan dari keluarga miskin. Selanjutnya pada tahun 2003 dengan
menggunakan dana dekonsentrasi yang dialokasikan ke propinsi,
pendistribusian PMT masih terus dilanjutkan. Pemerintah sangat menaruh
perhatian yang besar pada program ini khususnya pada pertumbuhan dan
perkembangan bayi dan anak usia 6-24 bulan.
Dimana saat inilah saat yang yang rawan status gizi yang perlu
mendapatkan perhatian dari orang tua. Mengingat masih tingginya
prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada bayi dan anak usia 12-24 bulan.
Tahun 2005 diberikan PMT kepada keluarga miskin berupa bubur untuk
bayi usia 6-11 bulan dengan rasa beras merah, kacang hijau dan pisang
serta PMT berupa biskuit untuk anak usia 12-24 bulan. Dengan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) diharapkan akan terjadi peningkatan status gizi
balita melalui revitalisasi posyandu di masing-masing daerah (Depkes,
2005).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Puskesmas


3.1.1.Letak Geografis
Luas wilayah kerja Puskesmas Jatigede terdiri dari 12 desa
dengan luas wilayah kurang lebih 12.444 hektar, yang berbatasan dengan:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tomo
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Wado dan Jatinunggal
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Darmaraja dan Situraja
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Majalengka

3.1.2.Demografi
Kecamatan Jatigede berjumlah 24.896 jiwa dengan jumlah Kepala
Keluarga (KK) sebanyak 8.167 jiwa.

Tabel 3.1. Distribusi Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas


Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang

Jumlah
No Desa
n %
1 Sukakersa 1.697 6,8
2 Mekarasih 1.865 7,5
3 Ciranggem 2.824 11,3
4 Cisampih 2.467 9,9
5 Karedok 2.157 8,7
6 Kadu 2.073 8,3
7 Lebaksiuh 1.683 6,8
8 Cintajaya 2.044 8,2
9 Cipicung 2.965 11,9
10 Cijeungjing 2.278 9,2
11 Kadujaya 1.366 5,5
12 Jemah 1.477 5,9
Jumlah 24.896 100,0
Sumber : Laporan Tahunan Progran Gizi Puskesmas Jatigede
Tahun 2010
Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi penduduk yang
terbanyak terdapat di Desa Cipicung yaitu sebanyak 2.965 orang (11,9%)
dan yang paling sedikit di Desa Kadujaya yaitu sebanyak 1.366 orang
(5,5%).

Tabel 3.2. Distribusi Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Wilayah Kerja


Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang

Jumlah
No Desa
n %
1 Sukakersa 513 6,3
2 Mekarasih 581 7,1
3 Ciranggem 999 12,2
4 Cisampih 839 10,3
5 Karedok 769 9,4
6 Kadu 626 7,7
7 Lebaksiuh 657 8,0
8 Cintajaya 772 9,5
9 Cipicung 892 10,9
10 Cijeungjing 609 7,5
11 Kadujaya 436 5,3
12 Jemah 474 5,8
Jumlah 8.167 100,0
Sumber : Laporan Tahunan Program Gizi Puskesmas Jatigede
Tahun 2010

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi kepala keluarga


yang terbanyak terdapat di Desa Ciranggem yaitu sebanyak 999 orang
(12,2%) dan yang paling sedikit di Kadujaya yaitu sebanyak 436 orang
(5,3%).

Tabel 3.3. Distribusi Jumlah Balita di Wilayah Kerja Puskesmas


Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang

Jumlah
No Desa
n %
1 Sukakersa 78 5,1
2 Mekarasih 150 9,8
3 Ciranggem 166 10,9
4 Cisampih 143 9,4
5 Karedok 128 8,4
6 Kadu 126 8,3
Jumlah
No Desa
n %
7 Lebaksiuh 97 6,4
8 Cintajaya 126 8,3
9 Cipicung 193 12,6
10 Cijeungjing 142 9,3
11 Kadujaya 83 5,4
12 Jemah 94 6,2
Jumlah 1.526 100,0
Sumber : Laporan Tahunan Program Gizi Puskesmas Jatigede
Tahun 2010

Dari Tabel di atas dapat dilihat bahwa distribusi balita yang


terbanyak terdapat di Desa Cipicung yaitu sebanyak 193 orang (12,6%)
dan yang paling sedikit di Desa Jemah yaitu sebanyak 94 orang(6,2%).

3.1.3.Sarana dan Fasilitas Kesehatan


Sarana dan fasilitas kesehatan yang ada di Puskesmas Jatigede
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.4. Data Sarana dan Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang

No Sarana dan Fasilitas Jumlah


1 Puskesmas 1
2 Puskesmas Pembantu (Pustu) 1
3 Poskesdes 3
4 Polindes 4
5 Posyandu 42
6 Puskesmas Keliling (Pusling) 1
Jumlah 52
Sumber : Profil Puskesmas Jatigede Tahun 2010

3.2. Karakteristik Balita


3.2.1.Umur dan Jenis kelamin
Karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 3.5. Distribusi Umur Balita Gizi Kurang Berdasarkan Jenis
Kelamin di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede
Kabupaten Sumedang

Jenis Kelamin Jumlah


No Umur (bulan)
Laki-laki Perempuan n %
1 12-35 2 11 13 65
2 36-59 4 3 7 35
Jumlah 6 14 20 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 13 balita gizi kurang
yang berumur 12-35 bulan terdapat 2 orang laki-laki dan 11 orang
perempuan. Sedangkan dari 7 balita gizi kurang yang berumur 36-59 bulan
terdapat 4 orang laki-laki dan 3 orang perempuan.

3.2.2.Riwayat Penyakit
Karakeristik balita dilihat dari riwayat penyakit dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 3.6. Distribusi Balita Gizi Kurang Berdasarkan Riwayat
Penyakit di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede
Kabupaten Sumedang

Jumlah
No Riwayat Penyakit
n %
1 Asma 2 10
2 Tb Kelenjar 2 10
3 Kelainan Jantung 1 5

Dari tabel diatas dapat diketahui dari 20 orang balita gizi kurang,
5 0rang (25%) diantaranya mempunyai riwayat penyakit, penyakit asma
2 orang (10%), penyakit Tb kelenjar 2 orang (10%) dan kelainan jantung
1 orang (5%).

3.3. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan


Pengadaan PMTP di Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede
Kabupaten Sumedang menggunakan dana PIK (Pagu Indikatif
Kewilayahan). PMTP diberikan pada balita gizi kurang di Puskesmas
Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang selama 3 bulan yang
di mulai pada Bulan Agustus sampai Bulan Oktober 2010.
Adapun jenis dan jumlah PMTP berupa Marie biskuit balita 30
bungkus, Marie biskuit spesial 30 bungkus, bubur lanjutan 45 sachet, susu
pertumbuhan 15 dus, dan Multivitamin 15 botol.

3.4. Status Gizi


Status gizi balita ditentukan dengan menggunakan indikator BB/U
dan indikator BB/TB berdasarkan buku rujukan WHO NCHS. Status gizi
balita sebelum dan sesudah PMTP dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.7. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/U Sebelum dan
Sesudah PMTP Bulan I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di
Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang

Status Gizi (BB/U)


Total
No PMTP Baik Kurang Buruk
n % n % n % n %
1 Sebelum 0 0 16 80 4 20 20 100
2 Sesudah bln I 9 45 10 50 3 15 20 100
3 Sesudah bln II 5 25 13 65 2 10 20 100
4 Sesudah bln III 8 40 9 45 3 15 20 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa status gizi balita menurut
BB/U sebelum mendapatkan PMTP balita yang mempunyai status gizi
kurang sebanyak 16 orang (80%) dan terdapat balita yang mempunyai
status gizi buruk sebanyak 4 orang (20%). gizi baik dan gizi buruk. Pada
bulan I setelah mendapatkan PMTP mengalami perubahan status gizi,
yakni balita dengan status gizi baik sebanyak 9 orang (45%) dan status gizi
kurang sebanyak 10 orang (50%) serta status gizi buruk menjadi 3 orang
(15%). Tetapi pada bulan II setelah mendapat PMTP adalah balita yang
mempunyai status gizi baik menjadi 5 orang (25%), status gizi kurang
menjadi 13 orang (65%) dan status gizi buruk menjadi 2 orang (10%). Hal
ini terjadi karena sebagian balita menderita sakit diantaranya diare dan
ISPA.
Dampak penyakit infeksi terhadap pertumbuhan dan status gizi
adalah menurunnya berat badan. Keadaan demikian disebabkan oleh
hilangnya nafsu makan pada penderita penyakit infeksi (ISPA) sehingga
masukan zat gizi dan energi kurang dari kebutuhan(Pudjiadi, 2003).
Dari tabel diatas diperoleh gambaran status gizi mengalami
peningkatan setelah diberikan PMTP selama 3 bulan. Keadaan sebelum
pemberian PMTP balita tidak terdapat balita dengan status gizi baik, balita
dengan status gizi kurang 16 orang (80%) dan status gizi buruk sebanyak 4
orang (20%). Status gizi setelah pemberian PMTP menjadi balita dengan
status gizi baik sebanyak 8 orang (40%), status gizi kurang menjadi 9 orang
(45%) dan status gizi buruk 3 orang (15%).

Tabel 3.8. Distribusi Status Gizi Menurut Indeks BB/TB Sebelum dan
Sesudah PMTP Bulan I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di
Puskesmas Jatigede Kecamatan Jatigede Kabupaten
Sumedang

Status Gizi (BB/TB)


Total
No PMTP Normal Kurus
n % n % n %
1 Sebelum 15 75 5 25 20 100
2 Sesudah 18 90 2 10 20 100

Dari tabel diatas diperoleh gambaran peningkatan status gizi


berdasarkan indikator BB/TB setelah diberikan PMTP selama 3 bulan.
Keadaan status gizi sebelum diberikan PMTP adalah balita dengan status
gizi normal sebanyak 15 orang (75%) dan status gizi kurus sebanyak 5
orang (25%). Sedangkan setelah pemberian PMTP adalah balita dengan
status gizi normal menjadi 18 orang (90%) dan status gizi kurus sebanyak 2
orang (10%).

3.5. Hasil Konsumsi


Hasil konsumsi PMTP selama 3 bulan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.9. Distribusi Status Gizi Menurut Hasil konsumsi PMTP Bulan
I, II dan III Pada Balita Gizi Kurang di Puskesmas Jatigede
Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang

Hasil Konsumsi
Total
No PMTP Habis Tidak
n % n % n %
1 Bulan I 9 45 11 55 20 100
2 Bulan II 11 55 9 45 20 100
3 Bulan III 10 50 10 50 20 100
Dari tabel diatas dapat diketahui hasil konsumsi pada bulan I yang
habis sebanyak 9 orang (45%) dan yang tidak habis sebanyak 11 orang
(55%). Pada bulan II yang habis sebanyak 11 0rang (55%) dan yang tidak
habis sebanyak 9 orang (45%). Sedangkan pada bulan III balita yang
dengan hasil konsumsi habis sebanyak 10 orang (50%) dan yang tidak
habis sebanyak 10 orang (50%).
Dari hasil wawancara jenis makanan yang tidak habis bubur
lanjutan dan multivitamin. Alasan tidak habis karena sasaran PMTP
semuanya berumur diatas 12 bulan sehingga enggan untuk makan bubur
lanjutan, untuk multivitamin rasanya tidak disukai sasaran dan cenderung
agak pahit.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
1. Dengan PMTP semakin banyak balita yang mempunyai status gizi baik
berdasarkan indikator BB/U dibandingkan dengan sebelum PMTP yaitu
dari 0% menjadi 40%.
2. Dengan PMTP semakin banyak balita yang mempunyai status gizi
normal berdasarkan indikator BB/TB dibandingkan dengan sebelum
PMTP yaitu dari 75% menjadi 90%.
3. Dengan PMTP terdapat penurunan jumlah balita dengan status gizi
buruk berdasarkan indikator BB/U dibandingkan dengan sebelum PMTP
yaitu dari 20% menjadi 15%.
4. Dengan PMTP terdapat penurunan jumlah balita dengan status gizi
kurus berdasarkan indikator BB/TB dibandingkan dengan sebelum
PMTP yaitu dari 25% menjadi 10%.
5. Rata-rata hasil konsumsi PMTP yang habis 50% dan yang tidak habis
50% dan jenis makanan yang tidak habis yaitu bubur lanjutan dan
multivitamin.
4.2. Saran
1. Diharapkan untuk PMTP selanjutnya agar jenis dan bentuk makanan
untuk PMTP disesuaikan dengan umur balita.
2. Diharapkan untuk ibu balita untuk memperhatikan kesehatan anak
selama pemberian makanan tambahan pemulihan agar tidak terjadi
penurunan status gizi.
DAFTAR PUSTAKA

Azharni, 2006. Tumbuh Kembang dan Pemberian Makanan Tamabahan Pada


Anak Gizi Buruk Umur 6 – 24 Bulan di Kecamatan Siabu Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2006. Skripsi FKM USU

Bapennas, 2010. Pedoman Penyusunan Rencana Aksi Percepatan


Pencapaian Tujuan MDG’s di Daerah (RAD MDGs). Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta

Depkes, RI, 2003. Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan Makanan


Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Instant Untuk Bayi Umur 6-11 Bulan.
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta

Depkes, RI, 2005. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan


Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2005. Ditjen Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat, Jakarta

Dinkes, 2008. Petunjuk Operasional Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)


Masalah Gizi Buruk bagi Petugas, Aparat Desa dan Kader Tahun 2008.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Bandung

Hayatinur. E, dkk, 2006. Penggunaan Data Status Gizi Untuk Pengalokasian


Anggaran Program Gizi Depkes RI di Area Desentralisasi. Sains Kesehatan
19, Berkala Penelitian Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Kesehatan UGM, Yogyakarta

Kemenkes, RI, 2011. Buku Saku MDG’s Tahun 2011. Biro Perencanaan dan
Anggaran Kementerian Kesehatan RI, Jakarta

Krisnatuti. D, 2002. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Puspa Swara

Retno, 2009. Gizi Bagi Balita. http://www.gizi/index.php.option.com

Rochyani, dkk, 2007. Pengaruh Pemberian MP-ASI Program dan MP-ASI


Komersial Terhadap Pertumbuhan Bayi Usia 6-11 Bulan Di Kabupaten
Kampar. Jurnal Gizi Klinis Indonesia Volume 3 Nomor 3

Soekirman, 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional

Suhardjo, dkk, 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerbit Universitas


Indonesia, Jakarta.

Supariasa, dkk, 2001. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Jakarta

Puskesmas Jatigede, 2010. Laporan Tahunan Program Gizi Tahun 2010.


Program Gizi Puskesmas Jatigede
Puskesmas Jatigede, 2010. Profil Kesehatan Tahun 2010.

Pudjiadi. S, 2003. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak Edisi Ke Empat. Penerbit
Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai