Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH 

TAQWA DAN RUANG LINGKUPNYA

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan
seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total
kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan
dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu
sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali
dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang,
diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.
Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya
dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah
tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa
kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam
keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau
rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di
siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat
ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan
melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal
itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita
yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu
dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan
selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau
ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya
Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu taqwa?
2.      Bagaimana ruang lingkup taqwa?
3.      Bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?
C.     Tujuan Penulisan
1.      Ingin mengetahui apa itu taqwa?
2.      Ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup taqwa?
3.      Ingin mengetahui bagaimana ciri- ciri orang bertaqwa?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Kedudukan dan RuangLingkup Taqwa


1. Pengertian dan Kedudukan Taqwa
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga,
memelihara dan melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara
keimanan yang diwujudkan dalam pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara
bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang membentengi manusia dari hal-hal yang
menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang yang bertaqwa adalah
orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan mengerjakan perintah-
Nya dan tidak melanggar larangan-Nya kerena takut terjerumus ke dalam perbuatan
dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap
sesuatu dalam rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar, pantang berbuat salah dan
melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau
rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di
siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat
ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan
melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal
itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita
yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at,
bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu
dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan
selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau
ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya
Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah

2. Ruang lingkup Taqwa


1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan hati nuranui dan dirinya sendiri
3. Hubungan manusia dengan sesama manusia
4. Hubungan manusia dengan lingkungan hidup
Hubungan dengan Allah SWT

Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya


kepada Allah SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita
dapat menghindari dari kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten
terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara hubungan dengan Allah dimulai dengan
melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas seperti mendirikan shalat
dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita,
melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri,
menunaikan zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari
ketamakan. Dan hati yang dapat mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari
takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Segala perintah-perintah Allah
tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri melainkan
merupakan untuk keselamatan manusia.
Ketaqwaan kepada Allah dapat dilakukan dengan cara beriman kepada Allah
menurut cara-cara yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya
untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam
surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
“inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertaqwa “. (QS. Ali-imran 3:138)
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu,
menunaikan zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah
haji sekali dalam seumur hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan-Nya. Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas
segala nikmat yang telah diberikan-Nya, bersabar dalam menerima segala cobaan
yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala dosa yang
telah dilakukan.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama
serta lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik
seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar,
pemaaf, adil, ikhlas, berani, memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga
harus bisa mengendalikan hawa nafsunya karena tak banyak diantara umat manusia
yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga semasa hidupnya hanya
menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf ayat 53
yang artinya:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu
menyuruh kepada kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh  tuhanku.
Sesungguhnya tuhanku  maha pengampum lagi maha penyayang”. (QS. Yusuf 12:53)
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar
mampu mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat
ditandai dengan ciri-ciri, antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang
datang kepada dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam
menjalani segala perintah Allah karena dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat
upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa dilaksanakan dengan baik. Selain
bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan segala sesuatu dan
menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa
berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah
diberikan Allah dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang
telah ditentukan.
Hubungan manusia dengan manusia
Agama islam mempunyai konsep-konsep dasar mengenai
kekeluargaan, kemasyarakatan, kebangasaan dll. Semua konsep tersebut
memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang berhubungan dengan manusia
dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Mereka hidup berkelompok-kelompok, berbangsa-bangsa dan bernegara. Mereka saling
membutuhkan satu sama lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka
tak ada tempatnya diantara mereka saling membanggakan dan menyombongkan diri.,
sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada kekuatannya, harkat dan martabatnya,
ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua manusia sama derajatnya
dimata allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang yang
paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan
antara manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan
cara dan gaya hidupnya yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap
taqwa juga tercemin dalam bentuk kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi
yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu orang
yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan kerja sama dalam
segala bentuk kebaikan dan kebijakan.
Surat Al-baqarah ayat 177:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu  suatukebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian,
malaikat, kitab, nabi, danmemberikan harta yang  dicintainya kepada kerabat, anak
yatim, oaring miskin, musafir(yang memerlukan pertolongan), dan orang-orangyang
meminta-minta, dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat
danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan
orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan dalam peperangan.
Mereka  itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa.
(Al- baqarah 2:177).
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan
yang dimiliki orang yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan
menggambarkan hubungan kemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang
menepati janji. Dalam ayat ini Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan
saja karena aspek tenggang rasa terhadap sesama manusia dijelaskan secara
terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga
mengeluarkan harta diposisikan antar aspek keimanan dan shalat
Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidup
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan
hidupnya. Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas
kekhalifahannya di tengah alam, sebagai subjek yang bertanggung jawab menggelola
dan memelihara lingkungannya. Sebagai penggelola, manusia akan memanfaatkan
alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa harus merusak lingkungan disekitar
mereka. Alam dan segala petensi yang ada didalamnya telah diciptakan Allah untuk
diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja
keras menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang
bermanfaat bagi manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan
pemelihara lingkungan alam. Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan
kepedulian kepada lingkungan hidup dengan saling memberikan manfaat. Manusia
memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa harus merusak dan
merugikan lingkungan itu sendiri.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan
sebaik-baiknya. Ia dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga
memeliharanya agar tidak habis atau musnah. Fenomena kerusakan lingkungan
sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh dari ketaqwaan. Mereka mengeksploitasi
alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada lingkungan itu sendiri dimasa
depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh dari mala
petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan bencana
banjir dan erosi tanah sehingga terjadi longsor yang dapat merugikan manusia.
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus
disyukuri dengan cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan
sebaik-baiknya. Disamping itu alam ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan
dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat Allah dengan cara ini akan menambah kualitas
nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia. Sebaliknya orang yang tidak
bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat menyedihkan. Azab
Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa batas
karena kerusakan manusia.
B. Ciri- ciri Orang Bertaqwa
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami
akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-yat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS.7:96)
Ciri- ciri Orang Taqwa Menurut Al-qur'an
A.     Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang
yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:
1.      Beriman pada yang ghaib
2.      Mendirikan salat
3.      Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya
4.      Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
5.      Yakin kepada hari akhirat
Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang
taqwa, Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga
sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan
tempat yang berbeda-beda.

B.     Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar  dan mereka


itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :

1.      Beriman kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi


2.      Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang
miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.
3.      Membebaskan perbudakan
4.      Mendirikan salat
5.      Menunaikan zakat
6.      Memenuhi janji bila berjanji
7.      Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.
C.     Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan
bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu :

1.      Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit


2.      Orang-orang yang menahan amarahnya
3.      Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain
4.      Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka
ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.
5.      Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita
beramal dan bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendapat
ridho, kasih sayang dan kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan
dan keselamatan dari Allah. Atau dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala
amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah hanya menerima ibadah dari orang-
orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan melindungi orang-orang
yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di sisi Allah
Ta’ala.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat
penting dalam agama islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan
ukuran dari segala pekerjaan seorang muslim.
Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan
dengan manusia dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan
Lingkungan Hidup.

DAFTAR PUSTAKA
file:///F:/agama/Makalah-Agama-Taqwa.html
Azra. Azumardi, Dr. Prof. Dkk, Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi
Umum: Jakarta. 2002
Cholid, M, Drs. M, M.Ag, dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan

Tinggi, Bandung:STPDN Press, 2003

Anda mungkin juga menyukai