Anda di halaman 1dari 32



SISTEM INFORMAS
I KESEHATAN DI INDONESIA
Diposkan pada 1 November 2014 oleh realtimehealth

              A.    ABSTRAC

Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari Sistem Kesehatan di suatu negara. Kemajuan atau kemunduran Sistem
Informasi Kesehatan selalu berkorelasi dan mengikuti perkembangan Sistem Kesehatan,
kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bahkan mempengaruhi Sistem
Pemerintahan yang berlaku di suatu negara. Suatu system yang terkonsep dan terstruktur
dengan baik akan menghasilkan Output yang baik juga. Sistem informasi kesehatan
merupakan salah satu bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang dipergunakan
sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan arahan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan.

Dengan sistem Informasi kesehatan yang baik maka akan membuat masyarakat tidak buta
dengan semua permasalahan kesehatan. Dan mau membawa keluarga nya berobat dengan
mudah bukan lagi dengan birokrasi yang rumit yang membuat masyarakat enggan membawa
anggota keluarganya berobat di pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah.
Dengan maraknya perkembangan media dan technology seharusnya membuat masyarakat
dan khususnya pada mahasiswa kesehatan masyarakat melek akan kemajuan berinovasi
terhadap sistem informasi kesehatan Indonesia.

Berlandaskan dengan fakta yang terjadi di masyarakat pada saat ini seharus nya bisa
dijadiakan bahan evaluasi dan pertimbangan untuk dapat membentuk sistem informasi
kesehatan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat . dengan banyak nya refrensi
yang ada pada saat Ini sehingga bisa dijadikan rumusa yang tepat dan membuat sistem
informasi kesehatan yang tepat guna.

           B. SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dalam mencapai derajat kesehatan yang baik maka perlu dikembangkan nya sistem
kesehatan. Salah satunya melalui sistem informasi kesehatan, derajat kesehatan akan terbagun
secara baik dan selaras. Dimana dengan adanya sistem informasi kesehatan ini masyarakat
juga tenaga kesehatan akan mendapatkan info yang akurat dan tepat dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga bisa dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.
Sistem informasi terdiri dari dua kata, yaitu System dan Information. Sistem adalah kumpulan
elemen yang berintegrasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan informasi adalah data
yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam
mengambil keputusan saat ini atau mendatang (Davis, 1999).
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi
kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung
manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
Perturan perundang undangan. Bagian atau ranah yang menyebutkan sistem informasi
kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan
kabupaten/kota.Kebutuhan akan data dan informasi disediakan melalui penyelenggaraan
Sistem Informasi Kesehatan, yaitu dengan cara pengumpulan, pengolahan, analisis data serta
penyajian informasi.

Saat ini Sistem Informasi Kesehatan (SIK) masih terhambat serta belum mampu
menyediakan data dan informasi yang akurat, sehingga SIK masih belum menjadi alat
pengelolaan pembangunan kesehatan yang efektif. Perkembangan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) yang pesat memberikan kemudahan dalam pengguatan dan
pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Saat ini sudah ada kebutuhan-kebutuhan untuk
memanfaatan TIK dalam SIK (eHealth) agar dapat meningkatkan pengelolaan dan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan dilakukan oleh berbagai program, baik di


lingkungan Kementerian Kesehatan maupun diluar sektor kesehatan. Dalam Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014, terdapat target strategis untuk
meningkatkan pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Agar SIK dapat menyediakan
data/informasi yang handal, memperbaiki permasalahan-permasalahan SIK dan mencapai
target Renstra tersebut, maka perlu disusun suatu Rencana Aksi Penguatan atau Roadmap
SIK yang komprehensif dengan mengintegrasikan upaya-upaya pengembangan dan
penguatan SIK, yang melibatkan semua pemangku kepentingan terkait.

                 C. SEJARAH SIK DI INDONESIA

Mengawali pembahasan mengenai sistem informasi kesehatan akan tabu rasanya jika kita
tidak mengenal perjalanan jatuh bangunnya sistem informasi kesehatan di Indonesia. Awal
mula sistem yang digunakan dalam pencatatan dan administrasi di rumah sakit dan pelayanan
kesehatan lainnya masih menggunakan sistem yang manual atau pencatatan, dengan segala
resiko sampai terfatal adalah kehilangan data pasien. Namun seiring berjalan nya zaman dan
berkembang pesat nya tekhnologi membuat sistem informasi kesehatan pun terus
berkembang.

 
Perkembangan sistem informasi Kesehatan di Indonesia diawali dengan sebuah sistem
informasi Rumah sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information
System). Dan yang menginovatori hal ini adalah Rumah Sakit Husada pada akhir dekade 80’
an. Beriringan dengan hal itu rupanya Departemen Kesehatan juga mengembangkan sistem
informasi kesehatan berbasis komputer dengan dibantu oleh proyek luar negri dengan
bantuan beberapa tenaga ahli dari universitas gadjah mada. Namun perjuanagan diawal ini
mengalami kemerosotan, hal ini dilihat darei segi perencanaan yang tidak tersusun dengan
baik dimana identifikasi faktor penentu keberhasilan masih sangat tidak lengkap juga tidak
menyeluruh.

Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia telah dan akan mengalami 3 pembagian masa
sebagai berikut :

1. Era manual (sebelum 2005)


2. Era Transisi (tahun 2005 – 2011)
3. Era Komputerisasi (mulai 2012)

Masing-masing era Sistem Informasi Kesehatan memiliki karakteristik yang berbeda sebagai
bentuk adaptasi dengan perkembangan zaman (kemajuan Teknologi Informasi dan
Komunikasi – TIK).

1. Era Manual (sebelum 2005) 

Pada era manual ini dimulai sebelum tahun 2005. Pada era manual Aliran data
terfragmentasi. Aliran data dari sumber data (fasilitas kesehatan) ke pusat melalui berbagai
jalan. Data dan informasi dikelola dan disimpan oleh masing-masing Unit di Departemen
Kesehatan. Bentuk data nya agregat. Kelemahan nya adalah Sering terjadi duplikasi dalam
pengumpulan data dan Sangat beragamnya bentuk laporan. Kemudian Validitas nya masih
diragukan. Data yang ada sulit diakses. Karena banyaknya duplikasi, permasalahan
kelengkapan dan validitas, maka data sulit dioah dan dianalisis. Dan terpenting dalam
Pengiriman data masih banyak menggunakan kertas sehingga tidak ramah lingkungan.

2. Era Transisi (2005 – 2011) 

Dimulai masa transisi pada tahun 2005 sampai 2011 Komunikasi data sudah mulai
terintegrasi (mulai mengenal prinsip 1 pintu, walau beberapa masih terfragmentasi).
Peresebaran data Sebagian besar data agregat dan sebagian kecil data individual. Sebagian
data sudah terkomputerisasi dan sebagian masih manual. Keamanan dan kerahasiaan data
kurang terjamin. Pada masa transisi ini posisi nya masih setengah setengah karena mulai
menggunakan sistem komputerisasi tapi masih belum meninggalkan sistem manual.
3. Era Komputerisasi (mulai 2012) 

Baru pada 2012 era komputerisasi dimulai , pada era ini Pemanfaatan data menjadi satu pintu
(terintegrasi). Data yang ada adalah individual (disagregat). Data dari Unit Pelayanan
Kesehatan langgsung diunggah (uploaded) ke bank data di pusat (e-Helath). Penerapan
teknologi m-Health dimana data dapat langsung diunggah ke bank data. Keamanan dan
kerahasiaan data terjamin (memakai secure login). Lebih cepat, tepat waktu dan efisien yang
pastinya Lebih ramah lingkungan.

          Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem informasi yang
berhubungan dengan sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional
dalam rangka kerjasama yang saling mneguntungkan.  SIKNAS bukanlah suatu sistem yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem kesehatan.  Oleh karena itu, SIK di
tingkat pusat merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi
merupakan bagian dari sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten atau kota
merupakan bagian dari sistem kesehatan kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari
himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi kesehtan provinsi dan sistem informasi
kesehatan provinsi di bangun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi kesehatan

kabupaten atau kota 

             Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan virtual sistem informasi


kesehatan elektronik yang dikelola oleh Kementrian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila
telah dihubungkan.  Jaringan SIKNAS merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data
terintegrasi dengan menggunakan Wide Area Network (WAN), jaringan telekomunikasi yang
mencakup area yang luas serta digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area
Network (LAN) yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal komputer lainnya. 
Pengembangan jaringan komputer (SIKNAS) online ditetapkan melalui keputusan Mentri
Kesehatan (KEPMENKES) No. 837 Tahun 2007. Dengan Tujuan pengembangan SIKNAS
online adalah untuk menjembatani permasalahan kekurangan data dari kabupaten/kota ke
depkes pusat dan memungkinkan aliran data kesehatan dari kabupaten/kota ke pusdatin
karena dampak adanya kebijakan desentralisasi bidang kesehatan di seluruh Indonesia.

ALUR SIKNAS

Gambar 1. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Pada Model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubug dan saling terkait yaitu:

1. Sumber Data Manual

Merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber data yang masih dilakukan secara
manual atau secara komputerisasi offline. Model SIK Nasional yang memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi masih tetap dapat menampung SIK Manual untuk
fasilitas kesehatan yang masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (antara lain, pasokan
listrik dan peralatan komputer serta jaringan internet). Fasilitas pelayanan kesehatan yang
masih memakai sistem manual akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan
berbasis kertas.

Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas
kesehatan kabupaten/ kota. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline,
laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan
kabupaten/kota. Bagi petugas kesehatan yang termasuk dalam jejaring puskesmas yang
belum komputerisasi, laporan dikirim dalam bentuk data rekapan/agregat sesuai jadwal yang
telah ditentukan. Sedangkan bagi yang sudah komputerisasi offline, laporan dikirim dalam
bentuk softcopy untuk dilakukan penggabungan data di puskesmas.

2. Sumber Data Komputerisasi

Pada sumber data komputerisasi pengumpulan data dari sumber data yang sudah dilakukan
secara komputerisasi online. Pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online,
data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah
ditentukan. Selain itu juga akan dikembangkan program mobile health (mHealth) yang dapat
langsung terhubung ke sistem informasi puskesmas (aplikasi SIKDA Generik).

3. Sisitem Informasi Dinas Kesehatan

Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik
kabupaten/kota dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten/kota dari
semua fasilitas kesehatan (kecuali milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat) dapat
berupa laporan softcopy dan laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam aplikasi
SIKDA generik. Laporan softcopy diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya
semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan provinsi
melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari fasilitas
kesehatan milik provinsi.

4. Sistem Informsi Pemangku Kepentingan

Sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan terkait kesehatan. Mekanisme
pertukaran data terkait kesehatan dengan pemangku kepentingan di semua tingkatan
dilakukan dengan mekanisme yang disepakati.

5. Bank Data Kesehatan Nasional

Bank Data Kesehatan Nasional selanjutnya akan mencakup semua data kesehatan dari
sumber data (fasilitas kesehatan), oleh karena itu unit-unit program tidak perlu lagi
melakukan pengumpulan data langsung ke sumber data.

6. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan

Data kesehatan yang sudah diterima di Bank Data Kesehatan Nasional dapat dimanfaatkan
oleh semua unit-unit program di Kementerian Kesehatan dan UPT-nya serta dinas kesehatan
dan UPTP/D-nya.

 
7. Pengguna Data .

Semua pemangku kepentingan yang tidak/belum memiliki sistem informasi sendiri serta
masyarakat yang membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang
diperlukan dari Bank Data Kesehatan Nasional melalui website Kementerian Kesehatan.

Namun sebesar apapun rencana pasti ada juga kelemahan dan kemerosotan yang terjadi.
Pelaksanaan SIKNAS di era desentralisasi dipandang bukan menjadi lebih baik tetapi malah
berantakan.  Hal ini dikarenakan belum adanya infrastruktur yang memadai di daerah  dan
juga pencatatan dan pelaporan yang ada (produk sentralisasi) banya overlaps sehingga
dirasaka sebagai beba oleh daerah.

Kemudian bergulirnya waktu sampai dengan saat ini telah banyak rumah sakit dan klinik
klinik yang menggunakan sistem informasi kesehatan sesuai yang dibutuhkan di pelayanan
kesehatan tersebut walaupun tidak menyeluruh seperti di Negara Jepang contohnya.
Berkembangnya tekhnologi informasi saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan dalam
pembentukan sistem informasi kesehatan yang menyeluruh. Terkendala dengan
penjangkauan kepada masyarakat Indonesia yang berada di pelosok yang sulit untuk didata
dan sulit untuk menerima informasi baru dari luar yang mereka anggap asing. Masih tabu dan
kentalnya budata beberapa kelompok masyarakat di Indonesia membuat sistem informasi
belum menyeluruh.

RANCANGAN KERANGKA KERJA SIK DI INDONESIA

               D. URGENSI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Telah jelas bahwasannya perkembangan tekhnologi saat ini sudah sangat pesat,
berkembangnya sistem informasi kesehatan suatu Negara dipengaruhi juga oleh
perkembangan tekhnologi nya. Sistem informasi kesehatan adalah hal yang sangat urgen
yang dibutuhkan setiap Negara dalam upaya peningkatan derajat kesehatannya. Peranan SIK
dalam Sistem Kesehatan Menurut WHO, Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu
dari 6 “building blocks” atau komponen utama dalam Sistem Kesehatan di suatu negara.
Keenam komponen (buliding blocks) Sistem Kesehatan tersebut ialah :

1. Servis Delivery (Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan)


2. Medical product, vaccines, and technologies (Produk Medis, vaksin, dan Teknologi
Kesehatan)
3. Health Workforce (Tenaga Medis)
4. Health System Financing (Sistem Pembiayaan Kesehatan)
5. Health Information System (Sistem Informasi Kesehatan)
6. Leadership and Governance (Kepemimpinan dan Pemerintahan)

Sistem Informasi Kesehatan di dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia  Sistem


Kesehatan Nasional Indonesia terdiri dari 7 subsistem, yaitu :

1. Upaya Kesehatan
2. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
3. Pembiayaan Kesehatan
4. Sumber Daya Mansuia (SDM) Kesehatan
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan
7. Pemberdayaan Masyarakat

Di dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu :
Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan. Subsistem Manajemen dan Informasi
Kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungi kebijakan kesehatan,
adiminstrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu
menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar berdaya guna, berhasil gunam
dan mendukung penyelenggaraan keenam subsitem lain di dalam Sistem Kesehatan Nasional
sebagai satu kesatuan yang terpadu.

Urgensi Sistem Informasi Kesehatan dapat dilihat dari Manfaat Sistem Informasi
Kesehatan  Begitu banyak manfaat Sistem Informasi Kesehatan yang dapat membantu para
pengelola program kesehatan, pengambil kebijakan dan keputusan pelaksanaan di semua
jenjang administrasi (kabupaten atau kota, propvinsi dan pusat) dan sistem dalam hal berikut :

1. Mendukung manajemen kesehatan


2. Mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
3. Mengintervensi masalah kesehatan berdasarkan prioritas
4. Pembuatan keputusan dan pengambilan kebijakan kesehatan berdasarkan bukti
(evidence-based decision)
5. Mengalokasikan sumber daya secara optimal
6. Membantu peningkatan efektivitas dan efisiensi
7. Membantu penilaian transparansi

             E.  PERATURAN SIK DI INDONESIA


 

Di Indonesia sendiri telah ada susunan undang undang yang menjelaskan tentang informasi
yaitu Menurut UUD 1945, Pasal 28; Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak
untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.  Peraturan Sistem Informasi
Kesehatan di Indonesia diatur Menurut Keputusan Mentri Kesehatan dalam undang undang
nomer 36 tahun 2009 tentang kesehatan disebutkan bahwa untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan yang dilakukan melalui
sistem informasi dan melalui lintas sector. Di dalam undang undang ini dinyatakan pula
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem informasi kesehatan diatur dengan peraturan
pemerintah.

Peraturan menteri kesehatan nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi dan


tata kerja kementrian kesehatan mengamanatkan pusat data dan informasi (PUSDATIN)
sebagai pelaksana tugas kementrian kesehatan di bidang data dan informasi kesehatan, maka
pusdatin sebagai sekretariat SIK melakukan inisuatif penyusunan regulasi dan standar SIK
berupa rancangan peraturan pemerintah dan NSPK yaitu panduan ROADMAP rencana aksi
penguatan SIK.Dalam menyusunan standar dan regulasi SIK perlu dibentuk suatu Komite
Ahli SIK dan Tim Perumus SIK. Melalui Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
805/Menkes/SK/IV/2011 telah dibentuk Komite Ahli dan Tim Perumus Penyusunan
Peraturan Pemerintah, Pedoman dan Roadmap Sistem Informasi Kesehatan. Komite Ahli dan
Tim Perumus ini merupakan para ahli yang berasal dari berbagai institusi/sektor yang
mempunyai kaitan dan peran dalam Sistem Informasi Kesehatan. Setelah tugasnya selesai,
komite ini akan dilebur menjadi Komite Ahli SIK.

Pengorganisasian pelaksanaan SIK yang merupakan implementasi dari regulasi dan standar
perlu melibatkan berbagai sektor. Untuk itu perlu tersedia suatu Forum yang dijalankan oleh
suatu Komite Ahli untuk mengoordinasikan seluruh upaya SIK. Komite Ahli terbagi dalam
tujuh divisi yang diadaptasi dari komponen SIK, yang akan bertugas memberi rekomendasi
atas hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Roadmap Rencana Aksi Penguatan SIK.
Dalam pelaksanaannya masing-masing divisi Komite Ahli dapat membentuk kelompok-
kelompok kerja untuk membahas setiap masalah/isu yang timbul. Rekomendasi dari Komite
Ahli akan disampaikan kepada Menteri Kesehatan untuk dilaksanakan oleh pelaksana.
 

               Memasuki pembahasan mengenai tugas dan tanggung jawab pemerintah 


Daerah dalam pengelolaan dan pengembangan SIK merujuk pada Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut :

1. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus


pengelolaan dan pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan SIK
daerah.
2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala provinsi.
3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur
dan mengurus pengelolaan SIK skala kabupaten/kota.

Pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan SIK dalam skala terbatas dan mengikuti
standar yang ditetapkan Pemerintah

                   F. SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI PUSKESMAS

          

Dalam pelaksanaan nya Puskesmas di Indonesia sudah menganut sistem informasi kesehatan
yang di canangkan pemerintah. Sistem informasi kesehatan yang dianut puskesmas pada saat
ini masih di dominasi oleh SP2TP . seperti diketahui bahwa puskesmas adalah uung tombak
pemerintah dalam upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan KEPMENKES
RI No 128 tahun 2004 tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat nahwa puskesmas
di definisikan sebagai unit pelaksana teknis di kabupaten/kota yang bertanggungjawab
melaksanakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah. Proses penyelenggaraan,
pemantauan serta penilaian yang dilakukan Puskesmas terhadap rencana kegiatan yang telah
ditetapkan baik rencan upaya wajib maupun pengembangan dalam mengatasi masalah
kesehatan yang ada di wilayahnya. Salah satu bentuk pemantauan adalah dengan Sistem
Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).

SIMPUS merupakan pilihan bagi daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan
yang lebih cepat dan akurat. Pada potensi yang dimilikinya sebenarnya SIMPUS dapat
menggantikan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Karena
SIMPUS merupakan hasil dari pengolahan berbagai sumber informasi seperti SP2TP, survei
lapangan, laporan lintas sector, dan laporan sarana kesehatan swasta. Seiring kemajuan
tekhnologi,SIMPUS pun dikembangkan melalui sistem komputerisasi dalam suatu software
yang bekerja dalam sebuah sistem operasi. Tetapi kendalanya SIMPUS masih belum berjalan
secara optimal di daerah.

Contoh Tampilan dalam SIMPUS

                  

                    G. SIK DI RUMAH SAKIT

Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan sistem informasi kesehatan
karena sistem ini merupakan aplikasi dari sistem informasi kesehatan itu sendiri. Untuk itu,
perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di Indonesia,
mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga pengembangannya.

1. Rancang Bangun (desain) Sistem Informasi Rumah Sakit

Rancang Bangun Rumah Sakit (SIRS), sangat bergantung kepada jenis dari rumah sakit
tersebut. Rumah sakit di Indonesia, berdasarkan kepemilikannya dibagi menjadi 2, sebagai
berikut:

1. Rumah Sakit Pemerintah, yang dikelola oleh:

1) Departemen Kesehatan,

2) Departemen Dalam Negeri,

3) TNI,

4) BUMN.

Sifat rumah sakit ini adalah tidak mencari keuntungan (non profit)

2. Rumah Sakit Swasta,


yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah yayasan, baik yang sifatnya tidak mencari keuntungan
(non profit) maupun yang memang mencari keuntungan (profit) .

Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu dalam 2 hal penting
yaitu “Kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran pengembangan SIRS”
tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan dalam penyusunan
spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:

1. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam
memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
2. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam
jajaran Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
3. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan
maupun pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
4. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna
terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada
maupun yang sedang dikembangkan.
5. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap
perubahan dan perkembangan dimasa datang.
6. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya
investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang
berarti (rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
7. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
8. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing
subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
9. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi
petugas yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
10. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan,
karena keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan
adaptasi dengan sistem yang baru.
11. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat
terhadap pengembangan SIRS.

Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS di atas, selanjutnya
ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek
Pengembangan SIRS, sebagai berikut:

1. Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau


pengawasan (auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana
(accountable) oleh unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
2. Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi
cukup lengkap dan terpadu.
3. Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan
informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat
dinamis.
4. Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan
pemborosan.
5. Terjaminnya konsistensi data.
6. Orientasi ke masa depan.
7. Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada
maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan
mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS.

SIRS merupakan suatu sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit
tipe A dan B) dan mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan
sistem yang dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan
kondisi masing masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan.
Kesinambungan antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga.
Secara garis besar tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut:

1. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SIRS,


2. Penyusunan Rancangan Global SIRS,
3. Penyusunan Rancangan Detail/Rinci SIRS,
4. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik,
5. Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat
keras maupun perangkat lunak pendukung.
6. Operasionalisasi dan Pemantapan.

Sistem Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital
Information System) memang sangat diperlukan untuk sebuah rumah sakit dalam era
globalisasi, namun untuk membangun sistem informasi yang terpadu memerlukan tenaga dan
biaya yang cukup besar. Kebutuhan akan tenaga dan biaya yang besar tidak hanya dalam
pengembangannya, namun juga dalam pemeliharaan SIRS maupun dalam melakukan migrasi
dari sistem yang lama pada sistem yang baru. Selama manajemen rumah sakit belum
menganggap bahwa informasi adalah merupakan aset dari rumah sakit tersebut, maka
kebutuhan biaya dan tenaga tersebut diatas dirasakan sebagai beban yang berat, bukan
sebagai konsekuensi dari adanya kebutuhan akan informasi.Kalau informasi telah menjadi
aset rumah sakit, maka beban biaya untuk pengembangan, pemeliharaan maupun migrasi
SIRS sudah selayaknya masuk dalam kalkulasi biaya layanan kesehatan yang dapat diberikan
oleh rumah sakit itu. Perlu disadari sepenuhnya, bahwa penggunaan teknologi informasi
dapat menyebabkan ketergantungan, dalam arti sekali mengimplementasikan dan
mengoperasionalkan SIRS, maka rumah sakit tersebut selamanya terpaksa harus
menggunakan teknologi informasi.

Hal ini disebabkan karena perubahan dari sistem yang terotomasi menjadi sistem manual
merupakan kejadian yang sangat tidak menguntungkan bagi rumah sakit tersebut. Perangkat
lunak SIRS siap pakai yang tersedia di pasaran pada saat ini sebagian besar adalah perangkat
lunak SIRS yang hanya mengelola sebagian sistem atau beberapa subsistem dari SIRS. Untuk
dapat memilih perangkat lunak SIRS siap pakai dan perangkat keras yang akan digunakan,
maka rumah sakit tersebut harus sudah memiliki rancang bangun (desain) SIRS yang sesuai
dengan kondisi dan situasi rumah Sakit.

              H. Permasalahan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia 


            Dalam pelaksanaan nya sistem informasi kesehatan di Indonesia memiliki
permasalahan yang cukup kompleks ,Permasalahan mendasar Sistem Informasi Kesehatan di
Indonesia saat ini antara lain :

1. Faktor Pemerintah
o Standar SIK belum ada sampai saat
o Pedoman SIK sudah ada tapi belum seragam
o Belum ada rencana kerja SIK nasional
o Pengembangan SIK di kabupaten atau kota tidak seragam
2. Fragmentasi
o Terlalu banyak sistem yang berbeda-beda di semua jenjang administasi
(kabupaten atau kota, provinsi dan pusat), sehingga terjadi duplikasi data, data
tidak lengkap, tidak valid dan tidak conect dengan pusat.
o Kesenjangan aliran data (terfragmentasi, banyak hambatan dan tidak tepat
waktu)
o Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa : Puskesmas harus mengirim
lebih dari 300 laporan dan ada 8 macam software  sehingga beban administrasi
dan beban petugas terlalu tinggi. Hal ini dianggap tidak efektif dan tidak
efisien.
o Format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum standar
secara nasional.
3. Sumber daya masih minim

I. Perkembangan Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia 

         Setelah melihat permasalahan yang terjadi dalam sistem Informasi Kesehatan di
Indonesia maka pandangan Sistem Informasi Kesehatan di masa Depan Dalam upaya
mengatasi fragmentasi data, Pemerintah sedang mengembangkan aplikasi yang disebut
Sistem Aplikasi Daerah (Sikda) Generik. Sistem Informasi Kesehatan berbasis Generik
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

 Input pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik atau computerized.


 Input data hanya dilakukan di tempat adanya pelayanan kesehatan (fasilitas
kesehatan).
 Tidak ada duplikasi (hanya dilakukan 1 kali).
 Akurat, tepat, hemat sember daya (efisien) dan transfaran. Tejadi pengurangan beban
kerja sehingga petugas memiliki waktu tambahan untuk melayani pasien atau
masyarakat.
 Data yang dikirim (uploaded) ke pusat merupakan data individu yang digital di kirim
ke bank data nasional (data warehouse).
 Laporan diambil dari bank data sehingga tidak membebani petugas kesehatan di Unit
pelayanan terdepan.
 Puskesmas dan Dinas Kesehatan akan dilengkapi dengan peralatan berbasis komputer.
 Petugas akan ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan untuk menerapkan Sikda
Generik.
 Mudah dilakukan berbagai jenis analisis dan assesment pada data.
 Secara bertahap akan diterapkan 3 aplikasi Sikda Generik yaitu Sistem Informasi
Manajemen Kesehatan, Sistem Informasi Dinas Kesehatan dan Sistem Informasi
Manajemen Rumah Sakit.

   J.KESIMPULAN

Informasi dapat menggambarkan kejadian nyata yang digunakan untuk pengambilan


keputusan. Sumber dari informasi adalah data yang dapat berbentuk huruf, simbol, alfabet
dan lain sebagainya. Pada intinya sistem informasi itu tidak lepas dari input-proses-output,
data yang diproses oleh sistem sehingga menghasilkan suatu output (informasi) yang
berguna.

REFERENSI

Departemen Kesehatan. 2012

Roadmap Sistem Informasi dan Kesehatan tahun 2011-2014.

Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

KEPMENKES

Zhou, Rosalina. 2012.’Hasil Diskusi SIKNAS dan SIKDA’. Dari: www.scr

Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)


Mei 31, 2017
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) adalah sistem
informasi yang berhubungan dengan sistem-sistem informasi
lain baik secara nasional maupun internasional dalam
rangka kerjasama yang saling mneguntungkan.  SIKNAS
bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan bagian dari sistem kesehatan.  Oleh karena itu,
SIK di tingkat pusat merupakan bagian dari sistem
kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian
dari sistem kesehatan provinsi, dan di tingkat kabupaten
atau kota merupakan bagian dari sistem kesehatan
kabupaten atau kota. SIKNAS di bagun dari himpunan atau
jaringan sistem-sistem informasi kesehtan provinsi dan
sistem informasi kesehatan provinsi di bangun dari
himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi kesehatan

kabupaten atau kota 

             Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi/jaringan


virtual sistem informasi kesehatan elektronik yang dikelola
oleh Kementrian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila
telah dihubungkan.  Jaringan SIKNAS merupakan
infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan
menggunakan Wide Area Network (WAN), jaringan
telekomunikasi yang mencakup area yang luas serta
digunakan untuk mengirim data jarak jauh antara Local Area
Network (LAN) yang berbeda, dan arsitektur jaringan lokal
komputer lainnya.  Pengembangan jaringan komputer
(SIKNAS) online ditetapkan melalui keputusan Mentri
Kesehatan (KEPMENKES) No. 837 Tahun 2007. Dengan
Tujuan pengembangan SIKNAS online adalah untuk
menjembatani permasalahan kekurangan data dari
kabupaten/kota ke depkes pusat dan memungkinkan aliran
data kesehatan dari kabupaten/kota ke pusdatin karena
dampak adanya kebijakan desentralisasi bidang kesehatan
di seluruh Indonesia.
ALUR SIKNAS
Gambar 1. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Pada Model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubung
dan saling terkait yaitu:
1. Sumber Data Manual
Merupakan kegiatan pengumpulan data dari sumber data
yang masih dilakukan secara manual atau secara
komputerisasi offline. Model SIK Nasional yang
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi masih tetap dapat menampung SIK Manual
untuk fasilitas kesehatan yang masih mempunyai
keterbatasan infrastruktur (antara lain, pasokan listrik dan
peralatan komputer serta jaringan internet). Fasilitas
pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual
akan melakukan pencatatan, penyimpanan dan pelaporan
berbasis kertas.
Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy (kertas) berupa
data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/ kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline,
laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data
individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Bagi petugas
kesehatan yang termasuk dalam jejaring puskesmas yang
belum komputerisasi, laporan dikirim dalam bentuk data
rekapan/agregat sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Sedangkan bagi yang sudah komputerisasi offline, laporan
dikirim dalam bentuk softcopy untuk dilakukan
penggabungan data di puskesmas.
2. Sumber Data Komputerisasi
Pada sumber data komputerisasi pengumpulan data dari
sumber data yang sudah dilakukan secara
komputerisasi online. Pada fasilitas pelayanan kesehatan
dengan komputerisasi online, data individual langsung
dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang
telah ditentukan. Selain itu juga akan dikembangkan
program mobile health (mHealth) yang dapat langsung
terhubung ke sistem informasi puskesmas (aplikasi SIKDA
Generik).
3. Sisitem Informasi Dinas Kesehatan
Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh
dinas kesehatan baik kabupaten/kota dan provinsi. Laporan
yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten/kota dari semua
fasilitas kesehatan (kecuali milik Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Pusat) dapat berupa laporan softcopy dan
laporan hardcopy. Laporan hardcopy dientri ke dalam
aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy diimpor ke dalam
aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua bentuk laporan
diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas
kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari fasilitas
kesehatan milik provinsi.
4. Sistem Informsi Pemangku Kepentingan
Sistem informasi yang dikelola oleh pemangku kepentingan
terkait kesehatan. Mekanisme pertukaran data terkait
kesehatan dengan pemangku kepentingan di semua
tingkatan dilakukan dengan mekanisme yang disepakati.
5. Bank Data Kesehatan Nasional
Bank Data Kesehatan Nasional selanjutnya akan mencakup
semua data kesehatan dari sumber data (fasilitas
kesehatan), oleh karena itu unit-unit program tidak perlu lagi
melakukan pengumpulan data langsung ke sumber data.
6. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan
Data kesehatan yang sudah diterima di Bank Data
Kesehatan Nasional dapat dimanfaatkan oleh semua unit-
unit program di Kementerian Kesehatan dan UPT-nya serta
dinas kesehatan dan UPTP/D-nya.
7. Pengguna Data .
Semua pemangku kepentingan yang tidak/belum memiliki
sistem informasi sendiri serta masyarakat yang
membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses
informasi yang diperlukan dari Bank Data Kesehatan
Nasional melalui website Kementerian Kesehatan.
 Namun sebesar apapun rencana pasti ada juga kelemahan
dan kemerosotan yang terjadi. Pelaksanaan SIKNAS di era
desentralisasi dipandang bukan menjadi lebih baik tetapi
malah berantakan.  Hal ini dikarenakan belum adanya
infrastruktur yang memadai di daerah  dan juga pencatatan
dan pelaporan yang ada (produk sentralisasi) banya overlaps
sehingga dirasaka sebagai beba oleh daerah.
Kemudian bergulirnya waktu sampai dengan saat ini telah
banyak rumah sakit dan klinik klinik yang menggunakan
sistem informasi kesehatan sesuai yang dibutuhkan di
pelayanan kesehatan tersebut walaupun tidak menyeluruh
seperti di Negara Jepang contohnya. Berkembangnya
tekhnologi informasi saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan
dalam pembentukan sistem informasi kesehatan yang
menyeluruh. Terkendala dengan penjangkauan kepada
masyarakat Indonesia yang berada di pelosok yang sulit
untuk didata dan sulit untuk menerima informasi baru dari
luar yang mereka anggap asing. Masih tabu dan kentalnya
budata beberapa kelompok masyarakat di Indonesia
membuat sistem informasi belum menyeluruh.
Sistem Informasi Kesehatan
8 Maret 2015   20:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:58 56882 0 0

A.    PENDAHULUAN

Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari
Sistem Kesehatan di suatu negara. Kemajuan atau kemunduran Sistem Informasi Kesehatan selalu
berkorelasi dan mengikuti perkembangan Sistem Kesehatan, kemajuan Teknologi Informasi dan
Komunikasi ( TIK ) bahkan mempengaruhi Sistem Pemerintahan yang berlaku di suatu negara. Suatu
system yang terkonsep dan terstruktur dengan baik akan menghasilkan Output yang baik juga.
Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu bentuk pokok Sistem Kesehatan Nasional ( SKN )
yang dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman dan
arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan serta pembangunan berwawasan kesehatan.

Dengan sistem Informasi kesehatan yang baik maka akan membuat masyarakat tidak buta dengan
semua permasalahan kesehatan. Dan mau membawa keluarga nya berobat dengan mudah bukan
lagi dengan birokrasi yang rumit yang membuat masyarakat enggan membawa anggota keluarganya
berobat di pelayanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah. Dengan maraknya perkembangan
media dan teknologi seharusnya membuat masyarakat dan khususnya pada mahasiswa kesehatan
masyarakat melek akan kemajuan berinovasi terhadap sistem informasi kesehatan Indonesia.

Berlandaskan dengan fakta yang terjadi di masyarakat pada saat ini seharus nya bisa dijadiakan
bahan evaluasi dan pertimbangan untuk dapat membentuk sistem informasi kesehatan yang sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat,  dengan banyaknya referensi yang ada pada saat Ini
sehingga bisa dijadikan rumusa yang tepat dan membuat sistem informasi kesehatan yang tepat
guna.

B.    DASAR HUKUM SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dasar hukum pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia adalah :

1.UUD 1945, Pasal 28 ; Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia;

2.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

3.Peraturan Pemerintah RI Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan;

4.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1144/MENKES/PER/VII/2010 tentang Organisasi


dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan mengamanatkan pusat data dan informasi
( PUSDATIN ) sebagai pelaksana tugas kementrian kesehatan di bidang data dan informasi
kesehatan;
5.Kepmenkes RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan Strategi Pengembangan Sistim
Informasi Kesehatan Nasional ( SIKNAS )

6.Kepmenkes RI Nomor : 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Pengembangan Sistem Laporan Informasi Kesehatan Kabupaten / Kota;

7.Kepmenkes RI Nomor : 004/Menkes/SK/I/2003 tentang Kebijakan dan Strategi


Desentralisasi Bidang Kesehatan;

8.Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat;

9.Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 Tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan
Komputer ( SIKNAS ) Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional

C. PENGERTIAN

Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di
semua tingkat pemerintahan secara sistematika dan terrintegasi untuk mendukung manajemen
kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Sistem Informasi Kesehatan merupakan  gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk
mengelola siklus informasi ( mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik
informasi ) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan kinerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan
program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi,
pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.

D.   DEFINISI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) adalah integrasi antara perangkat, prosedur  dan kebijakan yang
digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan
manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.

E.    TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM INFORMASI KESEHATAN

1.    Tujuan Sistim Informasi Kesehatan

Tujuan dari dikembangkannya sistem informasi kesehatan adalah :

1.Sistem informasi kesehatan ( SIK ) merupakan subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional ( SKN )
yang berperan dalam memberikan informasi untuk pengambilan keputusan di setiap jenjang
adminisratif kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota atau bahkan pada tingkat
pelaksana teknis seperti Rumah Sakit ataupun Puskesmas
2.Dalam bidang kesehatan telah banyak dikembangkan bentuk-bentuk Sistem Informasi Kesehatan
( SIK ), dengan tujuan dikembangkannya berbagai bentuk SIK tersebut adalah agar dapat
mentransformasi data yang tersedia melalui sistem pencatatan rutin maupun non rutin menjadi
sebuah informasi.

Upaya pemantapan dan pengembangan sistem informasi kesehatan ditujukan ke arah terbentuknya
suatu sistem informasi kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna, yang mampu memberikan
informasi yang akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk:

1. Pengambilan keputusan di seluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakan


pelaksanaan, pengawasan,  pengendalian dan penilaian

2. Mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya

3. Meningkatkan peran serta masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk


menolong dirinya sendiri

4. Meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang


kesehatan

2.   Manfaat Sistim Informasi Kesehatan

World Health Organization( WHO ) menilai bahwa investasi sistem informasi kesehatan
mempunyai beberapa manfaat antara lain :

1.Membantu pengambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah kesehatan,


memantau perkembangan dan meningkatkannya

2.Pemberdayaan individu dan komunitas dengan cepat dan mudah dipahami, serta melakukan
berbagai perbaikan kualitas pelayanan kesehatan

Adapun manfaat adanya sistim informasi kesehatan dalam suatu fasilitas kesehatan
diantaranya:

1.Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan

2.Memudahkan fasilitas kesehatan untuk mendaftar setiap pasien yang berobat

3.Semua kegiatan di fasilitas kesehatan terkontrol dengan baik ( bekerja secara terstruktur ).

E.    SASARAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sasaran dalam upaya pemantapan dan pengembangan sistem informasi kesehatan meliputi :

1.  Terciptanya pengorganisasian dan tata kerja pengelolaan data/informasi dan atau tersedianya
tenaga fungsional pengelola data / informasi yang terampil di seluruh tingkat administrasi
2.  Ditetapkannya kebutuhan esensial data / informasi di tiap tingkat dan pengembangan instrumen
pengumpulan dan pelaporan data

3.  Dihasilkannya berbagai informasi kesehatan di seluruh tingkat administrasi secara teratur, tepat
waktu dan sesuai dengan kebutuhan dan atau atas permintaan dari pengguna data / informasi

4.  Tersedianya dukungan teknis dan sumber daya yang memadai dalam rangka pemantapan dan
pengembangan otomasi pengolahan data di seluruh tingkat administrasi

5.  Pengembangan bank data kesehatan, pengembangan jaringan komunikasi komputer dan


informasi

F.    PERANAN SIK DALAM SISTEM KESEHATAN

Menurut Badan Kesehatan Dunia ( World Health Organization, WHO ), Sistem Informasi Kesehatan
( SIK ) merupakan salah satu dari 6 “ building block ” atau komponen utama dalam sistem kesehatan
di suatu Negara. Keenam komponen          ( building block ) sistem kesehatan tersebut adalah :

1.Pelaksanaan pelayanan kesehatan ( Service delivery )

2.Produk medis, vaksin, dan teknologi kesehatan ( Medical product, vaccine, and technologies )

3.Tenaga medis ( Health worksforce )

4.Sistem pembiayaan kesehatan ( Health system financing )

5.Sistem informasi kesehatan ( Health information system )

6.Kepemimpinan dan pemerintah ( Leadership and governance )

Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional ( SKN ), Sistem Informasi Kesehatan ( SIK )
merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan. Sub sistem manajemen dan informasi kesehatan merupakan subsistem yang mengelola
fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan, dan hukum
kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan nasional agar
berhasil guna, berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan ke-6 subsistem lain di dalam SKN
sebagai satu kesatuan yang terpadu.

Adapun sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:

1.Upaya kesehatan

2.Penelitian dan pengembangan kesehatan

3.Pembiayaan kesehatan

4.Sumber daya manusia ( SDM ) kesehatan

5.Sediaan farmasi, alat kesehatan,dan makanan

6.Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan


7.Pemberdayaan masyarakat.

Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan,  harus dibangun komitmen setiap unit


infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap sistem informasi kesehatan berjalan dengan baik dan
yang lebih terpenting menggunakan teknologi komputer dalam mengimplementasikan Sistem
Informasi Berbasis Komputer ( Computer Based Information System ).

G.    PELAKSANAAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI INDONESIA

Sistem Informasi Kesehatan Nasional ( SIKNAS ) adalah sistem informasi yang berhubungan dengan
sistem-sistem informasi lain baik secara nasional maupun internasional dalam rangka kerjasama
yang saling menguntung-kan.  SIKNAS bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, melainkan
merupakan bagian dari sistem kesehatan.  Oleh karena itu, SIK di tingkat pusat merupakan bagian
dari sistem kesehatan nasional, di tingkat provinsi merupakan bagian dari sistem kesehatan provinsi,
dan di tingkat kabupaten atau kota merupakan bagian dari sistem kesehatan kabupaten atau kota.

SIKNAS di bangun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi kesehtan provinsi dan sistem
informasi kesehatan provinsi di bangun dari himpunan atau jaringan sistem-sistem informasi
kesehatan kabupaten atau kota.

Jaringan SIKNAS adalah sebuah koneksi / jaringan virtual sistem informasi kesehatan elektronik yang
dikelola oleh Kementrian Kesehatan dan hanya bisa diakses bila telah dihubungkan.   Jaringan SIKNAS
merupakan infrastruktur jaringan komunikasi data terintegrasi dengan menggunakan Wide Area
Network ( WAN ), jaringan telekomunikasi yang mencakup area yang luas serta digunakan untuk
mengirim data jarak jauh antara Local Area Network ( LAN ) yang berbeda, dan arsitektur jaringan
lokal komputer lainnya. Selain itu juga akan dikembangkan program mobile health ( mHealth ) yang
dapat langsung terhubung ke sistem informasi puskesmas ( aplikasi SIKDA Generik ).

1.Sistem Informasi Dinas Kesehatan

Merupakan sistem informasi kesehatan yang dikelola oleh dinas kesehatan baik kabupaten / kota
dan provinsi. Laporan yang masuk ke dinas kesehatan kabupaten / kota dari semua fasilitas
kesehatan ( kecuali milik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat ) dapat berupa laporan  softcopy
dan laporan hardcopy.

Laporan hardcopy dientri kedalam aplikasi SIKDA generik, lapor-an softcopy diimpor ke dalam


aplikasi SIKDA Generik, selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan
Nasional. Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten /
kota untuk laporan dari fasilitas kesehatan milik provinsi.

2. Pengguna Data oleh Kementrian Kesehatan

Data kesehatan yang sudah diterima di Bank Data Kesehatan Nasional dapat dimanfaatkan oleh
semua unit-unit program di Kementerian Kesehatan dan UPT-nya serta dinas kesehatan dan UPTP/D-
nya.

H.   STRATEGI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan,  maka strategi
pengembangan SIKNAS adalah :
1.Integrasi sistem informasi kesehatan yang ada

Pengertian terintegrasi tidak bermaksud mematikan/ menyatukan semua sistem informasi


yang ada. Sistem-sistem informasi yang lebih efisien bila digabungkan akan disatukan.
Sistem-sistem informasi lainnya, pengintegrasian lebih berupa pengembangan: pembagian
tugas, tanggung jawab dan otoritas-otoritas dan mekanisme saling hubung. Dengan integrasi
ini diharapkan semua sistem informasi yang ada akan bekerja secara terpadu dan sinergis
membentuk SIKNAS. Pembagian tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang
dikumpulkan memiliki kualitas dan validitas yang baik. Otaritas akan menyebabkan tidak
adanya duplikasi dalam pengumpulan data, sehingga tidak akan terdapat informasi yang
berbeda-beda mengenai suatu hal. Mekanisme saling hubung, khususnya dengan Pusat Data
dan Informasi Departemen Kesehatan akan menjamin dapat dilakukannya pengolahan dan
analisis data secara komprehensif.

2.Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data dan


informasi terintegrasi

Pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-
masing memiliki kekhasan dan kepentingan yang sangat signifikan, yaitu:

a.  Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, gizi, kesehatan lingkungan dan pemantauan
ketersediaan obat

b.  Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT kabupaten / kota ke Dinas Kesehatan Kabupaten /
Kota, dari UPT provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi ke
Departemen Kesehatan (kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan
yang terintegrasi dan terkoordinasi.

c.  Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program
pemberantasan malaria

d.  Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan yang sudah berjalan seperti
ketenaga kesehatan ( Sinakes, Sidiklat, dan lain-lain )

e.  Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang
meliputi baik yang berskala nasional ( seperti Survei Kesehatan Nasional ), maupun yang berskala
provinsi dan Kabupaten / Kota ( SI IPTEK Kesehatan / Jaringan Litbang Kesehatan )

3.Fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah

Sistem Informasi Kesehatan Daerah mencakup SIK yang dikembangkan di unit-unit


pelayanan kesehatan (khususnya puskesmas dan rumah sakit), SIK kabupaten / kota, dan SIK
provinsi. Sistem Informasi Kesehatan ( SIK ) di Puskesmas memiliki tanggungjawab untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan :

a.  Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung maupun luar gedung.

b.  Mengolah data.

c.  Membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.


d.  Memelihara bank data.

e.  Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien .dan manajemen unit
puskesmas.

f.   Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya di wilayah kerjanya.

Sistem Informasi Kesehatan di rumah sakit  memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan :

a.  Memantau indikator kegiatan-kegiatan penting rumah sakit ( penerimaan pasien, lama rawat,
pemakaian tempat tidur, mortalitas, waktu tunggu dan lain-lain )

b.  Memantau kondisi finansial rumah sakit ( cost recovery ).

c.  Memantau pelaksanaan sistem rujukan.

d.  Mengolah data.

e.  Mengirim laporan berkala ke Dinas Kesehatan/ Pemerintah setempat.

f.   Memelihara bank data.

g.  Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen pasien dan manajemen unit
rumah sakit.

h.  Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya di wilayah kerjanya.

Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten / Kota memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan


kegiatan-kegiatan :

a.  Mengolah data dari unit-unit pelayanan kesehatan dan sumber-sumber lain

b.  Menyelenggarakan survei / penelitian bilamana diperlukan.

c.       Membuat profil kesehatan kabupaten / kota untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian
Kabupaten / kota untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian Kabupaten / Kota sehat.

d.  Mengirim laporan berkala / profil kesehatan kabupaten / kota ke dinas kesehatan provinsi
setempat dan pemerintah pusat.

e.  Memelihara bank data.

f.   Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen klien, manajemen unit dan
manajemen sistem kesehatan kabupaten / kota.

g.  Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya di wilayah kerjanya.
Sistem Informasi Kesehatan propinsi memiliki tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatan :

a.  Mengolah data dari DKK, unit-unit pelayanan kesehatan milik daerah propinsi dan sumber-
sumber lain

b.  Menyelenggarakan survei / penelitian bilamana diperlukan

c.  Membuat profil kesehatan propinsi untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian propinsi
sehat

d.  Mengirim laporan berkala / profil kesehatan propinsi ke pemerintah pusat

e.  Memelihara bank data

f.   Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen klien, manajemen unit dan
manajemen sistem kesehatan kabupaten/ kota

g.  Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya di wilayah kerjanya

Fasilitasi pengembangan SIK daerah dilaksanakan dengan terlebih dahulu membantu menata sistem
kesehatannya, membantu pengadaan perangkat keras, perangkat lunak, rekruitmen, dan pelatihan
tenaga kesehatan.

4.Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen

Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen diawali dengan mengidentifikasi
peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menyajikan data dan informasi kesehatan.
Misalnya dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD harus dapat disajikan, kemasan-kemasan data
dan informasi yang menggambarkan kecenderungan masalah-masalah kesehatan rakyat dan
kerugian yang diakibatkannya. Pembahasan rancangan anggaran harus disajikan kemasan data dan
informasi tentang cost benefit dari kegiatan-kegiatan yang diusulkan. Selain itu dikembangkan pula
publikasi berkala cetak atau elektronik atau akses online

5.Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat

Pemanfaatan fasilitas intranet dan internet karena penggunaannya sudah meluas di masyarakat.
Depkes menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga-tenaga fungsional pengelola data dan informasi
kesehatan.

6.Pengembangan teknologi dan sumber daya informasi

I.     SISTEM APLIKASI DAERAH ( SIKDA ) GENERIK

Dalam upaya mengatasi fragmentasi data, pemerintah sedang mengembangkan aplikasi yang
disebut dengan Sistim Aplikasi Daerah ( Sikda ) Generik. Sistem Informasi Kesehatan
berbasis Generik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.Input pencatatan dan pelaporan berbasis elektronik (computerized)

2.Input data hanya dilakukan di tempat adanya pelayanan kesehatan

3.Tidak ada duplikasi ( hanya dilakukan satu kali )

4.Akurat, tepat, hemat sumber daya ( efisien ) dan transparan. Terjadi pengurangan beban kerja
sehingga petugas memiliki waktu tambahan untuk melayani pasien atau masyarakat.

Dalam perkembangannya sistem informasi kesehatan dapat dikelompokkan menjadi dua


( berdasarkan pada karakteristik integrasi sistim informasi ), yaitu:

1.Sistem informasi yang mempunyai derajat integritas internal yang tinggi

1.Sistem informasi rekam medis elektronik

2.Sistem informasi manajemen dokumen

3.Sistem informasi farmasi

4.Sistem informasi geografis

5.Sistem pendukung pengambilan keputusan kesehatan

6.Sistem informasi eksekutif

7.Data warehouse dan datamining

2.Sistem informasi yang mempunyai derajat integrasi eksternal yang tinggi

1.Telemedicine

2.Internet, intranet, ekstranet

3.Sistem informasi kesehatan publik.

K. SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI PUSKESMAS

Dalam pelaksanaannya, puskesmas di Indonesia sudah menganut sistem informasi kesehatan yang
dicanangkan pemerintah. Sistem informasi kesehatan yang dianut puskesmas pada saat ini masih di
dominasi oleh SP2TP. seperti diketahui bahwa puskesmas adalah ujung tombak pemerintah dalam
upaya pelayanan kesehatan di masyarakat. Sesuai dengan KEPMENKES RI No 128 tahun 2004
tentang kebijakan dasar pusat kesehatan masyarakat bahwa puskesmas di definisikan sebagai unit
pelaksana teknis di kabupaten / kota yang bertanggung-jawab melaksanakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah. Proses penyelenggaraan, pemantauan serta penilaian yang dilakukan
puskesmas terhadap rencana kegiatan yang telah ditetapkan baik rencan upaya wajib maupun
pengembangan dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di wilayahnya. Salah satu bentuk
pemantauan adalah dengan Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).
SIMPUS merupakan pilihan bagi daerah dalam pengembangan sistem informasi kesehatan
yang lebih cepat dan akurat. Pada potensi yang dimilikinya sebenarnya SIMPUS dapat
menggantikan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP). Karena
SIMPUS merupakan hasil dari pengolahan berbagai sumber informasi seperti SP2TP, survei
lapangan, laporan lintas sektor, dan laporan sarana kesehatan swasta. Seiring kemajuan
teknologi, SIMPUS pun dikembangkan melalui sistem komputerisasi dalam suatu software
yang bekerja dalam sebuah sistem operasi. Tetapi kendalanya SIMPUS masih belum berjalan
secara optimal di daerah.

L.    KETERKAITAN SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHASIA MEDIS

1.    PENGERTIAN REKAM MEDIS

Rekam medis adalah keterangan baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas,
anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa segala pelayanan dan tindakan
medik yang diberikan kepada pasien dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan
maupun yang mendapatkan pelayanan gawat darurat

Rekam medis mempunyai pengertian yang sangat luas, tidak hanya sekedar kegiatan
pencatatan, akan tetapi mempunyai pengertian sebagai suatu sistem penyelenggaraan
rekam medis yaitu mulai pencatatan selama pasien mendapatkan pelayanan medik,
dilanjutkan dengan penanganan berkas rekam medis yang meliputi penyelenggaraan
penyimpanan serta pengeluaran berkas dari tempat penyimpanan untuk melayani
permintaan / peminjaman apabila dari pasien atau untuk keperluan lainnya. Rekam medis
mempunyai 2 bagian yang perlu diperhatikan yaitu :

bagian pertama adalah tentang individu : suatu informasi tentang kondisi kesehatan dan
penyakit pasien yang bersangkutan dan sering disebut Patient Record

bagian kedua adalah tentang manajemen: suatu informasi tentang pertanggungjawaban


apakah dari segi manajemen maupun keuangan dari kondisi kesehatan dan penyakit pasien
yang bersangkutan.

Rekam medis juga merupakan kompilasi fakta tentang kondisi kesehatan dan penyakit
seorang pasien yang meliputi dua hal :

1.Data terdokumentasi tentang keadaan sakit sekarang dan waktu lampau

2.Pengobatan yang telah dan akan dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional secara tertulis.

2.    TUJUAN DAN KEGUNAAN REKAM MEDIS

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalamrangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaanrekam
medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak akan berhasil.
3.KEGUNAAN REKAM MEDIS ANTARA LAIN :

1.Aspek Administrasi, Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi , karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga mdis dan
perawat dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan

2.    Aspek Medis, Catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan


pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada pasien

3.   Aspek Hukum, Menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk
menegakkan keadilan

4.   Aspek Keuangan, Isi Rekam Medis dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan
biaya pembayaran pelayanan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan / pelayanan, maka
pembayaran tidak dapat dipertanggungjawab-kan

5.   Aspek Penelitian, Berkas Rekam medis mempunyai nilai penelitian , karena isinya
menyangkut data / informasi yang dapat digunakan sebagai aspek penelitian .

6.    Aspek Pendidikan, Berkas Rekam Medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya
menyangkut data / informasi tentang kronologis dari pelayanan medik yang diberikan pada
pasien

7.       Aspek Dokumentasi, Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus
didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana
kesehatan.

Berdasarkan aspek-aspek tersebut , maka rekam medis mempunyai kegunaan yang


sangat luas yaitu :

1.Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya yang ikut  ambil bagian
dalam memberikan pelayanan kesehatan

2.Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang


pasien

3.Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung / dirawat di Rumah sakit

4.Sebagai bahan yang berguna untuk analisa , penelitian dan evaluasi terhadap program pelayanan
serta kualitas pelayanan, Contoh : Bagi seorang manajer :

§Berapa banyak pasien yang datang ke sarana kesehatan ? baru dan lama ?
§Distribusi penyakit pasien yang datang ke sarana kesehatan kita

§Cakupan program yang nantinya di bandingkan dengan target program

5.  Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, sarana kesehatan maupun tenaga kesehatan
yang terlibat.

6.  Menyediakan data dan informasi yang diperlukan untuk keperluan pengembangan
program, pendidikan dan penelitian

7.  Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan kesehatan

8.  Menjadi      sumber     ingatan   yang     harus   didokumentasikan    serta   bahan


pertanggungjawaban dan laporan

4.KERAHASIAAN REKAM MEDIS

Secara umum telah disadari bahwa informasi yang didapat dari rekam medis  sifatnya rahasia
Tetapi kalu dianalisa, konsep kerahasiaan ini, akan ditemui banyak pengecualian Yang
menjadi masalah disini ialah : Bagi siapa rekam medis itu dirahasiakan, dan dalam keadaan
bagaimana rekam medis dirahasiakan Informasi di dalam rekam medis bersifat rahasia karena
hal ini menjelaskan hubungan yang khusus antara pasien dan dokter yang wajib dilindungi
dari pembocoran sesuai dengan kode etik kedokteran dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Pada dasarnya informasi yamg bersumber dari rekam medis ada dua kategori :

1.Informasi yang Tidak Mengandung Nilai Kerahasiaan

Adalah perihal identitas (nama, alamat, dan lain-lain) serta informasi lain yang tidak mengandung
nilai medis, lazimnya informasi jenis ini terdapat dalam lembaran paling depan berkas rekam medis
rawat jalan  maupun rawat inap ( Ringkasan riwayat klinik ataupun ringkasan masuk dan keluar
pasien ). Namun sekali lagi perlu diingat bahwa karena diagnosa akhir pasien mengandung nilai
medis maka lembaran tersebut tetap tidak boleh disiarkan kepada pihak-pihak yang tidak
berwenang Walaupun begitu petugas tenaga bantuan, perawat, petugas rekam medis, maupun
petugas rumah sakit lainnya harus berhati-hati bahwa ada kalanya identitas pasienpun dianggap
perlu disembunyikan  dari pemberitaan, misalnya apabila pasien tersebut adalah seorang
tanggungan polisi ( buronan ), Hal ini semata-mata dilakukan demi ketenangan si pasien dan demi
tertibnya rumah sakit dari pihak-pihak yang mungkin bermaksud mengganggu Oleh karena itu
dimanapun petugas itu berdinas  tetap harus memiliki kewaspadaan yang tinggi agar terhindar dari
kemungkinan tuntutan ke pengadilan

2.Informasi yang Mengandung Nilai Kerahasiaan


Yaitu laporan atau catatan yang terdapat dalam berkas rekam medis sebagai hasil
pemeriksaaan, pengobatan, observasi atau wawancara dengan pasien. Informasi ini tidak
boleh disebarluaskan  kepada pihak-pihak yang tidak berwenang, karena menyangkut
individu langsung si pasien, walaupun begitu perlu diketahui pula bahwa pemberitahuan
keadaan sakit di pasien kepada pasien maupun kepada keluarganya oleh orang rumah sakit
selain dokter yang merawat sama sekali tidak diperkenankan Pemberitahuan kepenyakitan
kepada pasien / keluarga menjadi tanggung jawab dokter pasien, pihak lain tidak memiliki hk
sama sekali

5.PEMBERIAN INFORMASI REKAM MEDIS

Berbicara tentang pemberian informasi, kadang-kadang membingung-kan bagi seorang


petugas rekam medis karena harus mempertimbangkan setiap situasi bagi pengungkapan
suatu informasi dari rekam medis ini, permintaan terhadap informasi banyak datang dari
pihak ketiga yang akan membayar biaya : seperti asuransi, perusahaan yang pegawainya
mendapatkan perawatan di rumah sakit, damn lain-lain. Disamping itu pasien dan
keluarganya, dokter dan staf medis, dokter dan rumah sakit lain yang turut merawat seorang
pasien, lembaga pemerintahan dan badan-badan lain juga sering meminta informasi tersebut.
Meskipun kerahasiaan menjadi faktor terpenting dalam hal pengelolaan rekam medis, akan
tetapi harus diingat bahwa hal tersebut bukanlah faktor satu-satunya yang menjadi dasar
kebijaksanaan dalam pemberian informasi. Hal yang sama pentingnya ialah dapat selalu
menjaga / memelihara hubungan baik dengan msyarakat, oleh karena itu perlu adanya
ketentuan-ketentuan yang wajar dan senantiasa dijaga bahwa hal tersebut tidak merangsang
hak peminta informasi untuk mengajukan tuntutan lebih jauh kepada rumah sakit.

Seorang pasien dapat memberikan persetujuan untuk memeriksa isi rekam medisnya dengan
memberi suatu kuasa. Orang-orang yang membawa surat kuasa ini harus menunjukkan tanda
pengenal (identitas) yang syah kepada pimpinan rumah sakit, sebelum mereka diizinkan
meneliti isi rekam medis yang diminta. Badan-badan pemerintah seringkali meminta
informasi rahasia tentang seorang pasien. Apabila tidak ada undang-undang yang menetapkan
hak satu badan pemerintah, untuk menerima informasi tentang  pasien, mereka hanya dapat
memperoleh  informasi atas persetujuan dari pihak yang bersangkutan sebagaimana yang
berlaku bagi badan-badan swasta. Jadi patokan yang perlu dan harus senantiasa dingat oleh
petugas rekam medis adalah : “ Surat persetujuan untuk memberikan informasi yang
ditangani oleh seorang pasien atau pihak yang bertanggung jawab, selalu diperlukan untuk
setiap pemberian informasi dari rekam medis.

Anda mungkin juga menyukai