Anda di halaman 1dari 7

P ERSAHABATAN

YANG ABADI

Buku hitam tebal yang lusuh tersebut menunjukkan coretan


dari jari tangannya yang lentik.

Gadis itu tersenyum di bawah cahaya bulan purnama penuh ia


tetap menulis kegiatan yang ia lakukan di hari ini. Jendela
kamar yang terbuka mempersilahkan angin untuk masuk,
mengibaskan setiap helai rambutnya yang ikal dan indah.

Myhta namanya, seorang gadis polos, pintar, dan memiliki


senyum yang manis. Tak heran jika banyak kaum adam yang
menyukainya karena cantik dan kepolosan yang menjadi ciri
khas bagi gadis itu.

Di bawah sinar rembulan itu ia bergumam “Bulan, andai saja


kamu bisa berbicara, aku ingin kamu menjadi temanku di
malam yang sepi ini, mendengarkan keluh kesahku dan
tertawa bersamaku.

Tok…tok…tok…

Myhta menutup buku diary nya yang lusuh itu dan menaruh ke
dalam lemarinya kembali. Ia sudah mengetahui bahwa orang
yang mengetuk pintu kamarnya sudah pasti Vina, mama
Mhyta..

“Masuk maa” ucap Mhyta

Mamanya masuk dan membawa segelas susu yang sudah


menjadi kebiasaannya untuk Myhta sebelum tidur.

“Nak, dihabiskan yaa, jangan kemalaman tidurnya. Toh besok


kamu harus bangun pagi mau ke sekolah.” Ucap ibunya seraya
meletakkan segelas susu itu ke atas meja Myhta.

“Iya maa, ini udah mau tidur” kata Myhta

Mamanya kemudian mengecup dahi Myhta dan berkata


“Selamat malam gadis kesayangannya mama.”

“Selamat malam juga ma.” ucap Myhta seraya memeluk


mamanya itu.

Keesokan paginya, Myhta bergegas ke sekolah dan tak lupa


memakan sarapannya terlebih dahulu.

“Loh kok cepat amat ke sekolahnya, ini masih jam 6 pagi loh.”
kata Vina yang terheran heran melihat anaknya yang terlalu
pagi ke sekolah.

“Iyah maa, Myhta sengaja karena ada tugas sekolah yang


harus Myhta selesain di sekolah sama temen-temen. Myhta
juga mau ngindari macet.”

Vina menggangguk seraya mengerti lalu Myhta segera


mencium tangan Vina dan berpamitan kepadanya. Lalu gadis
itu segera menuju halte untuk menunggu bus yang akan
mengantarnya ke sekolah. Tak menunggu waktu lama, bus
yang akan mengantarkan Myhta ke sekolah datang lalu Myhta
segera naik bersama orang-orang yang menunggu juga di
halte tersebut.

Sekitar 10 menit bus itu berjalan, bus itu akhirnya sampai di


Sekolah Angkasa, sekolah Mhyta. Myhta pun turun setelah
membayar ongkos bus kepada sang supir.

Pagi hari yang cerah dan juga suasana yang bersahabat


membuat Myhta sangat bersemangat menjalankan harinya di
sekolah. Kicauan burung juga yang tak kalah merdu membuat
hati Myhta merasa tenang. Ia melangkah menyusuri koridor
sekolah menuju kelasnya, kelas XI IPA 9. Sesaat memasuki
ruangan kelas, terdengar ada keributan dan kericuhan dari
dalam kelasnya. Myhta pun penasaran dan mempercepat
langkah kakinya memasuki kelas dan melihat banyak orang
berkumpul seperti menonton sesuatu.

“Loh bukan aku yang robek-robek buku kamuu” kata Andien,


sahabat Myhta kepada lawan bicaranya.

“Jelas-jelas tadi aku ngeliat kamu duduk di tempat aku saat aku
ke toilet dan setelah aku kembali, buku aku tiba-tiba sobek
berantakan ginii” balas Luna yang tak mau mengalah.

“Kamu fitnah aku ya, kamu gak liat juga siapa yang ngerobek
udah main tuduh aja” balas Andien tak mau kalah.

Tiba-tiba Luna langsung menjambak rambut Andien karena


emosinya yang sudah tak tertahankan. Andien kemudian
membalas menjambak rambut Luna. Suasana kelas makin
ricuh. Myhta yang tak tinggal diam langsung memasuki
kerumunan itu mencoba melerai kedua cewek tersebut.

“Hey apaansih kalian, masih pagi gini udah buat keributan di


kelas” ucap Myhta.

“Tolongin akuu Mhytt, dia tiba-tiba ngejambak rambut aku


padahal aku gak ada salah loh” ucap Andien kepada
sahabatnya itu.

“Bener yang dikatakan Andien?” tanya Myhta kepada Luna.

“Heh kamu, mentang-mentang sahabatnya Andien gak usah


ikut campur masalah orang deh” ucap Luna sinis.

Setelah itu bel berbunyi, lalu kerumunan orang itu berpencar


untuk duduk ke tempat duduk mereka masing-masing karena
akan datang guru matematika super killer. Tak lama kemudian
guru matematika itu masuk dengan wajah menyeramkan
seperti biasanya.

“Buka buku cetak matematika kalian hal 48, sekarang!” ucap


guru matematika yang sangar itu.

“Luna silahkan maju ke depan dan kerjakan soal nomor 2”

Luna mengenduskan napasnya kasar tanda ia sangat benci


jika sudah disuruh begitu, menyebalkan.

Sudah sejam lebih pelajaran matematika berlangsung


membuat seluruh penghuni kelas XI IPA 9 merasa bosan dan
terus mengecek jam menunggu bel istirahat berbunyi. Yah
biasalah siswa, kalau sudah pelajaran matematika, mereka
seperti membawa beban yang sangat berat karena menurut
mereka pelajaran matematika merupakan pelajaran tersulit dan
bahkan diakui oleh kebanyakan orang.

Kringgg…

Bel istirahat pun berbunyi, seluruh penghuni kelas XI MIA 9


segera berlarian keluar kelas sambil berseru bak kemerdekaan
telah datang kepada mereka.

Myhta pun keluar kelas bersama Andien dan kedua


sahabatnya yang lain, yaitu Ana dan Tasya. Mereka akan
menuju ke kantin dan melewati lapangan bola basket. Mereka
melihat sekumpulan cowok yang sibuk bermain basket dan
saling bersaing berebut bola untuk memasukkannya ke ring.

“Gais gais ganteng banget tuh cowok yang paling tinggi gila.”
kata Ana yang membuka pembicaraan.

“Biasa aja, mata lu yang kurang minesnya kali” balas Mhyta


membuat Andien dan Tasya terkekeh geli.

“Yaelahh, skali aja kek kalian ngedukung gue.”

Tiba-tiba secara bersamaan, saat cowok yang paling tinggi itu


melempar bola, bola itu tidak sengaja terlempar keluar
lapangan dan tepat mengenai kepala Myhta. Myhta pun
terjatuh karena merasa pusing. Semua orang tertuju melihat
Myhta dan segera menghampiri Myhta begitupun dengan
cowok tinggi itu segera melihat keadaan cewek yang tidak
sengaja ia lempari bola.

“Ehh lo, tanggung jawab tuhh sama teman gue. Temen gue
pusing gini karena lo” ucap Tasya dengan nada tinggi.

“e-e-ehh maaf yaa, gue nggak sengaja ngelempar sampe kena


kepala lo” Ucap cowok itu terbata-bata.

“Iya-iya udah nggak papa, udah agak baikan kok” ucap Myhta.

“By the way, gue Dhirga anak kelas XI IPA 5. Salam kenal ya.
Nama lo siapa?” tanya Dhirga yang memperkenalkan diri.

“Gue Myhta anak kelas XI IPA 9” jawab Myhta.

“Ohiya ini sahabat-sahabat gue” lanjut Myhta memperkenalkan


ketiga sahabatnya.

“Gue Ana, gue Andien, dan gue Tasya” ucap mereka satu
persatu.

“Salam kenal, ohiya gue mau ngetraktir kalian sebagai gantinya


karena gue nggak sengaja ngecelakai temen kalian” ucap
Dhirga kepada ketiga cewek itu.

Keempat cewek itu saling menatap satu sama lain dan saling
memberi kode apakah mereka menerima tawaran tersebut
atau tidak. Mereka kemudian mengangguk tanda setuju.

“Okeyy, yuk ke kantin sekarang, 10 menit lagi bel masuk loh.”


ucap Ana bersemangat.

Mereka kemudian pergi menuju kantin dan memesan bakso


kesukaan mereka berempat, sedangkan Dhirga memesan
gado-gado. Sambil menikmati hidangan mereka, mereka saling
bercerita dan bercanda tawa. Tak menyadari bahwa ada yang
menatap mereka dengan tatapan tak suka, Luna, yang sedari
tadi masing menyimpan dendam.

Setelah memanjakan perut mereka, mereka segera pergi ke


kelas mereka masing-masing karena bel masuk sudah
berbunyi. Saat perjalanan pulang ke kelas, ada seseorang
yang sengaja menyenggol mereka sambil membawa minuman
hingga minuman itu tumpah dan mengenai baju Myhta.

“Eh lo Lunn napasihh, liat jalan dong kalau jalan, tuh kan baju
temen gue jadi kotor gitu.” ucap Ana dengan nada sinis.

“Eh sorry ya Myhtt, gue nggak sengaja numpahin minuman gue


ke baju lo.” ucap Luna dengan senyum sinis.

Dhirga yang melihat percakapan mereka merasa ada yang tak


beres dengan hubungan pertemanan mereka, padahal mereka
sekelas.

“Sudah, sudah. Kalian itu gak sepatutnya bertengkar dan saling


membenci seperti ini, kalian itu sekelas loh. Terus kalian itu
cewek, gak baik nyimpan dendam dan saling bermusuhan
seperti ini.” ucap Dhirga berusaha menyadarkan dan melerai
mereka.

Luna yang mendengarkan kata Dhirga tersentak kaget dan


merasa bahwa perkataan Dhirga ada benarnya. Ia tak mau lagi
menjadi perempuan pendendam karena perempuan yang baik
adalah perempuan yang bisa mengatur amarahnya. Begitupun
dengan mereka berempat yang juga menyadari kesalahan
mereka sendiri. Tiba-tiba Myhta menarik tangan ana dan
tersenyum. Luna yang hanya mendongak tiba-tiba membuka
suara.

“Myhtt, Andien, Ana, Tasya, maafin gue.” ucap Luna sambil


menunduk memikirkan kesalahannya.
“Iya nggak papa, kita juga minta maaf karena ucapan kita yang
membuat lo marah dan menyimpan dendam seperti ini.” ucap
Myhta mewakili mereka berempat.

Mereka pun saling berpelukan satu sama lain. Setelah mereka


berpelukan, mereka saling senyum dan kemudian saling
merangkul. Kini jadilah persahabatan mereka berlima. Dhirga
yang hanya melihat itu tersenyum puas dengan ucapannya.
Mereka kemudian berjalan bersama menuju kelas mereka
masing-masing karena jalan menuju kelas mereka searah.
Sesampainya di kelas XI IPA9, murid-murid yang berada dalam
kelas itu menatap mereka tak percaya dan bertanya-tanya.
Menyadari dengan tatapan mereka, mereka hanya senyum dan
tetap saling merangkul seraya bercanda ria.
Pelajaran yang dapat mereka petik bahwa, “Dendam dan
permusuhan hanya akan menciptakan kebencian dan
permusuhan, dan sebaik-baik pertemanan adalah mereka yang
tetap saling merangkul dan bersikap baik walaupun ada selisiih
atau keganjalan diantara pertemanan karena tetap bersikap
baik merupakan wujud perilaku yang terpuji dan ampuh
meredakan dendam dan permusuhan.”

~ SELESAI ~

NAMA: REVINA GHAITSA SAUSAN N.


KELAS: XI MIA OLIMPIADE 1

Anda mungkin juga menyukai