Anda di halaman 1dari 20

Jumat, 27 April 2012

PERKEMBANGAN MANAJEMEN.

PERKEMBANGAN MANAJEMEN.

A. LATAR BELAKANG MAKALAH

Seperti diketahui ilmu manajemen berkembang terus hingga saat ini. Ilmu manajemen memberikan
pemahaman kepada kita tentang pendekatan ataupun tata

cara penting dalam rneneliti, menganalisis dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
manajer.

Sesungguhnya mulai kapan teori manajemen itu ada? Yaitu mulai sejak para pelaku usaha berkecimpung
memikirkan upaya terbaik dalam aktifitas manajemen tertuang dalam sejarah perkembangan
manajemen dalam kurun waktu tertentu. Manajemen adalah praktik melaksanakan usah terbaik
sehingga dari sejarah pemikiran manajemen kita dapat belajar dari kegagalan dan keberhasilan orang-
orang terdahulu yang menerapkan konsep manajemen berdasarkan pemikiran pada kurun waktu
tertentu dengan kasus tertentu pula.

Dalam pendidikan, manajemen itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber
pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dipilih manajemen sebagai aktivitas, bukan sebagai individu, agar konsisten dengan istilah administrasi
dengan administrator sebagai pelaksananya dan supervisi dengan supervisor sebagai pelaksananya.
Kepala sekolah misalnya bisa berperan sebagai administrator dalam mengemban mis atasan, sebagai
manajer dalam memadukan sumber-sumber pendidikan, dan sebagai supervisor dalam membina guru-
guru pada proses belajar mengajar.

Makalah ini memberikan penjelasan tentang sejarah dan gambaran bagaimana aliran pikiran manusia
tentang manajemen dari masa ke masa. Makalah ini juga membahas tentang terjadinya perkembangan
ilmu manajemen. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang ingin
mempelajari ilmu manajemen lebih lanjut.

B. TUJUAN MAKALAH

Tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang:

1. Sejarah Manajemen.

2. Perkembangan teori manajemen.

3. Aplikasi manajemen terhadap pendidikan


C. PEMBAHASAN

1. Sejarah Manajemen

Sesungguhnya manajemen sudah ada sejak jaman dahulu, salah satu bukti adalah Piramida di
Mesir. Adanya bangunan Piramida di Mesir menunjukkan bahwa pada zaman dulu telah ada serangkaian
kegiatan yang diatur sedemikian rupa, mengikuti tahapan-tahapan tertentu yang telah disiapkan hingga
bangunan Piramida yang megah di tengah gurun pasir dapat menjadi decak kagum masyarakat dis
seluruh dunia dari dulu hingga kini. Dari sejarah dapat kita ketahui bahwa tidak kurang dari ribuan orang
telah terlibat dalam pembangunan Piramida di Mesir.

Selain Piramida di Mesir, ada juga benteng raksasa yang berdiri sepanjang ribuan kilometer di Cina.
Benteng ini juga menunjukkan betapa orang-orang Cina dahulu telah melakukan kegiatan manajemen
(dalam bentuk apapun kegiatan manajemen tersebut sehingga bangunan benteng yang kokoh dapat
tetap bertahan hingga hari ini. Selain itu juga Candi Borobudur di Indonesia, dan masih banyak contoh
bangunan-bangunan kuno yang sangat rumit bisa dibangun oleh nenek monyang kita. Dari bukti-bukti
tersebut dapat dilihat bagaimana orang-orang dahulu telah menerapkan manajemen.

Secara keilmuan, manajemen baru terumuskan kurang lebih di abad 18 atau awal abad 19 Masehi.
Diantara tokoh-tokoh yang mula-mula memperkenalkan manajemen secara keilmuan adalah Robert
Owen (1771-1858) dan Charles Babbage (1972-1871). Owen seorang pembaru dan indrustrialisasi dari
Inggris adalah di antara tokoh pertama yang menyatakan perlunya sumber daya manusia di dalam
organisasi dan kesejahteraan pekerja. Sedangkan Babbage seorang ahli matematika dari Inggris orang
yang pertama kali berbicara mengenai pentingnya efisiensi dalam proses produksi. Dia meyakini akan
perlunya pembagian kerja dan perlunya penggunaan matematika dalam efisiensi penggunaan fasilitas
dan material produksi (Ernie dan Saefullah: 2005).

Dengan demikian bisa dikatakan Robert Owen dan Charles Babbage adalah pionir dalam ilmu
manajemen.

2. Perkembangan Teori Manajemen

Apa yang telah dikenalkan oleh Owen dan Babbage pada akhir abad 19 memberikan kontribusi
yang berharga bagi para praktisi manajemen bahwa organisasi bisnis perlu dikelola secara benar,
terutama jika organisasi tersebut berskala besar dan melibatkan banyak sekali orang dan sumber daya
yang harus dikelola. Kontribusi Owen dan Babbage seolah telah membukakan mata para praktisi bisnis
pada saat itu bagaimana seharusnya bisnis dijalankan. Bermunculan pula setelah itu berbagai teori-teori
dalam ilmu manajemen.

Perkembangan pemikiran manajemen sebagai praktik yang dilandasi konsep teori (Tim Dosen
Administrasi Pendidikan: 2009) adalah sebagai berikut:
a. Teori Manajemen Aliran Klasik

Frederick W Taylor, Henry L Gantt, Frank Bunker Gillberth dan Lilian Gillberth adalah tokoh-tokoh
dibalik teori manajemen ilimiah. Mereka memikirkan suatu cara meningkatkan produktivitas dengan
menangani kondisi kekurangan tenaga terampil melalui efisiensi para pekerja.

Taylor disebut sebagai “bapak manajemen ilmiah” dengan karyanya “scientific management” yang
telah memberikan prinsip-prinsip dasar penerapan pendekatan ilmiah pada manajemen, dan
mengembangkan sejumlah teknik-tekniknya untuk mencapai efisiensi. Empat prinsip dasar yang
dikembangkan Taylor adalah:

1. Pengembangan metode ilimah alam manajemen agar suatu perkejaan dapat ditentukan metode
pencapaian tujuannya secara maksimal.

2. Seleksi ilmiah untuk karyawan agar para karyawan dapat diberika tugas dan tanggung jawab sesuai
keahlian.

3. Pendidikan dan pengembangan karyawan.

4. Kerjasama yang harmonis antara manajemen dan para karyawan.

Teknik yang digunakan untuk melaksanakan prinsip tersebut adalah melalui studi gerak dan waktu
(time and motion studies), pengawasan fungsional, system tariff berbeda yaitu karywan yang lebih
produktif dan efisien mendapatkna gaji lebih besar dari yang lainnya.

Kontribusi terbesar dari Gantt adalah dengan menghasilkan metode grafik sebagai teknik
scheduling produksi untu perencanaan, koordinasi dan pengawasan produksi yang popular dengan
sebutan “Bagan Gantt”.

b. Teori Manajemen Organisasi

Henry Fayol merupakan tokoh teori manajemen organisasi yang dikenal dengan julukan Bapak
teori manajemen modern. Dalam bukunya yang berjudul Administration Industrielle et Generale
(Administrasi Industri dan Umum) Fayol membagi aktifivtas-aktivitas industrial dalam enam klompok
yaitu teknikal, komersial, financial, keamanan, kepastian, akunting dan manajerial. Ia adalah perumus
empat belas prinsip manajemen yaitu:

1) Pembagian kerja

2) Wewenang
3) Disiplin

4) Kesatuan perintah

5) Kesatuan pengarahan

6) Meletakan kepentingan perseorangan di bawah kepentingan umum

7) Balas jasa/imbalan

8) Sentralisasi

9) Rantai scalr/khirarki

10) Order/susunan

11) Keadilan

12) Stabilitas staf organisasi

13) Inisiatif

14) Esprit de corps (semangat korps)

Fayol percaya bahwa melalui penguasaan keterampilan dan prinsip dasar manajemen orang yang
mendalaminya dapat menjadi manajer yang baik.

c. Teori Aliran Perilaku (1924-1940)

Elton Mayo dan F.J. Roethlisberger melakukan studi tentang perilaku manusia dalam bermacam
situasi kerja di pabrik Hawthorner milik perusahaan Western Electric dengan temuan bahwa kelompok
kerja informal lingkungan sosial karyawan memiliki pengaruh besar terhadap produktivitas.

McGregor memandang perlu adanya perhatian pada kebutuhan sosial dan aktualisasi diri
karyawan dengan menjunjukan dua kategori manusia yaitu manusia X dan manjusia Y atau lebih dikenal
dengan teori X dan teori Y. Manusia tipe X adalah manusia yang harus selalu diawasasi agar mau
melakukan usaha dalam pekerjaan mereka. Sedangkan manusia Y sebaliknya, ia bersemangat bekerja
sebagai kesempatan untuk mengaktualisasikan diri tanpa ada pengawasan sekalipun.

Di samping penelitian yang focus terhadap perilaku manusia, dikembangkan juga aliran perilaku
organisasi yang memandang bahwa hubungan manusia dalam manajemen berada dalam konteks
organisasi. Diantara tokohnya adalah Abraham Maslow, Frederick Herzberg, Edgar Schein.

Aliran perilaku organisasi menganut prinsip bahwa:

1) Organisasi adalah satu keseluruhan jangan dipandang bagian perbagian.


2) Motivasi karyawan sangat penting yang menghasilkan komitmen untuk pencapaian tujuan
organisasi.

3) Manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknis secara ketat (peranan, prosedur
dan prinsip).

d. Teori Manajemen Kontemporer.

Beberapa pendekatan sudah dibicarakan dimuka, dimana pendekatan-pendekatan tersebut mengalami


perkembangan. Ada beberapa perkembangan yang cenderung mengintegrasikan pendekatan-
pendekatan sebelumnya, menjadikan batas-batas pendekatan yang telah dibicarakan menjadi tidak
jelas. Namun demikian ada pendekatan yang tetap berakar pada pendekatan-pendekatan tertentu.
Bagian berikut ini akan membicarakan pendekatan baru dalam manajemen :

1. Pendekatan Sistem (1940-sekarang)

Pendekatan sistem memandang bahwa organisasi sebagai sistem yang dipersatukan dan diarahkan
dari bagian-bagian/komponen-komponen yang saling berkaitan. Chester I Barnard menjelaskan dalam
“the functions of the executive” bahwa tugas manajer adalah menyarankan pendekatan sistem sosial
komprehensif dalam aktifitas “managing”.

Komponen-komponen/bagian-bagian tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, merupakan


satu kesatuan utuh yang saling terkait, terika, memperngaruhi, membutuhkan, dan menentukan. Oleh
karena itu harus disadari bahwa perubahan satu komponen akan berpengaruh terhadap komponen-
komponen lainnya. Dengan demikian berpikir dan bertindak system berarti tidak memandang
komponen secara parsial, tetapi saling terpadu satu sama lain secara sinergi.

Sinergi berarti bahwa keseluruhan lebih besar daripada jumlah dari bagian-bagiannya. System yang
sinergi adalah tiap-tiap unti atau bagian-bagian bekerja dengan serius dalam tatanannya dan menyadari
secara penuh dan bertanggung jawab terhadap kemajuan system secara umum.

Sistem memiliki makna bahwa (1) suatu system terdiri atas bagian-bagian yang saling terkait satu
dengan yang lainnya, (2) bagian-bagian yang saling hubung itu dapat berkerja dan berfungsi secara
independent atau bersama-sama, (3) berfungsinya bagian-bagian tersebut ditujukan untuk mencapai
tujuan umum dari keseluruhan (sinergi), (4) suatu system yang terdiri atas bagian-bagian yang saling
hubung tersebut berada dalam suatu lingkungan yang kompleks.

2. Pendekatan Kontingensi atau Pendekatan Situsional (1950-sekarang)

Pendekatan kontingensi atau pendekatan situasional adalah suatu aliran teori manajemen yang
menekankan pada situasi atau kondisi tertentu yang dihadapi. Tidak seluruh metode manajemen ilmiah
dapat diterapkan untuk seluruh situasi begitupun tidak selalu hubungan manusiawi yang perlu
ditekankan karena adakalanya pemecahan yang efektif melalui pendekatan kauantitatif. Itu semua
sangat tergantung pada karakteristik situasi yang dihadapi dan tujuan yang ingin dicapai.

3. Aplikasi Manajemen Terhadap Pendidikan

Sejak zaman orde lama, orde baru sampai sekarang zaman reformasi, sistem pendidikan Nasional
kita masih belum mempunyai perubahan yang signifikan. Persoalan pendidikan di Indonesia dewasa ini
sangat kompleks. Permasalahan yang besar antara lain menyangkut persoalan mutu pendidikan,
pemerataan pendidikan, dan manajemen pendidikan. Mengenai mutu pendidikan menurut Paul
Suparno adalah masalah mengenai kurikulum, proses pembelajaran, evaluasi, buku ajar, mutu guru,
sarana dan prasarana. Termasuk pemerataan pendidikan adalah masih banyaknya anak umur sekolah
yang tidak dapat menikmati pendidikan formal di sekolah. Sedang persoalan manajemen pendidikan
adalah menyangkut segala macam pengaturan pendidikan seperti otonomi pendidikan, birokrasi, dan
transparansi agar kualitas dan pemerataan pendidikan dapat terselesaikan. karena bagaimanapun juga
ketika sebuah intitusi pendidikan tidak mempunyai sistim manajemen pendidikan yang baik, maka dapat
dipastikan mutu pendidikannya pun bisa jadi tidak baik pula. Sebagaimana yang dirasakan dalam sistem
manajemen pendidikan kita dewasa ini. Seperti halnya sistem manajemen yang ditemukan oleh tokoh-
tokoh manajemen, yaitu (POAC) Planning, Organizing, Actuating, dan Controling. Adalah sistem
manajemen yang sangat luar biasa ketika itu dilakasanakan dengan sempurna.

Sebagaimana dijelaskan oleh H.A.R Tilaar, bahwa di dalam sistem pendidikan sekurang-kurangnya berisi
faktor-faktor biaya, pengelola, institusi, dan sistem manajemennya. Sistem manajemen pendidikan kita
(era orde lama dan orde baru) masih terlalu sentralistik (pemerintah pusat), sebagaimana kita tahu
bahwa suatu sistem yang sentralistik dan birokratik, maka ruang-gerak untuk inovasi sangat terbatas.
Demikian pula kreativitas dari para pendidiknya boleh dikatakan menjadi hilang karena segala sesuatu
telah ditentukan menurut garis-garis yang ditentukan. Sehingga apa yang diinginkan daerah (lembaga
pendidikan) tidak tercapai karena sifat yang sentralistik tersebut. Hasilnya adalah jumlah out-put banyak
namun itu menambah pengangguran yang banyak pula.

Pada era reformasi mulai muncul Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) seiring dengan bergulirnya
otonomi daerah. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam bahasa Inggris disebut ”School
Based Management” merupakan strategi yang jitu untuk mencapai manajemen sekolah yang efektif dan
efisien.

Disamping itu dalam sebuah sekolah, tanggung jawab pokok untuk pembentukan moral dan intelektual
akhirnya tidak terletak pada salah satu prosedur atau kegiatan baik intra-kurikuler maupun ekstra-
kurikuler, akan tetapi terletak pada pengajarnya. Sekolah merupakan kebersamaan bersemuka, tempat
hubungan personel otentik antara pengajar dan pelajar dapat berkembang. Tanpa persahabatan ragam
itu banyak kekuatan dari pendidikan dan pengajaran akan menghilang. Hubungan saling percaya dan
persahabatan otentik antara pengajar dan pelajar merupakan syarat mutlak pertumbuhan sejati dari
komitmen kepada nilai-nilai. Proses itu semua akan terwujud ketika berada dalam ruang lingkup
manajemen yang baik, dan ini menurut J. Drost, SJ akan terwujud dalam Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).

D. KESIMPULAN

1. Manajemen Pendidikan sebenarnya berkembang dan mengadopsi dari teori Manajemen di


bidang ekonomi. Teori Manajemen pada awalnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh yang bergerak dalam
bidang bisnis.

2. Perkembangan teori manajemen dimulai dari teori manajemen klasik dengan pemikiran
manajemen ilmiah dari Taylor dan teori organisasi klasik dari Mayo. Manajemen ilmiah menekankan
pada upaya menemukan metode terbaik untuk melakukan tugas manajemen secara ilmiah. Sedangkan
teori organisasi klasik menekankan pada kebutuhan mengelola organisasi yang kompleks yang
mefokuskan pada upaya menetapkan dan menerapkan prinsip dan ketrampilan yang mendasari
manajemen yang efektif . perkembangan yang memberik focus yang sangat berbeda dari teori
manajemen klasik disebut teori manajemen neoklasik yang ditandai dengan perubahan fokus
manajemen yang lebih menekankan pada perilaku baik pada perilaku manusia maupun perilaku
organisasi. Manajemen yang baik menurut teori neo klasik ini adalah manajemen yang mefokuskan diri
pada pengelolaan staf secara efektif yang didasari akan pemahaman yang mendalam dari segi sosiologis
maupun psikologis. Perkembangan selanjutnya yaitu dengan menekankan pendekatan sistem yang
dipersatukan dan diarahkan dari bagian-bagian atau komponen-komponen yang saling berkaitan.
Namun saat ini penerapan manajemen didasarkan pada pendekatan kontingensi yang memadukan
antara aliran ilmiah dengan perilaku dalam suatu sistem yang diterapkan menurut situasi dan lingkungan
yang dihadapai.

3. Perkembangan manajemen pendidikan di Indonesia pada orde baru sangat diwarnai dengan
manajemen yang sentralistik, kemudian pada perkembangannya pada era reformasi berkembang
menjadi desentralisasi atau dikenal dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang intinya sekolah
diberi wewenang untuk mengatur semua kegiatan sekolah. Ini seiring dengan pemberian wewenang
pemerintah pusat pada pemerintah daerah.

PERKEMBANGAN MANAJEMEN DAN BIROKRASI

Oleh : Intan Nadia Putri

A. Perkembangan Manajemen

Dalam kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari manajemen adalah bagian penting dalam hidup kita. Dari
zaman pra sejarah sudah dibuktikan dengan adanya banyak bangunan-bangunan dan peninggalan
sejarah yang ditunjukkan dengan manajemen yang baik. Contohnya pada fenomena Tembok Cina yang
memiliki panjang 21.196,18 kilometer, tanpa manajemen yang baik Tembok Cina tersebut tidak akan
terbangun secara bagus dan luar biasa. Kemudian contoh lainnya yaitu bangunan pyramid yang
melibatkan ratusan tenaga kerja. Bangunan tersebut dibangun dengan manajemen yang sangat baik
sehingga terbangunnya pyramid yang dibangun dengan bentuk menjulang segitiga ke atas. Tidak hanya
bangunan-bangunan di luar negeri, di Indonesia sendiri juga terdapat contoh bangunan yang dibangun
dengan manajemen yang baik yaitu Candi Borobudur yang telah menjadi keajaiban dunia.

Tidak hanya peninggalan pra sejarah, manajemen pun berkembang dan menjadi hal penting dalam
bidang ilmiah. Pada penelitian ilmiah dan temuan-temuan ilmiah lainnya terdapat prinsip-prinsip dasar
penerapan pendekatan ilmiah dalam manajemen dan mengembangkan teknik-teknik untuk mencapai
efisiensi dan keefektifan organisasi. Maka dari itu dalam bekerja memerlukan manajemen yang tepat
untuk mencapai hasil pengerjaan yang memuaskan atau sesuai standar yang telah diteliti.

Manajemen telah berkembang ke segala aspek kehidupan. Dalam organisasi terdapat juga manajemen
yang terdiri dari beberapa aspek diantaranya Planning (perencanaan), Commanding (pemerintahan),
Coordinating (koordinasi) dan Controlling (pengendalian).

Dengan adanya banyak peninggalan zaman dahulu, penelitian dan temuan-temuan ilmiah, serta aspek-
aspek dalam organisasi telah membuktikan bahwa manajemen adalah suatu strategi atau proses untuk
mencapai suatu tujuan dengan sumber daya yang dimiliki. Manajemen telah memotivasi kita untuk
mencapai suatu tujuan dengan baik, sehingga kita dapat menghasilkan pekerjaan yang diselesaikan
dengan teratur. Jika tidak ada suatu manajemen dalam bekerja maka pekerjaan yang dibuat akan
terlaksanakan dengan buruk dan tidak tepat. Masalah akan datang tanpa adanya strategi sehingga
tujuan yang ingin dicapai tidak terwujudkan.

Manajemen juga merupakan suatu cara pendekatan terhadap antar manusia, seperti antara atasan dan
bawahan. Terdapat keterbatasan perilaku yang telah diatur oleh seorang ahli manajer. Namun hal
tersebut termasuk dalam manajemen yang sulit dikarenakan mengatur perilaku manusia yang telah
terbentuk dari didikan sejak anak-anak hingga umur dewasa. Seseorang yang telah terbentuk dengan
didikan yang baik maka dalam mengikuti batasan-batasan perilaku ia dapat mengkontrol dan
memanajemen dirinya sesuai dengan aturan yang telah ada. Namun sebaliknya dengan kurangnya
didikan yang baik dapat menjadikan seseorang tersebut mengalami kerugian karena tidak dapat
mengikuti manajemen yang telah diatur sedemikian rupa yaitu dengan batasan-batasan perilaku yang
telah dibuat oleh ahli manajer.

B. Perkembangan Birokrasi

Birokrasi merupakan suatu tipe dari organisasi yang rasional, impersonal, terikat aturan, dan hierarkis
yang dimaksudkan untuk melaksanakan tugas-tugas administratif berskala besar. Birokrasi sangat erat
kaitannya dengan pemerintahan terutama di Negara kita Indonesia. Perkembangan birokrasi di
Indonesia terjadi mulai dari masa pasca kolonial hingga akhirnya Indonesia merdeka. Setelah Indonesia
merdeka tetap saja terdapat masalah birokrasi dalam pemerintahan yang telah mengandalkan
kementerian beserta jajaran birokrasi lainnya.

Pada tahun 1997, merupakan awal krisis ekonomi di Indonesia dan saat sekarang krisis tersebut masih
tetap terjadi. Hal tersebut membuktikan Negara kita masih kurang kekuatan dalam menghadapi era
global. Dan pada sisi birokrasi Indonesia masih mengalami penurunan hal tersebut dibuktikan dengan
masih banyaknya rakyat Indonesia yang tidak sejahtera dan banyaknya muncul konflik-konflik pada
masyarakat maupun pemerintahan .

Kian hari, dalam penyelenggaraan birokrasi terutama pada birokrasi pemerintahan Indonesia biasanya
diselenggarakan dengan berdasarkan fungsi-fungsi utama Negara yaitu :

· Urusan ekonomi

· Hubungan luar negeri

· Pertahanan

· Urusan dalam negeri

· Transportasi dan komunikasi

· Pendidikan

· Kesejahteraan

· Lingkungan dan sebagainya.

Kemudian dalam berbagai fungsi-fungsi tersebut kementerian-kementerian menggabungkan berbagai


fungsi terkait dibawah satu naungan dalam upaya mengintegrasi bermacam aspek kebijakan sehingga
menimbulkan keuntungan-keuntungan pada bidang-bidang yang digabungkan dibawah satu atap
organisasi. Tetapi dengan adanya penggabungan fungsi tersebut mengakibatkan besarnya beban yang
ditanggung departemen.

Dengan adanya masalah-masalah birokrasi pemerintahan Indonesia tersebut menunjukkan bahwa


implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah dan memberikan pelayanan umum kepada masyarakat
masih kurang maksimal.

Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara
menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas,
mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi
pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan
demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi
demokrasi kita saat ini.

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Birokrasi adalah suatu organisasi yang biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif
maupun militer. Dikehidupan sehari-hari masyarakat pasti tidak terlepas dari kegiatan birokrasi ini.
Adakalanya ketika kita mendengar kata ´Birokrasi´ maka yang terbersit pada benak kita adalah
bahwasanya kita akan berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit- belit, dari meja satu ke meja
lainnya, yang ujung-ujungnya adalah biaya yang serba mahal (hight cost).

Pendapat yang demikian tidaklah dapat disalahkan seluruhnya, namun demikian apabila orang-orang
yang duduk dibelakang meja taat pada prosedur dan aturan serta berdisiplin dalam menjalankan
tugasnya, maka birokrasi akan berjalan lancar dan ´biaya tinggi´ akan dapat dihindarkan. Untuk
mengeliminasi pemikiran yang demikian, marilah kita sejenak mencerna pendapat para ahli mengenai
apa sebenarnya yang dimaksud dengan birokrasi.

2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Birokrasi?

2. Apakah Fungsi dari Birokrasi?

3. Bagaimana perkembangan Birokrasi di Indonesia?

3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengertian dari birokrasi.

2. Mengetahui Fungsi dari Birokrasi.

3. Mengetahui Bagaimana Perkembangan Birokrasi di Indonesia.

4. Memenuhu Tugas Mata Kuliah Pengembangan Organisasi dan Birokrasi.


BAB II

PEMBAHASAN

1. Apakah yang dimaksud dengan Birokrasi?

Birokrasi adalah suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida dimana
biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer.

Birokrasi mempunyai arti bureau + cratie atau sistem struktur manajemen pemerintahan negara atau
administrasi besar atau organisasi sesuai dengan kebutuhan atau keinginan yang kompleks yang
ditandai dengan otoritas hirarkis di antara banyak kantor dengan prosedur yang tetap.

Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur
atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam
konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering
disebut dengan public sector, public service atau public administration.

Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten. Kamus akademi Perancis
memasukan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro
pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau
kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memeperebutkan diri untuk
mereka sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan birokrasi
sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.

Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah suatu sistem kontrol dalam
organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk
mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-
tugas administrasi berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976;
Mouzelis, dalam Setiwan,1998).

2. Bagaimana Fungsi dari Birokrasi.


Fungsi birokrasi menurut Tjokrowinoto menyatakan ada 4 yaitu :

1. Fungsi instrumental,yaitu menjabarkan perundang-undangan dan kebijaksanaan public dalam


kegiatan-kegiatan rutin untuk memproduksi jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi
tertentu.

2. Fungsi politik,yaitu member input berupa saran, informasi, visi, dan profesionalisme untuk
mempengaruhi sosok kebijaksanaan.

3. Fungsi katalis Public Interest,yaitu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan public dan
mengintegrasikan atau menginkorporasikannya di dalam kebijaksanaan dan keputusan pemerintah.

4. Fungsi Entrepreneural, yaitu memberi inspirasi bagi kegiatan-kegiatan inovatif dan non rutin,
mengaktifkan sumber-sumber potensial yang idle, dan menciptakan resources–mix yang optimal untuk
mencapai tujuan (Feisal tamin, 2002 : 5).

Menurut Michael G. Roskin, et al. meneyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 4 fungsi birokrasi di
dealam suatu pemerintahan modern. Fungsi-fungsi tersebut adalah :

* Administrasi : Fungsi administrasi pemerintahan modern meliputi administrasi pelayanan,


pengaturan, perizinan, dan pengumpul informasi.

* Pelayanan : Birokrasi sesungguhnya diarahkan untuk melayani masyarakat.

* Pengaturan (regulation) : Fungsi pengaturan dari suatu pemerintahan biasanya dirancang demi
mengamankan kesejahteraan masyarakat.

* Pengumpul Informasi : Informasi dibutuhkan berdasarkan dua tujuan pokok: Apakah suatu
kebijaksanaan mengalami sejumlah pelanggaran atau keperluan membuat kebijakan-kebijakan baru
yang akan disusun oleh pemerintah berdasarkan situasi faktual.

Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu:

* Pertama, administrasi publiknya bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari masyarakat dan
lingkungannya serta paternalistik.

* Kedua, birokrasinya kekurangan sumber daya manusia (dalam hal kualitas) untuk
menyelenggarakan pembangunan dan over dalam segi kuantitas.

* Ketiga, birokrasi di negara berkembang lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi ketimbang
kepentingan masyarakat.
* Keempat, ditandai adanya formalisme. Yakni, gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan
ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi.

* Kelima, birokrasi di negara berkembang acapkali bersifat otonom. Artinya lepas dari proses politik
dan pengawasan publik. Administrasi publik di negara berkembang umumnya belum terbiasa bekerja
dalam lingkungan publik yang demokratis. Dari sifat inilah, lahir nepotisme, penyalahgunaan wewenang,
korupsi dan berbagai penyakit birokrasi yang menyebabkan aparat birokrasi di negara berkembang pada
umumnya memiliki kredibilitas yang rendah.

3. Bagaimana Perkembangan Birokrasi Di Indonesia.

* Model Negara dan Birokrasi Pasca Kolonial.

Model ini diperkenalkan oleh Anderson (1983). Menurutnya, negara dan birokrasi merupakan
kelanjutan dalam pola-pola tertentu yang berasal dari negara kolonial sebelumnya. Dalam hal demikian,
model ini mirip dengan konsep negara Beamstenstaat (negara pegawai) versi McVey, yang menunjuk
adanya persamaan gaya politik pemerintahan (masa Orde Baru) dengan gaya pemerintahan kolonial
Belanda, terutama pada masa-masa akhir tahun 1930-an. Keduanya memperlihatkan ciri-ciri yang sama
dalam hal perhatiannya terhadap proses administrasi daripada terhadap proses politik, keahlian teknis,
dan pembangunan ekonomi. Sehingga negara menjadi mesin birokrasi yang efisien (the state as efficient
bureaucratic machine) Tetapi, berbeda dengan McVey yang lebih menekankan gejala-gejala di
permukaan, Anderson lebih menukik dengan memberikan penjelasan teoritis tentang kontradiksi yang
tajam antara negara dan bangsa.

Kontradiksi itu terjadi antara kepentingan-kepentingan negara di satu pihak dengan kepentingan-
kepentingan masyarakat yang lebih populis, partisipatoris, dan representatif pada pihak lain. Dalam dua
kutub kepentingan terbentang spektrum luas.

Pertama: kutub kepentingan negara secara penuh mensubordinasikan kepentingan-kepentingan


partisipatoris (seperti pada situasi rezim militeris atau kolonialis).

Kedua: pada kutub yang lain, keadaan ketika negara mengalami disintegrasi, dan kekuasaan sedang
bergeser kepada organisasi ekstra negara yang berbasis suka rela dan massal, seperti halnya dalam studi
revolusi.

Dalam perspektif modernisasi, model negara pasca kolonial memiliki dua varian. Pertama: model ini
seharusnya bersifat netral, mewakili kepentingan umum, dan tidak terkait dengan kepentingan-
kepentingan golongan tertentu. Karena itu, para pendukungnya, terutama yang duduk dalam
pemerintahan, adalah figur-figur modern yang memiliki keahlian tertentu, atau dengan kata lain para
teknokrat.

Kedua: ketika harapan-harapan idealistik dalam varian pertama mulai dilaksanakan, tugas utama negara
pasca kolonial dalam mendukung pembangunan nasional adalah menciptakan tertib politik. Stabilitas
suatu negara berfungsi sebagai prasyarat kelangsungan suatu bangsa. Maka, "modern" atau "tidak
modern" suatu bangsa bukan ditentukan oleh ada tidaknya lembaga, mekanisme, atau nilai-nilai
demokrasi, melainkan pada kemampuannya menciptakan dan memelihara stabilitas sosial, politik, dan
ekonomi.

* Birokrasi Pada Masa Kemerdekaan :

Setelah memperoleh kemerdekaan, Negara ini berusaha mencari format pemerintahan yang cocok
untuk kondisi saat itu. Berakhirnya masa pemerintahan kolonial membawa perubahan sosial politik yang
sangat berarti bagi kelangsungan sistem birokrasi pemerintahan. Perbedaan pandangan yang terjadi
diantara pendiri bangsa di awal masa kemerdekaan tentang bentuk Negara yang akan didirikan,
termasuk dalam pengaturan birokrasinya, telah menjurus ke arah disintegrasi bangsa dan keutuhan
aparatur pemerintahan.

Pada masa awal kemerdekaan, Negara ini mengalami perubahan bentuk Negara, dan ini yang
berimplikasi pada pengaturan aparatur Negara atau birokrasi.Perubahan bentuk Negara dari kesatuan
menjadi federal berdasarkan konstitusi RIS melahirkan dilematis dalam cara pengaturan aparatur
pemerintah. Setidak-tidaknya terdapat dua persoalan dilematis menyangkut birokrasi pada saat itu.
Pertama, bagaimana cara menempatkan pegawai Republik Indonesia yang telah berjasa
mempertahankan NKRI, tetapi relatif kurang memiliki keahlian dan pengalaman kerja yang memadai.
Kedua, bagaimana menempatkan pegawai yang telah bekerja pada Pemerintah belanda yang memiliki
keahlian, tetapi dianggap berkhianat atau tidak loyal terhadap NKRI.Selain perubahan bentuk

Negara, berganti-gantinya kabinet mempengaruhi jalannya kinerja pemerintah. Seringnya terjadi


pergantian kabinaet menyebabkan birokrasi sangat terfragmentasi secara politik. Kinerja birokrasi
sangat ditentukan oleh kekuatan politik yang berkuasa pada saat itu. Di dalam birokrasi tejadi tarik-
menarik antar berbagai kepentingan partai politik yang kuat pada masa itu.Banyak kebijakan atau
program birokrasi pemerintah yang lebih kental nuansa kepentingan politik dari partai yang sedang
berkuasa atau berpengaruh dalam suatu departemen.

Pada masa orde baru, sistem politik didominasi atau bahkan dihegemoni oleh Golkar dan ABRI. Kedua
kekuatan ini telah menciptakan kehidupan politik yang tidak sehat. Hal itu bisa dilihat adanya hegemonic
party system di istilahkan oleh Afan Gaffar (1999). Sedangkan menurut William Liddle, kekuasaan orde
baru terdiri dari (1) kantor kepresidenan yang kuat, (2) militer yang aktif berpolitik, dan (3) birokrasi
sebagai pusat pengambilan kebijakan yang tepat.
* Birokrasi Pada Masa Orde Lama

Birokrasi di Indonesia mengalami sejarah yang cukup panjang dan beragam, sejak masa kemerdekaan
tahun 1945. Pada masa awal kemerdekaan, ada semacam kesepakatan pendapat bahwa birokrasi
merupakan sarana politik yang baik untuk mempersatukan bangsa. Anggapan ini beralasan karena
hanya birokrasilah satu-satunya sarana yang dapat menjangkau rakyat sampai ke desa-desa. Pada saat
orde lama ada tiga kekuatan politik yang cukup besar yaitu, nasionalis, agama dan komunis (Nasakom)
yang berusaha berbagi wilayah kekuasaan atau kaplinganya pada berbagai Departemen.

Menurut Tjokroamidjojo (1985) ketika menganalisis administrasi pembangunan di Indonesia


menegaskan bahwa arah reformasi birokrasi perlu ditujukan ke tujuh wilayah penyempurnaan
administrasi yaitu: penyempurnaan dalam bidang pembiayaan pembangunan; penyempurnaan dalam
bidang penyusunan program-program pembangunan di berbagai bidang ekonomi dan non-ekonomi
dengan pendekatan integrative (integrative approach); re-orientasi kepegawaian negeri kearah
produktivitas, prestasi dan pemecahan masalah; penyempurnaan administrasi untuk mendukung
pembangunan daerah; administratif partisipatif yang mendorong kemampuan dan kegairahan
masyarakat; kebijaksanaan administratif dalam rangka menjaga stabilitas dalam proses pembangunan;
dan bersihnya pelaksanaan administrasi negara (good governance).

* Birokrasi Pada Masa Orde Baru

Pada masa antara 1965 sampai masa Orde Baru (era pemerintahan Soeharto), birokrasi lebih jelas
kepemihakannya kepada kekuatan sosial politik yang dominan; dalam hal ini Golkar. Salah satu faktor
yang menentukan kemenangan Golkar pada enam kali pemilu (sampai 1997) adalah karena peranan
birokrasi yang cukup kuat. Kesadaran politik di masa awal kemerdekaan yang memandang birokrasi
sebagai alat pemersatu bangsa yang sangat ampuh, rupanya dipakai pula pada masa tersebut. Politik
floating-mass (masa mengambang) men-jadikan birokrasi dapat menjangkau ke seluruh wilayah pelosok
desa-desa di tanah air kita ini.

Pada masa orde baru tersebut terlihat sekali terjadinya politisasi terhadap birokrasi yang seharusnya
lebih berfungsi sebagai pelayan masyarakat. Jajaran birokrasi diarahkan sebagai instrument politik
kekuasaan Soeharto pada saat itu.Seperti dalam pandangan William Liddle, bahwa Soeharto sebagai
politisi yang mempunyai otonomi relatif, merupakan pelaku utama transformasi meski puntidak penuh
model pemerintahan yang bersifat pribadi kepada yang lebih terinstitusionalisasi. Birokrasi dijadikan alat
mobilisasi masa guna mendukung Soeharto dalam setiap Pemilu. Setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS)
adalah anggota Partai Golkar. Meskipun pada awalnya, Golkar tidak ingin disebut sebagai partai,tetapi
hanya sebagai golongan kekaryaan. Namun permasalahannya, Golkar merupakan kontestan Pemilu dan
itu berarti dia adalah partai politik.Pada masa orde baru, pemerintahan yang baik belum terlaksana.
Misalnya, saja dalam pelayanan dan pengurusuan administrasi masih saja berbelit-belit danmemerlukan
waktu yang lama. Membutuhkan biaya tinggi karena ada pungutan- pungutan liar. Pembangunan fisik
pun juga masih sering terbengkalai atau lamban dalam perbaikan.

Hal ini merupakan potensi kemenangan yang diraih Golkar untuk menguasai birokrasi, apalagi birokrat
diperbolehkan untuk menggunakan hak pilihnya (menjadi peserta pemilu) yang pilihannya tidak ada lain
kecuali harus memilih Golkar sehingga dengan demikian birokrasi identik dengan Golkar. Dengan
menggunakan model 3 jalur yang dikenal dengan jalur ABG (ABRI, Birokrasi dan keluarga Golkar)
semakin jelas mengisyaratkan bahwa birokrasi sudah terpolitisir oleh satu kekuatan politik tertentu.
Mulai dari Presiden, Menteri, Gubernur dengan segala jajaran di bawahnya duduk di kepengurusan
Golkar menunjukkan betapa sulitnya membedakan antara pemerintah (birokrasi) dan politik (Golkar).
KORPRI yang diharapkan menjadi wadah aktivitas kedinasan seluruh pegawai negeri yang
keberadaannya tidak berafiliasi kepada satu kekuatan politk apapun, namun betapa sulitnya mem-
pertahankan kenetralannya manakala melihat hanya Golkarlah satu-satunya kekuatan sosial politik yang
mempunyai akses ke birokrasi sedang kekuatan politik yang lain hanya berada di luar garis.

Angin reformasi mulai bergulir sejak rezim Soeharto jatuh, dan muncul Habibi menggantikannya. Namun
kondisi birokrasi di Indonesia tidak jauh berubah, karena semua tahu bahwa naiknya Habibi (1998)
menggantikan Soeharto adalah didukung sepenuhnya oleh Golkar. Kemudian Habibi digantikan oleh
duet Gus Dur-Mega memunculkan nuansa baru dibidang pemerintahan termasuk birokrasi, karena
pemerintahan Gus Dur disusun atas dasar kompromistis dari hampir semua kekuatan politik yang ada
sehingga memunculkan apa yang kemudian dikenal dengan Kabinet Persatuan Nasional atau Kabinet
Gotong Royong, di mana para menteri yang duduk di dalamnya terdiri dari unsur partai politik besar
yang memperoleh suara signifikan dalam pemilu 1999. Dari sinilah kemudian wacana tentang birokrasi
menjadi marak kembali. Salah satu bentuk gerakan reformasi adalah reformasi di bidang birokrasi.
Reformasi birokrasi sebagai bagian dari reformasi administrasi, walaupun menyangkut dimensi yang luas
dan komplek namun memiliki tujuan yang jelas yaitu meningkatkan administrative performance dari
birokrasi pemerintah.

Agenda kebijakan reformasi birokrasi diarahkan untuk memperbaiki kinerja administrasi baik secara
individu, kelompok maupun institusi agar dapat mencapai tujuan kerja mereka lebih efektif, lebih
ekonomis, dan lebih cepat. Jelasnya, bahwa pandangan ini lebih spesifik lagi ditujukan pada
penyempurnaan struktur birokrasi dan perubahan perilaku aparatnya menjadi conditio sine qua non
bagi upaya peningkatan kinerja birokasi pemerintah. Siagian (1983) melihat pentingnya arah reformasi
administrasi di Indonesia lebih ditujukan kepada pengembangan administrative infrastructure yang
meliputi pengembangan aparat birokrasi, struktur organisasi, sistem dan prosedur kerja.
Sedangkan menurut Tjokroamidjojo (1985) ketika menganalisis administrasi pembangunan di Indonesia
menegaskan bahwa arah reformasi birokrasi perlu ditujukan ke tujuh wilayah penyempurnaan
administrasi yaitu: penyempurnaan dalam bidang pembiayaan pembangunan; penyempurnaan dalam
bidang penyusunan program-program pembangunan di berbagai bidang ekonomi dan non-ekonomi
dengan pendekatan integrative (integrative approach); re-orientasi kepegawaian negeri kearah
produktivitas, prestasi dan pemecahan masalah; penyempurnaan administrasi untuk mendukung
pembangunan daerah; administratif partisipatif yang mendorong kemampuan dan kegairahan
masyarakat; kebijaksanaan administratif dalam rangka menjaga stabilitas dalam proses pembangunan;
dan bersihnya pelaksanaan administrasi negara (good governance).

* Birokrasi Era Reformasi

Publik mengharapkan bahwa dengan terjadinya Reformasi, akan diikuti pula dengan perubahan besar
pada desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik yang menyangkut dimensi
kehidupan politik, sosial, ekonomi maupun kultural. Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi
dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat
birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah
terjadi sampai saat ini.

Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana
birokrasi di Negara - Negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan. Osborne dan Plastrik
( 1997 ) mengemukakan bahwa realitas sosial, politik dan ekonomi yang dihadapi oleh Negara - Negara
yang sedang berkembang sering kali berbeda dengan realitas sosial yang ditemukan pada masyarakat di
negara maju.Realitas empirik tersebut berlaku pula bagi birokrasi pemerintah, dimana kondisi birokrasi
di Negara - Negara berkembang saat ini sama dengan kondisi birokrasiyang dihadapi oleh para reformis
di Negara - Negara maju pada sepuluh dekade yang lalu. Persoalan birokrasi di Negara berkembang,
seperti merajalelanya korupsi, pengaruh kepentingan politik partisan, sistem Patron-client yang menjadi
norma birokrasi sehingga pola perekrutan lebih banyak berdasarkan hubungan personal dari pada faktor
kapabilitas, serta birokrasi pemerintah yang digunakan oleh masyarakat sebagai tempat favorit untuk
mencari lapangan pekerjaan merupakan sebagian fenomena birokrasi yang terdapat di banyak Negara
berkembang, termasuk di Indonesia.

Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi,tampaknya belum sepenuhnya
dapat dihilangkan dari kultur birokrasi diIndonesia. Perkembangan birokrasi kontemporer
memperlihatkan bahwa arogansi birokrasi sering kali masih terjadi. Kasus Brunei Gate dan Bulog Gate
setidak - tidaknya memperlihatkan bahwa pucuk pimpinan birokrasi masih tetap mempraktikkan
berbagai tindakan yang tidak transparan dalam proses pengambilan keputusan. Birokrasi yang
seharusnya bersifat apolitis, dalam kenyataannya masih saja dijadikan alat politik yang efektif bagi
kepentingan - kepentingan golongan atau partai politik tertentu. Terdapat pula kecenderungandari
aparat yang kebetulan memperoleh kedudukan atau jabatan strategis dalam birokrasi, terdorong untuk
bermain dalam kekuasaan dengan melakukan tindak KKN.

* Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi harus merupakan bagian dari reformasi sistem dan proses, administrasi negara.
Dalam konteks (SANKRI), reformasi administrasi negara dan birokrasi di dalamnya pada hakikinya
merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi. Dalam hubungan itu,
reformasi birokrasi juga merupakan jawaban atas tuntutan akan tegaknya aparatur pemerintahan yang
berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN memerlukan pendekatan dan
dukungan sistem administrasi negara yang mengindahkan nilai dan prinsip-prinsip good governance, dan
sumber daya manusia aparatur negara (pejabat politik, dan karier) yang memiliki integritas, kompetensi,
dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut, baik dalam jajaran eksekuti, legislatif,
maupun yudikatif.

Selain dari unsur aparatur negara tersebut, untuk mewujudkan good governance dibutuhkan juga
komitmen dan konsistemsi dari semua pihak, aparatur negara, dunia usaha, dan masyarakat; dan
pelaksanaannya di samping menuntut adanya koordinasi yang baik, juga persyaratan integritas,
profesionalitas, etos kerja dan moral yang tinggi. Dalam rangka itu, diperlukan pula perubahan perilaku
yang sesuai dengan dimensi-dimensi nilai SANKRI, "penegakan hukum yang efektif” (effective law
enforcement), serta pengembangan dan penerapan sistem dan pertanggung-jawaban yang tepat, jelas,
dan nyata, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara
berdayaguna dan berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN.

Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau perannya yang sebenamya selaku
“pelayan publik” (public servant), diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk
melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup perubahan perilaku yang
mengedepankan “netralitas, professionalitas, demokratis, transparan, dan mandiri”, disertai perbaikan
semangat kerja, cara kerja, dan kinerja terutama dalam pengelolaan kebijakan dan pemberian
pelayanan publik, serta komitmen dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah.

Untuk memperbaiki cara kerja birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil. Di sinilah
peran akuntabilitas dalam menyatukan persepsi anggota organisasi yang beragam sehingga menjadi
kekuatan bersama untuk mencapai kemajuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI. Selanjutnya,
diperlukan sosok pemimpin yang memiliki komitmen dan kompetensi terhadap reformasi administrasi
negara secara tepat, termasuk dalam penyusunan agenda dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan
pembangunan yang ditujukan pada kepentingan rakyat, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa.

Dalam rangka itu, diperlukan pula reformasi struktural, seperti independensi sistem peradilan dan
sistem keuangan negara, disertai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya kepada publik.
Untuk memberantas korupsi diperlukan agenda dan prioritas yang jelas dengan memberikan sanksi
kepada pelakunya (law enforcement). Di samping itu perlu dilakukan kampanye kepada masyarakat agar
korupsi dipandang sebagai penyakit sosial, tindakan kriminal yang merupakan musuh publik. Pers
sebagai kontrol sosial harus diberi kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengungkap dan
memberitakan tindak korupsi. Pengembangan budaya maIu harus disertai dengan upaya
menumbuhkan budaya bersalah individu dalam dirinya (quilty feeling).

Akhirnya satu kondisi dasar untuk pemberantasan korupsi adalah suatu keranka hukum nyata dan
menegakkan hukum tanpa campur tangan politik. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik
kepentingan dan intervensi kekuasaan terhadap proses hukum. Reformasi birokrasi akan dapat menjadi
syarat pemberantasan korupsi, bila terwujud badan peradilan dan sistem peradilan yang independen,
didukung dengan keterbukaan dan sistem pengawasan yang efektif.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dengan menghadapi perkembangan Indonesia dari jaman dahulu hingga sekarang, Indonesia harus
membenahi tampilan birokrasinnya. Diperlukan pula reformasi struktural, seperti independensi sistem
peradilan dan sistem keuangan negara, disertai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya
kepada publik. Untuk memberantas korupsi diperlukan agenda dan prioritas yang jelas dengan
memberikan sanksi kepada pelakunya (law enforcement).

Di samping itu perlu dilakukan kampanye kepada masyarakat agar korupsi dipandang sebagai penyakit
sosial, tindakan kriminal yang merupakan musuh publik. Pers sebagai kontrol sosial harus diberi
kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengungkap dan memberitakan tindak korupsi.
Pengembangan budaya malu harus disertai dengan upaya menumbuhkan budaya bersalah individu
dalam dirinya (quilty feeling).

2. Saran

Birokrasi selalu dilakukan di kehidupan sehari-hari. Pembuatan KTP, Pembuatan Akta Kelahiran, dsb.
Kata ´Birokrasi´ maka yang terbersit pada benak kita berhadapan dengan suatu prosedur yang berbelit-
belit, dari meja satu ke meja lainnya diharapkan tidak terjadi lagi di pemerintahan baru ini. Indonesia
harusnya bisa mengimplementasikan apa yang telah dicita-citakan seperti dalam Pancasila dan
pembukaan UUD 1945. Memberikan kesejahteraan, keselarasan, kesetaraan dalam rancangan
pembahasan formulasi birokrasi untuk kebijakan publik.

Anda mungkin juga menyukai