Anda di halaman 1dari 18

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermi vormis, dan

merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan

menurut (Smeltzer, 2002), Apendisitis merupakan inflamasi apendiks yaitu

suatu bagian seperti kantung yang non fungsional dan terletak di bagian

inferior seikum. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi

akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum

untuk bedah abdomen darurat.

Adapun pengertian Apendisitis yang lainnya adalah peradangan akibat

infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa

mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa

pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan

menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu

besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kuadran kanan bawah.

Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak

mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir

(http://www.google.com).

Jadi, kesimpulan dari apendisitis adalah peradangan pada apendiks

vermi formis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang

terletak di perut kuadran kanan bawah.

6
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi

Apendiks (usus buntu) merupakan bagian dari usus besar yang

muncul seperti corong dari akhir seikum pintu keluar yang sempit tetapi

masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Vertikulum

seperti cacing dengan panjang mencapai 18 cm terbuka ke arah seikum

sekitar 2,5 cm di bawah katub ileosekal. Apendiks tergantung menyilang

pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak

horizontal di belakang pada seikum sebagai suatu organ pertahanan

terhadap infeksi, kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif

yang menimbulkan perforasi dibandingkan ke dalam rongga abdomen.

GAMBAR.1 Gambaran Anatomi Usus Besar

Sumber : Sylvia A. Price, 1994.

7
2. Fisiologi

a. Usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus

besar, bagian-bagian usus halus :

1) Duodenum

Disebut juga usus 12 jari panjangnya kurang lebih 25 cm,

berbentuk seperti sepatu kuda melengkung pada lingkungan ini

terdapat pancreas.

2) Yeyenum dan ileum

Mempunyai panjang sekitar 6 cm, dua perlima atas adalah

(yeyenum) dengan panjang 2-3 cm dan ileum dengan panjang 4-5

cm.

Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen

posterior dengan perantara lipatan pertonium yang berbentuk kipas

dikenal sebagai mesenterium.

b. Usus besar

Panjangnya 1,5 lebarnya 5-6 cm, bagian-bagian usus besar.

1) Seikum

Dibawah seikum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk

seperti cacing sehingga disebut umbel cacing panjangnya 6 cm.

2) Kolon asenden

Panjangnya 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan

membujur ke atas dari ileum ke bawah hati.

3) Apendiks (usus halus)

8
Bagian dari usus besar muncul seperti corong dari akhir seikum

mempunyai pintu keluar yang sempit tapi memungkinkan dapat

dilewati oleh beberapa isi usus.

4) Kolon transfersum

Panjangnya 38 cm membujur dari kolon asenden sampai ke kolon

desenden berada dibawah abdomen sebelah kanan terdapat

flektura hepatica dan sebelah kiri terdapat flektura lienalis.

5) Kolon desendens

Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,

membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke

depan ileum kiri bersambung denga kolon sigmoid.

6) Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari desenden terletak miring dalam rongga

pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S ujung

bawahnya berhubungan dengan rectum.

7) Rektum

Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum

mayor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis di depan os

sakrum dan os koksigis.

8) Anus

Bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar (udara luar) terletak didasar pelvis dindingnya

diperkuat oleh 3 spinter yaitu : spinter Ani Interus bekerja tidak

9
menurut kehendak, spinter levatop Ani bekerja juga tidak menurut

kehendak, spinter ani eksternals bekerja menurut kehendak.

C. Etiologi

Apendisitis merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan

sebagai penyebabnya adalah (obstruksi lumen apendiks faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus, kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh

konstipasi, erosi mukosa apendiks karena parasit) (Sjamsuhidayat, 2004).

D. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan obstruksi lumen

apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena

fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obat yang diberikan

adalah antibiotik profilaksia untuk mengurangi luka sepsis pasca operasi yaitu

metronidazol supositoria.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang

mengakibatkan edema, diapedesis, bakteri dan ulserasi mukosa. Pada saat ini

terjadi apendisitis akut local yang ditandai oleh nyeri epigastrum. Bila sekresi

mukus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat

sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan apendisitis suparaktif akut.

10
Bila aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan ganggren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.

Bila dinding yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal

yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat

menjadi abses atau menghilang.

Omentum pada anak-anak lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang masih kurang memudahkan terjadi perforasi. Sedangkan pada

orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah

(Mansjoer, 2000).

E. Manifestasi Klinik

Pasien dengan apendisitis akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut

: nyeri kuadran kanan bawah disertai dengan mual, muntah, dan anoreksia,

pada titik mc. Burney nyeri tekan setempat karena tekanan, leukosit PMN

meningkat, obstruksi fekalit atas massa fekal padat, suhu kurang lebih 37,50 C

– 38,50 C, konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri (Mansjoer, 2000).

F. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah sepsis yang dapat berkembang

menjadi : perforasi, abses, peritonitis. Perforasi secara umum terjadi 24 jam

11
setelah nyeri. Gejala nyeri antara lain demam suhu 37,50 C – 38,50 C atau

lebih tinggi, penampilan toksik, meningkatnya nyeri, spasme otot dinding

perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi ileus, demam, malaise, dan leokositosis (Schwartz, Seymour I,

2000).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut

atau kronis.

Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical)

dan pembedahan (surgical).

1. Non bedah (non surgical)

Penatalaksanaan ini dapat berupa :

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses

pasase makanan

c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva

pada makanan

d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi,

coklat, dan jus jeruk

e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah

masalah refluks nonturnal

f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal

12
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan gradient

tekanan gastro esophagus

h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat memperberat

esofagistis

2. Pembedahan

Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal

sebagai berikut :

Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri tekan

atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke

lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar apendiks

diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum

dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran

intra abdomen dan sepsis.

Kavum peritoneum dibilas dengan larutan tetrasiklin dan luka ditutup.

Diberikan antibiotic profilaksis untuk mengurangi luka sepsis pasca

operasi yaitu metronidazol supositoria (Syamsuhidayat, 2004).

H. Pengkajian Fokus

1. Biodata

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan

nomor register.

13
2. Pola Nutrisi

- Makan bersuhu ekstrem

- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk

3. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita

akan lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

4. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,

bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,

keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang

sama.

5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon

a. Pola persepsi dan kesehatan

Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya

kesehatan bagi klien dan keluarga serta upaya apa yang dilakukan

dalam mengatasi masalah kesehatannya.

14
b. Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi

makan klien, apakah selalu menghabiskan porsinya, apakah klien

mengalami mual, muntah saat makan, apakah ada pantangan makanan.

c. Pola istirahat dan tidur

Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa

frekuensi tidur klien.

d. Pola persepsi sensori dan kognitif

Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur

dengan PQRST.

P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat

Q : Nyeri dirasakan seperti apa

R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana

S : Berapa skala nyeri yang dirasakan klien

T : Nyeri dirasakan intermitten atau continue

e. Pola aktivitas dan latihan

Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien.

6. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Lemah atau baik

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t :

Hipertensi

d. Kepala : Mesochepal

15
e. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak

f. Dada atau paru :

I : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak

Pa : Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak

Pe : Pekak seluruh lapang paru atau tidak

Au : Suara cordius tampak atau tidak

g. Jantung

I : Ictus cordius tampak atau tidak

Pa : Ictus cordius teraba atau tidak

Pe : Konfigurasi normal atau tidak

Au : Terdapat suara abnormal atau tidak

h. Abdomen

I : Apakah ada pembesaran abdomen

Pa : Dengarkan bising usus

i. Genetalia : Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak

Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut

b. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan

non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal

16
c. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah

yang dapat menyerupai nyeri kuadran kanan bawah karena iritasi saraf

T10, T11, T12

d. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius berat

(Carpenito, Lynda Juall : 1998)

17
I. Pathways Keperawatan

Hiperplasis folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing, tumor, atau neoplasma

Obstruksi lumen apendiks

Menyumbat saluran mukosa

Peningkatan tekanan intraluminal

Apendisitis

Kronik Akut

Obstruksi vena dan perluasan Sekresi mucus meningkat


Peradangan
Terjadi pembengkakan
Aliran arteri terganggu (infeksi, bakteri, ulcerasi)

Nekrosis, gangrene, perforasi Nyeri Tidak


efektifnya pola
nafas
Resiko
infeksi
Penatalaksanaan

Non bedah (non surgical) Pembedahan (surgical ) apendiktomi


- Batasi diet dengan makan
sedikit dan sering (4-6 kali) Pembedahan
- Minum cairan adekuat pada
saat makan untuk membantu
pasase makanan
Anestesi Luka atau pembedahan
- Makan perlahan dan
mengunyah sempurna untuk
mencegah masalah refluks Perdarahan Jaringan terbuka
nocturnal Lokal General
terbuka
- Tinggikan kepala tempat tidur anestesi
6-8 inci untuk mencegah Inkontinuitas
refluks nocturnal jaringan terputus
- Turunkan berat badan bila Pusat Pusat pernafasan terganggu
kegemukan untuk kesadaran ↓
menurunkan Resiko infeksi Tidak efektifnya pola nafas
Reflek batuk ↓

Akumulasi saluran pernafasan

R. Syamsuhidayat, 2004 Tidak efektifnya bersihan jalan nafas

18
J. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah (Doenges, 2000)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka

post operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala

yang membuat diagnosa actual (Doenges, 2000)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru

(Ulric, 1990).

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

saluran pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran

menurun (Doenges, 2000)

K. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah

Tujuan : Nyeri dapat berkurang

KH : Nyeri hilang, skala 0, pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat

dengan tepat

Intervensi :

a. Kaji nyeri, catat lokasi, karateristik, beratnya (skala 0-10)

19
Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan

penyembuhan. Perubahan pada karateristik nyeri

menunjukkan terjadinya abses/peritonitis.

b. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Rasional : Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan

posisi terlentang

c. Berikan aktivitas hiburan

Rasional : Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan

kemampuan koping

d. Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka

post operasi

Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda infeksi

KH : Tidak ditemukan tanda-tanda dan gejala infeksi

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Dengan adanya infeksi atau terjadinya sepsis, abses,

peritonitis

b. Observasi tanda dan gejala infeksi

Rasional : Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi

c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka yang aseptik

20
Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri

d. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik

Rasional : Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan

jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada

sebelumnya) untuk menunjukkan penyebaran dan

pertumbuhan pada rongga abdomen

e. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan

Rasional : Dapat diperlukan untuk mengalirkan pus terlokisir

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru

Tujuan : Klien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif.

KH : Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal.

Intervensi :

a. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pola nafas

Rasional : Penurunan bunyi nafas dapat menunjukkan atelektasis

b. Atur posisi klien semi fowler

Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan

menurunkan upaya pernafasan

c. Lakukan pengisapan lendir

Rasional : Mencegah sekresi menyumbat jalan nafas

d. Kolaborasi untuk pemberian O2

21
Rasional : Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi

sekunder terhadap penurunan ventilasi atau menurunnya

permukaan alveolar

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi

saluran pernafasan

Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih /

jelas

KH : Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan

nafas

Intervensi :

a. Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk

Rasional : Batuk paling efektif pada pasien posisi duduk, tinggi atau

kepala dibawah setelah perkusi dada

b. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas

Rasional : Beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan obstruksi

jalan nafas dan dapat dimanifestasikan adanya bunyi nafas

adventinus

c. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi atau

ekspirasi

Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat

ditimbulkan pada penerimaan atau selama stress proses

22
inflamasi akut pernasafan dapat merambat dan frekuensi

ekspirasi menunjang inspirasi

d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman

Rasional : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi

pernafasan dengan menggunakan gravitasi

23

Anda mungkin juga menyukai