DESKRIPSI KASUS
D. Nyeri
Nyeri merupakan pengalaman individual dan subjektif yang dapat
mempengaruhi orang di semua usia. Nyeri adalah fenomena kompleks
yang melibatkan banyak komponen dan dipengaruhi oleh banyak
faktor, misalnya kondisi pasca operasi (Kyle & Carman, 2015).
Timbulnya nyeri pasca operasi merupakan proses yang sangat
kompleks. Selama operasi mediator-mediator inflamasi dilepaskan,
yang meliputi histamin, leukotriene, prostaglandin, sitokin, bradikinin.
Mediator tersebut menimbulkan hyperalgesia di tempat luka dan
jaringan sekitarnya.
Faktor yang mempengaruhi nyeri diantaranya adalah usia,
perhatian, dan ansietas. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin
bertambah usia semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu
masalah yang diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk
mengatasinya. Kelompok usia anak-anak yang masih kecil memiliki
kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat
(Potter&Perry, 2006).
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor, 2011).
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan
upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun (Potter&Perry, 2008).
Oleh karena itu, manajemen nyeri adalah salah satu faktor penting
dalam merawat pasien anak yang telah menjalani pembedahan.
Penanggulangan nyeri secara nonfarmakologis perlu dilakukan oleh
perawat. Pada penelitian di lima rumah sakit China yang dilakukan
oleh He, Polkki, Pietila & Julkunen (2006) dengan memberikan
kuesioner kepada orang tua (n=206) yang anaknya menjalani operasi.
Orang tua merespon tinggi (88%) metode yang sering digunakan
adalah metode non farmakologis.
Bermain dapat digunakan sebagai media psikoterapi atau
pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan Terapi
Bermain (Tedjasaputra, 2007). Adapun tujuan bermain bagi anak di
rumah sakit adalah agar anak dapat melanjutkan fase tumbuh
kembang secara optimal, mengembangkan kreativitas anak sehingga
anak dapat berdaptasi lebih efektif terhadap stress. Terapi bermain
dapat membantu anak menguasai kecemasan dan konflik karena
mengurangi ketegangan dalam permaina, juga untuk memberikan
pengalihan dan menimbulkan relaksasi. Hampir semua bentuk
permainan dapat digunakan untuk pengalihan dan relaksasi, tetapi
aktivitas tersebut harus dipilih berdasarkan usia, minat, dan
keterbatasan anak.
Relaksasi Nafas Dalam merupakan terapi nonfarmakologi yang sangat efektif untuk
menurunkan skala nyeri. Pada anak untuk mendapatkan efek relaksasi nafas dalam
dilakukan dengan cara terknik terapi bermain meniup balon. Anak akan mengalihkan
rasa nyerinya tersebut dengan bermain meniup balon,sehingga rasa nyeri pada anak dapat
berkurang. Lalu dengan menggambar juga anak dapat mengembangkan kreativitasnya
sehingga anak dapat melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal walaupun anak
sedang dalam hospitalisasi (Wong, 2009).
Balon lebih mudah digunakan karena bentuknya elastis sehingga lebih
efektif jika dilakukan untuk terapi nafas dalam. Balon memiliki warna yang
menarik sehingga membuat anak - anak tertarik dalam melakukan terapi nafas
dalam dan anak dapat memilih warna kesukaan mereka.
Teknik relaksasi nafas dalam mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
hormon opioid endorfin dan enfelaktin. Hormon endorfine merupakan hormone sejenis
morfin yang berfungsi menghambat tranmisi implus nyeri ke otak. Saat neuron nyeri
mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara neuron perifer dan neuron yang
menuju otak tempat seharusnya substansi P akan menghasilkan impuls. Pada saat
tersebut , endorphin akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga
sensasi nyeri akan berkurang (Smeltzer & Bare, 2002).
Penurunan skala nyeri yang dialami pasien dikarenakan oleh peningkatan fokus
terhadap nyeri yang dialami responden beralih pada relaksasi nafas dalam dengan
meniup baling-baling, sehingga suplai oksigen dalam jaringan akan meningkat dan otak
akan berelaksasi. Otak yang berelaksasi akan merangsang tubuh utuk menghasilkan
hormon endorphin untuk menghambat tranmisi impuls nyeri ke otak dan dapat
menurunkan sensasi terhadap nyeri yang akan menyebabkan intensitas nyeri berkurang
(Perry & Potter, 2010).
Diagnosa Keperawatan
DO =
1. Post operasi
2. Usia Sekolah
3. Skala nyeri 3
4. Tampak meringis
kesakitan dan menangis
5. Frekuensi Nadi dan
pernapasan meningkat
Rencana Keperawatan
- Anjurkan mengambil
posisi nyaman