Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

Gangguan Konsep Diri Akibat Komplikasi HIV/AIDS

Dosen Pembimbing :

Yasin Wahyurianto.,S.Kep.,Ns.,M.Si

Oleh :

1. Yuni Ardiana Savita (P27820517001)


2. Siti Nur Chamidah (P27820517009)
3. Risa Fitria Mahadhika (P27820517025)
4. Fenti Erlindaningtiyas (P27820517026)
5. Dianatul Cholidah (P27820517028)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN TUBAN
JURUSAN KEPERAWATAN
Jalan Dr. Wahidin Sudirohusu No. 02 Tuban
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah (KMB) yang berjudul : “Gangguan Konsep Diri Akibat Komplikasi
HIV/AIDS”.

Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin agar terciptanya makalah yang


sesuai yang diharapkan, meskipun demikian penyusun menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, berbagai saran, tanggapan, dan
kritik yang membangun senantiasa diharapkan demi sempurnanya makalah ini.

Akhirnya, dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses


pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Tuban, 20 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................... i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang .............................................................................................


1.2 Tujuan ..........................................................................................................
1.3 Manfaat ........................................................................................................

Bab II Tinjauan Teori

2.1 Definisi..........................................................................................................
2.2 Klasifikasi ....................................................................................................
2.3 Faktor Risiko ................................................................................................
2.4 Patogenesis dan Patofisiologi.......................................................................
2.5 Manifestasi Klinis.........................................................................................
2.6 Pemeriksaan Penunjang................................................................................
2.7 Komplikasi ...................................................................................................

Bab III Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan...................................................................................................
4.2 Saran ............................................................................................................

Daftar Pustaka

Naskah Skenario
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Human Immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang dapat
menyebabkan infeksi HIV dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS),
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV yang masih menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat secara global. Infeksi HIV paling banyak terjadi pada
kelompok usia dewasa yaitu usia 25- 49 tahun dan 20-24 tahun. Namun, terdapat
fakta yang mengejutkan pada kalangan remaja kelompok usia 15-19 tahun.
Jumlah remaja yang terinfeksi HIV di Indonesia semakin meningkat,
dengan prevalensi sekitar 3,2-3,8% setiap tahunnya. Hingga bulan April 2017,
tercatat ada 7.329 remaja yang terinfeksi HIV dan 2.355 orang diantaranya
menderita (AIDS) (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Hingga akhir tahun 2017, World Health Organization (WHO) melaporkan
terdapat sekitar 36,9 juta orang dengan HIV/AIDS (ODHA), 940.000 kematian
karena HIV, dan 1,8 juta orang terinfeksi baru HIV atau sekitar 5000 infeksi baru
per harinya (WHO, 2018).
Epidemi HIV / AIDS juga menjadi masalah di Indonesia yang merupakan
Negara urutan ke 5 paling berisiko HIV/ AIDS di Asia (Kemenkes, 2013). Angka
kejadian HIV di Indonesia pada tahun 2017 terdapat 48.300 orang, tahun 2018
46.659 orang, tahun 2019 22.600 orang. Meskipun pada tahun 2017-2019
mengalami penurunan angka kejadian tetapi pada laporan tahun 2019 triwulan
kedua mengalami kenaikan menjadi 11.519 orang dibandingkan triwulan pertama
sejumlah 11.081 orang. Jawa timur menduduki peringkat pertama provinsi yang
melaporkan jumlah HIV terbanyak pada tahun 2017 terdapat 8.204 orang, tahun
2018 8.608 orang, tahun 2019 3.749 orang dan diikuti oleh DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Papua.
Sedangkan prevalensi AIDS, pada tahun 2017 berjumlah 741 orang
meningkat pada tahun 2018 berjumlah 1.586 orang dan mengalami penurunan
pada tahun 2019 menjadi 583 orang.
Infeksi HIV ternyata lebih banyak terjadi pada umur 20-44 tahun hal ini
disebabkan karena lebih mungkin banyak melakukan perilaku seks tidak aman
yang berisiko terhadap penularan HIV. ODHA yang berumur muda berisiko 5,5
kali lebih besar dalam melakukan tindakan pencegahan penularan HIV sehingga
hal ini harus menjadi perhatian bagi petugas kesehatan untuk mencegah penularan
HIV (Kambu, 2016). Perubahan yang terjadi di dalam diri dan di luar diri ODHA
membuat mereka memiliki persepsi negatif tentang dirinya dan mempengaruhi
perkembangan konsep dirinya. ODHA cenderung menunjukkan bentuk-bentuk
reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan
ODHA menerima kenyataan dengan kondisi yang dialami. Keadaan ini
diperburuk dengan anggapan bahwa HIV merupakan penyakit yang belum ada
obatnya. Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS
menambah buruk situasi yang dialami penderita. HIV/AIDS masih dianggap
sebagai momok menyeramkan karena saat divonis sebagai ODHA, yang
terbayang adalah kematian. Dalam masyarakat penderita sering menerima
perlakuan tidak adil bahkan mendapat diskriminasi dari ingkungan keluarga dan
masyarakat. Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari
lingkungan sekitar, serta stigma yang berkembang dalam masyarakat mengenai
HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga membatasi ruang
gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya, bahkan menutupi
identitas diri. Beberapa masalah yang dialami ODHA baik secara isik maupun
psikologis, antara lain: muncul stress, penurunan berat badan, kecemasan,
gangguan kulit.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang
terjadi pada ODHA serta untuk membantu ODHA mengembangkan konsep
dirinya secara positif adalah melalui pelayanan bimbingan konseling yang
diberikan oleh konselor yang professional. Pelayanan konseling adalah salah satu
upaya dalam membantu penderita HIV/AIDS untuk membangkitkan semangat
hidup agar bisa menerima kondisi dan keadaan diri dan mampu menyesuaikan diri
dengan kondisi yang dialami. Konselor dapat memberikan bantuan kepada
individu untuk mengatasi permasalahnya, agar bantuan itu menjadi efektif
konselor perlu memahamu individu yang akan dibantu. Salah satu aspek yang
peru dipahami adalah konsep diri agar individu mampu mengembangkan potensi
yang ada pada dirinya. Konsep diri pada dasarnya mengandung arti keseluruha
gambaran diri termasuk persepsi tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai
yang berhubungan dengan dirinya, yang diidentifikasi melalui body image yaitu
kesadaran tentang tubuhnya, bagaimana orang melihat dirinya sendiri ideal self
dan social self (Wahyu, 2012)
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Mendeskripsikan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah gangguan konsep
diri akibat komplikasi HIV/AIDS
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus:
1. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan konsep diri akibat
komplikasi HIV/AIDS
2. Merumuskan diagnosa keperawatan dengan gangguan konsep diri
akibat komplikasi HIV/AIDS
3. Menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan
konsep diri akibat komplikasi HIV/AIDS
4. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan konsep diri akibat komplikasi HIV/AIDS
5. Mengevaluasi dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan pada
pasien dengan gangguan konsep diri akibat komplikasi HIV/AIDS
1.3 Manfaat
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep HIV/AIDS

2.1.1 Pengertian HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus yang dapat

menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) jika belum

mendapat pengobatan, dan meskipun sudah mendapat pengobatan HIV tidak

dapat hilang sepenuhnya di dalam tubuh seseorang yang terinfeksi HIV, maka

HIV akan selamanya berada didalam tubuh. (Haryono & Utami, 2019)

2.1.2 Etiologi

Meskipun sudah jelas bahwa HIV sebagai penyebab AIDS, tetapi asal-usul

ini masih belum diketahui secara pasti. Mula-mula dinamakan (LAV). Virus ini

ditemukan oleh Ilmuwan Intitute Pateur Paris, pada tahun 1983 yang mengisolasi

virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga dinamakan

Limphadenopathy Associated Virus (LAV). Pada tahun 1984 di USA, Gallo dan

rekan kerjanya dari National Institute of Health menemukan virus HTL-III

(Human T Lymphotropic Virus) yang juga penyebab AIDS. Kedua virus ini oleh

masing-masing penemunya dianggap sebagai penyebab AIDS. Penyelidikan lebih

lanuut membuktikan bahwa kedua virus ini sama dan saat ini dinamakan HIV-1.

Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula

menyebabkan AIDS, disebut sebagai LAV-2 dan yang terbaru disebut HIV-2,

yang juga disebutkan dengan penyebab AIDS. Virus HIV-1 dan HIV-2 ini

berbeda, HIV-2 dianggap kurang pathogen daripada HIV-1. Untuk memudahkan


virus itu disebut sebagai HIV saja. Virus HIV menular melalui enam cara

penularan, yaitu :

1. Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa

perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung,

air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina,

penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut

masuk ke aliran darah (PELKESI 1995 dalam buku Nursalam 2013). HIV juga

lebih mudah terjadi apabila HIV ada lesi penyakit kelamin dengan ulkus,

seperti herpes genitalis, sifilis, gonore, klaimidia, kankroid, dan trikomoniasis.

Risiko pada seks anal lebih besar disbanding dengan seks vaginal. Risiko juga

lebih besar pada yang reseptif dari pada yang intensif. (Haryono & Utami,

2019)

2. Ibu pada bayinya

3. Darah dan produk darah tercemar HIV/AIDS

4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

5. Alat-alat untuk menorah kulit

6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian

(Nursalam dan Kurniawati, 2013)

2.1.3 Fase-fase Infeksi HIV

a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi dan

belum muncul gejala.


b. Stadium klinis I. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness,

asimtomatik, limfadenitis generalisata dengan skala fungsional 1;

aktivitas normal.

c. Stadium klinis II. Lamanya 1-15 minggu atau lebih dengan gejala berat

badan berkurang <10%, manifestasi mukokutaneus ringan, herpes zoster

dalam lima tahun terakhir, infeksi saluran atas yang berulang dengan

skala fungsional 2 ; simtomatik, aktivitas normal.

d. Stadium klinis III. Diatas 3 tahun dengan gejala berat badan berkurang

>10%, diare kronis tanpa penyebab yang jelas >1bulan, demam

berkepanjangan tanpa penyebab yang jelas >1bulan, kandidiasis oral, TB

Paru, infeksi bacterial berat dengan skala fungsional 3 ; <50% dalam 1

bulan terakhir berbaring.

e. Stadium klinis IV (Kriteria WHO: AIDS). Lamanya 1-5 tahun dari

kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis

berat dan tumor pada berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologis

dengan skala fungsional 4 ; >50% dalam 1 bulan terakhir berbaring.

2.1.4 Patofisiologi

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara, yaitu secara

vertikal, horizontal, dan transeksual. HIV dapat mencapai sirkulasi sitemik secara

langsung dan tidak langsung. Secara langsung bisa diperantarai oleh benda tajam

yang mampu menembus dinding pembuluh darah, dan secara tidak langsung HIV

masuk melalui kulit dan mukosa yang tidak intake seperti kontak seksual, paparan

darah yang terinfeksi atau secret dari kulit yang terluka atau terbuka, dan
ditularkan oleh ibu-ibu yang terinfeksi HIV ke janin melalui laktasi. HIV juga

dapat ditularkan me HIV dapat dideteksi 4-11 hari sejak pertama terkena HIV,

yaitu ketika berada dalam sirkulasi sitemik. Terjadi suatu kondisi medis di mana

virus memasuki aliran darah dan karenanya memliki akses ke seluruh tubuh

selama sirkulasi sitemik dan muncul tanda gejala infeksi virus akut seperti panas

tinggi secara mendadak, nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, mual, muntah, sulit

tidur, batuk pilek, dan lain-lain. Keadaan ini disebut Sindrom Retrovial Akut. Pada

fase ini mulai terjadi penurunan CD4 dan peningkatan HIV-RNA Viral load. Viral

Load akan ters meningkat dengan sangat cepat dan juga akan menurun pada saat

tertentu.

Semakin lama terjadinya infeksi, maka Viral load perlahan kemungkinan

akan terus meningkat dan keadaan tersebut diikuti dengan penurunan CD 4 secara

perlahan dalam waktu beberapa tahun, dengan laju penurunan CD 4 yang lebih

cepat dengan waktu 2,5 – 5 tahun, sebelum akhirnya jatuh ke stadium AIDS.

Sel T4 terdapat pada cairan tubuh tertentu, seperti darah, air mani kecuali air

seni, cairan vagina, cairan leher rahim. Sampai saat ini belum ada bukti bahwa

HIV di tularkan memalui air ludah. Keberadaan virus di dalam tubuh selam 2-4

minggu belum bisa terdeteksi melalui pemeriksaan darah. Jika jumlah CD 4 lebih

dari 500 sel / μL maka disebut tahap periode jendela. Pada tahap HIV yang sudah

terdeteksi positif tetapi belum menunjukan tanda dan gejala fisik kondisi tersebut

tetap dapat menularkan virus ke orang lain.


Jika jumlah sel CD4 < 200 sel / μL pada sesorang maka bisa dikatakan

penderita AIDS terinfeksi HIV dengan tanpa ada gejala yang terlihat atau juga

tanpa infeksi oprtunistik.

Molekul reseptor membran CD4 pada sel sasaran akan dilihat oleh HIV

dalam tahap infeksi HIV. HIV akan menyerang limfosit CD 4. Limfosit CD4

berikatan kuat dengan gp120 HIV sehingga gp41 dapat memeperantarai fusi

membran virus ke dalam membrane sel. Dan ada dua koreseptor yaitu, CCR5 dan

CXCR4 diperlukan agar glikoprotein gp120 dan gp41 dapat berikatan dengan

reseptor CD4. Perubahan konformasi disebabkan koreseptor yang menjadikan

gp41 masuk ke dalam membrane sel sasaran.

Monosit dan makrofag termasuk rentan terhadap infeksi HIV, selain

limfosit. Jika monosit dan makrofag terinfeksi maka dapat berfungsi sebagai

reservoir untuk HIV tetapi tidak dihancurkan oleh virus. HIV juga dapat

menginfeksi beragam sel manusia seperti sel Natural Killer (NK), limfosit B, sel

endotel, sel epitel, sel Langerhans, sel dendritic, sel mikroglia, dan berbagai

jaringan tubuh. Saat setelah virus berfungsi dengan limfosit CD 4 kemudian akan

terbentuk pertikel-partikel virus baru dari yang terinfeksi maka proses kompleks

akan berlangsung

Dalam keadaan provirus atau akan mengalami siklus-siklus replikasi

sehingga menghasilkan banyak virus limfosit CD4 yang terinfeksi mungkin tetap

laten, infeksi ini juga dapat menimbulkan sitopatogenesis melalui beragam

mekanisme termasuk apoptosis, anergi, atau pembentukan sinsitium. ( Haryono &

Utami, 2019)
2.1.5 Pathway

Menyerang T limfosit, sel


Virus HIV Merusak seluler saraf, makrofag, monosit, Imunitas lemah Invasi kuman patogen
limfosit B

HIV-positif Organ target


Manifestasi saraf

Keputuasaan, rasa
Reaksi psikologis
malu Kelemahan gastrointestinal

Menarik diri
Ansietas Nyeri
Intoleransi
telan
aktivitas
Isolasi
Sosial
ketidakseimbangan
nutrisi

(Padila, 2012)
2.1.6 Gejala Klinis

Menurut Widoyono, 2011 :

1. Masa inkubasi 6 bulan – 5 tahun.

2. Apabila HIV terdapat pada tubuh seseorang selama 5 tahun maka HIV

akan bermanifestasi menjadi AIDS.

3. Window Period adalah saat tubuh seserang sudah terinfeksi oleh HIV

tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.

4. Gejala klinis yang muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti :

a. Diare kronis

b. Kandidiasis mulut yang luas

c. Pneumocystis carinii

d. Pneumonia interstisialis limfositik

e. Ensefalopati kronik

2.1.7 Penularan

HIV dapat ditularkan melalui orang ke orang melalui hubungan seksual

tetapi lebih rendah dibandingkan dengan Penyakit Menular Seksual namun jika

ada peyakit seksual dengan luka Chancroid kemungkinan besar bisa menjadi

pencetus penularan HIV, penggunaan jarum suntik yang bergantian pada remaja

karena penyalahgunaan obat, transfusi darah yang memiliki resiko penularan

terbesar 90%, tranplatasi organ dan jaringan lain yang terinfeksi HIV. Virus juga

terkadang ditemukan dalam air liur, air mata, urine, secret bronkial yang belum

pernah dilaporkan. Selain itu HIV juga bisa ditularkan melalui ibu hamil secara
Intrauterine, Intrapartum, dan Postpartum (ASI) angka transmisi melalui ASI

dilaporkan lebih dari sepertiga (Kunoli, 2013)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan jika ndividu diduga mengalami

HIV adalah :

1. Hitung CD4

2. Muatan virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)

3. Hitung darah lengkap

4. Kimia darah

5. Urinalisis

6. Pemeriksaan infeksi menular seksual

7. Pemeriksaan hepatitis, TBC atau toksoplasmosis

8. Pemeriksaan sesnsivitas (misalnya, pemeriksaan HLA-B*5701) atau obat-

obatan yang resistan terhadap obat HIV yang spesifik)

9. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)

(RosdahI & Kowalski, 2015)

2.1.9 Penatalaksanaan

Menurut (Padila, 2012) terdapat 3 cara

1. Pengobatan suporatif dengan tujuan :

a. meningkatkan keadaan umum pasien

b. pemberian gizi yang sesuai

c. obat sistomatik dan vitamin

d. dukungan psikologis
2. Pengobatan infeksi oportunistik dengan infeksi:

a. kandidias esophagus

b. tuberculosis

c. toksoplasmosis

d. herpes

e. PCP (Pneuomocystis pneumonia)

f. Pengobatan yang terkait AIDS, Limfoma malignum, sarcoma Kaposi

dan sarcoma servik, disesuaikan dengan standar terapi penyakit

kanker. dan diberikan terapi :

a) Flikonasol

b) Rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid, stremptomisin

c) Pirimetamin, sulfadiazine, asam folat

d) Asiklovir

e) Kotrimokazol

3. pengobatan anti retro virus (ARV) dengan tujuan

a. mengurangi kematian dan kesakitan

b. HIVmenurunkan jumlah virus

c. meningkatkan kekebalan tubuh

d. mengurangi resiko penularan


BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
Gangguan Konsep diri Akibat Komplikasi HIV/AIDS

3.1 PENGKAJIAN
I. DATA DEMOGRAFI
1. Biodata
Nama : sebagai indentitas
Umur : Infeksi HIV lebih banyak terjadi pada umur
20-44 tahun hal ini disebabkan karena lebih
mungkin banyak melakukan perilaku seks
tidak aman yag berisiko terhadap penularan
HIV
Jenis Kelamin :
Alamat, no telp. :
Suku/Bangsa :
Pekerjaan :
Diagnosa Medis :
No. Medical Record :
Tanggal masuk :
Tanggal Pengkajian :

II. KELUHAN UTAMA :


Keluhan Utama: Pada keluhan utama ini yang ditanyakan keluhan atau
gejala apa yang menyebabkan pasien berobat yang dilakukan pada saat awal
pengkajian. Penderita biasanya datang dengan keluhan demam kronik, keringat
malam hari, lemah, ada nyeri telan (Padila, 2012).
III. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien biasanya merasakan sariawan yang tak kunjung sembuh, demam
berkepanjangan, diare kronik. Khusus tentang data nyeri gunakan sistem
PQRS, yaitu :
P : provokatif /paliatif, yaitu apa penyebab dari nyeri, yang memicu
munculnya nyeri, mengurangi nyeri ?
Q : quality, yaitu bagaimana rasa nyeri yang dirasakan ?
R : region, yaitu pada bagian mana nyeri itu muncul, apakah menyebar ?
S : severity, yaitu bagaimana intensitas nyeri jika menggunakan skala 1-10
dan bagaimana pengaruh nyeri pada aktivitas sehari-hari ?
T : timing, yaitu kapan nyeri terjadi (pagi, siang malam), berapa lama
terjadinya, bertahap atau tiba-tiba ?
2. Riwayat Kesehatan Lalu
Pada klien HIV/AIDS sering diketahui dengan riwayat bergonta-ganti
pasangan maupun jarum suntik, transfusi darah yang mengandung virus HIV
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada pengumpulan data riwayat kesehatan keluarga dikaji bagaimana
riwayat kesehatan yang dimiliki pada salah satu anggota keluarga, apakah
ada yang menderita penyakit yang sama dengan klien atau mempunyai
penyakit degenerative lainnya. Penyakit HIV/AIDS bukan penyakit
keturunan, tetapi bisa saja salah satu dari anggota klien yang menderita
penyakit HIV/AIDS kemudian tanpa sengaja menularkan melalui cairan
yang keluar dari anggota tubuh keluarga yang menderita tersebut.

IV. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Pola Persepsi Manajemen Kesehatan
Sebelum MRS : pada klien HIV masih mampu dalam melakukan
personal hygience dan mengatur kebiasaan sehari-hari.
Saat MRS : Biasanya pada klien HIV/ AIDS akan mengalami
perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan
mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang
lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
2. Pola Nutrisi Metabolik

Sebelum MRS : klien mengalami nyeri telan, penurunan nafsu

makan, mual, muntah.

Saat MRS : Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami

penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien

akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka

waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB).

3. Pola Eliminasi

Sebelum MRS : pada klien mengalami diare, BAK 7-8x sehari

Saat MRS : Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai

mucus berdarah, BAK 6-7x sehari

4. Pola Latihan Aktivitas dan Olahraga

Sebelum MRS : klien mudah lelah, toleransi terhadap aktivitas

berkurang, progresi kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.

Saat MRS : Biasanya pada klien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan

mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan

aktifitasnya seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri dari

lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait

penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.

5. Pola Kognitif Perseptual

Sebelum MRS : pada klien biasanya mengalami perubahan status

mental, penurunan daya ingat.


Saat MRS : Pada klien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan

pengecapan dan gangguan penglihatan. Klien juga biasanya mengalami

penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon

verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami

halusinasi.

6. Pola Istirahat dan Tidur

Sebelum MRS : pada klien biasanya tidur malam 7-8 jam dan tidur

siang selama 1-2 jam.

Saat MRS : Biasanya klien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan

tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam daan

keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh

perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit.

7. Pola Konsep Diri dan Presepsi Diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga

diri, peran, identitas, dan ide diri sendiri. Pada klien HIV/AIDS terjadi

banyak perubahan dalam diri nya, HIV/AIDS mempengaruhi kehidupan

pribadi, sosial, belajar, karir dan kehidupan keluarga. Apabila klien

dengan HIV/AIDS kurang mendapat dukungan dari keluarga, teman

maupun lingkungan sekitar dapat membuat klien memiliki persepsi

negatif hingga berakibat terganggunya perkembangan konsep diri.


8. Pola Peran Hubungan

Sebelum MRS : pada klien HIV sebelum MRS peran dalam keluarga

tidak mengganggu hubungan interpersonal

Saat MRS : Biasanya pada klien HIV/AIDS akan terjadi perubahan

peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien

merasa malu atau harga diri rendah.

9. Pola Produksi Seksual

Sebelum MRS : riwayat perilaku berisiko tinggi yaitu hubungan

seksual dengan pasangan positif HIV, pasangan seksual multipel,

aktivitas seksual yang tidak terlindung, dan seks anal. Menurunnya

libido, terlalu sakit untuk melakukan hubungan seksual, dan penggunaan

kondom yang tidak konsisten.

Saat MRS : Pada klien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya

terganggu karean penyebab utama penularan penyakit adalah melalui

hubungan seksual.

10. Pola Koping Stress

Menggambarkan kemampuan untuk mengalami stress dan penggunaan

system pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stress, interaksi

dengan orang terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang

biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.


11. Pola Keyakinan dan Nilai

Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan, termasuk

spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan pasien dalam melaksanakan

agama yang dipeluk dan konsekuensinya.

V. PEMERIKSAAN FISIK

1. Penampilan umum klien

Keadaan umum pada klien HIV/AIDS akan menunjukan keadaan kurang

baik karena mengalami penurunan berat badan, diare kronik, demam

berkepanjangan (Nurarif & Kusuma, 2015).

2. Tanda – tanda vital

Tabel 2.1 pemeriksaan tanda-tanda vital normal

Pada usia >18 tahun rata-rata


Tekanan Darah
120/80 mmHg
Nadi 60-100x/menit
Pernapasan 12-20x/menit
Suhu 360C -380C

Sumber: (Potter & Perry, 2010)

Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan pernapasan meningkat

(tachypneu), hipertensi atau hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif

(Prabowo, 2014).

3. Sistem Pernafasan

Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung

Leher : kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi

jamur criptococus neofarmns)


Dada : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai

dengan TB napas pendek (kusmaul)

4. Sistem Kardiovaskuler

Konjungtiva mata : ditemukan konjungtiva anemis

Suara jantung : tidak ada bunyi abnormal

Capillary retilling time : > 2 detik

Edema : adanya edema perifer

5. Sistem Pencernaan

Bibir : terlihat kering, pucat

Mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak

putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis

Abdomen : bising usus menigkat

Anus : meradang gatal dan terdapat bintik

Kemampuan BAB : adanya gangguan BAB seperti diare kronik,

inkontinensia, perut kram

7. Sistem Indera

a. Mata

a) Sklera : tidak ikterik

b) Kelopak mata, bulu mata, alis, lipatan epikantus dengan ujung

mata: biasanya tidak ditemukan gangguan

c) Visus : normal

d) Lapang pandang : normal

b. Hidung : penciuman kurang baik


c. Telinga : fungsi pendengaran kesan baik, kurang dalam perawatan

telinga

8. Sistem saraf

Kesadaran : composmentis

GCS : E: 4 V: 5 M: 6 Total 15

Pupil mata : pupil isokor, reflek pupil terganggu

9. Sistem muskuloskeletal

Kepala : bentuk tidak simetris

Tulang belakang : tidak ditemukan scoliosis, kifosis, ROM pasif

klien malas bergerak, aktifitas utama klien adalah berbaring ditempat

tidur.

Ekstremitas atas : biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot

menurun, akral dingin.

Ekstremitas bawah : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot

menurun, akral dingin

10. Sistem Integumen

Rambut : tidak terawat, bau, kusam

Kulit : kering, terdapat lesi, gatal, turgor jelek,

Kuku : CRT > 2 detik, kemerahan pada daerah perianal

11. Sistem Perkemihan

Produksi urin : terjadi oliguria dan anuria

Frekuensi berkemih : 200-240ml/24 jam

Warna : kuning pekat


12. Sistem Reproduksi

Gejala yang timbul klien dengan HIV/AIDS yaitu menurunnya libido dan

herpes genetalia. Tinjau riwayat menstruasi termasuk usia menarch,

frekuensi dan durasi siklus mestruasi, adanya dismenorea, nyeri pinggul,

dalam dua periode haid terakhir, dan gejala sebelum menstruasi.

13. Sistem Immun

Pada klien HIV akan lebih mungkin untuk terkena infeksi lain atau

kanker terkait infeksi. Infeksi oportunistik atau kanker ini memanfaatkan

sistem tubuh yang sangat lemah. Hal ini menjadi penanda bahwa

seseorang tersebut mengidap AIDS, yaitu tahap terakhir infeksi HIV.

VI. TEST DIAGNOSTIK

Pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan jika ndividu diduga mengalami

HIV adalah :

1. Hitung CD4

2. Muatan virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)

3. Hitung darah lengkap

4. Kimia darah

5. Urinalisis

6. Pemeriksaan infeksi menular seksual

7. Pemeriksaan hepatitis, TBC atau toksoplasmosis

8. Pemeriksaan sesnsivitas (misalnya, pemeriksaan HLA-B*5701) atau obat-

obatan yang resistan terhadap obat HIV yang spesifik)

9. ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay)


(RosdahI & Kowalski, 2015)

VII.TERAPI

Menurut (Padila, 2012) terdapat 3 cara

1. Pengobatan suporatif dengan tujuan :

a. Meningkatkan keadaan umum pasien

b. Pemberian gizi yang sesuai

c. Obat sistomatik dan vitamin

d. Dukungan psikologis

2. Pengobatan infeksi oportunistik dengan infeksi:

a. kandidias esophagus

b. tuberculosis

c. toksoplasmosis

d. herpes

e. PCP (Pneuomocystis pneumonia)

f. Pengobatan yang terkait AIDS, Limfoma malignum, sarcoma Kaposi

dan sarkoma servik, disesuaikan dengan standar terapi penyakit

kanker. dan diberikan terapi :

a) Flikonasol

b) rifampisin, INH, Etambutol, pirazinamid, stremptomisin

c) pirimetamin, sulfadiazine, asam folat

d) asiklovir

e) kotrimokazol

g. pengobatan anti retro virus (ARV) dengan tujuan


e. mengurangi kematian dan kesakitan

f. HIVmenurunkan jumlah virus

g. meningkatkan kekebalan tubuh

h. mengurangi resiko penularan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kesulitan mengunyah dan menelan, kehilangan nafsu makan, lesi

oral dan esofagus.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan umum

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman konsep diri

4. Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan ditolak akibat perubahan

status kesehatan

3.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN

1. Diagnosa Keperawatan 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan mengunyah dan menelan,

kehilangan nafsu makan, lesi oral dan esofagus.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi 3 x 24 jam,

diharapkan klien mampu untuk memenuhi kebutuhan metabolik.

Kriteria hasil :

1. Adanya peningkatan berat badan yang sesuai

2. Menunjukan tingkat energi biasanya

3. Tidak ada tanda-tanda malnutrsisi

4. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan


5. Klien mampu makan secara mandiri tanpa ada dorongan

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien & keluarga klien

Rasional : memudahkan klien dalam menggali informasi dari klien &

keluarga klien

2. Kaji status nutrisi klien

Rasional : memudahkan klien dalam menemukan nutrisi yang

dibutuhkan

3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang klien butuhkan

Rasional : klien mengetahui kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan

4. Monitor berat badan klien

Rasional : mengetahui perubahan nutrisi klien

5. Anjurkan klien makan sedikit tapi sering

Rasional : dapat meningkatkan nafsu makan

6. Libatkan keluarga dalam pemberian nutrisi untuk klien

Rasional : keluarga membantu klien dalam pemenuhan nutrisi

7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat untuk

klien

Rasional : diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien

8. Kolaborasi dengan dokter untuk memonitor hasil lab seperti glukosa,

elektrolit, albumin, hemoglobin

Rasional : memonitor status nutrisi


2. Diagnosa Keperawatan 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelelahan, kelemahan

Tujuan : setelah diberikan intervensi keperawatan 3 x 24

jam, diharapkan klien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara

mandiri / dibantu.

Kriteria hasil :

1. Tanda-tanda vital dalam rentan normal

2. Menyatakan mengerti tentang kebutuhannya untuk meningkatkan

aktivitas secara bertahap

3. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

Intervensi :

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien & keluarga klien

Rasional : memudahkan perawat dalam menggali informasi dari klien

& keluarga klien

2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

rasional : untuk mengetahui penyebab kelemahan pada klien

3. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan

Rasional : memudahkan klien dalam memilih aktivitas yang bisa

dilakukan

4. Bantu fasilitasi aktivitas klien dengan alat bantu

Rasional : membantu aktivitas klien

5. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual


Rasional : mengetahui perkembangan aktivitas

6. Beri pemahaman pada klien tentang faktor-faktor yang dapat

menurunkan toleransi latihan klien

Rasional : membantu meningkatkan aktivitas

7. Libatkan keluarga untuk membantu klien dalam meningkatkan

aktivitas klien

Rasional : agar klien atau keluarga klien tidak bergantung kepada

perawat

8. kolaborasi dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan

program terapi yang tepat

rasional : mempercepat proses kesembuhan klien

3. Diagnosa Keperawatan 3 : Ansietas berhubungan dengan ancaman

konsep diri

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

3x24 jam ansietas berkurang atau terkontrol

Kriteria Hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda ansietas (misal: gemetar, pucat, dan wajah

tegang)

2. Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai

pengobatan dan perawatan dirinya

3. Mengidentifikasi dan menggunakan individu pendukung (misal:

pasangan, orang tua)

4. Mengungkapkan rasa penerimaan terhadap situasi


Intervensi :

1. Kaji pemahaman mengenai HIV/AIDS serta penanganannya

Rasional: membantu perawat merencanakan penyuluhan yang

disesuaikan dan memperbaiki konsep yang salah mengenai infeksi

HIV/AIDS serta penangananya

2. Kaji status emosi dan sistem dukungan

Rasional: mengetahui bagaimana klien menghadapi HIV/AIDS serta

adakah dukungan yang adekuat dari orang sekitar

3. Anjurkan klien penggunaan strategi untuk mengurangi stress yang

sebelumnya bermanfaat

Rasional: menghindari dampak negatif stress pada sistem imun dan

mencegah perkembangan potensial penyakit

4. Jelaskan tentang obat, dampak HIV/AIDS serta penanganannya

Rasional: memberian informasi pada klien sebagai bahan rujukan

4. Diagnosa Keperawatan 4 : Isolasi sosial berhubungan dengan

perasaan ditolak akibat perubahan status kesehatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 3x24 jam, isolasi sosial dapat teratasi.

Kriteria Hasil : Klien menunjukkan peningkatan

perasaan harga diri.


Intervensi :

1.   Tentukan persepsi pasien tentang situasi

Rasional : Isolasi sebagian dapat mempengaruhi diri saat pasien

takut penolakan / reaksi orang lain

2. Batasi / hindari penggunaan masker, baju dan sarung tangan jika

memungkinkan mis: jika berbicara dengan pasien

Rasional :   Mengurangi perasaan pasien akan isolasi fisik dan

menciptakan hubungan sosial yang positif yang dapat meningkatkan

rasa percaya diri

3. Dorong kunjungan terbuka, hubungan telepon dan aktivitas sosial

dalam tingkat yang memungkinkan

Rasional :  Partisipasi orang lain dapat meningkatkan rasa

kebersamaan

4. Dorong adanya hubungan yang aktif dengan orang terdekat

Rasional :  Membantu menetapkan partisipasi pada hubungan sosial

dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke

status kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Fase implementasi ini dimulai ketika perawat menempatkan

intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik mengenai


efeknya. Umpan balik yang kembali muncul dalam bentuk observasi dan

komunikasi, serta memberi data untuk mengevaluasi hasil investasi keperawatan.

Selama tahap implementasi, keamanan dan kenyamanan psikologi pasien terkait

dengan asuhan traumatik tetap harus diperhatikan (Evania, 2013)

3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi berada di tahap terakhir proses keperawatan, tetapi sejatinya,

evaluasi berlangsung terus menerus tanpa henti dari awal sampai akhir. Tahap

evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang

kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainya. Evaluasi

dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan

yang telah ditentukan, serta untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Evania, 2013).


DAFTAR PUSTAKA
Naskah Skenario
Asuhan Keperawatan Pada Klien
Gangguan Konsep diri Akibat Komplikasi HIV/AIDS
Pemain Peran
Pasien :

Keluarga :

Perawat :

Asisten Perawat :

Dokumentasi :

Prolog
Ny. Z umur 35 tahun, status menikah dirawat di RS. Hermina dengan
diagnosa medis HIV/AIDS. Saat pengkajian, ditemukan keluhan utama pasien
lemas.

Take 1 (Perawat melakukan BHSP)


Sejak di diagnosa HIV/AIDS, Ny. Z merasa hidupnya sudah tidak berguna.
Ny. Z menganggap bahwa penyakitnya adalah penyakit keji dan hanya diderita
oleh orang orang yang sering berbuat zina. Keluarga pasien mengatakan
semenjak di diagnosa HIV/AIDS, Ny.Z dikeluarkan dari pekerjaannya sebagai
guru TK. Saat di rumah, Ny Z sering mengurung diri di dalam kamar dan
beberapa kali Ny.Z berniat untuk mengakhiri hidupnya, akan tetapi berhasil
dipatahkan oleh anaknya. Ny.Z beranggapan bahwa penyakitnya tidak ada
obatnya dan berujung pada kematian. Beberapa kali perawat menemukan Ny.Z
sering melamun dan menangis merenungi penyakitnya.

Take 2 (Perawat melakukan pemeriksaan fisik per sistem pada tubuh


pasien)
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran composmentis,
TD 150/90 mmHg, nadi 103x/ menit, respiratory 25x/ menit, suhu 39oC.
Ditemukan adanya pernapasan cuping hidung, napas pendek (cusmaul), dan
terdapat nyeri dada. Pada pemeriksaan konjungtiva mata ditemukan konjungtiva
anemis, CRT > 2 detik dan adanya edema perifer. Bibir pasien tampak kering
dan pucat . Terdapat bercak-bercak putih seperti krim (kandidiasis) di mulut.
Pada pemeriksaan abdomen, ditemukan kram pada abdomen, bising usus
menigkat. Terdapat peradangan pada anus akibat diare. Pada pemeriksaan sistem
muskuluskeletal, terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun dan akral dingin.
Pada pemeriksaan sistem indera, ditemukan kemampuan penciuman pasien
kurang baik, pupil isokor, refleks pupil terganggu, kulit kering, terdapat lesi,
gatal, dan turgor kulit jelek. Pada pemeriksaan sistem perkemihan, ditemukan
produksi urin sedikit (oliguria) dengan volume 200-240ml/24 jam, warna kuning
pekat, sering berkemih pada malam hari disertai nyeri.
Pasien mengalami nyeri telan, terdapat sariawan yang tak kunjung sembuh,
demam terus menerus, dan memiliki riwayat diare kronik. Saat ini, pasien
mengeluh batuk berdahak yang tak kunjung sembuh ±3 bulan. Pasien
mengatakan belum pernah melakukan pengobatan atas penyakitnya. Keluarga
pasien mengatakan, pasien sering berkeringat berlebihan dimalam hari, terjadi
mual, muntah dan penurunan nafsu makan. Keluarga pasien mengatakan bahwa
suami pasien adalah seorang TKI dan baru pulang ke Indonesia sejak 3 tahun
yang lalu.

Take 3 (Perumusan diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan)


Dari hasil pengkajian perawat, di dapatkan diagnosa keperawatan ansietas
berhubungan dengan ancaman konsep diri dan Isolasi sosial berhubungan
dengan perasaan ditolak akibat perubahan status kesehatan.
Selanjutnya, perawat melakukan tindakan keperawatan yaitu memberikan
motivasi kepada pasien terkait perubahan status kesehatan yang dialami.
Memberikan pendidikan kesehatan pada paien dan keluarga terkait penyakit
HIV/AIDS: penyebab, tanda dan gejala, cara penularan, komplikasi penyakit.

Take 4 (Perawat meninggalkan ruangan)

Anda mungkin juga menyukai