Anda di halaman 1dari 12

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HAM


Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999
pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara RepublikIndonesia mengakui dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara
kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati,
dan ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan
kecerdasan sertakeadilan.”
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang dimiliki setiap
pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir. Ini berarti bahwa sebagai
anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi tidak dapat dipisahkan dari eksistensi
pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh
sebab-sebab lainnya, karena jika hal itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang
sebenarnya menjadi inti nilai kemanusiaan.
Hak asasi mencangkup hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan hak memiliki sesuatu.
Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
1. Hak asasi pribadi (Personal Rights) Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan
pendapat, hak memeluk agama.
2. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai warga Negara,
Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
3. Hak asasi ekonomi (Property Rights) Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak
mengarahkan perjanjian, hak bekerja dan mendapatkan hidup yang layak.
4. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights). Misalnya :
mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun, hak
mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
5. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan Pemerintah
(Rights Of Legal Equality)
6. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.

1
2.2 SEJARAH HAM
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan
lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara lain mencanangkan
bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, tetapi
ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai
pertanggungjawaban di muka umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi
dan mulai bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja
melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan kebijakasanaannya
kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum bahwa raja terikat kepada
hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun kekuasaan membuat Undang-undang
pada masa itu lebih banyak berada di tangan raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai
dibatasi sebagai embrio lahirnya monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja
sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang lebih konkret,
dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada masa itu mulai timbul
adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di mukahukum (equality before the law).
Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya negara hukum dan demokrasi. kemudian
berkembang lagi dengan lahirnya teoriRoesseau(tentang contract social/perjanjian
masyarakat) Motesquieudengan Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan
guna mencegah tirani,John Lockedi Inggris danThomas Jeffersondi Amerika dengan hak-hak
dasar kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnyaThe American Declaration
of Independenceyang lahir dari pahamRoesseau dan Montesqueu. Mulailah dipertegas
bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila
sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlahThe French Declaration, dimana hak-hak yang lebih
rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain dinyatakah tidak boleh ada
penangkapan dan penahanan yang semena-mena, termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah
dan ditahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan
pulapresumption of innocence, artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan
dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang

2
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga denganfreedom of
expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki),the right of property (perlindungan terhadap hak milik)
dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang dicanangkan pada
tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana, p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The second is
freedom of every person to worship God in his own way-every where in the world. The third
is freedom from want which, translated into world terms, means economic understandings
which will secure to every nation a healthy peacetime life for its inhabitants-every where in
the world. The fourth is freedom from fear-which, translated into world terms, means a
worldwide reduction of armaments to such a point and in such a through fashion that no
nation will be in a position to commit an act of physical agression against any neighbor-
anywhere in the world." Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler
memusnahkan berjuta- juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan
HAM yang bersifat universal, yang kemudian dikenal denganThe Universal Declarationof
Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.

2.3 PENGELOMPOKAN HAM


Alam dunia internasional, HAM diberdakan menjadi beberapa kelompok yang bersifat
kolektif maupun individual. Berikut ini adalah pengelompokan Hak Asasi Manusia
berdasarkan pengakuan secara internasional.
1. Hak sipil dan politik;hak yang dimaksud di sini adalah:
- Hak setiap manusia untuk menentukan nasib hidupnya masing-masing dengan
tidak adanya intervensi dari negara kecuali dalam hal penguasaan.
- Hak untuk hidup nyaman, aman, dan tenteram dengan adanya jaminan dari
pemimipin negara terhadap warga negaranya.
- Hak untuk tidak dihukum mati; karena pada masa sebelum adanya undang-
undang tentang HAM banyak pemimpin sewenang-wenang membunuh orang lain
tanpa hukum yang jelas.
- Hak untuk tidak disiksa.

3
- Hak atas peradilan yang adil.
2. Hak ekonomi, sosial, dan budaya;hak yang dimaksud di sini adalah:
- Hak untuk bekerja, karena setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
- Hak untuk mendapat upah yang sama; maksudnya bahwa tidak boleh ada
diskriminasi dalam pemberian upah yang sesuai kemampuan.
- Hak atas kesehatan dan perumahan.
3. Hak pembangunan;hak yang dimaksud di sini adalah:
- Hak untuk mendapatkan rumah yang layak
- Hak untuk memperoleh lingkungan yang sehat
- Hak untuk mendapat layanan kesehatan yang layak

2.4 HAM DI INDONESIA


1. Periode Tahun 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih menekankan pada hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi), yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bersamaan dengan itu
prinsip kedaulatan rakyat dan negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagai sendi
bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka. Komitmen terhadap HAM pada periode
awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1
November 1945 yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdekamenyatakan: “…
sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umumsebagai bukti bahwa bagi kita
cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan
masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat pemilihan itu pemerintah akan
berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945 yang antara lain menyatakan sebagai berikut .

4
a. menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai
politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang
ada dalam masyarakat.
b. Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum
dilangsungkannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan
Januari 1946.
Hal yang sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem
parlementer, sebagaimana tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14 November
1945, yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka. Isi Maklumat tersebut
adalah sebagai berikut.
“Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang ketat dengan
selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat
sekarang sudah tepat utnuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna
menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam
perubahanperubahan susunan kabinet baru itu ialah tanggung jawab ada di dalam
tanganmenteri”.
2. Periode Tahun 1950 - 1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan
periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan
momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan
elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan dalam buku“Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia menyatakan bahwa pemikiran dan
aktualisasi HAM pada periode ini mengalami“pasang” danmenikmati“bulanmadu”
kebebasan.Indikatornya menurut ahli hukum tata negara ini ada 5 (lima) aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi harus
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat, parlemen
atau dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan

5
kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin
efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan
iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan. Dalam perdebatan di Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang
berbeda aliran dan ideologi sepakat tentang substansi HAM universal dan pentingnya
HAM masuk dalam UUD serta menjadi bab tersendiri. Bahkan diusulkan oleh anggota
Konstituante keberadaannya mendahului bab-bab UUD.
3. Periode Tahun 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer.
Pada sistem ini (demokrasi terpimpin), kekuasaan terpusat dan berada di tangan Presiden.
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin, Presiden melakukan tindakan inkonstitusional,
baik pada tataran suprastruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur politik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi manusia, yaitu hak sipil dan hak
politik seperti hak untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan
tulisan. Dengan kata lain, telah terjadi sikap restriktif (pembatasan yang ketat oleh
kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga Negara
4. Periode Tahun 1966 - 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar
tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM,
pembentukan komisi, dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya, pada tahun
1968 diadakan Seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji
materiil (judicial review) guna melindungi HAM. Hak uji materiil tidak lain diadakan
dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS No. XIV/MPRS/1966. MPRS melalui Panitia Ad
Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam Piagam tentang Hak-
Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara. Dalam buku 30 Tahun
Indonesia Merdeka, Ketua MPRS, A.H. Nasution dalam pidatonya menyatakan sebagai
berikut.

6
“Isi hakikat daripada Piagam tersebut adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia
sebagai ciptaan Tuhan yang dibekali dengan hak-hak asasi, yang berimbalan dengan
kewajiban-kewajiban. Dalam pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa
manusia melakukan hak-hak dan kewajibankewajibannya dalam hubungan yang timbal
balik: a. antarmanusia dengan manusia; b. antarmanusia dengan Bangsa, Negara dan
Tanah Air ;antarBangsa.
Konsepsi HAM ini sesuai dengan kepribadian Pancasila yang menghargai hak
individu dalam keselarasannya dengankewajiban individu terhadap
masyarakat”.Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-
an persoalan HAM di Indonesia mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemikiran penguasa pada masa ini sangat diwarnai
oleh sikap penolakannya terhadap HAM sebagai produk Barat dan individualistik serta
bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah
pada masa ini bersifat mempertahankan produk hukum yang umumnya membangun
pelaksanaan HAM. Sikap pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah
produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila. Selain itu, Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih dulu
dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM. Selain itu, sikap pemerintah ini
didasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh negara-negara
Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti halnya Indonesia.
Meskipun mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya
terus ada pada periode ini terutama di kalangan masyarakat yang dimotori oleh lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan akademisi yang fokus terhadap penegakan HAM. Upaya
masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus Kedung
Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya yang dilakukan
oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampaknya memperoleh hasil yang
menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif
ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah
satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya

7
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) berdasarkan KEPRES Nomor
50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan
menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Selain itu, Komisi ini bertujuan untuk membantu
pengembangan kondisi-kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM yang sesuai
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(termasuk hasil amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945), Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, Piagam Madinah, KhutbahWada’,
Deklarasi Kairo, dan deklarasiatau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan
penegakan HAM.
5. Periode Tahun 1998 - Sekarang.
Pergantian pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar
pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dengan
pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya, dilakukan penyusunan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Demikian pula pengkajian dan
ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Hasil dari
pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional
khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen
internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu
tahap status penentuan (prescriptive status) dan tahap penataan aturan secara konsisten
(rule consistent behaviour). Pada tahap status penentuan (prescriptive status) telah
ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM, seperti amandemen
konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945),
ketetapan MPR (TAP MPR), Undang-Undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan
perundang-undangan lainnya. Adapun, tahap penataan aturan secara konsisten (rule
consistent behaviour) mulai dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Tahapl
ini ditandai dengan penghormatan dan pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan disahkannya (diratifikasi) sejumlah

8
konvensi HAM, yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya
dengan UU Nomor 5/1999; Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak untuk Berorganisasi dengan keppres Nomor 83/1998; Konvensi ILO
Nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU Nomor 19/1999; Konvensi
ILO Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dengan UU Nomor
21/1999; Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
dengan UU Nomor 20/1999. Selain itu, juga dicanangkanprogram “Rencana Aksi
NasionalHAM” pada tanggal 15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat hal sebagai
berikut.
a. Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM.
b. Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
c. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
d. Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi
melalui perundang-undangan nasional.

2.5 PENGERTIAN RULE OF LOW


Rule of Lawadalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Berdasarkan pengertian
tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa menegakkan Rule of Law. Rule of Law
berdasarkan substansi atau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan
mendasarkan pada Rule of Lawdalam kehidupan kenegaraannya, meskipun negara tersebut
adalah negara otoriter.
Menurut Philipus M. Hadjon dalamBuku Pendidikan Kewarganegaraanmisalnya bahwa
Negara hukum yang menurut istilah bahasa Belandarechtsstaatlahir dari suatu perjuangan
menentang absolutism, yaitu dari kekuasaan raja yangsewenang-wenang untuk mewujudkan
Negara yang didasarkan pada suatuperaturan perundang-undangan. ( Buku Pendidikan
Kewarganegaraan) DalamUndang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara
hukum bukan negara kekuasaan. Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD, adanya
prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga

9
negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap
penyalahgunaan wewenang oleh setiap penguasa. Olehkarena itu, Indonesia menganut
prinsip “ Rule of Law,and not of Man”.Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa
pengertian Rule of Lawtidak dapat dipisahkan dengan pengertian Negara hukum. Negara
yang menganut systemRule of Lawharus memiliki prinsip-prinsip yang jelas.

2.6 PRINSIP-PRINSIP RULE OF LOW


Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan
(penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum)“theenforcement ofthe rules of
law”dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam penegakan hukum dan
implementasi prinsip-prinsiprule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan“the
enforcement of the rules of law”bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa
(Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan bahwarule of lawmerupakan institusi
sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang
khas pula. Karena bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat
dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif,
tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkaitrule of Lawtelah banyak
dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai7hasil yang optimal
sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaanrule of lawbelum dirasakan di
masyarakat.
1. Negara yang menganut systemRule of Lawharus memiliki prinsip-prinsip yang jelas,
terutama dalam hubungannya dengan realisasiRule of Law itu sendiri.
2. Menurut Albert Venn Dicey dalamIntroduction to the Law of The
Constitution,memperkenal istilah the Rule of Law yang secara sederhana diartikan
sebagai suatu keteraturan hukum.
3. Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law, yaitu:
a. Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang,
dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang melanggar hokum
b. Kedudukan yang sama di muka hukum.

10
c. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan
pengadilan.

11
DAFTAR PUSTAKA

F.S Catherine dkk.2010.The Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia. Universitas Airlangga.
Surabaya

Puspita, Imami Diyah. 2015. Makalah PKN Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia.Bangkalan
Sadega, Ega. 2015. Makalah HAM.

Malinda, Giovani. 2016. Pengelompokan Ham menurut UU HAM


Yusri, Fathul Wahid.2017. HAM di Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai