Anda di halaman 1dari 7

Tampilan Kanalis Orbital dan Sel Ethmoid Infraorbital (Sel Haller) di Radiografi

Panoramik Pasien Edentolous

Esra Yesilova and Ibrahim Sevki Bayrakdar


Departemen Radiologi Oral dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Eskis
ehir Osmangazi, Eskis ehir, Turki

Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi prevalensi dan karasteristik kanalis
intraorbital dan sel Halller di radiografi panoramik pasien edentulous.
Metode: Kelompok penelitian terdiri dari 291 radiografi panoramik pasien edentulous.
Radiografi diinterpretasi terkait visibilitas dan karasteristik kanalis infraorbital dan sel Haller.
Untuk klasifikasi kanalis infraorbital, sebuah metode yang merujuk pada gambar karasteristik
batas kanalis (Tipe I, II dan II), digunakan. Sel Haller dikelompokkan berdasarkan jumlah dan
bentuk lokulasi.
Hasil: Kanalis infraorbital; teramati di 246 (84.6%) radiograf. Kanalis yang paling umum
teramati yaitu Tipe III di kedua sisi (39.9% untuk sisi kanan dan 32.3% untuk sisi kiri).
Visibilitas sel Haller yaitu 23.7%. Frekuensi visibilitas sel Haller hampir sama di kedua jenis
kelamin. Tidak ada perbedaan signifikan antara jenis kelamin untuk visibilitas kanalis
infraorbital dan sel Haller.
Kesimpulan: Dokter bedah, implantologis, dan radiologis, sebaiknya mempertimbangkan
kanalis infraorbital dan sel Haller untuk perencanaan bedah implan di regio anterior maksila
serta rasa sakit orofasial yang tidak jelas di pasien edentolous

1. Pendahuluan
Regio infraorbital merupakan suatu jalur antara fossa kranial, kompleks osteomeatal, orbital dan
regio gigi maksila. Nervus infraorbital merupakan salah satu struktur anatomi utama di regio ini.
Nervus ini terbagi menjadi nervus maksila, yang memanjang dari fisur orbital inferior hingga
foramen infraorbital melalui sinus maksila di kanalis infraorbital/kompleks groove(ICG/C)(1-3)

Terdapat sejumlah penelitian radiologi (1-5) dan anatomi (6-10) mengenai dimensi dan tipe
nervus infraorbital baik itu di manusia hidup maupun di cadaver/tengkorak. Beberapa peneliti
melaporkan variasi anatomi(11,12) dan klasifikasi (2-5) ICG/C. Seiring kemunculan teknik tiga
dimensi (3D) di praktik klinik, variasi anatomi sekitar bisa terdeteksi, sehingga mempengaruhi
klasifikasi(11). Sel Haller merupakan struktur sekitar ICG/C. Sel ini disebut sel orbitoethmoidal
atau sel maksiloethmoidal. Istilah sel ethmoid infraorbital lebih disarankan untuk
mendeksripsikan area dan kemunculan objek tersebut. Sel Haller memiliki beragam ukuran,
jumlah dan bentuk(13). Jika membesar, sel bisa menekan aspek posterioir infundibulum. Entitas
ini dapat dikaitkan dengan gejala rhinosinusitis seperti rasa sakit orofasial, sakit kepala dan
gangguan bernapas melalui hidung(14). Kasus isolasi sel Haller mukokel telah
dilaporkan(15,16). Oleh karena itu, keberadaan sel Haller secara klinis signifikan. Bahkan
dengan rhinoskopi, tidak mudah untuk mengamati sel Halller karena lokasinya, yang bisa saja
dekat atau meluas hingga ke kanalis infraorbital. Radiologi tidak dapat dipisahkan dalam
diagnosis(15).
Radiografi panoramik merupakan suatu teknik praktik yang menampilkan gambar area luas
meliputi tulang wajah tengah (fossa nasal, fossa orbital dan sinus maksila) serta gigi geligi.
Pasien mudah mentolerir aplikasi teknik ini. Terlepas dari beberapa superimposisi dan
pembesaran struktural(17), radiografi konvensional tetap menjadi pilihan utama untuk evaluasi
dengan dosis radiasi yang rendah. Radiografi panoramik umum digunakan untuk memeriksa
rahang yang edentulous atau pun yang masih bergigi. Di sebuah tinjauan literatur, klasifikasi
Scarfe(5) digunakan untuk evaluasi kanalis infraorbital di radiografi panoramik. Klasifikasi ini
mudah dan berguna sehingga akan dijelaskan secara lebih mendetail di bagian Bahan dan
Metode di laporan kali ini. Sel Haller juga muncul di gambar panoramik oleh beberapa
peneliti(13,14,18).

Rehabilitasi pasien edentulous dengan protesa implan saat ini memiliki peranan penting sebagai
pilihan perawatan di praktik gigi. Jika pasien sangat menginginkan perawatan implan, jumlah
dan densitas tulang, ganggaun metabolik tulang dan variasi struktur anatomi sekitar merupakan
faktor pembatas. Teknik sinus lifting dibutuhkan untuk menangani kondisi ridge alveolar yang
atrofi(19) Teknik bedah membutuhkan regio dan variasi yang jelas. Di bedah maksila dan wajah
tengah, pengetahuan mengenai struktur anatomis kanalis infraorbital meminimalkan kerusakan
pada nervus pada saat dilakukan bedah di tulang orbital, prosesus zigomatikum dan maksila(3).

Selain rehabilitas prostetik, pasien edentulous juga dikonsul ke dokter gigi untuk diagnosa dan
perawatan rasa sakit orofasial(20). Beberapa pasien perlu melakukan konsultasi di beberapa
departemen seperti neurologi, THT, dan bedah maksilofasial untuk menemukan sumber rasa
sakit yang tidak jelas tersebut. Penyakit akibat variasi anatomi bisa saja memainkan peranan
penting pada rasa sakit ini di pasien edentolus(18).

Tujuan penelitian retrospektif ini adalah untuk mendeteksi prevalensi dan karasteristik kanalis
infraorbital dan sel Haller melalui radiografi panoramik pasien edentolous

2. Bahan dan Metode


2.1 Desain penelitian
Kelompok penelitian terdiri dari 291 radiografi panoramik pasien edentulous yang terdiagnosa,
radiografi tersebut dipilh secara acak dari arsip Departemen Radiologi Oral dan Maksilofasial
kemudiam dievaluasi secara retrospektif. Rentang usia pasien yaitu 38-88 tahun

Tidak ada izin etik yang dibutuhkan karena tidak diaplikasikan paparan radiasi ke pasien selama
kunjungan diagnostik di penelitian retrospektif ini

2.2 Pengumpulan data


Semua radiografi diambil menggunakan mesin x-ray panoramik digital (Promax, Planmeca,
Helsinki, Finland) (64 kV, 6 mA, 16 detik). Pertama, 60 radiografi ditinjau di komputer yang
sama (MacBook Pro., China) dan diinterpretasi di bawah kondisi cahaya yang optimal oleh dua
radiologis oral dan maksilofasial. Persetujuan interater dihitung. Nilai Kappa ditemukan dengan
persetujuan yang sempurna, yaitu 0.86 untuk sel Haller dan 0.89 untuk kanalis infraorbital.
Sehingga semua radiografi diinterpretasi oleh dua radiologis oral dan maksilofasial terkait
visibilitas dan karasteristik kanalis infraorbital dan sel Haller

2.2.1 Kriteria untuk klasifikasi kanalis infraorbital


Karasteristik radiografi batas kanalis dikelompokkan berdasarkan klasifikasi Scarfe dkk(5)
(Gambar 1).

Tipe I: Kedua batas bagian orbital dan antrum kanalis radioopak

Tipe II: Kedua batas bagian kanalis orbital dan antrum terlihat namun tidak disertai garis
radioopak

Tipe III: Bagian orbital kanalis radiolusen tanpa garis radioopak, bagian antrum kanalis
radioopak disertai garis radioopasitas

Gambar 1. Potongan gambar radiografi panoramik yang menampilkan tipe kanalis infraorbital
(a) Tipe I, terkortikasi di bagian kanalis orbital dan antrum (b) Tipe II, bagian orbital dan antrum
tidak mengalami kotikasi, dan (c) Tipe III, bagian orbital tanpa kortikal, sementara bagian
antrum mengalami kortikasi

2.3 Sel ethmoid infraorbital (Sel Haller)


Sel Haller dikelompokkan berdasarkan jumlah dan bentuk lokulasi yaitu multilokuler, unilokuler
dengan septum (clustered minor locules), atau unilokular (tanpa septum) (Gambar 2).

Visibilitas kanalis dan sel Haller dikelompokkan sebagai unilateral, bilateral dan tidak tanpak.
Identifikasi sel Haller dilakukan berdasarkan kriteria Ahmad dkk(13), yaitu:

(1) Jelas, bulat, radiolusensi berbentuk air mata, tunggal atau multipel, unilokular atau
multilokular, dengan batas halus yang bisa terkortikasi atau tidak
(2) Terletak di medial foramen infraorbital
(3) Semua atau hampir semua batas di radiografi panoramik bisa terlihat
(4) Batas inferior orbital kurang mengalami kortikasi atau tidak dapat dibedakan dari area
yang mengalami superimposisi akibat entitas ini
Gambar 2. Tipe sel ethmoid infraorbital (sel Haller): (a) Unilokular (b) multilokular, dan (c)
unilokular disertai septum

2.4 Analisis statistik


Data dianalisa menggunakan IBM SPSS Statistic 20.0 digunakan frekuensi/persentase, statistik
deksriptif, tabel silang dan ji X2

3. Hasil
Kelompok penelitian terdiri dari 291 radiograf dari 103 pria dan 188 wanita, rentang usia dari 38
hingga 88 tahun (rerata 63.63±10.113).

3.1 Kanalis infraorbital


Kanalis infraorbital terlihat di 246 (84.5%) radiograf (Tabel 1). Di 203 kasus (83%), kanalis
ditemukan bilateral; di 43 kasus (17%) kanalis ditemukan unilateral. Kanalis teramati di 83.5%
pasien pria (16% unilateral, 84% bilateral), dan 85.1% pasien wanita (18% unilateral, 82%
bilateral). Kanalis yang paling umum teramati yaitu tipe III di kedua sisi (50% sisi kanan dan
44% sisi kiri). Untuk sisi kanan, 85 kasus merupakan tipe I, 30 kasus merupakan tipe II, dan 16
kasus merupakan tipe III. Untuk sisi kiri, 81 kasus merupakan tipe I, 39 kasus merupakan tipe II,
dan 94 kasus merupakan tipe III. Di 63 kasus, kanalis tipe III teramati secara bilateral

Tabel 1. Sisi (regio) dan tipe visibilitas kanalis infraorbital (IOC)


IOC Sisi kanan Unilateral Tipe I 6(2.1%)
Tipe II 4(1.4%)
Tipe III 18(6.2%)
Bilateral Tipe I 79(27.1%)
Tipe II 26(8.9%)
Tipe III 98(33.7%)
Sisi Kiri Unilateral Tipe I 2(0.7%)
Tipe II 6(2.1%)
Tipe III 7(2.4%)
Bilateral Tipe I 79(27.1%)
Tipe II 33(11.3%)
Tipe III 87(29.9%)

Tidak ada perbedaan signifikan antar jenis kelamin untuk visibilitas kanalis infraorbital
(p=0.877).
3.2 Sel Haller
Prevalensi sel Haller yaitu 23,7% dengan 69 kasus yang menunjukkan 88 sel Haller. Sel Haller
secara umum (72.5%) teramati unilateral. Di 69 pasien dengan sel Haller, 50 merupakan
unilateral (sama untuk sisi kanan dan kiri) dan 19 merupakan bilateral. Untuk sisi kanan, 36
tampakan merupakan unilokular, 4 merupakan multilokular, dan 4 merupakan unilokular disertai
septum (terkluster). Untuk sisi kiri, 37 tampakan merupakan uilokular, 1 merupakan
multilokular, dan 6 merupakan unilokular disertai septum (terkluster) (Tabel 2). Kebanyakan 19
sel yang teramati bilateral merupakan unilokular, seperti di 14 kasus

Tabel 2. Tipe dan sisi (regio) sel ethmpid infraorbital (Sel Haller)
Sel Haller Sisi kanan Unilateral Unilokular 20(6.9%)
Multilokular 3(1%)
Unilokular disertai 2(0.7%)
septum
Bilateral Unilokular 16(5.5%)
Multilokular 1(0.3%)
Unilokular disertai 2(0.7%)
septum
Sisi Kiri Unilateral Unilokular 21(7.2%)
Multilokular 1(0.3%)
Unilokular disertai 3(1.0%)
septum
Bilateral Unilokular 16(5.5%)
Multilokular 0(0%)
Unilokular disertai 3(1.0%)
septum

Sel Haller teramati di 25.2% kasus diserta kanalis infraorbital. Di 16 kasus, baik itu sel Haller
dan kanalis infraorbital teramati secara bilateral. Sel Haller yang umum teramati dengan kanalis
infraorbital tipe I dan III. Namun, tidak ada hubungan antara keberadaan sel Haller dan tipe
kanalis infraorbital (p=0.162).

Sel Haller teramati di 24.3% pasien pria dan 23.4% pasien wanita. Tidak ada perbedaan
signifikan antar jenis kelamin untuk visibilitas sel Haller (p=0.871).

4. Pembahasan
Penelitian ini mengevaluasi kanalis infraorbital dan sel ethmoid infraorbital di radiografi
panoramik pasien edentulous secara berturut-turut

Penelitian mengenai kanalis infraorbital minatnya sangat tinggi di kalangan peneliti yang
berkerja di bidang ini dikarenakan kepentingan klinisnya. Analisis morfometrik kanalis
infraorbital dilakukan di tengkorak kering (6-8,10) dan cadaver(9). Untuk rencana tindakan
bedah, jalur kanalis melalui sinus dan hubungan kanalis dengan sptum sinus maksila telah diteliti
menggunakan sistem pencitraan 3D(3,4). Penelitian yang ada semuanya telah berfokus pada
kemungkinan variasi anatomis untuk meningkatkan apilikasi klinis(21).
Radiografi panoramik membuat gambar dua dimensi (2D) menjadi lebih kurang unggul
dibandingkan gambar 3D. Selain itu terapat beberapa alasan untuk penggunaan radiografi
panoramik guna membedakan kanalis infraorbital. Radiografi panoramik memudahkan peninjau
uuntuk mendiagnosa struktur anatomis dari area yang luas dengan dosis radiasi tunggal yang
rendah. Selain itu, sudut proyeksi orthopantomogram memudahkan pengamatan di lingkup
kanalis infraorbital. Oleh karena itu, radiografi panoramik sangat berguna untuk digunakan guna
mengevaluasi kondisi ini dengan teknik pengambaran umum(5).

Terkait jenis kelamin pasien, kanalis paling umum teramati secara bilateral. Tipe paling pertama
dan kedua yang paling umum teramati yaitu Tipe III dan I. Rentang pengamatan kanalis di
radiografi panoramik dan frekeunsi tipe kanalis infraorbital sangat sebanding dengan hasil
Scarfe(5).

Sel Haller telah diteliti untuk berbagai tujuan, seperti prevalensi dan ciri morfologi sel serta
peranan sel di kondisi rhinosinusitis. Beberapa sel Haller patologi yang terisolasi(15,16)
ditemukan dalam literatur. Insidensi sel Haller yang telah dilaporkan sangat bervariasi dan
bergantng pada teknik penggambaran, jumlah pasien, dan kemungkinan perbedaan ras.
Penelitian ini terbatas untuk populasi tertentu dengan kelompok usia yang cukup berbeda dari
penelitian lain. Di penelitian lainnya, dipilih rentang yang luas

Penelitian kali ini menemukan lokasi unilateral dan morfologi unilokular sel dan tidak ada
hubungan dengan jenis kelamin, Temuan tersebut sejalan dengan temuan di penelitian
sebelumnya(14,18). Prevalensi sel Haller ditemukan antara 16 dan 38,2% di penelitian radiografi
panoramik(13,14,18). Penelitian kali ini dalam batas tersebut, yaitu 23.7%

Radiografi panoramik memainkan peranan penting dalam penentuan kanalis infraorbital dan sel
Haller di sejumlah kasus di praktik dental. Namun, nilai diagnostik radiografi panoramik terbatas
karena beberapa kekurangannya. Gambar 3D dengan potongan yang lebih tipis lebih sensitif
menemukan sel. Namun kanalis infraorbital dan sel Haller merupakan variasi anatomis(13).
Selain itu, radiografi panoramik dibutuhkan untuk mendiagnosa patologi yang mencurigakan,
tidak dibutuhkan gambar sensitif tersebut dengan dosis radiasinya yang lebih tinggi(13,22).

Ketika sel Haller terinflamasi, hipoestesia wajah tengah bisa dialami. Di kasus tersebut, patologi
nervus infraorbital sebaiknya dijadikan banding(15). Seperti yang telah disebutkan, hubungan
antara septum dan kanalis infraorbital; telah diteliti dengan teknik 3D, terutama di penelitian oleh
Ference dkk(4) yang menyimpulkan sel Haller di klasifikasi hubungan tersebut. Di penelitian
kali ini, sel Haller teramati di 25,2% kasus dengan kanalis infraorbital yang teramati, sel Haller
ditemukan paling umum dengan kanalis infraorbital tipe III dan I yang memiliki batas
terkortikasi di sinus maksila. Maka memungkinkan untuk berpendapat bahwa kanalis tipe 3
Ference, didefinisikan sebagai tipe “turunan” yang keluar melalui septum atau terkait dengan sel
Haller, sebanding dengan temuan kali ini. Tipe kanalis dikaitkan dengan sel Haller bertemu di
ujung foramen infraorbital yaitu 29 mm yang lebih ke inferior dbandingkan tipe lainnya, Hal ini
menjadi panduan yang efektif bagi dokter bedah dalam aplikasi klinis ketika gambar 3D tidak
tersedia
Klasifikasi kanalis dengan computed tomography (CT) membawa visualisasi yang lebih bagus
terkait jalur kanslis dan hubungannya(3,4) dibandingkan gambar 2D. Di artikel terbaru(1). Cone
beam computed tomography (CBCT) digunakan untuk evaluasi kanalis infraorbital melalui sinus
maksila. Hasil penelitian CBCT ini mengindikasikan bahwa teknik ini bisa menggantikan CT,
karena dosis radiasi yang rendah. Peneliti berpikir bahwa evaluasi radiografi panoramik yang
akurat dapat membantu klinisi untuk tahap selanjutnya penggunaan sistem 3D

Penelitian CBCT mengenai sel Haller telah berfokus pada prevalensi dan peranan sel tersebut di
kondisi rhinosinusitis(23-25). Pengukuran kanalis infraorbital(26) dan foramen(26,27)
menunjukkan bahwa CBCT memiliki potensi untuk menampilkan regio ini secara mendetail
dengan dosis radiasi yang rendah. CBCT dapat juga menujukkan hubungan antara berbagai
penelitian anatomis, karena berbagai klasifikasi bisa dikombinasikan untuk membentuk suatu
metode yang berguna di praktik

Magnetic resonance imaging (MRI) bukan merupakan pilihan utama untuk pengambilan gambar
struktur anatomi yang mengalami kortikasi(28) meskipun manfaatnnya yaitu kurangnya radiasi
ionisasi. Resolusi jaringan lunak yang sangat bagus dari MRI digunakan untuk
memvisualisasikan pembesaran nervus infraorbital di gangguan orbital lymphoproliferative(29)
(patognomonik untuk penyakit orbital-terkait IgG4), untuk menampikkan tumor yang meluas
hingga ke kavitas sinus nasal dari intrakaranium, untuk menunjukkan komplikasi intrakranial dan
orbital dari sinusitis, polip inflamatori, edema(28), dan trauma(30).

Kanalis infraorbital dan sel Haller dievaluasi secara bersamaan di pasien edentulous. Oleh karena
itu, rerata usia kelompok penelitian lebih tinggi (63.63±10.113). Rentang usia ini dipilih untuk
membedakan variasi anatomis dan rasa sakit yang tidak jelas untuk evaluasi klinis pasien
edentulous. Pasien edentulous menginginkan rasa nyaman saat mengunyah dan berbicara. Maka
dari itu, rasa sakit yang terasa di maksila dan mandibula pasien edentolous bisa menantang bagi
dokter gigi(20). Ridge alveolar yang telah lama edentulous akan mengalami atropi dan
dibutuhkan perawatan bedah untuk stabilisasi restorasi prostetik. Pertimbangan mengenai pola
anatomis di gambar radiografi sangat berguna untuk rencana tindakan bedah(31).

5. Kesimpulan
Perlu diketahui, belum ada penelitian di dalam literatur yang menguji baik itu sel ethmoid
infraorbital dan kanalis infraorbital di radiografi panoramik pasien edentulous

Data yang di dapatkan di penelitian kali ini mendorong peneliti untuk berpendapat bahwa
(1) Penelitian lebih lanjut dibutuhkan yang berfokus pada prevalensi sel Haller di pasien
yang mengalami rasa sakit yang tidak jelas
(2) Jalur kanalis infraorbital di sinus maksila dan hubungannya dnegan septum sinus seta sel
Haller harus diteliti terkait kedalamannya mneggunakan CBCT, khususnya ileh
radiologis oral dan maksilofasial dan juga dokter bedah di praktik dental

Anda mungkin juga menyukai