Proposal Zakaria
Proposal Zakaria
A. Latar Belakang
Dengan munculnya SK pendirian dengan nomor 421.3/013.53/2008
maka SMA darul ulum resmi didirikan sebagai lembaga pendidikan, yang
terdiri dari 3 kelas X, XI dan XII berjurusan IPS. Visi misi sekolah SMA
darul ulum ialah bervisi terwujudnya peserta didik yang cerdas dalam
berfikir, mantap dalam beragama dan terampil dalam berkarya, sedangkan
misinya ialah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan yang
maha Esa, melaksanakan proses pembelajaran dan bimbingan yang efektif
dan kuantitatif, menumbuhkan kompetensi berprestasi kepada semua
warga sekolah dan meningkatkan sikap santun, berbudi pekerti yang luhur
dan berbudaya.Secara garis besar dengan adanya visi misi tersebut seluruh
siswa SMA darul ulum dituntut untuk mencerminkan keislamannya dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1)huruf a, mengamanatkan : “ Setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan
agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama. “ Bukan hanya di sekolah negeri, juga di sekolah swasta,
bahwa setiap siswa berhak mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan
ajarannya harus dipenuhi, maka pemerintah berkewajiban menyediakan/
mengangkat/ tenaga pengajar agama untuk semua siswa sesuai dengan
agamanya baik sekolah negeri maupun sekolah swasta.
Religiusitas dan agama merupakan adalah satu kesatuan yang tidak
bias dipisahkan. religiusitas lebih menunjuk pada aspek kualitas dari
manusia yang beragama (Mangunwidjaya, dalam ritandiyono & Andisti
2008). Maka secara tidak langsung seluruh siswa baik berjenis kelamin
laki-laki maupun perempuan di tuntut untuk mengembangkan visi misi
yang telah dirancang oleh SMA darul ulum. Salah satu cara untuk
mewujudkan visi misi tersebut SMA darul ulum memberikan kegiatan
rutin yang mencerminkan tentang keagamaan seperti melakukan sholat
dhuha, sholat dhuhur dan setiap anak wajib hafalan juz 30 (juz amma)
yang dilakukan tiap hari disekolah. Kegiatan tersebut bertujuan untuk
meningkatkan religiusitas pada siswa laki-laki maupun perempuan.
Merujuk pada hal tersebut faktor lain yang mempengaruhi tingkat
religiusitas pada siswa dapat dilihat dari status sosial ekonomi orangtua
yang kemungkinan besar membentuk gaya hidup keluarga. Orangtua yang
sibuk bekerja seharusnya mampu meluangkan waktunya untuk mendidik
anak dalam meningkatkan religiusitas pada anak. Begitu pula dengan
tingkat pendapatan orangtua sangat erat hubungannya dengan perilaku
anak dilingkungan tempat tinggalnya maupun disekolah. Anak yang
memiliki orangtua yang berpendapatan rendah akan lebih nakal dibanding
anak yang memiliki orangtua berpendapatan tinggi.1 Dampaknya yang
terjadi siswa yang sudah terpengaruh lingkungkan tempat tinggalnya dapat
berpengaruh pada tingkat religiusitas pada diri siswa.selain itu siswa yang
tinggal bersama orangtua lebih mudah untuk menciptakan lingkungan
belajar terutama dalam menanamkan ilmu keagamaan sehingga siswa
dapat membiasakan diri dalam melakukan kegiatan keagamaan sehari-hari
baik dirumah maupun dilingkungan sekolah.
Namun kenyataanya fenomena yang terjadi di SMA darul ulum ini
siswa baik laki-laki maupun perempuan kurang inisiatif dalam mengikuti
kegiatan keagamaan disekolah, sehingga pihak guru mengobrak siswa-
siswinya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kurangnya inisiatif siswa
dalam mengikuti kegiatan keagamaan ini kemungkinan terjadi karena
rendahnya tingkat religiusitas yang tertanam pada diri siswa sehingga
menjadi suatu kebiasaan yang mengakibatkan siswa malas dalam
1
Benny Wicaksono, 2003:7
beribadah maupun melakukan kegiatan keagamaan. Berdasarkan dilihat
dari status sosial ekonomi orangtua kenyataannya kebanyakan dari
orangtua siswa cenderung bekerja, semakin sibuk orangtua dalam
mementingkan pekerjaannya kemungkinan besar pengawasan dan arahan
orangtua dalam menanamkan religiusitas pada anak semakin berkurang.
Selain itu kurangnya inisiatif siswa dalam mengikuti kegiatan keagamaan
disekolah juga dipengaruhi karena faktor lingkungan siswa hal ini terjadi
karena tingkat pendapatan orangtua yang rendah dan kurangnya
pengawasan orangtua siswa.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk membahas lebih
mendalam dalam penelitian skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat
Religiusitas Siswa SMA Darul Ulum Driyorejo berdasarkan Jenis
Kelamin dan Status Sosial Ekonomi Orangtua”.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, yang menjadi fokus permasalahan adalah :
1. Bagaimana Tingkat Religiusitas pada Siswa SMA Darul Ulum
Driyorejo berdasarkan Jenis Kelamin ?
2. Bagaimana Tingkat Religiusitas pada Siswa SMA Darul Ulum
3. Driyorejo berdasarkan Status Sosial ekonomi orang tua ?
4. Apakah ada Perbedaan Tingkat Religiusitas pada Siswa SMA Darul
Ulum Driyorejo berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Sosial ekonomi
orang tua?
D. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui ada tidaknyaPerbedaan Tingkat Religiusitas pada
Siswa SMA Darul Ulum Driyorejo berdasarkan Jenis Kelamin
2. Untuk mengetahui ada tidaknyaPerbedaan Tingkat Religiusitas pada
Siswa SMA Darul Ulum Driyorejo berdasarkan Status Sosial ekonomi
orang tua.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
terhadap dunia pendidikan terutama pendidikan agama islam,
khususnya tentang pentingnya Tingkat Religiusitas pada Siswa
berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Sosial ekonomi orangtua.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, diharapkan dengan adanya penelitian ini, peneliti
mendapatkan pengetahuan mengenai pentingnya tingkat
religiusitas berdasarkan jenis kelamin dan status sosial ekonomi
orangtua.
b. Bagi subjek penelitian, diharapkan dengan adanya penelitian ini
subjek dapat memotivasi dirinya untuk meningkatkan religiusitas
pada diri sendiri tanpa membedakan status sosial ekonomi
orangtua.
c. Bagi orangtua, dengan adanya penelitian ini diharapkan orangtua
dapat mengetahui bahwa pentingnya menumbuhkan didikan pada
anak terutama untuk meningkatkan religiusitas pada anak tanpa
memandang status sosial ekonomi orangtua.
d. Bagi Universitas, dengan adanya penelitian ini dapat sebagai
referensi untuk penelitian selanjutnya.
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap
permasalahanyang diajukan dalam penelitian. Hipotesis berisi dugaan, atau
perkiraan hubunganantara dua variabel atau lebih dari dua variabel yang
dirumuskan dalam pernyataan. Adapun hipotesis dalam penelitian ini
adalah: “Perbedaan Tingkat Religiusitas pada Siswa SMA Darul Ulum
Driyorejo berdasarkan Jenis Kelamin dan Status Sosial ekonomi orang
tua”.
G. Kerangka Teoritik
1. Tingkat Religiusitas
a. Pengertian Religiusitas
Religiusitas menurut Glock dan Strak2 adalah tingkat konsepsi
seseorang terhadap agama dan tingkat komitmen seseorang terhadap
agamanya. Tingkat konseptualisasi adalah tingkat pengetahuan
seseorang terhadap agamanya, sedangkan yang dimaksud dengan
tingkat komitmen adalah sesuatu hal yang perlu dipahami secara
menyeluruh, sehingga terdapat berbagai cara bagi individu untuk
menjadi religius. Glock dan Stark (1966) mengemukakan bahwa
agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan
sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat
pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling
maknawi (ultimate meaning)3 Thouless (2000: 19). Memberikan
definisi agama hubungan praktis yang dirasakan dengan apa yang
dipercayai sebagai makhluk atau wujud yang lebih tinggi daripada
2
Dalam Sari, Yunita dkk 2012: 312
3
Ancok dan Suroso, 2005: 76
manusia . James mendefinisikan agama dengan perasaan dan
pengalaman manusia secara individual yang menganggap bahwa
mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan.
Tuhan menurutnya, adalah kebenaran pertama yang menyebabkan
manusia terdorong untuk mengadakan reaksi yang penuh hikmat dan
sungguh-sungguh tanpa menggerutu atau menolaknya.4
Dalam Islam, religiusitas pada garis besarnya tercermin dalam
pengamalan akidah, syariah, dan akhlak, atau dengan ungkapan lain:
iman, Islam, dan ihsan. Bila semua unsur itu telah dimiliki oleh
seseorang, maka dia itulah insan beragama yang sesungguhnya.5
Anggasari membedakan antara istilah religi atau agama dengan
istilah religiusitas. Agama atau religi menunjuk pada aspek formal
yang berkaitan dengan aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban,
sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek yang dihayati oleh
individu. Hal ini selaras dengan pendapat Dister yang mengartikan
religiusitas sebagai keberagaman, yang berarti adanya unsur
internalisasi agama itu dalam diri individu. Lindridge.6 Menyatakan
bahwa religiusitas dapat diukur dengan kehadiran lembaga
keagamaan dan pentingnya agama dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas
adalah kedalaman seseorang dalam meyakini suatu agama disertai
dengan tingkat pengetahuan terhadap agamanya yang diwujudkan
dalam pengamalan nilai-nilai agama yakni dengan mematuhi aturan-
aturan dan menjalankan kewajiban-kewajiban dengan keihklasan
hati dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan ibadah.
b. Dimensi-dimensi Religiusitas
Konsep religiusitas yang dirumuskan oleh Glock dan Stark ada
lima macam dimensi keagamaan, seperti yang dikutip oleh
Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori (1994: 77) :
4
Sururin, 2004: 23
5
Dalam Effendi, 2008: 12
6
Firmansyah, 2010:13
1) Dimensi keyakinan (the ideological dimension)
Dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-
pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada
pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-
doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan kepercayaan
dimana para penganut diharapkan akan taat.Dalam konteks ajaran
Islam, dimensi ini menyangkut keyakinan terhadap rukun iman,
kepercayaan seseorang terhadap kebenaran- kebenaran agama-
agamanya dan keyakinan masalah-masalah ghaib yang diajarkan
agama.
2) Dimensi praktek agama (the ritualistic dimension)
Dimensi ritual; yaitu aspek yang mengukur sejauh mana
seseorang melaukan kewajiban ritualnya dalam agama yang
dianut. Misalnya pergi ke tempat ibadah, berdoa, pribadi,
berpuasa, dan lain- lain.Dimensi ritual ini merupakan perilaku
keberagmaan yang berupa peribadatan yang berbentuk upacara
keagamaan. Pengertian lain mengemukakan bahwa ritual
merupakan sentiment secara tetap dan merupakan pengulangan
sikap yang benar dan pasti. Perilaku seperti ini dalam Islam
dikenal dengan istilah mahdaah yaitu meliputi salat, puasa, haji,
zakat, dan kegiatan lain yang bersifat ritual.
3) Dimensi ihsan dan penghayatan (the experiental dimension)
Sesudah memiliki keyakinan yang tinggi dan melaksanakan
ajaran agama (baik ibadah maupun amal) dalam tingkatan yang
optimal maka dicapailah situasi ihsan. Dimensi ihsan berkaitan
dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh
Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ini mencakup
pengalaman dan perasaan dekat dengan Allah, perasaan nikmat
dalam menjalankan ibadah,dan perasaan syukur atas nikmat yang
dikaruniakan oleh Allah dalam kehidupan mereka.
4) Dimensi pengetahuan agama (the intellectual dimension)
Dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman
seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Dimensi ini mengacu
kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak
memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Dan Al-qur'an
merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan.
Haltersebut dapat difahami bahwa sumber ajaran Islam sangat
penting agar religiuitas seseorang tidak sekedar atribut dan hanya
sampai dataran simbolisme ekstoterik. Maka, aspek dalam
dimensi ini meliputi empat bidang yaitu, akidah, ibadah, akhlak,
serta pengetahuan Al-qur'an dan hadist. Dimensi pengetahuan dan
keyakinan jelas berkaitan satu sama lain, karena pengetahuan
mengenai sesuatu keyakinan adalah syarat bagi penerimaannya.
5) Dimensi pengamalan dan konsekuensi (the consequential
dimension)
Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat
dimensi yang sudah dibicarakan diatas. Dimensi ini mengacu
pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
Dimensi ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk
merealisasikan ajaran-ajaran dan lebih mengarah pada hubungan
manusia tersebut dengan sesamanya dalam kehidupan sehari-hari
yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama yang
dianutnya. Pada hakekatnya, dimensi konsekuensi ini lebih dekat
dengan aspek sosial. Yang meliputi ramah dan baik terhadap
orang lain, menolong sesama, dan menjaga
lingkungan.7Jalaluddin8menyebutkan bahwa religiusitas
merupakan konsistensi antara kepercayaan terhadap agama
7
Ancok dan Suroso ......77
8
Ibid 14-16
sebagai unsur konatif, perasaan terhadap agama sebagai unsur
afektif dan perilaku agama sebagai unsur kognitif. Jadi aspek
keberagamannya merupakan integrasi dari pengetahuan, perasaan
dan perilaku keagamaan dalam diri manusia.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dimensi
religiusitas meliputi keyakinan, praktek agama, penghayatan,
pengetahuan agama, serta pengalaman dan konsekuensi. Kelima
dimensi ini merupakan satu kesatuan yang saling terkait satu sama
lain dalam memahami religiusitas. Kelima dimensi tersebut juga
cukup relevan dan mewakili keterlibatan keagamaan pada setiap
orang dan bisa diterapkan dalam sistem agama Islam untuk diuji
cobakan dalam rangka menyoroti lebih jauh kondisi keagamaan
siswa muslim. Sehingga untuk dalam hal ini mengetahui,
mengamati dan menganalisa tentang kondisi religiusitas siswa
yang akan diteliti, maka akan diambil lima dimensi keberagamaan
Glock dan Stark sebagai skala untuk mengukur religiusitas siswa.9
9
Ibid
a) Keindahan, keselarasan, dan kebaikan di dunia lain (faktor
alami).
b) Konflik moral (faktor moral).
c) Pengalaman emosional keagamaan (faktor afektif).
d) Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian Timbul dari
kebutuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi, terutama
kebutuhan-kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga
diri dan ancaman kematian.
ۚ ِ ط َرتَاللَّ ِهالَّتِيفَطَ َرالنَّا َس َعلَ ْيهَا ۚ اَل تَ ْب ِديلَلِخ َْلقِاهَّلل ْ ِأَقِ ْم َوجْ هَ َكلِلدِّينِ َحنِيفًا ۚ ف
064الن ّ ٰ َذلِ َكالدِّينُ ْالقَيِّ ُم َو ٰلَ ِكنَّأ َ ْكثَ َرE َا ِساَل يَ ْعلَ ُمون
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; tetaplah
atas fitrah Allah yang menciptakan manusia menurut fitrah itu. Itulah
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Al
rum: 30, Depag, RI 2008)
A. Konsep Gender
1. Pengertian Gender
Kata gender dalam istilah Indonesia sebenarnya diambil daribahasa
Inggris yaitu “gender” yang mana artinya tidak dapat dibedakan secara
jelas mengenai seks dan gender. Banyak masyarakat yang mengidentikan
gender dengan seks. Untuk memahami konsep gender, harus dapat
dibedakan terlebih dahulu mengenai arti kata seks dan gender itu sendiri.
Pengertian dari kata seks sendiri adalah suatu pembagian jenis kelamin ke
dalam dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan, di mana setiap jenis
kelamin tersebut memiliki ciri-ciri fisik yang melekat pada setiap individu,
di mana masing-masing ciri tersebut tidak dapat digantikan atau
dipertukarkan satu sama lain. Ketentuan- ketentuan tersebut sudah
merupakan kodrat atau ketentuan dari Tuhan.
Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller, dan orang
yang sangat berjasa dalam mengembangkan istilah dan pengertian gender
adalah Ann Oakley. Menurutnya, gender merupakan behavioral
differences (perbedaan perilaku) antara perilaku laki-laki dan perempuan
yang dikonstruksi secara sosial yaitu perbedaan yang bukan dari ketentuan
Tuhan (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang.
Pada umumnya jenis kelamin laki-laki selalu dikaitkan dengan gender
maskulin, sedangkan jenis kelamin perempuan selalu berkaitan dengan
gender feminin. Akan tetapi hubungan – hubungan tersebut bukanlah suatu
hubungan kolerasi yang bersifat absolut. Hal ini dikemukakan oleh Rogers
(1980). Gender tidak bersifat universal, namun bervariasi dari suatu
masyarakat kemasyarakat yang lainnya, serta dari suatu waktu ke waktu.
Gender tidak identik dengan jenis kelamin serta gender merupakan dasar
dari pembagian kerja di seluruh masyarakat. Dari beberapa istilah yang
telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa gender
adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan
dari lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah sesuai dengan tempat,
waktu atau zaman, suku, ras, budaya, status sosial, pemahaman agama,
negara, ideologi, politik, hukum, serta ekonomi. Oleh karena itu, gender
bukanlah kodrat dari Tuhan, melainkan buatan dari manusia yang dapat
diubah maupun dipertukarkan serta memiliki sifat relatif. Hal ini terdapat
pada lakilaki dan perempuan. Sedangkan jenis kelamin atau seks
merupakan kodrat dari Tuhan yang berlaku di mana saja dan kapan saja
yang tidak dapat berubah dan dipertukarkan antara jenis kelamin laki-laki
dan wanita.
Tingkat pekerjaan orang tua yang berstatus tinggi sampai rendah tampak
pada jenis pekerjaan orang tua, yaitu sebagai berikut:
1. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi tinggi, PNS
golongan
IV ke atas, pedagang besar, pengusaha besar, dokter,.
2. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi sedang adalah
pensiunan PNS golongan IV A ke atas, pedagang menengah, PNS
golongan IIIb-IIId, guru SMP /SMA, TNI, kepala sekolah, pensiunan
PNS golongan IId-IIIb, PNS golongan IId-IIIb, guru SD, usaha toko.
3. Pekerjaan yang menunjukkan status sosial ekonomi rendah adalah
tukang
bangunan, tani kecil, buruh tani, sopir angkutan, dan pekerjaan lain
yang tidak tentu dalam mendapatkan penghasilan tiap bulannya (Lilik,
2007).
b) Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam kehidupan manusia, pendidikan
dapat bermanfaat seumur hidup manusia. Dengan pendidikan, diharapkan
seseorang dapat membuka pikiran untuk menerima hal-hal baru baik
berupa teknologi, materi, sistem teknologi maupun berupa ide- ide baru
serta bagaimana cara berpikir secara alamiah untuk kelangsungan hidup
dan kesejahteraan dirinya, masyarakat dan tanah airnya.
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Pendapatan
4. Status kepemilikan
5. Tanggungan
6. Jenis tempat tinggal
7. Menu makanan sehari-hari
8. Status dalam masyarakat
9. Partisipasi dalam masyarakat
10. Klasifikasi Status Sosial Ekonomi
H. Metode Penelitian
a. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin
meneliti semua elemen yang ada didalam wilayah penelitian, maka penelitianya
merupakan populasi. Studi atau penelitianya juga disebut studi populasi atau
studi sensus. Dalam penelitian ini populasinya adalah siswa kelas X,XI dan XII
SMA Darul Ulum Driyorejo Gresik dengan jumlah siswa 65 yang terdiri 3
kelas.
b. Sampel
1. Sampel merupakan sebagian dari jumlah yang dimiliki oleh populasi
yang diteliti. Dinamakan penelitian sampel apabila peneliti bermaksud
untuk mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi
populasi. Sampel pada penelitian ini adalah kelas X dengan jumlah siswa 9
laki-laki dan 10 perempuan, kelas XI dengan jumlah siswa 15 laki-laki dan
7 perempuan, kelas XII dengan jumlah siswa 10 laki-laki dan 14
perempuan.
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode skala. Metode skala adalah cara pengumpulan data dengan
menggunakan alat yang mengukur aspek yang berupa pertanyaan atau
pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak
diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan (Azwar, 2012:6).
1. Skala
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan skala. Data yang didapatkan dalam penelitian ini adalah
respon subjek penelitian.
Item yang digunakan dalam skala penelitian ini disusun
berdasarkan metode Skala Likert. Adapun skala yang digunakan dalam
penelitian ini adalah skala kesiapan menikah.
Setiap item yang digunakan disertai dengan lima alternatif jawaban
yaitu :
STS (Sangat Tidak Setuju)
TS ( Tidak Setuju)
N ( Netral)
S (Setuju)
SS (Sangat Setuju)
Dari data yang akan diuji perbedaannya adalah uji normalitas dan
homogenitas. Analisa data yang dilakukan dengan pertama kali mengelola data
diperoleh dari pengumpulan data dengan angket. Setelah didapat aitem-aitem
yang valid maka selanjutnya dilakukan uji normalitas dan homogenitas untuk
mengetahui apakah data memenuhi syarat statistik parametrik atau tidak.Syarat
statistik parametrik adalah apabila hasil pada uji normalitas menunjukkan
p>0,05.Apabila uji asumsinya tidak memenuhi syarat, maka teknik analisis data
yang digunakan adalah teknik analisis Non-Parametrik U Mann Whitney Test dan
Analsis data ini akan dilakukan dengan menggunakan paket SPSS Windows
dengan taraf signifikansi 5% dan 2 arah (two tailed).
I. Sistematika Penulisan
BAB L PENDAHULUAN
yaitu membahas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Variabel Penelitian, Definisi Operasional
dan Sistematika Pembahasan.
BAB DL KAJIAN TEORI
yaitu membahas tentang Tingkat Religiusitas, Jenis Kelamin dan Status
Sosial Ekonomi Orangtua.
BAB III. METODE PENELITIAN
yaitu membahas tentang jenis dan metode penelitian, Populasi dan Sampel
penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen pengumpulan Data dan
Teknik Analisi Data.
BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN
yaitu membahas tentang Penyajian datan dan Analisis Data.
BAB V. PENUTUP
yaitu membahas tentang Kesimpulan dan Saran.
J. Outline Penelitian
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Definisi Operasional
F. Sistematika Pembahasan
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Tingkat Religiusitas
B. Jenis Kelamin
C. Status Sosial Ekonomi Orangtua
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian
B. Populasi dan Sampel Penelitian
C. Instrumen Pengumpulan Data
D. Teknik Pengumpulan Data
E. Teknik Analisis Data
BAB IV : LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Penyajian Data
B. Analisis Data
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran