Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sederet pertanyaan akan segera muncul pada saat pertama kali menyajikan
matakuliah ini. Misalnya mengapa ISBD perlu diajarkan, bukankah ia menambah
beban mahasiswa dan mengapa ia termasuk mata kuliah MBB (Matakuliah
Berkehidupan Bermasyarakat).

Pertanyaan semacam ini merupakan landasan untuk menyatakan posisi ISBD


sebagai matakuliah di perguruan tinggi. Kebijakan mengatur matakuliah ini kemudian
muncul, terutama pada tahun 1982. Ini pun dilatarbelakangi oleh alasan bahwa
penyajian matakuliah ISBD pada berbagai perguruan tinggi di Indonesia tidak
seragam, bahkan status dari matakuliah ini masih bersifat sukarela.

Kondisi inilah yang kemudian melahirkan Keputusan Mendikbud No.


0212/U/1982 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Perguruan Tinggi, terutama
pada pasal 2 ayat 1 yang menegaskan bahwa pada dasarnya kurikulum program
sarjana (S1) meliputi tiga komponen, yaitu matakuliah dasar umum, matakuliah dasar
keahlian, dan matakuliah keahlian.

Penyusunan kurikulum dengan komponen-komponen semacam itu didasarkan


pada satu asumsi bahwa lulusan perguruan tinggi Indonesia, sebagai tenaga ahli,
bahwa berbekal keterampilan profesi sehingga mampu bekerja secara instrumental,
atau harus menjadi orang yang capable dalam bidang keahliannya. Semua ini akan
dicapai melalui matakuliah-matakuliah keahlian yang dialokasikan sekitar 60-70%
dari seluruh program pendidikan.

Di samping itu, lulusan perguruan tinggi Indonesia diharapkan mampu


mengetahui konsekuensi profesinya, mampu bekerja secara pragmatic sehingga

1
pantas disebut sebagai sarjana yang professional. Ini semua akan dicapai melalui
serangkaian matakuliah dasar keahlian yang dialokasikan sekitar 20-25% dari
keseluruhan program pendidikan.

Mata Kuliah Dasar Umum pada dasarnya adalah untuk membantu


perkembangan pendidikan bagi mahasiswa, agar memperoleh ciri-ciri kepribadian
yang diharapkan dari setiap anggota terpelajar itu mendapat pengetahuan
ketrampilan, tetapi juga menunjukkan kepribadian yang khas, sesuai dengan nilai-
nilai hokum bangsa sendiri. Pendidikan ini bersifat intelektual dan bersifat kejiwaan
guna mendidik kepribadian sebagai keseluruhan agar kaum terpelajar menjadi ahli
ilmu pengetahuan (ilmuan) yang dapat mengembangkan nusa, bangsa, negara dan
pribadi sesuai dengan Pancasila (Raker Rektor se Indonesia, 1980).

Mata Kuliah Dasar Umum pada Perguruan Tinggi dikelompokkan menjadi 2


(dua) bagian. Pada kelompok pertama, diharapkan dapat memberi dasar pedoman-
pedoman untuk bertindak warga negara yang terpelajar, yang meliputi mata kuliah:

1. Agama
2. Pancasila
3. Kewiraan
Ketiga matakuliah kelompok pertama tersebut diatas merupakan matakuliah intra
kurikuler yang diwajibkan kepada semua mahasiswa yang dinilai dan ikut
menentukan kenaikan tingkat, jenjang pendidikan dan ujian-ujian.
Pada kelompok kedua, diharapkan dapat membantu kepekaan mahasiswa
berkenaan dengan lingkungan alamiah, lingkungan social dan meliputi matakuliah:
1. Ilmu Sosial Dasar (ISD)
2. Ilmu Budaya Dasar (IBD)
3. Ilmu Alamiah Dasar (IAD)

2
Ketigamata kuliah dasar tersebut di atas diwujudkan bagi semua mahasiswa
dengan ketentuan bahwa mahasiswa bidang pengetahuan keahlian berada di dalam
ruang lingkup perhatian salah satu mata kuliah dasar tersebut tidak diwajibkan
mengikuti mata kuliah yang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ISBD ?


2. Cakupan materi dan penjelasan apa yang terdapat dalam ISBD ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai ISBD.


2. Untuk mengetahui materi beserta penjelasannya dalam ISBD.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengantar Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD)

A. Hakikat dan Ruang Lingkup ISBD


1. Hakikat ISD dan IBD
Secara garis besar ilmu dan pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam, yaitu:
a. Ilmu alamiah (natural sciences)
b. Ilmu Sosial (social sciences)
c. Pengetahuan Budaya (the humanities)
Ilmu Sosial Dasar (ISD) termasuk dalam kelompok ilmu social. Namun, ISD
tidak bersifat sebagai pengantar kearah suatu bidang disiplin ilmu social sebagaimana
pengantar ilmu politik, pengantar antropologi, pengantar sosiologi, dan sebagainya.
ISD menggunakan pengertian yang berasal dari berbagai disiplin ilmu untuk
menanggapi masalah-masalah social, khususnya yang dihadapi masyarakat Indonesia.

ISD mempunyai tema pokok, yaitu hubungan timbal balik manusia dengan
lingkungannya. Adapun sasaran atau objek kajian ISD adalah sebagai berikut.

a. Berbagai kenyataan bersama yang merupakan social yang dapat ditanggapi


melalui pendekatan sendiri maupun pendekatan antarbidang (interdisiplin).
b. Keanekaragaman golongan dan kesatuan social dalam masyarakat yang
masing-masing memiliki kepentingan dan kebutuhan sendiri, tetapi terdapat
juga persamaan kepentingan yang dapat mengakibatkan kerja sama dan
pertentangan.

Intinya, matakuliah ISD adalah upaya untuk memberikan pengetahuan dasar


dan pengetahuan umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji
gejala-gejala social sehingga daya tangkap, persepsi, dan penalaran mahasiswa

4
terhadap lingkungan social meningkat, dengan demikian kepekaan sosialnya pun
bertambah.

Tujuan matakuliah ISD adalah membantu perkembangan wawasan pemikiran


dan kepribadian mahasiswa agar memperoleh wawasan pemikiran yang lebih luas
dan ciri-ciri kepribadian yang diharapkan dari setiap tingkah laku manusia dalam
menghadapi manusia lain, serta sikap dan tingkah laku manusia lain terhadap
manusia yang bersangkutan.

Ilmu Budaya Dasar (IBD) dalam kelompok ilmu dan pengetahuan termasuk
dalam kelompok pengetahuan budaya (the humanities), tetapi tidak identic dengan
pengetahuan budaya itu sendiri. IBD (basic humanities) berbeda dengan pengetahuan
budaya (the humanities). Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai manusia
sebagai makhluk berbudaya, sedangkan IBD mengkaji masalah kemanusiaan dan
budaya. IBD adalah suatu pengetahuan yang menelaah berbagai masalah
kemanusiaan dan budaya, dengan menggunakan pengertian yang berasal dari dan
telah dikembangkan oleh berbagai bidang pengetahuan atau keahlian.

Adapun yang menjadi pokok kajian IBD adalah berbagai aspek kehidupan
yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya serta
hakikat manusia yang satu. Termasuk pula didalamnya pemahaman akan system nilai
buadaya, yaitu konsepsi tentang nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar
masyarakat. System nilai budaya berfungsi sebagai pedoman bagi sikap mental, pola
pikir, dan pola perilaku warga masyarakat.

IBD merupakan suatu upaya memberikan pengetahuan dasar dan umum


mengenai konsep-konsep budaya untuk mengkaji masalah kemanusiaan dan budaya.
Pendekatan pokok kajian IBD dilakukan dengan menggunakan pengetahuan dasar
dan umum tentang konsep budaya dari berbagai keahlian pengetahuan budaya
maupun dengan menggunakan masing-masing keahlian dalam pengetahuan budaya.

5
Tujuan IBD adalah mengembangkan kepribadian mahasiswa dengan cara
memperluas wawasan pemikiran dan kemampuan kritikal terhadap masalah-masalah
budaya sehingga daya tangkap, persepsi, dan penalaran budaya mahasiswa menjadi
halus dan manusiawi.

Namun dalam rangka efektivitas dan keterpaduan maka sesuai SK Dirjen


Dikti No.44/2006 pengorganisasian materi maupun teknik penyajiannya digabungkan
ISBD. Dengan demikian, ilmu social budaya dasar (ISBD) dapat dikatakan sebagai
paduan atau integrasi dari kajian ISD dan IBD. Sebagai integrasi dari ISD dan IBD,
ISBD memiliki kompetensi dasar menjadi ilmuan yang profesional, yakni yang
berpikir kritis, kreatif, sistematik dan ilmiah, berwawasan luas, etis, serta memiliki
kepekaan dan empati terhadap solusi pemecahan masalah sosial dan budaya secara
arif (SK Dirjen Dikti No. 44 tahun 2006).

2. Ruang Lingkup ISD, IBD, dan ISBD

ISD memberikan dasar-dasar pengetahuan kepada mahasiswa yang


diharapkan akan cepat tanggap serta mampu menghadapi dan menanggulangi
masalah-masalah dalam kehidupan masyarakat (masalah sosial). Dengan mengetahui
dan mengorientasikan diri ke dalamnya, paling tidak ia harus mampu mengetahui
kearah mana pemecahan jalan keluar suatu permasalahan yang dihadapi.

Karena, bagaimanapun juga masalah-masalah sosial telah berkembang


sedemikian kompleksnya. Mulai dari lingkup local, regional, nasional maupun
internasional.

Ruang lingkup materi yang disajikan dalam ISD meliputi:

a. Individu, keluarga dan masyarakat.


b. Masyarakat desa dan masyarakat kota.
c. Masalah penduduk.
d. Pelapisan sosial.

6
e. Pemuda dan sosialisasi.
f. Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan.

Berdasarkan hasil konsorsium pada lokakarya tahun 1982, ditetapkan bahwa


matakuliah IBD adalah usaha yang diharapkan dapat memberikan bekal pengetahuan
dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk
mengkaji masalah-masalah budaya.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa IBD bukanlah pengetahuan


mengenai budaya. Jadi, materi yang disajikan bukanlah tema atau topic tentang
kebudayaan. Yang dijadikan pokok kajian IBD adalah aspek kehidupan yang
seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya, hakikat manusia
yang satu, serta system nilai budaya. Ruang lingkup yang dijadikan tema dalam mata
kuliah IBD mencakup hal-hal berikut.

a. Manusia dan pandangan hidup.


b. Manusia dan keindahan.
c. Manusia dan keadilan.
d. Manusia dan cinta kasih
e. Manusia dan tanggung jawab.
f. Manusia dan kegelisaan.
g. Manusia dan harapan.

Kemudian, ketika materi ISD dan IBD digabung menjadi ISBD maka sesuai
dengan konsep kurikulum berbasis kompetensi memuat sejumlah substansi kajian
yang mengarah pada tercapainya kompetensi dasar. Artinya, bahwa pemberian
substansi kajian atau ruang lingkup kajian ISBD yang ada kepada mahasiswa
diharapkan dapat mencapai kompetensi dasar matakuliah yang dimaksud.

Adapun substansi kajian ISBD berdasarkan ketentuan dalam Surat Keputusan


Dirjen Dikti No.30/Dikti/Kep/2003 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok

7
Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat di Perguruan Tinggi Indonesia, mencakup
pokok-pokok kajian sebagai berikut.

a. Pengantar ISBD.
b. Manusia sebagai makhluk budaya.
c. Manusia dan peradaban.
d. Manusia sebagai makhluk individu dan social.
e. Manusia, keragaman, dan kesederajatan.
f. Moralitas dan hukum.
g. Manusia, sains, dan teknologi.
h. Manusia dan lingkungan.

Sedangkan menurut ketentuan baru, yaitu Surat Keputusan Dirjen Dikti


No.44/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Berkehidupan Bermasyarakat di Perguruan Tinggi, substansi kajian ISBD meliputi
hal-hal berikut.

a. Pengantar ISBD.
b. Manusia sebagai makhluk budaya.
c. Manusia sebagai makhluk individu dan social.
d. Manusia dan peradaban.
e. Manusia, keragaman, dan kesetaraan.
f. Manusia, nilai moral, dan hukum.
g. Manusia, sains, teknologi, dan seni.
h. Manusia dan lingkungan.

Menyimak dari isi kajian diatas, dapat dikemukakan bahwa kajian ISBD
mencakup masalah social dan masalah budaya serta keberadaan manusia sebagai
subjek bagi masalah-masalah tersebut. Baik dihadapkan pada masalah social maupun
budaya tersebut, diharapkan manusia dapat meningkat wawasannya, kepekaannya,
serta berempati terhadap masalah maupun pemecahan masalahnya.

8
B. ISBD Sebagai Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB) dan
Pendidikan Umum

1. ISBD Merupakan Kelompok MBB di Perguruan Tinggi

Menurut keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor


232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, kelompok bahan kajian dan pelajaran yang
dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum terdiri atas:

a. Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) adalah kelompok


bahan kajian pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian mantap dan mandiri, serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
b. Kelompok Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK) adalah kelompok
bahan kajian dan pelajaran yang ditunjukan terutama untuk memberikan
landasan penguasaan ilmu dan keterampilan tertentu.
c. Kelompok Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB) adalah kelompok bahan
kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan
kekaryaan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
d. Kelompok Matakuliah Perilaku Berkarya (MPB) adalah kelompok bahan
kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku
yang diperluka seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian
berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
e. Kelompok Matakuliah Berkehidupa Bermsyarakat (MBB) adalah kelompok
bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami
kaidah berkehidupan bermsyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam
berkarya.

9
Menurut Surat Keputusan Menteri No. 232/U/2000 tersebut ISD dan IBD
termasuk dalam kelompok MPK kurikulum Institusional. Kurikulum institusional
merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang merupakan bagian dari
kurikulum pendidikan tinggi, yang terdiri atas tambahan dari kelompok ilmu dan
kurikulum inti yang disusun dengan memperhatikan keadaan dan kebutuhan
lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan. Sedangkan, kelompok
MPK kurikulum institusional yang lain, misalnya Bahasa Indonesia, Bahasa inggris,
ilmu alamiah dasar, filsafat ilmu, dan olahraga (pasal 10 ayat (2)).

Selanjutnnya terjadi perubahan, berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Dikti


No.30/Dikti/Kep/2003 dan Surat Keputusan Dirjen Dikti No.44/Berkehidupan
Bermasyarakat di Perguruan Tinggi maka ISBD termasuk dalam kelompok MBB
(Matakuliah Berkehidupan Bermsyarakat). Selengkapnya, matakuliah yang termasuk
dalam MBB terdiri atas:

a. Ilmu sosial dan budaya dasar (ISBD)


b. Ilmu kelaman dasar (IAD)

a. Visi kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB)

Visi kelomok MBB di perguruan tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman
bagi penyelenggaraan program studi guna mengantarkan mahasiswa memantapkan
kepribadian, kepekaan sosial, kemampuan hidup bermsyarakat, pengetahuan tentang
pelestarian, pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan mempunyai
wawasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

b. Misi kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermsyarakat (MBB)

Misi kelompok (MBB) di perguruan tinggi membantu


menumbuhkembangkangkan: daya kritis, daya kreatif, apresiasi, dan kepekaan
mahasiswa terhadap nilai-nilai sosial budaya demi memantapkan kepribadiannya
sebagai bekal hidup bermasyarakat selaku individu dan makhluk sosial.

10
2. ISBD Sebagai Program Pendidikan Umum (General Education)

Pendidikan tinggi sebagai kelanjutan dari pendidikan menengah yang


diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
Pendidikan tinggi dilaksanakan di perguruan tinggi dan oleh perguruan tinggi yang
terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan professional.

Lulusan perguruan tinggi baik ilmuwan/akademisi dan professional


diharapkan memiliki jenis kemampuan yang meliputi kemampuan personal,
kemampuan akademik, dan kemampuan professional.

Kemampuan personal adalah kemampuan kepribadian. Dengan kemampuan


ini para tenaga ahli diharapkan memiliki pengetahuan sehingga mampu menunjukkan
sikap, tingkah laku, dan tindakan yang mencerminkan kepribadian Indonesia;
memahami dan mengenal nilai-nilai keagamaan, kemsyarakatan, dan kenegaraan
(Pancasila); memiliki pandangan yang luas dan kepekaan terhadap berbagai masalah
yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia.

Kemampuan akademik adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara


ilmiah, baik lisan maupun tulisan; menguasai peralatan analisis, berpikir logis, kritis,
sistmatik, dan analitik; memiliki kemampuan konsepsional untuk mengidentifikasi
dan merumuskan masalah yang dihadapi serta mampu menawarkan alternative
pemecahan.

Kemampuan profesional adalah kemampuan dalam bidang profesi tenaga ahli


yang bersangkutan. Dengan kemampuan ini, para tenaga ahli diharapkan memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi dalam bidang profesinya.

Kemampuan personal ditanamkan kepada para mahasiswa sebagai calon


tenaga ahli melalui program pendidikan umum (general education). Pendidikan

11
umum merupakan studi (bidang kajian) yang membekali peserta didik berupa
kemampuan dasar tentang pemahaman, penghayatan, dan pengamalan nilai-nilai
dasar kemanusiaan, sebagai makhluk Tuhan, sebagai pribadi, anggota keluarga,
masyarakat, warga negara, dan sebagai bagian dari alam.

ISBD mengambil peran sebagai program pendidikan umum yang bersifat


mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan personal. Kemampuan personal
berkaitan dengan kemampuan individu untuk menempatkan diri sebagai anggota
masyarakat yang tidak terpisahkan dari masyarakat serta kemampuan untuk memiliki
tanggung jawab sosial kemasyarakatan. Tanggung jawab itu diwujudkan dengan
keikutsertaan dalam memecahkan masalah sosial budaya di masyarakatnya sesuai
dengan ilmu yang dimiliki.

C. ISBD Sebagai Alternatif Pemecahan Masalah Sosial Budaya

ISBD sebagai integrase dari ISD dan IBD memberikan dasar-dasar


pengetahuan sosial dan konsep-konsep budaya kepada para mahasiswa sehingga
mampu mengkaji masalah sosial, kemanusiaan dan budaya. Selanjutnya, diharapkan
mahasiswa peka, tanggap, kritis, serta berempati atas solusi pemecahan masalah
sosial dan budaya secara arif.

Seperangkat konsep dasar ilmu sosial dan budaya tersebut secara interdisiplin
digunakan ebagai alat bagi pendekatan dan pemecahan masalah yang timbul dan
berkembang dalam masyarakat. Dengan demikian, ISBD memberikan alternative
sudut pandang atas pemecahan masalah sosial budaya di masyarakat. Berdasarkan
pemahaman yang diperoleh dari kajian ISBD, mahasiswa dapat mengorientasikan diri
untuk selanjutnya mampu mengetahui kearah mana pemecahan masalah harus
dilakukan.

Pendekatan dalam ISBD lebih bersifat interdisiplin atau multidisiplin,


khsusnnya ilmu-ilmu sosial dalam menghadapi masalah sosial. Pendekatan dalam

12
ISBD bersumber dari dasar-dasar ilmu sosial dan budaya yang bersifat terintegrasi.
ISBD digunakan untuk mencari pemecahan masalah kemsyarakatan melalui
pendekatan interdisipliner atau multidisipliner ilmu-ilmu dan budaya.

Pendekatan dalam ISBD akan memperluas pandangan bahwa masalah sosial,


kemanusiaan, dan budaya dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Dengan
wawasan ini pula maka mahasiswa tidak jauh dalam sifat pengotakan ilmu secara
ketat. Sebuah ilmu secara mandiri tidak cukup mampu mengkaji sebuah masalah
kemasyarakatan. Dewasa ini, sebuah masalah berkembang semakin kompleks. Kajian
atas suatu masalah membutuhkan berbagai sudut pandang keilmuan, demikian pula
dengan solusi pemecahannya.

ISBD sebagai kajian masalah sosial, kcmanusiaan, dan budaya, sekaligus pula
memberi dasar pendekatan yang bersumber dari dasar-dasar ilmu sosial yang
terintegrasi. Pendekatan yang mendalam dan bersifat subject oriented dibebankan
pada ilmu sosial dan budaya yang lebih bersifat teoretis, baik menyangkut ruang
lingkup, metode, dan sistematikanya.

Demikian pula halnya dengan pendekatan dalam ilmu-ilmu alam atau yang
bersifat eksakta. Pendekatan dalam ilmu-ilmu alam dalam mengkaji gejala alamiah
juga bersifat subject oriented. Mahasiswa yang menekuni ilmu-ilmu eksakta akan
mengkaji gejala alam melalui sudut pandang ilmu mereka. Dengan diberikan kajian
ISBD diharapkan dapat memberi wawasan akan pentingnya pendekatan sosial dan
budaya dalam menangani masalah alam. Misalnya, seorang sarjana teknik sipil dalam
upayanya membuat jembatan harus mempertimbangkan aspek sosial dan budaya
masyarakat di sekitamya. Ia semata-mata tidak boleh hanya berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan teknis. Harus dipahami bahwa manusia tidak lepas dari
gejala alam dan kehidupan lingkungan. Alam dan manusia akan saling memengaruhi.
Namun, sebagai subjek kehidupan manusia perlu memperlakukan alam secara baik
sehingga akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan hidupnya

13
Berdasarkan hal tersebut, beberapa perguruan tinggi memberlakukan ISBD
sebagai mata kuliah wajib bagi mahasiswa dari program ilmu alam atau eksakta. Hal
ini dimaksudkan agar pendekatan sosial dan budaya senantiasa dipertimbangkan dan
melandasi setiap upaya mencari solusi atas pemecahan dari masalah alam yang
mereka hadapi. Dengan demikian, mahasiswa sebagai calon ilmuwan dan profesional
harapan bangsa mampu bertindak secara arif dan bijaksana.

2.2 Manusia dan Kebudayaan

A. Pengertian Kebudayaan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu buddhayah, dan
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal), diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture kadang
diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

Kebudayaan atau culture adalah keseluruhan pemikiran dan benda yang


dibuat atau diciptakan oleh manusia dalam perkembangan sejarahnya. Ruth Benedict
melihat kebudayaan sebagai pola pikir dan berbuat yang terlihat dalam kehidupan
sekelompok manusia dan yang membedakannya dengan kelompok lain. Para ahli
umumnya sepakat bahwa kebudayaan adalah perilaku dan penyesuaian diri manusia
berdasarkan hal-hal yang dipelajari/learning behavior.

Kebudayaan dapat dirumuskan dalam pengertian yang beragam. Dua orang


sarjana Antropologi, A.L. Kroher dan C. Kluckhohn pernah mengumpulkan sebanyak
mungkin definisi kebudayaan yang dinyatakan oleh para pakar dalam berbagai
tulisan, dan tenyata ada 160 buah definisi. Berbagai definisi itu kemudian dianalisis
dan diklasifikasi ke dalam beberapa tipe definisi. Hasil penelitian mengenai definisi

14
kebudayaan tersebut diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul Culture, a
Critical Review of Concepts and Definitions.

Keragaman definisi kebudayaan itu tidak mungkin seluruhnya dibahas di sini.


Paling tidak, dapat ditentukan bahwa “kebudayaan adalah keseluruhan sistem
gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan miliknya dengan belajar”.

Sifat kebudayaan itu bermacam-macam, tetapi karen semuanya adalah buah


adab (keluhuran budi), semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah, berfaedah,
luhur memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan
menjadi tanda dan ukuran tentang rendah-tingginya keadaban suatu bangsa.

Ki Hadjar Dewantara mendefinisikan kebudayaan sebagai kemenangan atau


hasil perjuangan hidup, yakni perjuangannya terhadap dua kekuatan yang kuat dan
abadi, yaitu alam dan zaman. Kebudayaan pernah mempunyai bentuk abadi, tetapi
terus menerus berganti dengan bergantinya alam dan zaman.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu


yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu sendiri. Istilah untuk hal tersebut adalah Cultural-Determinism.
Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan,
serta keseluruhan struktur sosial, religius, dan lain-lain, serta segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang


kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

15
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan, yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan
itu bersifat abstrak. Perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi
sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu
manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Di Indonesia, kata budaya (kebudayaan) digunakan sebagai salah satu kata


yang berdimensi hukum, setelah dimuat oleh para pendiri negeri ke dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945, pasal 32 (UUD 1945). Secara
administratif kenegaraan ataupun sebagai landasan kebijakan dalam penyelenggaraan
negara, kata tersebut menjadi lebih dikenal oleh segenap warga republik ini, terutama
melalui jalur pendidikan. Bahkan, beberapa puluh tahun lamanya, kata tersebut
dijadikan sebagai salah satu kata untuk nama suatu departemen, yaitu Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang sekarang telah berubah menjadi Departemen
Pendidikan Nasional.

Khusus dalam dunia antropologi, kata tersebut dipopulerkan oleh


Koentjaraningrat sebagai Bapak Antropologi Indonesia melalui puluhan karya
ilmiahnya. Demikian juga, di kalangan ilmuwan ilmu-ilmu sosial, kata tersebut
dikenal secara lebih jauh sebagai suatu disiplin, yang di dalam dunia antropologi
berada dalam ranah antropologi budaya (cultural anthropology). Berdasarkan itu,
dapat dikemukakan bahwa kata budaya (kebudayaan), dengan pengertian tertentu,
lebih dikenal secara luas di Indonesia setelah tahun 1945.

B. Epistemologi Kebudayaan

Pada dasarnya, ada dua pandangan tentang pengertian kebudayaan yang


tumbuh di kalangan para ahli antropologi dan ada kalanya kedua pengertian yang

16
pada hakikat (filosofi)-nya berbeda itu, saling dicampuradukkan antara pengertian
yang satu dan pengertian lainnya. Pandangan ini dikemukakan Ward H. Goodenough
(1961) sebagaimana dikutip Roger M. Keesing dengan penjelasan perbedaan antara
pola dari perilaku dan pola untuk perilaku.

Pola dari perilaku adalah pola kehidupan yang tercermin dari perilaku atau
produk (materil) dan sosial yang dilakukan secara berulang dan cenderung teratur
oleh suatu masyarakat serta dapat menjadi ciri bagi masyarakat yang bersangkutan.
Di sini, kebudayaan pada hakikatnya dipandang sebagai produk yang kasat mata.
Sebaliknya, pola untuk perilaku berupa sistem pengetahuan yang disusun sebagai
pedoman manusia dalam mengatur pengalaman dan persepsi mereka, menentukan
tindakan dan memilih di antara alternatif yang ada. Dalam pandangan ini, kebudayaan
dilihat sebagai sesuatu yang tidak kasat mata dan substansinya adalah sistem
pengetahuan.

1. Kebudayaan sebagai pola dari perilaku

Pengertian kebudayaan yang secara konseptual sebagai pola dari perilaku


dapat dilihat dari beberapa pandangan para ahli antropologi. Menurut
Koentjaraningrat, kebudayaan diartikan sebagai produk manusia yang wujudnya,
yaitu:

1. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan


2. Kompleks aktivitas serta tindakan berpola manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.

Konsep kebudayaan tersebut diacu Koentjaraningrat pada pandangan Talcott


Parson, A.1. Krober, dan J.J. Honigmann.

Tiga kategori yang termasuk pada pengertian kebudayaan sebagaimana


dimaksud Koentjaraningrat dapat dipisah lagi menjadi dua pilihan substansi, yaitu
kebudayaan berupa sesuatu yang dapat dilihat (fisik) dan kebudayaan berupa

17
pengetahuan (ide) yang tidak dapat dilihat dan akan terlihat apabila pengetahuan atau
ide itu dipancarkan dalam bentuk tindakan manusia yang memiliki pengetahuan atau
ide tersebut.

Selanjutnya, Koentjaraningrat dengan mengacu pada C. Kluckhohn (1953)


berpendapat, ada tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa
di dunia. Ketujuh unsur tersebut adalah (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3)
organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata
pencaharian hidup, (6) sistem-religi, dan (7) kesenian.

Pendapat ini jelas mengartikan kebudayaan sebagai pencerminan pola dari


perilaku. Begitu pula, Carol R. Ember dan Malvin Ember sebagaimana dikutip T.
Ihromi mengartikan kebudayaan, sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai dan
cara berlaku (artinya kebiasaan) yang dipelajari, dan pada umumnya dimiliki bersama
oleh warga suatu masyarakat. Apa yang dikemukakan dua tokoh ini memperlihatkan
pula arti kebudayaan sebagai hasil atau produk manusia, baik bersifat ide maupun
tindakan manusia warga masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan.

Julian H. Steward membicarakan perihal kebudayaan. Dari salah satu


pembicaraan itu, dijelaskan tentang pandangannya terhadap pengertian kebudayaan
yang tercermin dalam pemikiran, bahwa konsep kebudayaan “tribal” atau primitif
didasari oleh tiga aspek perilaku yang mendasar. Pertama, kebudayaan merupakan
gagasan yang menggambarkan cita-cita, norma-norma, rata-rata perilaku dari semua
anggota masyarakat mulai dari sesuatu yang terkecil sampai pada yang amat
kompleks (homogen). Kedua, kebudayaan tribal dapat dikatakan mempunyai pola
atau konfigurasi; dan ketiga, secara esensial, konsep kebudayaan tribal tersebut lebih
relatif.

Pemikiran yang dikemukakan Steward pada hakikalnya mencerminkan arti


dasar dari kebudayaan sebagai produk, yaitu produk manusia warga pendukung

18
kebudayaan tersebut, yang wujudnya meliputi dimensi ide, .perilaku, berpola, dan
relatif.

Seirama dengan itu, tampak pula dalam pandangan antropolog Marvin Harris,
tentang kebudayaan. Harris mendasari pandangannya tentang kebudayaan sebagai
produk manusia berdasarkan pemilahan dua aspek, atau diistilahkannya dengan
lapangan (field). Lapangan yang dimaksud adalah aspek mental dan perilaku. Pada
aspek pertama terkandung pengertian, yaitu semua gagasan dan perasaan manusia
yang lokusnya adalah dalam pemikiran (mind), sedangkan pada lapangan kedua
terkandung arti, aktivitas yang dibangun oleh perilaku semua manusia yang pernah
hidup, meliputi seluruh gerakan tubuh dan efek-efek lingkungan yang dihasilkan
(produced) oleh gerakan itu, besar ataupun kecil.

Pandangan beberapa tokoh tentang kebudayaan yang dibicarakan di atas


tampak mempunyai akar yang sama, yaitu melihat kebudayaan sebagai pola perilaku.
Dalam hal ini, penekanannya adalah produk manusia yang memproduksi atau
mendukung kebudayaan itu. Dalam pandangan ini diartikan, jika kebudayaan yang
berupa produk tersebut digunakan oleh masyarakat yang lain akan dikatakan bahwa
kebudayaan itu telah berpengaruh pada masyarakat yang bersangkutan. Sebagai
contoh, jika di Sumatra Barat ada ansambel gamelan Jawa atau ansambel gordang
sabangunan orang Batak, akan dikatakan bahwa kebudayaan Jawa atau Batak telah
menyebar ke Sumatra Barat.

2. Kebudayaan sebagai pola untuk perilaku

Pandangan tentang kebudayaan yang mencerminkan pola untuk perilaku pada


dasarnya melihat atau mengartikan kebudayaan sebagai sistem nilai dan norma, atau
lebih tegasnya adalah sistem pengetahuan. Dalam konteks ini, sistem pengetahuan
tersebut dipandang sebagai suatu kekuatan atau energi yang membentuk pola dan
memaksa (normatif) manusia untuk berperilaku sebagaimana maksud pengetahuan
itu. Meskipun pandangan ini berfokus pada aspek atau lapangan mental, substansinya

19
bukanlah sebagai suatu terminal atau pengetahuan sebagai produk yang transendental.
Lebih dari itu, yang dimaksud dengan lapangan mental atau pengetahuan dalam
pandangan ini adalah sistem pengetahuan.

Inti dari pandangan yang berbasiskan pada pemikiran pada dasarnya


mengartikan kebudayaan sebagai system nilai dan norma (pengetahuan) yang
terorganisasi sebagai pegangan bagi masyarakatnya. Pada dasarnya, pandangan ini
merupakan pancaran dari pendekatan phenomenology seperti dikemukakan Edmund
Husserl dengan penekanan pada proses pemikiran manusia.

Dari proses tersebut, selanjutnya muncul kesadaran masyarakat. Ini yang


dimaksud G.W.F. Hegel sebagaimana dijelaskan George Ritzer, bahwa Hegel
membangun dunia dalam kepalanya. Yang dimaksudkan di sini adalah berfokus pada
kesadaran, dan bukan pada dunia materil. Oleh karena itu, jelaslah bahwa fokus
pandangan yang dimaksud adalah pada sistem pengetahuan masyarakat. Oleh karena
itu, konsep demikian sejalan dengan apa yang dimaksud dengan bangunan bawah
sadar, sebagaimana dalam pendekatan ethnomethodology.

Dasar padangan filosofis Husserl mengenai phenomenology ini tercermin


dalam pertanyaannya, yaitu: What is real? What actually exists in the world? How is
it possible to know what exists? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan pokok Husserl.
Selanjutnya, Husserl beralasan bahwa manusia mengetahui tentang dunia hanya
melalui pengalaman. Semua dugaan, ide, gagasan (notion) mengenai dunia luar (“out-
there”) dimediai oleh pengertian-pengertian yang hanya dapat diketahui melalui
kesadaran mental. Eksistensi orang, nilai, atau norma dan objek bendawi selalu
dimediai oleh pengalaman yang telah terdaftar pada kesadaran manusia. Seseorang
tidak secara langsung telah berhubungan dengan kenyataan (realitas) sebab hubungan
itu selalu terjalin secara tidak langsung dan terhubung melalui proses pemikiran
manusia.

20
C. Wujud dan Unsur Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:


gagasan, aktivitas, dan artefak. Gagasan kebudayaan berbentuk kumpulan ide,
gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat
diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di
alam pemikiran warga masyarakat. Iika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
mereka dalam bentuk tulisan, lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan
dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari


manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial.
Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-
hal yang dapai diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di
antara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, wujud kebudayaan yang satu


tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan gagasan mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.

Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua


komponen utama, yaitu kebudayaan materiil dan kebudayaan nonmateriil.
Kebudayaan materiil mengacu pada semu ciptaan masyarakat yang nyata dan
konkret. Termasuk dalam kebudayaan materiil adalah temuan-temuan yang

21
dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi seperti mangkuk tanah liat, senjata, dan
seterusnya. Kebudayaan materiil juga mencakup barang-barang, seperti televisi,
pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.

Kebudayaan nonmateriil adalah ciptaan-ciptaan abstrak, yang diwariskan dari


generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.

Unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat ada tujuh unsur, yaitu sebagai


berikut.

1. Teknologi atau sistem peralatan


2. System mata pencaharian hidup
3. Organisasi social
4. Bahasa
5. Kesenian
6. System kepercayaan
7. System ilmu dan pengetahuan

2.3 Manusia dan Peradaban

A. Hakikat Peradaban

Peradaban memiliki kaitan yang erat dengan kebudayaan. Pada pembahasan


sebelumnya kita telah mengetahui makna kebudayaan. Kebudayaan pada hakikatnya
adalah basil cipta, rasa, dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemampuan cipta (akal) manusia menghasilkan ilmu pengetahuan. Kemampuan rasa
manusia melalui alat-alat indranya menghasilkan beragam barang seni dan bentuk-
bentuk kesenian. Sedangkan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup,
kemuliaan, dan kebahagiaan sehingga menghasilkan berbagai aktivitas hidup manusia
untuk memenuhi kebutuhannya. Hasil atau produk kebudayaan manusia inilah yang
menghasilkan peradaban.

22
Dalam kaitannya dengan dua istilah tersebut, Koentjaraningrat (1990)
berusaha memberi penjelasannya sebagai berikut. Di samping istilah kebudayaan ada
pula istilah peradaban. Hal yang terakhir adalah sama dengan istilah dalam bahasa
Inggris civilization yang biasanya dipakai untuk menyebutkan bagian atau unsur dari
kebudayaan yang harus maju dan indah, misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, adat,
sopan santun, pergaulan, kepandaian menulis, organisasi kenegaraan, dan sebagainya.
Istilah peradaban sering juga dipakai untuk menyebutkan suatu kebudayaan yang
mempunyai sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni rupa, dan sistem kenegaraan
serta masyarakat kota yang maju dan kompleks.

Peradaban berasal dari kata adab yang dapat diartikan sopan, berbudi pekerti,
luhur, mulia, berakhlak, yang semuanya menunjuk pada sifat yang tinggi dan mulia.
Huntington (2001) mendefinisikan peradaban (civilization) sebagai the highest social
grouping of people and the broadest level of cultural identity people have short of
that which distinguish humans from other species. Peradaban tidak lain adalah
perkembangan kebudayaan yang telah mendapat tingkat tertentu yang diperoleh
manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang telah mencapai tingkat tertentu
tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai beradab atau mencapai
peradaban yang tinggi.

Dari batasan pengertian di atas, maka istilah peradaban sering dipakai untuk
hasil kebudayaan seperti kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, adat, sopan
santun, serta pergaulan. Selain itu, kepandaian menulis, organisasi bernegara, serta
masyarakat kota yang maju dan kompleks. Peradaban menunjuk pada hasil
kebudayaan yang benilai tinggi dan maju. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa
setiap masyarakat atau bangsa di mana pun selalu berkebudayaan, tetapi tidak
semuanya telah memiliki peradaban. Peradaban merupakan tahap tertentu dari
kebudayaan masyarakat tertentu pula, yang telah mencapai kemajuan tertentu yang
dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang telah maju.

23
Tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh faktor
kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan, dan tingkat pendidikan. Dengan demikian,
suatu bangsa yang memiliki kebudayaan tinggi (peradaban) dapat dinilai dari tingkat
pendidikan, kemajuan teknologi, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Pendidikan,
teknologi, dan ilmu pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan senantiasa
berkembang.

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan memengaruhi peradaban sebuah


bangsa. Kemampuan teknologi menjadikan bangsa itu dianggap lebih maju dari
bangsa-bangsa lain pada zamannya. Kemajuan teknologi bisa dilihat dari infrastruktur
bangunan, sarana yang dibuat, lembaga yang dibentuk, dan lain-lain. Contoh bangsa-
bangsa yang memiliki peradaban tinggi pada masa lampau adalah yang tinggal di
lembah Sungai Nil, lembah Sungai Eufrat Tigris, lembah Sungai Indus, dan lembah
Sungai Hoang Ho di Cina.

Kehidupan di lembah Sungai Nil masa itu kita sebut dengan nama Peradaban
Lembah Sungai Nil bukan Kebudayaan Lembah Sungai Nil sebab mereka telah
memiliki organisasi sosial, kebudayaan, dan cara berkehidupan yang sudah maju bila
dibanding dengan bangsa lain. Peradaban lembah Sungai Nil meliputi kehidupan
masyarakat Mesir, sistem kekuasaan raja-raja Mesir, sistem kepercayaan, serta
peninggalan budaya Mesir. Salah satu peninggalan budaya Mesir adalah rintisan ilmu
astronomi dan sistem kalender yang diciptakan scbagai hasil pengamatan yang
cemerlang bahwa surya memiliki prinsip keteraturan sehingga ada siang dan malam.

Peradaban itu menunjuk pada tahap kebudayaan yang telah ada kemajuan
tertentu yang dicirikan oleh tingkat ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
Peradaban masa itu, sekarang ini sudah sangat jauh berbeda dengan peradaban zaman
modern yang ditandai dengan kemajuan pesat dalam infrastruktur, transportasi,
komunikasi, dan sarana-sarana kemajuan lainnya. Dibandingkan dengan masa
sekarang, kita tetap memberi penilaian bahwa bangsa-bangsa itu memiliki peradaban

24
yang tinggi di masanya. Jadi, selain mengacu pada kemajuan ilmu, teknologi, dan
seni; peradaban mengacu pada suatu kurun waktu dan tempat tertentu.

Masyarakat pada saat ini tetap memberi penghargaan dan apresiasi yang
tinggi untuk peradaban masa itu. Bukti akan hal tersebut adalah pengakuan
masyarakat dunia akan adanya keajaiban dunia, yang pada hakikatnya berasal dari
peradaban masa lalu. Keajaiban dunia yang dikenal saat ini antara lain:

1. Piramida di Mesir merupakan makam raja-raja mesir kuno.


2. Taman gantung di Babylonia.
3. Tembok raksasa dengan panjang 6.500 km di RRC.
4. Menara Pisa di Italia.
5. Menara Eiffel di Paris.
6. Candi Borobudur di Indonesia.
7. Taj Mahal di India.
8. Patung Zeus yang tingginya 14 m dan seluruhnya terbuat dari emas.
9. Kuil Artemis merupakan kuil terbesar di Yunani.
10. Mausoleum Halicarnacus, kuburan yang dibangun oleh Ratu Artemisia untuk
mengenang suaminya Raja Maulosus dari Carla.
11. Colossus, yaitu patung perunggu dewa matahari dari Rhodes.
12. Pharos, yaitu patung yang tingginya hingga 130 m dari Alexandria.
13. Gedung parlemen Inggris di London.
14. Kabah di Mekah Saudi Arabia.
15. Colosseum di Roma Italia.

B. Manusia Sebagai Makhluk Beradab dan Masyarakat Adab

Peradaban tidak hanya menunjuk pada hasil-hasil kebudayaan manusia yang


sifatnya fisik, seperti barang, bangunan, dan benda-benda. Peradaban tidak hanya
merujuk pada wujud benda hasil budaya, tetapi juga wujud gagasan dan perilaku
manusia. Kebudayaan merupakan keseluruhan dari basil budi daya manusia, baik

25
cipta, karsa, dan rasa. Kebudayaan berwujud gagasan/ide, perilaku/aktivitas, dan
benda-benda. Sedangkan peradaban adalah bagian dari kebudayaan yang tinggi,
halus, indah, dan maju. Jadi, peradaban termasuk pula di dalamnya gagasan dan
perilaku manusia yang tinggi, halus, dan maju.

Peradaban sebagai produk yang bernilai tinggi, halus, indah, dan maju
menunjukkan bahwa manusia memanglah merupakan makhluk yang memiliki
kecerdasan, keberadaban, dan kemauan yang kuat. Manusia merupakan makhluk
yang beradab sehingga mampu menghasilkan Peradaban. Di samping itu, manusia
sebagai makhluk sosial juga mampu menciptakan masyarakat yang beradab.

Adab artinya sopan. Manusia sebagai makhluk beradab artinya pribadi


manusia itu memiliki potensi untuk berlaku sopan, berakhlak, dan berbudi pekerti
yang luhur. Sopan, berakhlak, berbudi pekerti yang luhur menunjuk pada perilaku
manusia. Orang yang beradab adalah orang yang berkesopanan, berakhlak, dan
berbudi pekerti luhur dalam perilaku, termasuk pula dalam gagasan-gagasannya.
Manusia yang beradab adalah manusia yang bisa menyelaraskan antara cipta, rasa,
dan karsa. Kaelan (2002) menyatakan manusia yang beradab adalah manusia yang
mampu melaksanakan hakikatnya sebagai manusia (monopluralis secara optimal).
Kebalikannya adalah manusia yang biadab atau dikenal dengan istilah barbar. Secara
sempit, orang yang biadab diartikan sebagai orang yang perilakunya tidak sopan,
tidak berakhlak, dan tidak memiliki budi pekerti yang mulia. Orang yang biadab juga
tidak mampu menyeimbangkan antara cipta, rasa, dan karsanya sebagai manusia.
Misalnya, kemampuan cipta manusia dalam membuat senjata digunakan untuk saling
membunuh antarsesama.

Manusia sebagai makhluk sosial membentuk persekutuan-persekutuan hidup,


yaitu masyarakat. Manusia beradab pastilah berkeinginan membentuk masyarakat
yang beradab. Terbentuklah hasyarakat beradab atau berkeadaban.

26
Dewasa ini, masyarakat adab memiliki padanan istilah yang dikenal dengan
masyarakat madani atau masyarakat sipil (civil society). Konsep masyarakat adab
berasal dari konscp civil society, dari asal kata cociety civilis. Istilah masyarakat adab
dikenal dengan kata lain masyarakat sipil, masyarakat warga, atau masyarakat
madani.

Pada mulanya, civil society berasal dari dunia Barat. Adalah Dato Anwar
Ibrahim (mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia) yang pertama kali
memperkenalkan istilah masyarakat madani sebagai istilah lain dari civil society.
Nurcholish Madjid mengindonesiakan civil society (Inggris) dengan masyarakat
madani. Kata civil memiliki dasar kata yang sama dengan civic (kewargaan) dan city
(kota) dari kata dasar berbahasa Latin civis. Kemudian, kata civil tumbuh menjadi
bermakna dari atau dalam persesuaian dengan teratur, beradab.

Oleh banyak kalangan, istilah civil society dapat diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia dengan berbagai istilah, antara lain:

1. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil artinya sipil,
sedangkan society artinya masyarakat.
2. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat beradab atau
berkeadaban. Ini merupakan terjemahan dari civilized (beradab) dan society
(masyarakat) sebagai lawan dari masyarakat yang tidak beradab (uncivilized
society/savage society).
3. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Kata madani merujuk
pada kata Madinah, kota tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. Madinah
berasal dari kata madaniyah yang berarti peradaban. Masyarakat madani juga
berarti masyarakat yang berperadaban.
4. Berkaitan dengan nomor 3, civil society diartikan masyarakat kota. Hal ini
karena Madinah adalah sebuah negara kota (city-state) yang mengingatkan

27
kita pada polis di zaman Yunani kuno. Masyarakat kota sebagai model
masyarakat yang beradab.
5. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau kewargaan.
Masyarakat di sini adalah pengelompokan masyarakat yang bersifat otonom
dari negara.

C. Evolusi Budaya dan Wujud Peradaban dalam Kehidupan Sosial Budaya

Kebudayaan itu telah mengalami proses perkembangan secara bertahap dan


berkesinambungan yang kita konsepkan sebagai evolusi kebudayaan. Evolusi
kebudayaan ini berlangsung sesuai dengan perkembangan budi daya atau akal pikiran
manusia dalam menghadapi tantangan hidup dari waktu ke waktu. Proses evolusi
untuk tiap kelompok masyarakat di berbagai tempat berbeda-beda, bergantung pada
tantangan, lingkungan, dan kemampuan intelektual manusianya untuk mengantisipasi
tantangan tadi.

Adanya kebudayaan bermula dari kemampuan akal dan budi daya manusia
dalam menanggapi, merespons, dan mengatasi tantangan alam dan lingkungan dalam
upaya mencapai kebutuhan hidupnya. Dengan potensi akal dan budi inilah manusia
menaklukkan alam. Manusia menemukan dan menciptakan berbagai sarana hidup
sebagai upaya mengatasi tantangan alam. Manusia menciptakan kebudayaan.

Masa dalam kehidupan manusia dapat kita bagi dua, yaitu masa prasejarah
(masa sebelum manusia mengenal tulisan sampai manusia mengenal tulisan) dan
masa sejarah (masa manusia telah mengenal tulisan). Data-data tentang masa
prasejarah diambil dari sisa-sisa dan bukti-bukti yang digali dan diinterpretasi. Masa
sejarah bermula ketika adanya catatan tertulis untuk dijadikan bahan rujukan.
Penciptaan tulisan ini merupakan satu penemuan revolusioner yang genius. Bermula
dari penciptaan properti dan lukisan objek, seperti kambing, lembu, wadah, ukuran
barang, dan sebagainya; diikuti dengan indikasi angka; kemudian diikuti simbol yang
mengindikasikan transaksi, nama, dan alamat yang bersangkutan; selanjutnya simbol

28
untuk fenomena harian, hubungan antara mereka, dan akhirnya intisari, seperti warna,
bentuk, dan konsep.

Ada dua produk revolusioner hasil dari akal manusia dalam zaman prasejarah,
yaitu:

1. Penemuan roda untuk transportasi

Pada mulanya, roda digunakan hanya untuk mengangkat barang berat di atas
batang pohon. Kemudian, roda disambung dengan kereta, lalu berkembang menjadi
mobil seperti saat ini.

2. Bahasa

Bahasa adalah suara yang diterima sebagai cara untuk menyampaikan pikiran
seseorang kepada orang lain. Bahasa bisa diartikan pula sebagai suatu persetujuan
bersama untuk menginterpretasi bunyi tertentu. Dengan bahasa, kehidupan sosial dan
peradaban pun terlahir.

Mengenai masa prasejarah ini, ada dua pendekatan untuk membagi zaman
prasejarah, yaitu:

1. Pendekatan berdasarkan hasil teknologi, terdiri dari zaman batu tua


(Palaeolitikum), zaman batu tengah/madya (Mesolitikum), dan zaman batu
baru (Neolitikum).
2. Pendekatan berdasarkan model sosial ekonomi atau mata pencaharian hidup
yang terdiri atas:
a. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, meliputi masa berburu
sederhana (tradisi Paleolit) dan masa berburu tingkat lanjut (tradisi
Epipaleolitik).
b. Masa bercocok tanam, meliputi tradisi Neolitik dan Megalitik.

29
c. Masa kemahiran teknik atau perundagian, meliputi tradisi semituang
perunggu dan tradisi semituang besi.

Sedangkan untuk sejarah kebudayaan di Indonesia, R. Soekmono (1973),


membagi menjadi empat masa, yaitu:

1. Zaman prasejarah, yaitu sejak permulaan adanya manusia dan kebudayaan


sampai kira-kira abad ke-5 Masehi.
2. Zaman purba, yaitu sejak datangnya pengaruh India pada abad pertama
Masehi sampai dengan runtuhnya Majapahit sekitar tahun 1500 Masehi.
3. Zaman madya, yaitu sejak datangnya pengaruh Islam menjelang akhir
kerajaan Majapahit sampai dengan akhir abad ke-19.
4. Zaman baru/modern, yaitu sejak masuknya anasir Barat (Eropa) dan teknik
modern kira-kira tahun 1900 sampai sekarang.

Peradaban tidak lain adalah perkembangan kebudayaan yang telah mendapat


tingkat tertentu yang diperoleh manusia pendukungnya. Taraf kebudayaan yang telah
mencapai tingkat tertentu tercermin pada pendukungnya yang dikatakan sebagai
beradab atau mencapai peradaban yang tinggi.

2.4 Manusia dan Keindahan

A. Pengertian Keindahan

Keindahan berasal dari kata indah berarti bagus, permai, cantik, molek dan
sebagainya. Benda yang mengandung keindahan ialah segala hasil seni dan alam
semesta ciptaan Tuhan. Sangat luas kawasan keindahan bagi manusia. Karena itu
kapan, di mana, dan siapa saja dapat menikmati keindahan.

Keindahan identik dengan kebenaran. Keduanya mempunyai nilai yang sama;


abadi dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung
kebenaran berarti tidak indah. Keindahan bersifat universal.

30
Sejak abad ke-18 pun pengertian keindahan ini telah digumuli oleh para filsuf.
Keindahan dapat dibedakan sebagai suatu kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda
tertentu yang indah. Menurut luasnya keindahan dibedakan atas tiga pengertian, yakni
keindahan dalam arti luas, dalam arti estetik murni dan dalam arti terbatas dalam
hubungannya dengan penglihatan. Keindahan dalam arti luas mengandung ide
kebaikan, watak, hukum, pikiran, pendapat dan sebagainya. Keindahan dalam arti
estetik disebutnya “symetria”, jadi pengertian keindahan yang seluas-luasnya
meliputi: keindahan seni, alam, moral dan intelektual.

Keindahan dalam arti estetik murni mencakup pengalaman estetik seseorang


dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. Keindahan dalam arti
terbatas berupa keindahan bentuk dan warna.

Ciri-ciri keindahan menyangkut kualitas hakiki dari segala benda yang


mengandung kesatuan (Unity), keseimbangan (balance), keselarasan (harmoni),
kesetangkupan (symetry), keseimbangan (balance), dan pertentangan (contrast). Dari
ciri-ciri itu diambil kesimpulan, bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan
pertentangan dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata.

Definisi keindahan sangat luas, karena itu dalam estetika modern orang lebih
suka berbicara tentang seni dan estetika, karena hal itu merupakan gejala kongkrit
yang dapat ditelaah dengan pengalaman secara empirik dan penguraian sistematik.

Nilai estetik: Nilai berarti kebenaran (worth) atau kebaikan (goodness). Nilai
estetik sesuatu adalah semata-mata realita psikologik yang harus dibedakan secara
tegas dari kegunaan, karena terdapat pada jiwa manusia dan bukan pada bendanya itu
sendiri.

Nilai ini ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif. Ada
lagi nilai perseorangan dengan nilai kemasyarakatan. Penggolongan yang lebih

31
penting ialah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik. Nilai ekstrinsik dipandang dari
bendanya, sedangkan nilai intrinsik dari isinya.

B. Makna Keindahan

Menjawab pertanyaan sekitar apa itu keindahan, boleh jadi merupakan


pekerjaan yang sulit. Ini kalau yang dituntut jawaban yang bisa memuaskan semua
pihak. Kesulitan semacam itu memang bisa dimengerti oleh karena sampai sekarang
ini bisa kita temukan berbagai batasan atau pengertian tentang keindahan yang
celakanya, berbeda satu sama lain. Padahal, yang namanya keindahan itu secara
akademis sudah dikaji manusia sejak abad ke delapan belas, pada saat para filsuf
banyak tertarik untuk mengembangkan estetika, salah satu cabang dari filsafat yang
tidak lain berbicara soal keindahan.

Sekedar penguat konstatasi di atas, baik juga dilihat beberapa persepsi tentang
keindahan berikut ini:

1. Keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa menyenangkan bagi yang


melihat (Tolstoy);
2. Keindahan adalah keseluruhan yang merupakan susunan yang teratur dari
bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain, atau dengan
keseluruhan itu sendiri. Atau beauty is an order of parts in their manual
relations and in their relation to the whole (Baumgarten).
3. Yang indah hanyalah yang baik. Jika belum bajk ciptaan itu belum indah.
Keindahan harus dapat memupuk perasaan moral. Jadi ciptaan-ciptaan yang
amoral tidak bisa dikatakan indah, karena tidak dapat digunakan untuk
memupuk moral (Sulzer).
4. Keindahan dapat terlepas sama sekali dari kebaikan (Winchelmann).
5. Yang indah adalah yang memiliki proporsi yang harmonis. Karena proporsi
yang harmonis itu nyata, maka keindahan itu dapat disamakan dengan

32
kebaikan. Jadi, yang indah adalah nyata dan yang nyata adalah yang baik
(Shaftesbury).
6. Keindahan adalah sesuatu yang dapat mendatangkan rasa senang (Hume).
7. Yang indah adalah yang paling banyak mendatangkan rasa senang, dan itu
adalah yang dalam waktu sesingkat-singkatnya paling banyak memberikan
pengalaman yang menyenangkan (Hemsterhuis).

Dengan melihat demikian beragamanya pengertian keindahan, dan kita harus


percaya bahwa yang di atas itu hanyalah sebagian kecil, boleh jadi akan
mengecewakan kita yang menuntut adanya satu pengertian yang tunggal tapi yang
memuaskan. Namun demikian, dari berbagai pengertian yang ada, sebenamya, kita
bisa menempatkannya dalam kelompok-kelompok pengertian tersendiri, paling tidak
kita bisa menangkap arah atau kecenderungan dari suatu pengertian yang
dikemukakan seseorang sesuai dengan pengelompokan-pengelompokan yang ada.
Pengelompokan-pengelompokan yang bisa kita buat adalah sebagai berikut:

1. Pengelompokan pengertian keindahan berdasar pada titik pijak atau


landasannya. Dalam hal ini ada dua pengertian keindahan, yaitu yang
bertumpu pada obyek dan subyek. Yang pertama, yaitu keindahan yang
obyektif, adalah keindahan yang memang ada pada obyeknya sementara kita
sebagai pengamat harus menerima sebagaimana mestinya. Sedang yang
kedua, yang disebut keindahan subyektif; adalah keindahan yang biasanya
ditinjau dari segi subyek yang melihat dan menghayatinya. Di sini keindahan
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang pada
diri si penikmat dan penghayat (subyek) tanpa dicampuri keinginan-keinginan
yang bersifat praktis, atau kebutuhan-kebutuhan pribadi si penghayat.
2. Pengelompokan pengertian keindahan dengan berdasar pada cakupannya.
Bertitik tolak dari landasan ini kita bisa membedakan antara keindahan
sebagai kualitas abstrak dan keindahan sebagai sebuah benda tertentu yang
memang indah. Perbedaan semacam ini lebih tampak, misalnya dalam

33
penggunaan bahasa Inggris yang mengenalnya istilah beauty untuk keindahan
yang pertama, dan istilah The Beautiful untuk pengertian yang kedua, yaitu
benda atau hal-hal tertentu yang memang indah.
3. Pengelompokan pengertian keindahan berdasar luas-sempitnya. Dalam
pengelompokan ini kita bisa membedakan antara pengertian keindahan dalam
arti luas, dalam arti estetik murni, dan dalam arti yang terbatas. Keindahan
dalam arti luas, menurut The Liang Gie, mengandung gagasan tentang
kebaikan. Untuk ini bisa dilihat misalnya dari pemikiran Plato, yang
menyebut adanya watak yang indah dan hukum yang indah: Aristoteles yang
melihat keindahan sebagai sesuatu yang baik dan juga menyenangkan;
Plotinus yang berbicara tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah
atau bisa pula disimak dari apa yang biasa dibicarakan oleh orang-orang
Yunani Kuno tentang buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah.
Secara demikian, keindahan dalam arti luas ini mencakup baik keindahan,
seni, alam, moral atau bahkan intelektual. Sementara itu keindahan dalam arti
estetik murni menyangkut pengalaman estetik seseorang dalam hubungannya
dengan segala sesuatu yang diserapnya.

C. Manusia dan Keindahan

Akal dan budi merupakan kekayaan manusia tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Oleh akal dan budi manusia memiliki kehendak atau keinginan pada manusia ini
tentu saja berbeda dengan “kehendak atau keinginan” pada hewan karena keduanya
timbul dari sumber yang berbeda. Kehendak atau keinginan pada manusia bersumber
dari akal dan budi, sedangkan kehendak atau keinginan pada hewan bersumber dari
naluri.

Sesuai dengan sifat kehidupan yang menjasmani dan merohani, maka


kehendak atau keinginan manusia itu pun bersifat demikian. Jumlahnya tak terbatas.
Tetapi jika dilihat dari tujuannya, satu hal sudah pasti yakni untuk menciptakan

34
kehidupan yang menyenangkan, yang memuaskan hatinya. Sudah bukan rahasia lagi
bahwa yang mampu menyenangkan atau memuaskan hati setiap manusia itu tidak
lain hanyalah sesuatu yang “baik”, yang “indah”. Maka “keindahan” pada hakikatnya
merupakan dambaan setiap manusia, karena dengan keindahan itu manusia merasa
nyaman hidupnya.

Keindahan yang bersifat jasmani dimaksudkan ialah keindahan yang dapat


“menyenangkan” atau “memuaskan” indra manusia; baik indera penglihat maupun
indera pendengar. Keindahan yang bersifat rohani dimaksudkan keindahan yang
dapat “menyenangkan” atau “memuaskan” batin manusia. Tetapi perlu segera
dipahami bahwa walaupun secara material keduanya dapat dibedakan, secara esensial
keduanya tidak dapat dipisahkan; karena pada akhirnya “unsur kemanusiaan” itulah
yang harus menjadi penentunya. Sebuah lukisan yang secara lahiriah
“menyenangkan” tetapi jika “batin” manusia menolaknya karena lukisan itu dapat
“merusak” kemanusiaan manusia, maka lukisan itu tidak berhak disebut indah.
Persepsi manusia terhadap keindahan antara yang satu dengan yang lain itu
tidak sama. Sebab persepsi manusia terhadap keindahan sangat ditentukan oleh daya
penggerak yang menjadi sumber timbulnya kehendak atau keinginan terhadap
keindahan itu sendiri. Persepsi keindahan yang muncul dari akal dan budi dapatlah
disebut sebagai keindahan dalam arti yang sebenarnya; sedangkan keindahan yang
muncul dari dorongan nafsu merupakan keindahan semu. Keindahan seperti itu tentu
saja tidak akan diterima oleh “kemanusiaan” manusia, yaitu akal dan budi, karena
keindahan seperti itu bukannya akan menyempurnakan “kemanusiaan manusia”,
melainkan justru sebaliknya.

Keindahan subyektif sangat bergantung kepada selera perorangan, karena


memang sangat relatif. Ia bersumber dari asas kegunaan benda tadi bagi masing-
masing individu. Jadi sangat relatif, artinya sebuah benda sangat bermanfaat bagi
seseorang, namun bagi orang lain tidak berguna, bahkan mungkin sangat tidak
disenangi.

35
Keindahan subyektif sangat bergantung kepada selera perorangan, karena
memang sangat relatif. Ia bersumber dari asas kegunaan benda tadi bagi masing-
masing individu. Jadi sangat relatif, artinya sebuah benda sangat bermanfaat bagi
seseorang, namun bagi orang lain tidak berguna, bahkan mungkin sangat tidak
disenangi.

2.5 Manusia, Keragaman, dan Kesetaraan

A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia

1. Makna Keragaman Manusia

Keragaman berasal dari kata ragam. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa


Indonesia (KBBI), ragam berarti (1) sikap, tingkah laku, cara; (2) macam, jenis; (3)
musik, lagu, langgam; (4) warna, corak; (5) laras (tata bahasa). Merujuk pada arti
nomor dua di atas, ragam berarti jenis, macam. Keragaman menunjukkan adanya
banyak macam, banyak jenis.

Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau


berjenis-jenis seperti halnya binatang dan tumbuhan. Manusia sebagai makhluk
Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia dimaksudkan bahwa setiap
manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk
individu yang setiap individu memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu
terutama ditinjau dari sifat-sifat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan,
temperamen, dan hasrat.

Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang membentuk


kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga
beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda dan beragam karena ada
perbedaan, misalnya dalam hal ras, Suku, agama, budaya, ekonomi, status sosial,
jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan lain-lain. Hal-hal demikian kita katakan
sebagai unsur-unsur yang membentuk keragaman dalam masyarakat.

36
2. Makna Kesetaraan Manusia

Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi, kesetaraan juga dapat
disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sederajat
artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat). Dengan demikian, kesetaraan atau
kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan yang sama, kedudukan yang sama,
tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara satu sama lain.

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan


memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama
itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan adalah
diciptakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk mulia dan tinggi
derajatnya dibanding makhluk lain. Di hadapan Tuhan, semua manusia adalah sama
derajat, kedudukan, atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya adalah tingkat
ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.

Persamaan kedudukan atau tingkatan manusia ini berimplikasi pada adanya


pengakuan akan kesetaraan atau kesederajatan manusia. Jadi, kesetaraan atau
kesederajatan tidak sekadar bermakna adanya persamaan kedudukan manusia.
Kesederajatan adalah suatu sikap mengakui adanya persamaan derajat, persamaan
hak, dan persamaan kewajiban sebagai sesama manusia. Implikasi selanjutnya adalah
perlunya jaminan akan hak-hak itu agar setiap manusia bisa merealisasikannya serta
perlunya merumuskan sejumlah kewajiban-kewajiban agar semua bisa melaksanakan
agar tercipta tertib kehidupan.

B. Kemajemukan dan Kesetaraan Sebagai Kekayaan Sosial Budaya Bangsa

1. Kemajemukan sebagai Kekayaan Bangsa Indonesia

Sudah diakui secara umum bahwa bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang majemuk. Kemajemukan bangsa terutama karena adanya kemajemukan etnik,
disebut juga suku bangsa atau suku. Di samping itu, kemajemukan dalam hal ras,

37
agama, golongan, tingkat ekonomi, dan gender. Beragamnya etnik di Indonesia
menyebabkan banyak ragam budaya, tradisi, kepercayaan, dan pranata kebudayaan
lainnya karena setiap etnis pada dasamya menghasilkan kebudayaan. Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang multikultur artinya memiliki banyak budaya.

Keragaman etnik di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai negara yang


paling heterogen di dunia, selain India. Jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia
menyebar di banyak wilayah dengan memiliki ciri dan karakter tersendiri. Menurut
para ahli, jumlah etnik atau suku bangsa di Indonesia mencapai sekitar 400 suku.
Hampir setiap pulau-pulau besar di Indonesia memiliki etnik yang lebih dari satu.
Bahkan, di Papua ditemukan kurang lebih 30 suku (Sugeng HR, 2006). Suku-suku di
Papua tersebut antara lain suku Biak, Hattam, Mapia, Dani, Asmat, Mamberamo, dan
suku Sentani. Beberapa suku merupakan suku mayoritas, seperti suku Jawa di pulau
Jawa dan terdapat pula suku minoritas seperti Badui di Jawa Barat dan suku Kubu di
Jambi.

Etnik atau suku merupakan identitas sosial budaya seseorang. Artinya,


identifikasi seseorang dapat dikenali dari bahasa, tradisi, budaya, kepercayaan, dan
pranata yang dijalaninya yang bersumber dari etnik dari mana ia berasal. Dengan
demikian, identitas sosial budaya orang atau sekelompok orang dapat diketahui,
misalnya dari bahasa yang digunakan. Bahkan, sama-sama menggunakan bahasa
Indonesia kita masih bisa membedakan antara orang Madura dengan orang Batak dari
segi gaya dan dialek mereka ketika bertutur kata bahasa Indonesia.

Kemajemukan adalah karakteristik sosial budaya Indonesia. Selain


kemajemukan, karakteristik Indonesia yang lain adalah sebagai berikut (Sutarno,
2007).

38
a. Jumlah penduduk yang besar.

Indonesia yang jumlah penduduknya sekitar 220 juta jiwa dapat menjadi
potensi yang besar dalam pengadaan tenaga yang besar. Namun, jumlah yang besar
saja tidak mencukupi. Jumlah yang besar itu perlu disertai dengan keterampilan yang
memadai.

b. Wilayah yang luas.

Indonesia memiliki Wilayah seluas 1.922.570 km 2 yang menduduki urutan 15


terbesar dunia.

c. Posisi silang.

Indonesia terletak di antara dua Samudra (Samudra Hindia dan Samudra


Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia). Karena posisi silang ini, maka Indonesia
menjadi tempat pertemuan berbagai budaya dunia.

d. Kekayaan alarn dan daerah tropis.

Karena pada daerah tropis yang hanya mengenal dua musim (penghujan dan
kemarau) maka mungkin saja membuat masyarakat Indonesia memiliki budaya yang
santai dan kurang berwawasan ke depan.

e. Jumlah pulau yang banyak.

Amerika Serikat memang memiliki wilayah yang luas, namun lebih berwujud
benua (kontinen), sedangkan pulau di Indonesia itu berjumlah lebih dari 17.000 pulau

f. Persebaran pulau.

Persebaran pulau yang dikelilingi lautan menjadikan sebagai wilayah


kepulauan. Kendala geografis ini membuat masyarakat di berbagai tempat di
Indonesia ini kurang bisa mengatasi ketertinggalan dari daerah lain yang lebih maju.

39
2. Kesetaraan Sebagai Warga Bangsa Indonesia

Pada uraian sebelumnya telah dinyatakan bahwa kesetaraan atau


kcsederajatan menunjuk pada adanya persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban
sebagai manusia. Sebagai warga negara Indonesia maka manusia Indonesia adalah
setara atau sederajat dalam arti setiap warga negara memiliki persamaan kedudukan,
hak, dan kcwajiban scbagai warga bangsa dan warga negara Indonesia.

Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kcsederajatan itu secara yuridis diakui
dan dijamin oleh negara melalui UUD 1945. Warga negara tanpa dilihat perbedaan
ras, suku, agama, dan budayanya diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang
sama dalam hukum dan pemerintahan negara Indonesia mengakui adanya prinsip
persamaan kedudukan warga negara. Hal ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 27
ayat (1) UUD 1945 bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya”.

C. Problematika Keragaman dan Kesetaraan Serta Solusinya dalam Kehidupan

1. Problema Keragaman Serta Solusinya Dalam Kehidupan

Keragaman masyarakat adalah suatu kenyataan sekaligus kekayaan dari


bangsa. Keragaman masyarakat Indonesia merupakan ciri khas yang membanggakan
kita. Namun demikian, keragaman tidak serta-merta menciptakan keunikan,
keindahan, kebanggaan, dan hal-hal yang baik lainnya. Keragaman masyarakat
memiliki ciri khas yang suatu saat bisa berpotensi negatif bagi kehidupan bangsa itu.

Van de Berghe sebagaimana dikutip oleh Elly M. Setiadi (2006) menjelaskan


bahwa masyarakat majemuk atau masyarakat yang beragam selalu memiliki sifat-sifat
dasar sebagai berikut.

40
a. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali
memiliki kebudayaan yang berbeda.
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang
bersifat nonkomplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat
tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d. Secara relatif, sering kali terjadi konflik di antara kelompok yang satu dengan
yang lainnya.
e. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling
ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
f. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.

Menyimak ciri-ciri di atas, maka keragaman masyarakat berpotensi


menimbulkan segmentasi kelompok, struktur yang terbagi-bagi, konsensus yang
lemah, sering terjadi konflik, integrasi yang dipaksakan, dan adanya dominasi
kelompok. Tentu saja potensi-potensi demikian adalah potensi yang melemahkan
gerak kehidupan masyarakat itu sendiri.

Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus potensi konflik. Keragaman budaya


daerah memang memperkaya khazanah budaya dan menjadi modal yang berharga
untuk membangun Indonesia yang multikultural. Namun, kondisi aneka budaya itu
sangat berpotensi memecah belah dan menjadi lahan subur bagi konflik dan
kecemburuan sosial.

Efek-efek negatif demikian di tingkat permukaan muncul dalam bentuk


gesekan-gesekan, pertentangan, dan konflik terbuka antarkelompok masyarakat.
Pertikaian antarkelompok masyarakat Indonesia sering sekali terjadi, bahkan di era
reformasi sekarang ini. Konflik itu bisa terjadi antarkelompok agama, suku, daerah,
bahkan antargolongan politik. Beberapa contoh, misalnya konflik di Ambon tahun
1999, pertikaian di Sambas tahun 2000, dan konflik Poso tahun 2002.

41
Konflik atau pertentangan sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase
disharmoni dan fase disintegrasi. Disharmoni menunjuk pada adanya gerbedaan
pandangan tentang tujuan, nilai, norma, dan tindakan antarkelompok. Disintegrasi
merupakan fase di mana sudah tidak dapat lagi disatukannya pandangan, nilai, norma,
dan tindakan kelompok yang nenyebabkan pertentangan antarkelompok.

Salah satu hal penting dalam meningkatkan pemahaman antarbudaya dan


masyarakat ini adalah sedapat mungkin dihilangkannya penyakit-penyakit budaya.
Penyakit-penyakit budaya inilah yang ditengarai bisa memicu konflik antarkelompok
masyarakat di Indonesia. Penyakit budaya tersebut adalah etnosentrisme stereotip,
prasangka, rasisme, diskriminasi, clan scape goating (Sutarno, 2007).

Elly M. Setiadi dkk (2006) mengemukakan ada hal-hal lain yang dapat
dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari
keragaman, yaitu:

1. Semangat religius.
2. Semangat nasionalisme.
3. Semangat pluralisme.
4. Semangat humanisme.
5. Dialog antarumat beragama.
6. Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi
hubungan antaragama, media massa, dan harmonisasi dunia.

2. Problem Kesetaraan serta Solusinya dalam Kehidupan

Kesetaraan atau kesederajatan bermakna adanya persamaan kedudukan


manusia. Kesederajatan adalah suatu sikap untuk mengakui adanya persamaan
derajat, hak, dan kewajiban sebagai sesama manusia. Oleh karena itu, prinsip
kesetaraan atau kesederajatan mensyaratkan jaminan akan persamaan derajat, hak,
dan kewajiban. Indikator kesederajatan adalah sebagai berikut.

42
a. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan
golongan.
b. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang
layak.
c. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota
masyarakat.

Problema yang terjadi dalam kehjdupan, umumnya adalah munculnya sikap


dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban
antarmanusia atau antarwarga. Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut
diskriminasi.

Diskriminasi bertolak belakang dengan prinsip kesetaraan, bahkan menjadi


problema utama terwujudnya kesetaraan dan kesederajatan manusia. Sejarah bangsa
Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan, dan kesenjangan
sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnik, ras,
warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial
lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak
asasi manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap
warga negara, atau sebaliknya) maupun horizontal (antarwarga negara sendiri).

Perilaku diskriminatif tidak sesuai dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan,


karena itu perlu dihapuskan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Oleh karena itu, upaya menekan dan menghapus praktik-praktik
diskriminasi adalah melalui perlindungan dan penegakan HAM di setiap ranah
kehidupan manusia. Bangsa Indonesia sudah memiliki komitmen kuat untuk
melindungi dan menegakkan hak asasi warga negara melalui Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM. Dalam hal penghapusan diskriminasi ini, pemerintah
wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan

43
memajukan hak asasi manusia. Di sisi lain, masyarakat juga berhak berpartisipasi
dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia.

Program Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009


memasukkan program penghapusan diskriminasi dalam berbagai bentuk sebagai
program pembangunan bangsa. Berkaitan dengan ini, arah kebijakan yang diambil
adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan upaya penghapusan segala bentuk diskriminasi termasuk


ketidakadilan gender bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang
sama di hadapan hukum tanpa terkecuali.
b. Menerapkan hukum dengan adil melalui perbaikan sistem hokum yang
profesional, bersih, dan berwibawa.

2.6 Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum

A. Hakikat; Fungsi; dan Perwujudan Nilai, Moral, dan Hukum

l. Hakikat Nilai dan Moral

Pembahasan mengenai nilai termasuk dalam kawasan etika. Bertens (2001)


menyebutkan ada tiga jenis makna etika, yaitu:

a. Etika berarti nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi


seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Etika yang dimaksud adalah
kode etik.
c. Etika berarti ilmu tentang baik dan buruk. Etika yang dimaksud sama dengan
istilah filsafat moral.

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berkaitan dengan nilai. Misalkan


kita mengatakan bahwa orang itu baik atau lukisan itu indah. Berarti kita melakukan
penilaian terhadap suatu objek. Baik dan indah adalah contoh nilai. Manusia

44
memberikan nilai pada sesuatu. Sesuatu itu bisa dikatakan adil, baik, indah, cantik,
anggun, dan sebagainya.

Istilah nilai (value) menurut Kamus Poerwodarminto diartikan sebagai


berikut.

a. Harga dalam arti taksiran, misalnya nilai emas.


b. Harga sesuatu, misalnya uang.
c. Angka, skor.
d. Kadar, mutu.
e. Sifat-sifat atau hal penting bagi kemanusiaan.

Beberapa pendapat tentang pengertian nilai dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Menurut Bambang Daroeso, nilai adalah suatu kualitas atau penghargaan


terhadap sesuatu, yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang.
b. Menurut Darji Darmodiharjo adalah kualitas atau keadaan yang bermanfaat
bagi manusia baik lahir ataupun batin.

Sesuatu dianggap bernilai apabila sesuatu itu memiliki sifat sebagai berikut.

a. Menyenangkan (peasent).
b. Berguna (useful).
c. Memuaskan (satisfying).
d. Menguntungkan (profitable).
e. Menarik (interesting).
f. Keyakinan (belief).

Ada dua pendapat mengenai nilai. Pendapat pertama mengatakan bahwa nilai
itu objektif, sedangkan pendapat kedua mengatakan nilai itu subjektif. Menurut aliran
idealisme, nilai itu objektif, ada pada setiap sesuatu. Tidak ada yang diciptakan di
dunia tanpa ada suatu nilai yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, segala

45
sesuatu ada nilainya dan bernilai bagi manusia. Hanya saja manusia tidak atau belum
tahu nilai apa dari objek tersebut. Aliran ini disebut juga aliran objektivisme.

Pendapat lain menyatakan bahwa nilai suatu objek terletak pada subjek yang
menilainya. Misalnya, air menjadi sangat bernilai daripada emas bagi orang kehausan
di tengah padang pasir, tanah memiliki nilai bagi seorang petani, gunung bernilai bagi
seorang pelukis, dan sebagainya. Jadi, nilai itu subjektif. Aliran ini disebut aliran
subjektivisme.

Menurut Bambang Daroeso, nilai memiliki ciri sebagai berikut.

a. Suatu realitas yang abstrak (tidak dapat ditangkap melalui indra, tetapi ada).
b. Normatif (yang seharusnya, ideal, sebaiknya, diinginkan).
c. Berfungsi sebagai daya dorong manusia (sebagai motivator).

Nilai itu ada atau riil dalam kehidupan manusia. Misalnya, manusia mengakui
ada keindahan. Akan tetapi, keindahan sebagai nilai adalah abstrak (tidak dapat
diindra). Yang dapat diindra adalah objek yang memiliki nilai keindahan itu.
Misalnya, lukisan atau pemandangan.

Nilai merupakan sesuatu yang diharapkan (das solen) oleh manusia. Nilai
merupakan sesuatu yang baik yang dicitakan manusia. Contohnya, semua manusia
mengharapkan keadilan. Keadilan sebagai nilai adalah normatif.

Contoh nilai adalah keindahan, keadilan, kemanusiaan, kesejahteraan,


kearifan, keanggunan, kebersihan, kerapian, keselamatan, dan sebagainya. Dalam
kehidupan ini banyak sekali nilai yang melingkupi kita. Nilai yang beragam dapat
diklasifikasikan ke dalam macam atau jenis nilai. Prof. Drs. Notonegoro, S.H.
menyatakan ada tiga macam nilai, yaitu:

a. Nilai materiil, yakni sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.

46
b. Nilai vital, yakni sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat
melaksanakan kegiatan.
c. Nilai kerohanian, dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:
a) Nilai kebenaran bersumber pada akal pikir manusia (rasio, budi, dan
cipta).
b) Nilai estetika (keindahan) bersumber pada rasa manusia.
c) Nilai kebaikan atau nilai moral bersumber pada kehendak keras, karsa
hati, dan nurani manusia.
d) Nilai religius (ketuhanan) yang bersifat mutlak dan bersumber pada
keyakinan manusia.

Moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata
mores ini mempunyai sinonim mos, moris, manner mores atau manners, morals.

Dalam bahasa Indonesia, kata moral berarti akhlak (bahasa Arab) atau
kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang
menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup. Kata moral ini dalam bahasa
Yunani sama dengan ethos yang menjadi etika. Secara etimologis, etika adalah ajaran
tentang baik-buruk, yang diterima masyarakat umum tentang sikap, perbuatan,
kewajiban, dan sebagainya.

Dari beberapa pendapat di atas, istilah moral dapat dipersamakan dengan


istilah etika, etik, akhlak, kesusilaan, dan budi pekerti. Dalam hubungannya dengan
nilai, moral adalah bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Tidak semua nilai adalah nilai
moral. Nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia (human) tentang hal baik-
buruk.

Dalam filsafat nilai secara sederhana dibedakan menjadi 3 jenis.

a. Nilai logika, yaitu nilai tentang benar-salah.


b. Nilai etika, yaitu nilai tentang baik-buruk.

47
c. Nilai estetika, yaitu nilai tentang indah jelek.

2. Norma sebagai Perwujudan dari Nilai

Nilai penting bagi kehidupan manusia, sebab nilai bersifat normatif dan
menjadi motivator tindakan manusia. Namun demikian, nilai belum dapat berfungsi
secara praktis sebagai penuntun perilaku manusia itu sendiri. Nilai sendiri masih
bersifat abstrak sehingga butuh konkretisasi atas nilai tersebut.

Nilai belum dapat berfungsi praktis bagi manusia. Nilai perlu


dikonkretisasikan atau diwujudkan ke dalam norma. Nilai yang bersifat normatif dan
berfungsi sebagai motivator tindakan manusia itu harus diimplementasikan dalam
bentuk norma. Norma merupakan konkretisasi dari nilai. Norma adalah perwujudan
dari nilai.

Setiap norma pasti terkandung nilai di dalamnya. Nilai sekaligus menjadi


sumber bagi norma. Tanpa ada nilai tidak mungkin terwujud norma. Sebaliknya,
tanpa dibuatkan norma maka nilai yang hendak dijalankan itu mustahil terwujudkan.

Norma atau kaidah adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dan


panduan dalam bertingkah laku di kehidupan masyarakat. Norma berisi anjuran untuk
berbuat baik dan larangan untuk berbuat buruk dalam bertindak sehingga kehidupan
ini menjadi lebih baik. Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat
yang mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di dalam
berbuat, dan bertingkah laku sehingga terbentuk masyarakat yang tertib, teratur, dan
aman.

Norma-norma yang berlaku di masyarakat ada empat macam, yakni sebagai


berikut.

a. Norma agama, yaitu peraturan hidup manusia yang berisi perintah dan
larangan yang berasal dari Tuhan.

48
b. Norma moral/kesusilaan, yaitu peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari
hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
c. Norma kesopanan, yaitu peraturan/kaidah yang bersumber dari pergaulan
hidup antarmanusia.
d. Norma hukum, yaitu peraturan/kaidah yang diciptakan oleh kekuasaan resmi
atau negara yang sifatnya mengikat dan memaksa.

Macam norma di atas dapat diklasifikasikan pula sebagai berikut.

Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan pribadi, yaitu:

a. Norma agama/religi;
b. Norma moral/kesusilaan.

Norma yang berkaitan dengan aspek kehidupan antarpribadi, yaitu:

a. Norma adat/kesopanan;
b. Norma hukum.

3. Hukum sebagai Norma

Berdasarkan pada uraian sebelumnya, hukum pada dasarnya adalah bagian


dari norma, yaitu norma hukum. Jadi, jika kita berbicara mengenai hukum yang
dimaksudkan adalah norma hukum. Hukum sebagai norma berbeda dengan ketiga
norma sebelumnya (agama, kesusilaan, dan kesopanan). Perbedaan norma hukum
dengan norma lainnya adalah sebagai berikut.

1. Norma hukum datangnya dari luar diri kita sendiri, yaitu dari
kekuasaan/lembaga yang resmi dan berwenang.
2. Norma hukum dilekati sanksi pidana atau pemaksa secara fisik. Norma lain
tidak dilekati sanksi pidana secara fisik.
3. Sanksi pidana atau sanksi pemaksa itu dilaksanakan oleh aparat negara.

49
Bagi orang-orang yang tidak patuh kepada norma kesopanan, norma
kesusilaan, dan norma agama dapat menimbulkan ketidaktertiban dalam kehidupan
bersama sehingga perlu memperoleh sanksi yang bersifat memaksa. Misalnya, orang
yang melanggar norma kesopanan tidak mempunyai rasa malu bila disisihkan dari
pergaulan, orang yang melanggar norma kesusilaan tidak akan merasa menyesal.
Orang yang melanggar norma agama tidak akan takut kepada sanksi di akhirat
ataupun akan terguncang kehidupannya. Bagi orang-orang yang demikian ini dapat
menimbulkan kekacauan di masyarakat. Oleh karena itu, norma hukum perlu
dipaksakan agar orang-orang mematuhi peraturan hidup.

Jadi, meskipun telah ada norma agama, kesusilaan, dan kesopanan, namun
dalam kehidupan bernegara tetap dibutuhkan norma hukum. Norma hukum
dibutuhkan karena dua hal, yaitu:

1. Karena bentuk sanksi dari ketiga norma belum cukup memuaskan dan efektif
untuk melindungi keteraturan dan ketertiban masyarakat.
2. Masih ada perilaku lain yang perlu diatur di luar ketiga norma di atas,
misalnya perilaku di jalan raya.

Norma hukum berasal dari norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Isi
ketiga norma tersebut dapat diangkat sebagai norma hukum.

B. Keadilan, Ketertiban, dan Kesejahteraan

1. Makna Keadilan

Keadilan berasal dari bahasa Arab adil yang artinya tengah. Keadilan berarti
menempatkan sesuatu di tengah-tengah, tidak berat sebelah, atau dengan kata lain
keadilan berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya. Berikut ini beberapa
pengertian mengenai keadilan. Berikut ini beberapa pendapat mengenai makna
keadilan.

50
a. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadilan berarti (sifat
perbuatan, perlakuan) yang adil. Keadilan berarti perilaku atau perbuatan yang
dalam pelaksanaannya memberikan kepada pihak lain sesuatu yang
semestinya harus diterima oleh pihak lain.
b. Menurut W.J.S. Poerwodarminto, keadilan berarti tidak berat sebelah,
sepatutnya, tidak sewenang-wenang. Jadi, dalam pengertian adil termasuk di
dalamnya tidak terdapatnya kesewenang-wenangan. Orang yang bertindak
sewenang-wenang berarti bertindak tidak adil.
c. Menurut Frans Magnis Suseno dalam bukunya Etika Politik menyatakan
bahwa keadilan sebagai suatu keadaan di mana semua orang dalam situasi
yang sama diperlakukan secara sama.

Mengenai macam keadilan, Aristoteles membedakan dua macam keadilan,


yaitu keadilan komutatif dan keadilan distributif. Sedangkan Plato, guru Aristoteles,
menyebut ada tiga macam, yaitu:

a. Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada setiap orang


sama banyaknya, tanpa mengingat berapa besar jasa-jasa yang telah diberikan
(dari kata commute = mengganti, menukarkan, memindahkan).
b. Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan hak atau jatah kepada
setiap orang menurut jasa-jasa yang telah diberikan (pembagian menurut
haknya masing-masing pihak). Di sini keadilan tidak menuntut pembagian
yang sama bagi setiap orang, tetapi pembagian yang sama berdasarkan
perbandingan.
c. Keadilan legal atau keadilan moral adalah keadilan yang mengikuti
penyesuaian atau pemberian tempat seseorang dalam masyarakat sesuai
dengan kemampuannya, dan yang dianggap sesuai dengan kemampuan yang
bersangkutan.

51
2. Fungsi dan Tujuan Hukum dalam Masyarakat

Ada empat fungsi hukum dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut.

1. Sebagai Alat Pengatur Tertib Hubungan Masyarakat


2. Sebagai Sarana untuk Mewujudkan Keadilan Sosial
3. Sebagai Penggerak Pembangunan
4. Fungsi Krisis Hukum

C. Problematika Nilai, Moral, dan Hukum Dalam Masyarakat dan Negara

Moral adalah salah satu bagian dari nilai, yaitu nilai moral. Moral berkaitan
dengan nilai baik-buruk perbuatan manusia. Pada dasarnya, manusia yang bermoral
tindakannya senantiasa didasari oleh nilai-nilai moral. Manusia tersebut melakukan
perbuatan atau tindakan moral. Tindakan yang bermoral adalah tindakan manusia
yang dilakukan secara sadar, mau, dan tahu serta tindakan itu berkenaan dengan nilai-
nilai moral. Tindakan bermoral adalah tindakan yang menjunjung tinggi nilai pribadi
manusia, harkat dan martabat manusia.

Nilai moral diwujudkan dalam norma moral. Norma moral, norma kesusilaan,
atau disebut juga norma etik adalah peraturan/kaidah hidup yang bersumber dari hati
nurani dan merupakan perwujudan nilai-nilai moral yang mengikat manusia. Norma
moral menjadi acuan perilaku baik buruknya manusia. Perilaku yang baik adalah
perilaku yang sesuai dengan norma-norma moral. Sebaliknya, perilaku buruk adalah
perilaku yang bertentangan dengan norma-norma moral.

1. Pelanggaran Etik

Kebutuhan akan norma etik oleh manusia diwujudkan dengan membuat


serangkaian norma etik untuk suatu kegiatan atau profesi. Rangkaian norma moral
yang terhimpun ini biasa disebut kode etik. Kode etik merupakan bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip

52
moral yang ada. Masyarakat profesi secara berkelompok membentuk kode etik
profesi. Contohnya, kode etik guru, kode etik insinyur, kode etik wartawan, dan
sebagainya.

Kode etik profesi berisi ketentuan-ketentuan normatif etik yang seharusnya


dilakukan oleh anggota profesi. Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat
serta kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk
penyimpangan maupun penyalahgunaan keahlian. Tanpa etika profesi, apa yang
semula dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi
menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang sedikit pun tidak
diwarnai dengan nilai-nilai idealisme, dan ujungnya akan berakhir dengan tidak
adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite
profesional tersebut.

2. Pelanggaran Hukum

Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan atau
perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya
kesadaran hukum di masyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi
hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum.

Hukum berisi perintah dan larangan. Hukum memberitahukan kepada kita


mana perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang bila dilakukan akan
mendapat ancaman berupa sanksi hukum. Terhadap perbuatan yang bertentangan
dengan hukum tentu saja dianggap melanggar hukum sehingga mendapat ancaman
hukuman.

Problema hukum yang berlaku dewasa ini adalah masih rendahnya kesadaran
hukum masyarakat. Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran hukum. Bahkan, pada hal-
hal kecil yang sesungguhnya tidak perlu terjadi. Misalnya, secara sengaja tidak
membawa SIM dengan alasan hanya untuk sementara waktu.

53
Pelanggaran hukum dalam arti sempit berarti pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan negara, karena hukum oleh negara dimuatkan dalam peraturan
perundangan. Kasus tidak membawa SIM berarti melanggar peraturan, yaitu Undang-
Undang N0. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas. Kasus-kasus pelanggaran hukum
banyak terjadi di masyarakat kita mulai dari kasus kecil seperti pencurian dan
perjudian sampai kasus besar seperti korupsi dan aksi teror.

Pelanggaran hukum berbeda dengan pelanggaran etik. Sanksi atas


pelanggaran hukum adalah sanksi pidana dari negara yang bersifat lahiriah dan
memaksa. Masyarakat secara rcsmi (negara) berhak memberi sanksi bagi warga
negara yang melanggar hukum.

2.7 Manusia, Sains, Teknologi, dan Seni

A. Hakikat dan Makna Sains, Teknologi, dan Seni Bagi Manusia

Selama perjalanan sejarah, umat manusia telah berhasil menciptakan berbagai


ragam kebudayaan. Namun apabila kita ringkas, berbagai macam atau ragam
kebudayaan tersebut sebenamya hanya meliputi tujuh buah atau tujuh unsur
kebudayaan saja. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan unsur-unsur pokok
yang selalu ada pada setiap kebudayaan masyarakat yang ada di belahan dunia ini.
Menurut Kluchkhon sebagaimana dikutip Koentjaraningrat (1996), bahwa ketujuh
unsur pokok kebudayaan tersebut meliputi peralatan hidup (teknologi), sistem mata
pencaharian hidup (ekonomi), sistem kemasyarakatan (organisasi sosial), sistem
bahasa, kesenian (seni), sistem pengetahuan (ilmu pengetahuan, sains), serta sistem
kepercayaan (religi).

Ketujuh unsur budaya tersebut merupakan unsur-unsur budaya pokok yang


pasti ada atau kita ketemukan apabila kita meneliti atau mempelajari setiap kehidupan
masyarakat mana pun di dunia ini. Karena ada pada setiap kehidupan masyarakat
manusia di dunia, maka ketujuh unsur pokok dari kebudayaan yang ada di dunia itu

54
sering kali dikatakan sebagai unsur-unsur budaya yang bersifat universal, atau unsur-
unsur kebudayaan universal.

Ilmu pengetahuan (sains), peralatan hidup (teknologi), serta kesenian (seni),


atau yang sering kali disingkat Ipteks, termasuk bagian dari unsur-unsur pokok dari
kebudayaan universal tersebut. Maka dapat dipastikan Ipteks akan kita jumpai pada
setiap kehidupan masyarakat manusia di mana pun berada, baik yang telah maju,
sedang berkembang, sampai pada masyarakat yang masih sangat rendah tingkat
peradabannya. Bahkan, pada kehidupan masyarakat purba atau pada zaman
prasejarah sekalipun, ketujuh unsur-unsur budaya universal tersebut telah ada,
termasuk Ipteks, meskipun tentunya pada tingkatan yang sangat sederhana atau
primitif sekali.

Dalam definisi lain (terutama berdasarkan kajian filsafat ilmu), istilah Iptek
(ilmu, pengetahuan, dan teknologi) juga sering dibedakan secara terpisah atau sendiri-
sendiri, karena masing-masing dari ketiga istilah itu dianggap memiliki bobot
keilmiahan yang berbeda-beda. Menurut pengertian ini, pengetahuan merupakan
pengalaman yang bermakna dalam diri tiap orang yang tumbuh sejak ia dilahirkan.
Oleh karena itu, manusia yang normal, sekolah atau tidak sekolah, sudah pasti
dianggap memiliki pengetahuan. Pengetahuan dapat dikembangkan manusia karena
dua hal. Pertama, manusia mempunyai bahasa yang dapat mengomunikasikan
informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua,
manusia mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur pikir tertentu yang
merupakan kemampuan menalar. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

Selanjutnya dalam kaitannya dengan ilmu. Ilmu itu sendiri secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua buah golongan besar, yakni ilmu eksak dan
noneksak, atau ilmu pengetahuan alam (IPA) serta ilmu pengetahuan sosial (IPS).
Jika dilihat dari ciri-cirinya serta dibandingkan dengan pengetahuan yang acak dan

55
terbuka lainnya, terletak pada adanya unsur sistematika, objek kajian, ruang lingkup
kajian, serta metode yang diterapkan serta dikembangkannya. Jadi, ilmu
sesungguhnya merupakan pengetahuan yang sudah mencapai taraf tertentu yang telah
memenuhi sistematlka, memiliki objek kajian, dan metode pembahasan akan kajian
tersebut.

Ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis


dengan menggunakan kekuatan pemikiran, di mana pengetahuan tersebut selalu dapat
dikontrol oleh setiap orang yang ingin mengetahuinya. Berpijak dari pengertian ini,
maka ilmu memiliki kandungan unsur-unsur pokok sebagai berikut.

1. Berisi pengetahuan (knowledge).


2. Tersusun secara sistematis.
3. Menggunakan penalaran.
4. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain.

Suatu pengetahuan dapat dikatakan (dikategorikan) sebagai suatu ilmu apabila


memenuhi tiga kriteria pokok sebagai berikut.

1. Adanya aspek ontologis, artinya bidang studi yang bersangkutan telah


memiliki objek studi/kajian yang jelas. Dalam hal ini, bahwa yang namanya
objek suatu studi itu haruslah yang jelas, artinya dapat diidentifikasikan, dapat
diberi batasan, serta dapat diuraikan sifat-sifatnya yang esensial. Objek studi
suatu ilmu itu sendiri terdapat dua macam, yaitu objek material serta objek
formal.
2. Adanya aspek epistemologi, yang artinya bahwa bidang studi yang
bersangkutan telah memiliki metode kerja yang jelas. Dalam hal ini terdapat
tiga metode kerja suatu bidang studi, yaitu deduksi, induksi, serta eduksi.
3. Adanya aspek aksiologi, yang artinya bahwa bidang studi yang bersangkutan
memiliki nilai guna atau kemanfaatannya. Misalnya, bidang studi tersebut
dapat menunjukkan adanya nilai teoretis, hukum, generalisasi, kecenderungan

56
umum, konsep, serta kesimpulan yang logis, sistematis, dan koheren. Selain
itu, bahwa dalam teori serta konsep tersebut tidak menunjukkan adanya
kerancuan, kesemrawutan pikiran, atau penentangan kontradiktif di antara
satu sama lainnya.

Ilmu pengetahuan merupakan usaha manusia untuk memahami gejala dan


fakta alam, lalu melestarikan pengetahuan tersebut secara konsepsional dan
sistematis. Sedangkan teknologi adalah usaha manusia untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan itu untuk kepentingan dan kesejahteraan. Karena hubungan tersebut,
maka perkembangan ilmu pengetahuan selalu terkait dengan perkembangan
teknologi, demikian pula sebaliknya.

Sains dan teknologi saling membutuhkan, karena sains tanpa teknologi


bagaikan pohon tak berakar (science without technology has no fruit, technology
without science has no root). Sains hanya mampu mengajarkan fakta dan nonfakta
pada manusia, ia tidak mampu mengajarkan apa yang harus atau tidak boleh
dilakukan oleh manusia. Jadi, fungsi sains di sini hanyalah mengoordinasikan semua
pengalaman manusia dan menempatkannya ke dalam suatu sistem yang logis,
sedangkan fungsi seni sebagai pemberi persepsi mengenai suatu keberaturan dalam
hidup dengan menempatkan suatu keberaturan padanya. Tujuan sains dan teknologi
adalah untuk memudahkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan seni
memberi sentuhan estetik sebagai hasil budaya yang indah dari manusia.

B. Dampak Penyalahgunaan Ipteks Pada Kehidupan

Manusia dengan potensi akalnya, telah diberi kebebasan untuk memilih dan
mengembangkan mana yang benar dan mana yang salah. Sedangkan dengan
potensinya pula manusia dapat menggali dan mengembangkan rahasia alam semesta
ini sehingga lahirlah apa yang kemudian disebut sebagai sains, teknologi, dan seni
(disingkat Ipteks). Pada saat ini, perkembangan Ipteks sudah sedemikian pesatnya,
bahkan telah berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung bagi

57
kehidupan manusia, dan pengaruh tersebut menyangkut pola pikir, pola kerja, pola
hidup, maupun tingkah lakunya. Semestinya, semakin tinggi penguasaan terhadap
Ipteks, harusnya manusia semakin kritis dalam berpikir, semakin disiplin dalam
bekerja, dan semakin efisien dalam bertindak. Akan tetapi, pada kenyataannya
kebanyakan manusia justru semakin merasa dibuai dengan semua fasilitas dan produk
yang dihasilkan oleh Ipteks tersebut.

Dalam kehidupan modern, hampir tidak ada orang yang hidup tanpa
menggunakan jasa Iptek. Semakin tinggi orang yang menggunakan jasa Iptek,
semakin tinggi pula tingkat ketergantungannya kepada alat-alat tersebut. Dampak
langsung dari kemajuan Iptek adalah kemudahan-kemudahan dalam beraktivitas.
Memang Iptek diciptakan dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan
memperingan beban pekerjaan manusia yang tadinya sangat melelahkan menjadi
ringan. Namun, dampak negatif dari kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
dapat mengakibatkan masyarakat semakin terbuai, karena mereka hampir tak sadar
bahwa ternyata dirinya telah berada dalam situasi pola hidup konsumtif, hedonistik,
dan materialistik.

Perkembangan Iptek yang demikian pesat mampu menciptakan perubahan-


perubahan yang berpengaruh langsung pada kehidupan masyarakat, khususnya dalam
elemen-elemen sebagai berikut.

1. Perubahan di bidang intelektual; masyarakat meninggalkan kebiasaan lama


atau kepercayaan tradisional, mereka mulai mengambil kebiasaan serta
kepercayaan baru, setidaknya mereka telah melakukan reaktualisasi.
2. Perubahan dalam organisasi sosial yang mengarah pada kehidupan politik.
3. Perubahan dan benturan-benturan terhadap tata nilai dan tata lingkungannya.
4. Perubahan di bidang industri dan kemampuan di medan perang.

58
Keempat persoalan di atas kini secara langsung telah menyentuh sendi-sendi
kehidupan manusia yang menuntut keterlibatan semua pihak, yang pada akhirnya ikut
menentukan pula kelangsungan hidup umat manusia di muka bumi ini.

C. Problematika Pemanfaatan Ipteks di Indonesia

Ipteks dimanfaatkan oleh manusia terutama dalam memudahkan pemenuhan


kebutuhan hidup. Contoh sederhana adalah dengan dikembangkannya sarana
transportasi, manusia bisa bergerak dan melakukan mobilisasi dengan cepat.
Kemajuan yang dicapai manusia melalui Ipteks telah memberikan dampak positif
dalam hidupnya. Ipteks memberi rahmat dalam arti memicu kemajuan dan
kesejahteraan. Namun demikian, pemanfaatan Ipteks oleh manusia dapat pula
berdampak buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia itu sendiri. Gejala
negatif itu sebagai akibat dari penyalahgunaan dalam hal pemanfaatannya, berlebihan
dalam penggunaannya, ataupun tidak mempunyai manusia dalam mengendalikan
kekuatan teknologi itu sendiri.

Pengembangan ilmu pengetahuan berjalan aktif di segala bidang, yaitu


kesehatan, pertanian, ilmu ekonomi, ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam, dan
sebagainya. Akan tetapi, jika diamati lebih teliti ada empat bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi strategis yang akan menentukan masa depan dunia, yaitu material,
energi, mikroelektronik, dan bioteknologi (Rahardi Ramelan, 2004). Dari bidang-
bidang tersebut menghasilkan pula empat macam teknologi, yaitu teknologi bahan,
teknologi energi, teknologi mikroelektronika, dan teknologi hayati.

Teknologi bahan adalah teknologi yang memanfaatkan material, terutama


logam seperti besi dan baja untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang menggunakan
bahan material tersebut. Dewasa ini, inovasi penciptaan material baru terus
berkembang dan tidak lagi mengandalkan logam atau komponen baku yang sudah
dibentuk alam (konvensional). Berbagai komposisi baru atau pemurnian dilakukan
untuk memanfaatkan material organik dan anorganik sebagai structural material, tool

59
material, atau electronic/electromagnetic materials. Pembentukan material komposit
yang semula hanya menggunakan jenis-jenis polimer sebagai serat penguat/matriks
juga digunakan pada struktur pesawat terbang, printed circuit board, dan lain-lainnya,
telah berkembang dan akan terus berkembang dengan menggunakan bahan-bahan
serat lainnya, seperti kaca/gelas, karbon, logam, ataupun keramik.

Teknologi energi adalah teknologi dengan memanfaatkan sumber-sumber


energi. Sumber energi konvensional di dunia adalah minyak, gas alam, batu bara,
tenaga air, geothermal, dan kayu. Sumber dan teknologj modern sudah mulai
dikembangkan, termasuk tenaga nuklir, gambut, tenaga surya, gelombang laut, tenaga
panas laut, angin, dan sebagainya.

Teknologi mikroelektronika atau yang berkembang sekarang ini sebagai


teknologi informasi atau informatika. Teknologi informasi ialah teknologi yang
digunakan untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, dan menyebarluaskan
informasi. Informasi yang dimaksudkan mencakup numerik, seperti angka, audio,
teks, dan citra seperti gambar dan sandi. Teknologi informasi merupakan salah satu
jenis teknologi yang dikembangkan dari ilmu-ilmu dasar, seperti matematika, fisika,
dan sebagainya. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi ini
menghasilkan ciptaan baru berupa komputer, internet, rekayasa perangkat lunak
(program), termasuk kecerdasan buatan. Perkembangan teknologi informasi atau
dengan istilah lain teknologi telematika mendapat perhatian luar biasa dari banyak
negara, termasuk Indonesia. Perkembangan teknologi informasi ini diyakini menjadi
faktor penting munculnya globalisasi.

Teknologi hayati atau bioteknologi adalah teknologi yang berusaha secara


sistematis menggunakan serta mengarahkan sistem atau komune biologis, terutama
organisme kecil, untuk menghasilkan barang atau jasa secara efisien. Untuk
memengaruhi dan mengarahkan itu, kini digunakan berbagai teknik dan alat yang

60
dikembangkan di cabang-cabang ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya, seperti
mikrobiologi, bioengineering, genetic engineering, dan sebagainya.

Namun demikian, masalah yang dihadapi bangsa Indonesia terkait dengan


pemanfaatan dan kemampuan Iptek ini dapat diidentifikasi sebagai berikut (RPJMN
2004-2009).

1. Rendahnya kemampuan Iptek nasional dalam menghadapi perkembangan


global. Hal ini ditunjukkan dengan Indeks Pencapaian Teknologi (IPT) dalam
laporan UNDP tahun 2001 menunjukkan tingkat pencapaian teknologi
Indonesia masih berada pada urutan ke-60 dari 72 negara.
2. Rendahnya kontribusi Iptek nasional di sektor produksi. Hal ini antara Iain
ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta
minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor.
3. Belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani
interaksi antara kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna.
Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, antara lain
institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek
menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem
produksi.
4. Lemahnya sinergi kebijakan Iptek, sehingga kegiatan Iptek belum sanggup
memberikan hasil yang signifikan.
5. Masih terbatasnya sumber daya Iptek, yang tercermin dari rendahnya kualitas
SDM dan kesenjangan pendidikan di bidang Iptek. Rasio tenaga peneliti
Indonesia pada tahun 2001 adalah 4,7 peneliti per 10.000 penduduk, jauh
lebih kecil dibandingkan Jepang sebesar 70,7.
6. Belum berkembangnya budaya Iptek di kalangan masyarakat. Budaya bangsa
secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai
penalaran objektif, rasional, maju, unggul, dan mandiri. Pola pikir masyarakat
belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar

61
memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka
belajar dan berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada.
7. Belum optimalnya peran Iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan
hidup. Kemajuan Iptek berakibat pula pada munculnya permasalahan
lingkungan. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh belum berkembangnya
sistem manajemen dan teknologi pelestarian fungsi Ijngkungan hidup.
8. Masih lemahnya peran Iptek dalam mengantisipasi dan menanggulangi
bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global
merupakan wilayah yang rawan bencana. Banyaknya korban akibat bencana
alam merupakan indikator bahwa pembangunan Indonesia belum berwawasan
bencana. Kemampuan Iptek nasional belum optimal dalam memberikan
antisipasi dan solusi strategis terhadap berbagai permasalahan bencana alam,
seperti pemanasan global, anomali iklim, kebakaran hutan, banjir, longsor,
gempa bumi, dan tsunami.

2.8 Manusia dan Lingkungan

A. Hakikat dan Makna Lingkungan Bagi Manusia

Manusia hidup pasti mempunyai hubungan dengan lingkungan hidupnya.


Pada mulanya, manusia mencoba mengenal lingkungan hidupnya, kemudian barulah
manusia berusaha menyesuaikan dirinya. Lebih dari itu, manusia telah berusaha pula
mengubah lingkungan hidupnya demi kebutuhan dan kesejahteraan. Dari sinilah lahir
peradaban istilah Toynbee-sebagai akibat dari kemampuan manusia mengatasi
lingkungan agar lingkungan mendukung kehidupannya. Misalnya, manusia
menciptakan jembatan agar bisa melewati sungai yang membatasinya.

Lingkungan adalah suatu media di mana makhluk hidup tinggal, mencari, dan
memiliki karakter serta fungsi yang khas yang mana terkait secara timbal balik
dengan keberadaan makhluk hidup yang menempatinya, terutama manusia yang
memiliki peranan yang lebih kompleks dan riil (Elly M. Setiadi, 2006). Lingkungan

62
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya. Menurut Pasal 1
UndangUndang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.

Lingkungan hidup tidak bisa dipisahkan dari ekosistem atau sistem ekologi.
Ekosistem adalah satuan kehidupan yang terdiri atas suatu komunitas makhluk hidup
(dari berbagai jenis) dengan berbagai benda mati yang membentuk suatu sistem.
Lingkungan hidup pada dasarnya adalah suatu sistem kehidupan di mana terdapat
campur tangan manusia terhadap tatanan ekosistem. Manusia adalah bagian dari
ekosistem.

Komponen lingkungan terdiri dari faktor abiotik (tanah, air, udara, cuaca,
suhu) dan faktor biotik (tumbuhan, hewan, dan manusia). Lingkungan bisa terdiri atas
lingkungan alam dan lingkungan buatan. Lingkungan alam adalah keadaan yang
diciptakan Tuhan untuk manusia. Lingkungan alam terbentuk karena kejadian alam.
Jenis lingkungan alam antara lain air, tanah, pohon, udara, sungai, dan lain-lain.
Lingkungan buatan dibuat oleh manusia. Misalnya jembatan, jalan, bangunan rumah,
taman kota, dan lain-lain. Ada pula lingkungan alam, tetapi sudah merupakan hasil
peradaban manusia. Artinya, lingkungan alam itu sudah mendapat sentuhan tangan
manusia. Contohnya, persawahan yang berundak-undak, pegunungan di California
AS yang dipahat menjadi beberapa tokoh presiden.

Lingkungan dapat pula berbentuk lingkungan fisik dan nonfisik Lingkungan


alam dan buatan adalah lingkungan fisik. Sedangkan lingkungan nonfisik adalah
lingkungan sosial budaya di mana manusia itu berada. Lingkungan sosial adalah
wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan, yaitu interaksi sosial antara

63
berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai, serta terkait dengan
ekosistcm (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata ruang atau peruntukan ruang
(sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan).

Lingkungan amat penting bagi kehidupan manusia, arti penting lingkungan


bagi manusia adalah sebagai berikut.

1. Lingkungan merupakan tempat hidup manusia. Manusia hidup, berada,


tumbuh, dan berkembang di atas bumi sebagai lingkungan.
2. Lingkungan memberi sumber-sumber penghidupan manusia.
3. Lingkungan memengaruhi sifat, karakter, dan perilaku manusia yang
mendiaminya.
4. Lingkungan memberi tantangan bagi kemajuan peradaban manusia.
5. Manusia memperbaiki, mengubah, bahkan menciptakan lingkungan untuk
kebutuhan dan kebahagiaan hidup.

Warga atau masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan lingkungan


hidup. Kesempatan berperan serta itu dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut.

1. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.


2. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
3. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan
sosial.
4. Memberikan saran dan pendapat.
5. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Dalam implementasinya, para warga yang berperan serta dalam pelestarian


fungsi lingkungan hidup mendapat penghargaan dari negara. Contohnya, para
perintis, penyelamat, dan pengabdi lingkungan meraih penghargaan Kalpataru; para
walikota dan bupati menerima penghargaan Adipura sebagai kota atau kabupaten

64
terbersih; para kepala sekolah yang menerima penghargaan Adhiwiyata atas
keberhasilannya dalam menjadikan sekolah berbudaya lingkungan.

B. Kualitas Lingkungan dan Penduduk Terhadap Kesejahteraan

1. Hubungan Lingkungan dengan Kesejahteraan

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa ada


hubungan yang erat antara lingkungan dengan manusia. Lingkungan memberikan
makna atau arti penting bagi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Lingkungan dapat memberikan sumber kehidupan agar manusia dapat hidup
sejahtera. Lingkungan hidup menjadi sumber dan penunjang hidup. Dengan
demikian, lingkungan mampu memberikan kesejahteraan dalam hidup manusia.

Sudah sejak dulu manusia mencari lingkungan yang memiliki daya dukung
yang baik bagi kehidupannya. Contohnya, manusia menempati daerah yang memiliki
sumber mata air, misalnya menempati daerah sekitar sungai, tepi rawa, lereng
gunung, dan sebagainya. Kota-kota kuno atau peradaban lama banyak menempati
daerah yang dekat dengan sungai, misalnya peradaban kuno di tepi Sungai Nil. Kota-
kota besar di Indonesia juga banyak yang berada di tepi pantai atau dekat dengan laut,
misalnya Jakarta, Surabaya, dan Makasar.

Pada masa sekarang, manusia tetap menginginkan lingkungan sebagai tempat


maupun sumber kehidupannya yang dapat mendukung kesejahtaraan hidup. Melalui
ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mengusahakan lingkungan yang
sebelumnya tidak memiliki daya dukung serta lingkungan yang tidak dapat untuk
hidup (unhabitable) menjadi lingkungan yang memiliki daya dukung yang baik dan
bersifat habitable. Contoh sederhana, manusia membangun bendungan, dan, atau
waduk guna menampung air. Air tersebut digunakan untuk cadangan jika terjadi
kemarau panjang, air bendungan digunakan untuk mengairi sawah-sawah warga. Air
juga digunakan sebagai penggerak untuk pembangkit listrik. Daerah-daerah yang

65
sebelumnya gersang, seperti daerah gurun di Arab sekarang ini sudah bisa ditanami
pepohonan. Manusia membuat saluran khusus untuk menyalurkan air sungai ke
wilayah tersebut. Bahkan, dalam waktu tertentu dibuat hujan buatan.

Dewasa ini, manusia dengan kemampuan ilmu pengetahuan yang maju dan
teknologi modern dapat mengatasi keterbatasan lingkungan, terutama yang bersifat
fisik atau lingkungan alam. Daerah-daerah yang pada masa lalu dianggap tidak
mungkin dapat digunakan sebagai tempat hidup, sekarang ini dimungkinkan. Daerah
itu sekarang mampu memberi kesejahteraan bagi hidup manusia berkat penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan
kualitas hidup manusia melalui penciptaan lingkungan hidup yang mendukungnya.

Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan,


penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan, dan pengembangan
lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan memiliki tujuan sebagai berikut.

a. Mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan hidup sebagai


tujuan membangun manusia seutuhnya.
b. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
c. Mewujudkan manusia sebagai pembina lingkungan hidup.
d. Melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan
generasi sekarang dan yang akan datang.
e. Melindungi negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang
menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.

Hakikat pengelolaan lingkungan hidup oleh manusia adalah bagaimana


manusia melakukan berbagai upaya agar kualitas manusia meningkat sementara
kualitas lingkungan juga semakin baik. Lingkungan yang berkualitas pada akhirnya
akan memberikan manfaat bagi manusia, yaitu meningkatnya kesejahteraan.

66
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang mengatur hak, kewajiban, dan peran warga negara perihal pengelolaan ini. Hak,
kewajiban, dan peran itu sebagai berikut.

a. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
b. Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
c. Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup.
d. Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan
lingkungan hidup.
e. Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk
berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

2. Hubungan Penduduk dengan Lingkungan dan Kesejahteraan

Sejak awal, manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam perjalanan


hidupnya guna mendapatkan kesejahteraan. Manusia membuat, menciptakan,
mengerjakan, dan memperbaiki berbagai hal yang ditujukan untuk kepentingan
hidupnya. Penduduk pada dasarnya adalah orang-orang yang tinggal di suatu tempat
yang secara bersama-sama menyelenggarakan kehidupannya. Penduduk negara
adalah orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara, tunduk pada
kekuasaan politik negara dan menjalani kehidupannya di bawah tata aturan negara
yang bersangkutan.

Di negara, penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan.


Sebagai modal dasar atau aset pembangunan, penduduk tidak hanya sebagai sasaran
pembangunan, tetapi juga mempakan pelaku pembangunan. Mereka adalah subjek

67
dan objek dari pembangunan negara. Pembangunan pada dasarnya dilakukan oleh
penduduk negara dan ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan
penduduk yang bersangkutan.

Hal yang berkaitan dengan penduduk negara meliiputi:

a. Aspek kualitas penduduk, mencakup tingkat pendidikan, keterampilan, etos


kerja, dan kepribadian.
b. Aspek kuantitas penduduk yang mencakup jumlah penduduk, pertumbuhan,
persebaran, perataan, dan perimbangan penduduk di tiap wilayah negara
(Winarno, 2007).

Dewasa ini, kualitas penduduk merupakan aspek yang penting bagi


kesejahteraan hidup. Kesejahteraan hidup penduduk negara sangat ditentukan oleh
kualitas penduduk yang bersangkutan. Kualitas penduduk mencerminkan kualitas
insani dan sumber daya manusia yang dimiliki negara. Sedangkan kualitas sumber
daya tersebut dipengaruhi beberapa faktor, antara lain tingkat pendidikan,
keterampilan, kesehatan etos kerja, dan karakter atau kepribadian.

Beberapa problema lingkungan hidup dewasa ini antara lain:

1. Pencemaran (polusi) lingkungan, yang mencakup pencemaran udara,


pencemaran air, pencemaran tanah, dan pencemaran suara.
2. Masalah kehutanan, seperti penggundulan hutan, pembalakan hutan, dan
kebakaran hutan.
3. Erosi dan banjir.
4. Tanah longsor, kekeringan, dan abrasi pantai.
5. Menipisnya lapisan ozon dan efek rumah kaca.
6. Penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang buruk, seperti gatal-gatal,
batuk, infeksi saluran pernapasan, diare, dan tipes.

68
C. Problematika Lingkungan Sosial Budaya yang dihadapi Masyarakat

Lingkungan sosial adalah wilayah tempat berlangsungnya berbagai kegiatan


dan interaksi sosial antara berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan
nilai serta terkait dengan ekosistem (sebagai komponen lingkungan alam) dan tata
ruang atau peruntukan ruang (sebagai bagian dari lingkungan binaan/buatan).
Manusia hidup berkaitan dengan lingkungan, baik lingkungan fisik (alam dan buatan)
maupun lingkungan sosial.

Lingkungan sosial seorang manusia (individu) pada dasarnya adalah individu


lain atau kelompok individu dengan segala aktivitas dan pranata yang dibentuknya.
Seorang manusia pastilah akan hidup di tengah-tengah manusia lain. Manusia hidup
dalam lingkungan sosial mereka. Kehidupan dalam lingkungan sosial manusia
ditandai dengan adanya beragam aktivitas, anekaragam interaksi, berbagai pranata
yang dibentuk, serta berada dalam suatu lingkungan alam dan buatan sebagai tempat
kehidupannya.

1. Interaksi dalam Lingkungan Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut


hubungan timbal balik antara perorangan, antara kelompok manusia, maupun antara
perorangan dengan kelompok manusia dalam bentuk akomodasi kerja sama,
persaingan, dan pertikaian.

Interaksi sosial berbentuk hubungan pengaruh yang tampak dalam kehidupan


bersama. Tanpa interaksi sosial tidak mungin ada kehidupan masyarakat. Interaksi
sosial terjadi antara seseorang dengan orang lain, antara seseorang dengan kelompok
sosial, antara kelompok sosial dengan kelompok sosial lainnya.

69
2. Pranata dalam Lingkungan Sosial

Pranata sosial (institution) menunjuk pada sistem pola-pola resmi yang dianut
suatu warga masyarakat dalam berinteraksi (Koentjaraningrat, 1996). Pranata adalah
suatu sistem nonna khusus yang menata rangkaian tindakan berpola mantap guna
memenuhi keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Sistem norma
khusus dimaksudkan sebagai sistem aturan-aturan, artinya perilaku itu berdasarkan
pada aturan-aturan yang telah ditetapkan., Contohnya, permainan silat yang
diperagakan anak-anak sekolah yang sedang istirahat dan pertandingan silat dalam
suatu kejuaraan. Contoh pertama bukan pranata karena berlangsung dalam situasi
tidak resmi dan tidak adanya aturan baku yang ditetapkan, sedangkan contoh kedua
merupakan pranata, sebab berlangsung dalam situasi resmi dengan mendasarkan pada
aturan pertandingan silat yang telah ditetapkan.

3. Problema dalam Kehidupan Sosial

Problema sosial merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang


abnormal, amoral, berlawanan dengan hukum, dan bersifat merusak. Problema sosial
menyangkut nilai-nilai sosial dan moral yang menyimpang sehingga perlu diteliti,
ditelaah, diperbaiki, bahkan mungkin untuk dihilangkan.

Problema-problema sosial timbul dari kekurangan dalam diri manusia atau


kelompok manusia yang bersumber dari faktor ekonomi, biologis, biopsikologis, dan
kebudayaan. Setiap masyarakat memiliki sejumlah norma-norma yang menyangkut
kesejahteraan, kebendaan, kesehatan, dan penyesuaian terhadap lingkungan sosial.
Penyimpangan terhadap norma-norma tersebut memunculkan gejala abnormal yang
mengarah pada terciptanya problema sosial.

70
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD) dapat dikatakan sebagai integrasi dari
kajian Ilmu Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD). Kajian ISBD
mencakup masalah sosial dan budaya serta keberadaan manusia sebagai subjek bagi
masalah tersebut sehingga dapat meningkatkan wawasan, kepekaan, serta berempati
terhadap masalah maupun pemecahannya.

Sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 44/Dikti/Kep/2006 tentang


Rambu-Rambu Pelaksanaan Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat di Perguruan
Tinggi. Materi yang dibahas meliputi Pengantar ISBD; Manusia sebagai Makhluk
Budaya; Manusia dan keindahan, Manusia dan Peradaban; Manusia, Keragaman dan
Kesetaraan; Manusia, Nilai, Moral, dan Hukum; Manusia, Sains, Teknologi, dan
Seni; Manusia dan Lingkungan.

3.2 Saran

Kita sebagai mahasiswa harus mengetahui kajian ilmu sosial dan budaya,
karna itu merupakan dasar kita untuk mengajarkan kepada peserta didik. Dari
makalah yang saya buat jika pembaca menemukan kata-kata yang rumpang dan tidak
sesuai, mohon saran dan kritikannya agar dalam pembuatan makalah-makalah
berikutnya akan lebih baik lagi.

71
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen Dikti. 2003. Modul Acuan Proses Pembelajaran Matakuliah Berkehidupan


Bermasyarakat. Jakarta: Proyek Peningkatan Tenaga Akademik, Dirjen Dikti,
Depdiknas.

Elly M. Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada
Media.

Herimanto. 2015. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sutopo Mulyawidodo, dkk. 2005. Ilmu Sosial Dasar dan Budaya Dasar. Surakarta:
UNS Press.

Wahyu Ramdani. 2008. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Widagdho Djoko. 2012. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Winarno. 2015. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

72

Anda mungkin juga menyukai