DOSEN PENGAMPU:
Veronika Nugraheni Sri L.
NAMA KELOMPOK :
1. Hadyan Putra (2018335002)
2. Ahmad Maftuhan (2017330011)
3. Eka Mayasari (2018335009)
4. Humarotul Sa’diyah (2018335010)
5. Feilie (2018335003)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Perekonomian Indonesia.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kelompok 3
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Pembuatan Makalah..............................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Permasalahan Pokok..........................................................................................6
2.2 Konsep dan Definisi...........................................................................................8
2.3 Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan...................................................8
2.4 Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan..........................................13
2.5 Penemuan Empiris...........................................................................................15
2.6 Kebijakan Anti Kemiskinan.............................................................................21
BAB III PENUTUP..................................................................................................
3.1 KESIMPULAN................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia dikenal sebagai Negara agraris, atau yang biasa dikenal
sebagai Negara yang sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang
pertanian. Dalam Pembukaan UUD 1945 mengamanatkan pemerintah Indonesia
agar memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Namun dalam kenyataannya pemerintah tidak mempunyai kepekaan yang serius
terhadap kaum miskin.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang mendunia dan
hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat
laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya
dialami oleh negara-negara berkembang melainkan juga negara maju seperti
Inggris dan Amerika Serikat.
Jika kita lihat dari dampak yang ditimbulkan oleh korupsi ini, hampir
semua lapisan masyarakat merasakannya. Bagi kalangan pengusaha korupsi
menyebabkan persaingan yang tidak kompetitif antar pengusaha karena semua
proses harus melalui uang pelicin dan memerlukan waktu yang lama. Bagi
masyarakat bawah korupsi justru menimbulkan biaya hidup yang lebih tinggi,
harga-harga menjadi mahal akhirnya muncul banyak pengemis. Pengangguran,
pemerasan, hingga pembunuhan yang sumber utamanya adalah uang, hanya
dengan satu alasan untuk hidup dan munculnya Undang-Undang Korupsi dan
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi bisa dijalankan dengan baik.
Namun pada kenyataannya kinerja KPK ini belum memuaskan hati publik,
karena banyak kasus korupsi yang penanganannya belum tuntas. Diantaranya
kasus korupsi pajak dan kasus yang dialami dari beberapa anggota Partai
Demokrat belakangan ini.
Pada hal ini penyusun mencoba memaparkan kemiskinan di Negara
Indonesia. Kemiskinan merupakan hal yang kompleks kerana menyangkut
berbagai macam aspek seperti hak untuk terpenuhinya pangan, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Agar kemiskinan di Indonesia dapat
4
menurun diperlukan dukungan dan kerja sama dari pihak masyarakat dan
keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Kemiskinan merupakan masalah multidimensi dan lintas sektor yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat
pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi,
geografis, gender, dan kondisi lingkungan.
Bila kita melihat sebenarnya kesejahteraan itu milik pemerintah, atau para
pegawai negeri. Dan orang – orang yang bergerak dalam organisasi pemerintah
tingkat atas. Dan sebagian besar juga bagi para pengusaha – pengusaha yang
ruang lingkupnya besar. Golongan orang-orang kelas atas inilah yang akan selalu
menjadi penguasa, dan monopoli terhadap golongan kelas menengah ke bawah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
indonesia. Pembangunan pada saat itu juga hanya terpusatkan di sektor-sektor
tertentu sajayang secara potensial memiliki kemampuan basar untuk
menghasilkan NTB yang tinggi, mereka percaya bahwa nantinya hasil dari
pembanguan itu akan ‘menetes’ ke sektor-sektor dan wilayah indonesia lainnya.
7
membesarrr; bahkan menjadi jauh lebih buruk dibaandingkan dengan kondisinya
sebelum krisis.
Besarnya kemiskinan dapat di ukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis
kemiskinan. Konsep yang mengacu pada garis kemiskinan disebut kemiskinan
relatif , sedangkan konsep yang pengukurannya tidak di dasarkan pada garis
kemiskinan disebut kemiskinan absolut. Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran
mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat di
definisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang
dimaksud. Di negara-negara maju (DCs), kemiskinan relatif di ukur sebagai suatu
proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relatif ,
kemiskinan relatif dapat berbeda menurut negara atau priode di dalam suatu
negara. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana
kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi. Ini
adalah suatu ukuran tetap (tidak berubah) di dalam bentuk suatu kebutuhan kalori
minimum di tambah komponen-komponen nonmakanan yang juga sangat
diperlukan untuk bertahan hidup. Walaupun kemiskinan absolut sering juga
disebut kemiskinan ekstrem, tetapi maksud dari yang terakhir ini bisa bervariasi,
tergantung pada interprestasi setempat atau kalkulasi.
8
menujukkan bahwa setelah sempat turun dan stabil selama 1970-an dan 1980-an
pada saat negara-negara itu mengalami laju pertumbuhan ekonomi rata-rata per
tahun yang tinggi., pada awal tahun 1990-an ketimpangan dalam distribusi
pendapatan di negara-negara tersebut mulai membesar kembali. Hal ini tidak
hanya terjadi di LDC, tetapi juga di DCs. Studi-studi dari Jantti (1997)
dan mule (1998) memperlihatkan bahwa perkembangan ketimpangan dalam
pembagian PN antara kelompok kaya dengan kelompok miskin di Sweden,
Inggris, AS , dan beberapa negara lainnya di Eropa Barat menujukkan suatu tren
yang meningkat selama 1970-an dan 1980-an. Misalnya, Jantti (1997) di dalam
studinya membuat suatu kesimpulan bahwa semakin membesarnya ketimpangan
dalam distribusi pendapatan di negara-negara tersebut disebabkan oleh
pergeseran-pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan
kebijakan-kebijakan publik. Dalam hal perubahan pasar buruh, membesarnya
kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya saham
pendapatan dari istri di dalam total pendapatan keluarga merupakan dua faktor
penyebab penting.
9
2. Hubungan Antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan pendapatan per kapita dan
tingkat kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan ekonomi dengan
ketimpangan dalam distribusi pendapatan seperti yang telah di bahas di atas.
Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal dari proses pembangunan, tingkat
kemiskinan cenderung meningkat,dan pada saat mendekati tahap akhir dari
pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Tentu seperti
telah dikatakan sebelumnya, banyak faktor-faktor lain selain pertumbahan
pendapatan yang juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di suatu
wilayah/negara,seperti derajat pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.
l = g + bd
(3.2)
10
Sudah cukup banyak studi empiris dengan pendekatan analisis lintas negara
yang menguji relasi antaram pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan , dan hasilnya
menujukkan bahwa memang ada suatu korelasi yang kuat antara kedua variabel
ekonomi makro tersebut. Akhir-akhir ini juga cukup banyak studi yang mencoba
membuktikan adanya pengaruh dari pertumbuhan output sektoral terhadap
pengurangan jumlah orang miskin. Dalam kata lain, kemiskinan tidak hanya
bekorelasi dengan pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN,tetapi juga
dengan pertumbuhan output di sektor-sektor ekonomi secara individu. Misalnya
studi dari Ravallion dan Datt (1996) dengan memakai data dari India menemukan
bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer , khususnya pertanian, jauh
lebih efekti terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan sektor-sektor sekunder.
Sektor-sektor terakhir ini tidak punya efek yang berarti terhadap penurunan
kemiskinan di pedesaan maupun perkotaan. Kakwani (2001) juga melaporkan
hasil yang sama dari penelitiannya untuk kasus Filipina. Dikatakan didalam
studinya bahwa sementara peningkatan 1% output di sektor pertanian mengurangi
jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan sedikit di atas 1%, presentase
pertumbuhan yang sama dari output di sektor industri dan di sektor jasa hanya
mengakibatkan pengurangan kemiskinan antara seperempat hingga seper tiga
persen.
Dari hasil penemuan di atas mengatakan bahwa sektor pertanian sangat efektif
untuk mengurangi kemiskinan di LDCs. Bahkan hal ini dinyatakan dengan jelas
oleh mellor (2000) akan tetapi bnyak peneliti-peneliti lain tidak sependapat
dengan pandangan menurut mellor di antaranya seperti Hasan dan Quibria
(2002) pernyataan mereka telah didukung oleh studi dari ADB (1997) mengenai
negara-negara indusrti baru di Asia Tenggara (NICs), seperti korea selatan,
taiwan, dan singapura, yang hasil studinya menunjukan bahwa
pertumbuhan output di sektor industri manufaktur mempunyai dampak positif
yang sangat besar terhadap peningkatan kesempatan kerja dan penurunan
kemiskinan.
11
Hasan dan Quibria (2002) juga melakukan studi untuk menguji secara
empiris dampak dari pola pertumbuhan output menurut sektor terhadap penurunan
kemiskinan dengan menggunakan data planel dari 45 negara di Asia timur dan
Selatan, Amerika Latin, dan karibian, serta Afrika sub-sahara. Model yang
digunakan untuk mengestimasi pengaruh dari pertumbuhan PDB terhadap tingkat
kemiskinan pada prinsipnya sama seperti persamaan (3.3). sedangkan untuk
mengukur relasi antara kemiskinan dan pertumbuhan sektoral, mereka
mengestimasi persamaan berikut ini.
Dari mana P adalah kemiskinan yang didefinisikan sebagai suatu fraksi dari
jumlah populasi dengan pengeluaran konsumsi di bawah suatu tingkat
pengeluaran minimum yg telah di tetapkan sebelumnya,atau garis kemiskinan; Y
mewakili tingkat output per kapita di tiga sektor: pertanian, industri
pengolahan,dan jasa; sedangkan u dan R adalah term kesalahan.
Secara garis besar disini dapat di lihat di gambar 3.2, plot antara data PN per
kapita dan data presentase dari jumlah populasiyang hidup di bawah garis
kemiskinan dari negara-negara yg di teliti memberi kesan yang kuat bahwa ada
suatu korelasi negatif antara tingkat pendapatan dan kemiskinan: semakin tinggi
tingkat pendapatan per kapita, semakin rendah tingkat kemiskinan ; atau dalam
perkataan lain , negara-negara dengan tingkat PN per kapita yang lebih tinggi
cenderung mempunyai tingkat kemiskinan yang lebih rendah dibandingkan
negara-negara yang tingkat PN per kapitanya lebih rendah.
12
terjadi akibat pertumbuhan ekonomi tanpa mempengaruhi distribusi pendapatan di
sejumlah negara di Asia Timur dan Asia Tenggara. Dengan memakai indeks ini,
mereka menemukan bahwa selama periode 90-an, pertumbuhan ekonomi di korea
selatan lebih prokemiskinan secara signifikan dari pada pertumbuhan di Thailand
dan Lao PDR. Hasil studi mereka jugs menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi
di pedesaan lebih prokemiskinan daripada pertumbuhan ekonomi di perkotaan.
Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0: kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1:
ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan, artinya satu orang
(atau satu kelompok pendapatan) di suatu negara menikmati semua pendapatan
negara tersebut.
Ide dasar dari perhitungan koefisien Gini berasal dari kurva Lorenz. Koefisien
Gini adalah rasio: (a) daerah di dalam grafik tersebut yang terletak di antara kurva
Lorenz dan garis kemerataan sempurna (yang membentuk sudut 45 drajat dari
titik 0 dari sumbu Y dan X) terhadab (b) daerah segi tiga antara garis kemerataan
tersebut dan sumbu Y dan X. Semakin tinggi nilai raio Gini, yakni mendekati 1
13
atau semakin menjauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar
tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Selain tiga alat ukur tsb, ada cara pengukuran lainnya yang juga umum di
gunakan terutama oleh Bank Dunia, adalah dengan cara jumlah penduduk
dikelompokan menjadi tiga grup: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40%
penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan
tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidakmerataan pendapatan diukur
berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan
rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi
pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% dari penduduk berpendapatan rendah
menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketida merataan
sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah
pendapatan; sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut
menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
14
Adanya dua indikator tersebut (selain rasio H) adalah untuk mengkompensasi
kelemahan dari rasio H yang tidak bisa menjelaskan tingkat keparahan
kemiskinan disuatu negara. Selain itu, para peneliti kemiskinan sudah lama
tertarik pada dua faktor lain, yaitu rata-rata besarnya kekurangan pendapatan
orang miskin dan besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang
miskin. Dengan asumsi bahwa faktor-faktor lain tidak berubah, tambah tinggi
rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, tambah besar gap
pendapatan antar orang miskin, dan kemiskinan akan tambah besar.
S = H [ I + (1-1) Gini ]
Dimana I adalah jumlah rata-rata defisit pendapatan dari orang miskin sebagai
suatu presentase dari garis kemiskinan, dan koefisien Gini yang mengukur
ketimpangan antara orang miskin. Apbila salah satu dari faktor-faktor tsb naik,
tingkat kemiskinan bertambah besar (yang di ukur dengan S).
1. Distribusi Pendapatan
15
pendapatannya rendah tidak selalu berarti jumlah konsumsinya juga rendah.
Banyak rumah tangga menggunakan kredit Bank untuk membiayai pengeluaran
konsumsi tertentu, misalnya untuk beli rumah dan mobil, dan untuk membiayai
sekolah anak atau bahkan untuk liburan.
1. Akibat arus penduduk / L dari pedesaan ke perkotaan yang selama orde baru
berlangsung sangat pesat. Sesuai teori A. Lewis (1954), perpindahan orang
dari pedesaan ke perkotaan memberi suatu dampak positif terhadap
perekonomian di pedesaan: kesempatan kerja produktif , tingkat produktivitas
dan pendapatan rata-rata masyarakat di pedesaan meningkat. Sedangkan
ekonomi perkotaan pada suatu saat akhirnya tidak mampu menmpung suplai L
yang meningkat terus setiap tahunnya, yang sebagian besar adalah pendatang
dari pedesaan, yang akhirnya berakibat pada peningkatan pengangguran, di
satu pihak, dan menurunnya laju pertumbuhan tingkat upah / gaji, di pihak
lain.
16
a. Semakin banyak kegiatan-kegiatan ekonomi di pedesaan di luar sektor
pertanian,seperti industri manufaktur ( kebanyakan dalam skala kecil,atau
industri rumah tangga,perdagangan,perbengkelan dan jasa lainnya,serta
bangunan ). Difersivikasi ekonomi pedesaan ini tentu menambah jumlah
kesempatan kerja di pedesaan dan juga menambah pendapatan petani;
Selain studi di atas,studi dari BPS dkk.( 2001 ) juga menarik untuk secara
garis besar disini. Mereka menganalisis perbedaan dalam keseenjangan
pendapatan antara kelompok berpendapatan tinggi dan kelompok pendapatan
rendah di pedesaan dan perkotaan,koefisien G gini secara terpisah untuk keempat
kelompok tersebut. Hasilnya disajikan di gambar 3.6, yang menunjukan bahwa
kesenjangan pendapatan di dalam masyarakat yang tidak miskin lebih besar dari
pada di dalam masyarakat miskin karna karna kelompok tidak miskin tersebut
mencakup juga kelompok yang sangat kaya,dan oleh sebab itu perpedaan di
perkotaan juga lebih besar dibandingkan di pedesaan. Kesimpulan dari gambar 3.6
adalah bahwa krisis ekonomi berdampak lebih besar dari masyarakat kaya
dibandingkan pada masyarakat miskin.
17
Sehingga, rasio W di pedesaan terhadap W di perkotaan mengalami
peningkatan dari sekitar 57% tahun 1990 ke 65% tahun 1997; walaupun masih
lebih rendah dibandingkan rasio pada tahun 1986 (tabel 3.4). selain peningkatan
W, menurunnya ketimpangan pendapatan di pedesaan relatif terhadap
ketimpangan di perkotaan juga di pengarui oleh factor-faktor lain seperti
perbedaan inflansi antara perkotaan dan pedesaan ,serta mobilisasi pekerja baik
antarsektor di pedesaan maupun antar perkotaan dan pedesaan.
Tabel 3.4
Menurut Aghion dkk (1999), didalam suatu ekonomi dimana pasar tidak
sempurna dan tingkat kekayaan serta kondisi SDM berbeda menuntut individu,
maka ada tiga alasan utama kenapa kesenjangan pendapatan mempunyai suatu
efek negatif yang langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, yakni kesenjangan :
(a) mengurangi kesempatan, (b) mengurangi insentif bagi peminjam dana, dan (c)
menciptakan ekonomi makro yang tidak stabil.
2. Kemiskinan
18
Kemiskinan bukan hanya masalah indonesia, tetapi merupakan masalah dunia.
Laporan dari bank dunia menunjukan bahwa tahun 1998 terdapat 1,2 miliar orang
miskin dari sekitar 5 miliarlebih jumlah penduduk di dunia. Sebagian besar berada
di Asiaselatan (43,5%) yang terkonsentrasi di india, Bangladesh, Nepal, Sri
Lanka, dan Pakistan. Afrika sub – Sahara merupakan wilayah kedua di dunia yg
padat orang miskin (24,3%). Di wilayah ini kemiskinan disebabkan karena iklim
dan kondisi tanah yang tidak mendukung kegiatan pertanian ( kering dan
gersang), pertikaian antar suku yg tidak ada henti-hentinya, manajemen ekonomi
makro yang buruk dan pemerintahan yg bobrok. Wilayah ke tiga yg terdapat
orang miskin adalah Asia Tenggara dan pasifik (23,2%). Kemiskinan di Asia
Tenggara terutama terdapat di cina, laos, indonesia, vietnam, thailand, dan
kamboja. Sisanya terdapat di Amerika latin dan negara Karbia (6,5%), Eropa dan
Asia tengah (2,0%), serta timur tengah dan afrika utara (0,5%).
Dari laporan bank dunia tersebut juga dapat dilihat bahwa selama 1998, ada
dua wilayah yang terjadi pengurangan jumlah orang miskin, yakni Asia Tenggara
dan Pasifik, serta di Timur Tengah dan Afrika Utara. Sedangkan wilayah-wilayah
kemiskinan lainnya tidak ada perbaikan. Di Afrika Sub-Sahara, kemiskinan
bahkan bertambah. Ada dua hal menarik dari laporan Bank Dunia :
1. Berdasarkan garis kemiskinan 1,08 dolar AS per hari persentase populasi yang
hidup dibawah garis kemiskinan bervariasi menurut wilayah. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan antar wilayah tersebut dalam struktur dan
pertumbuhan ekonomi, keberadaann SDA, SDM, jumlah penduduk, kondisi
iklim, dan geografi.
19
berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan laju
pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita 1 hingga 1997.
Kalau dilihat data dari Asia dalam studinya Dealolikar dkk (2002),
kelihatannya memang ada perbedaan dalam persentase perubahan kemiskinan
antara kelompok negara dengan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
kelompok negara dengan pertumbuhan yang rendah.
20
mengalami suatu kenaikan dalam kemiskinan. Satu hal yang menarik dari
penelitian adalah bahwa ternyata pertanian adalah sektor dengan tingkat
kemiskinan terbesar dan juga dengan kontribusi terbesar terhadap peningkatan
kemiskinan di tanah air.
Y = Yp + Yi + Ys + Y(1-p-I-s)
Dimana Y adalah output agregat (PDB), dan Y (1-p-I-s) adalah output dari sektor-
sektor ekonomi lainnya. Berdasarkan persamaan (3,10), ia mengestimasi
persamaan berikut :
Dimana Sk (k=p,i,s) = saham output dari pertanian (p), industri pengolahan (i),
jasa (s), dalam pembentukan PDB; n = laju pertumbuhan populasi ; y adalah
pertumbuhan output sektoral rata-rata pertahun; r adalah laju pertumbuhan rata-
rata dari indeks harga konsumen (inflasi); dan dP adalah laju perubahan pertahun
dari the poverty headcount index (rasio H).
21
percepatan proses pembangunan,penyempurnaan distribusi pendapatan, dan
perubahan-perubahan sosial lainnya ( kesempatan kerja, pendidikan,kesehatan,
dan perumahan) sebagai tujuan terpenting dari suatu strategi pembangunan
internasional yang tepat.
Pada tahun 2000, Bank Dunia muncul dengan kerangka analisis yang baru
untuk memerangi kemiskinan yg dibangun diatas tiga pilar, yakni: pemberdayaan,
keamanan, dan kesempatan. Pemberdayaan adalah proses peningkatan kapasitas
dari penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga pemerintah yg
mempengaruhi kehidupan mereka, dengan memperkuat partisipasi didalam prose
politik dan pengambilan keputusan pada tingkat lokal. Keamanan adalah proteksi
bagi orang miskin terhadap goncangan yg merugikan, lewat manajemen yg lebih
baik dalam menangani goncangan ekonomi makro dan jg jaringan pengaman yg
lebih komprehensif. Sedangkan kesempatan adalah proses peningkatan akses dari
kaum miskin terhadap dua aset penting, yakni modal fisik dan modal manusia
( SDM) dan peningkatan tingkat dari pengembalian dari aset-aset tsb ( world
Bank,2000c).
22
dapat dibagi menurut waktu, yakni jangka pendek, jangka menengah, dan jangka
panjang. Intervensi jangka pendek seperti pembangunan sektor pertanian, usaha
kecil, dan ekonomi pedesaan. Intervensi lainnya yg bisa dimasukkan dalam
kategori intrervensi jangka pendek adalah manajemen lingkungan dan SDA. Hal
ini sangat penting karena hancrnya lingkungan dan habisnya SDA akan dengan
sendirinya menjadi faktor pengerem proses pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi, yg berarti juga sumber peningkatan kemiskinan. Pembangunan
transportasi, komuniasi, energi dan keuangan, dan proteksi sosial ( termasuk
sistem jaminan sosial ) juga merupakan intervensi jangka pendek yg sangat
penting.
2. Kerjasama regional
4. Desentralisasi
BAB III
23
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
24
Tambunan, T.H., Tulus, Dr., 2003. Perekonomian Indonesia Beberapa
Permasalahan Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia
https://www.academia.edu/36396724/Makalah_Perekonomian_Indonesia
25