DISUSUN OLEH
KELAS I C KEBIDANAN
T.A 2019/2020
Etika Untuk Melayani atau Menerima Pasien
A. Pengertian-Pengertian Dasar
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno. Yang berasal dari kata “Ethos” dalam
bentuk tunggal mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan, tingkah laku manusia, adat,
akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Arti terakhir inilah yang menurut
Aristoteles menjadi latar belakang – usul kata-kata ini, “Etika” berarti ilmu tentang
apa yang biasa diakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan(Farelya,gita.2018.hal,1)
Tujuannya dibentuk Majelis Etika bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang
seimbang dan obyektif kepada bidan dan penerima
pelayanan(Dwienda,dkk.2014.hal.187).
Saat meberi pelayanan seperti tenaga kesehatan lainnya, bidan juga sering
menghadapi dilema, terutama jika keinginan pasien bertentangan dengan prinsip yang
dipegang bidan. Contohnya, seorang ibu ingin menggugurkan janinnya karena setelah
tes USG (Ultrasonografi) diketahui bahwa bayinya mengalami sindrom down. Si
bidan ditugaskan untuk terlibat dalam proses terminasi kehamilan tersebut, padahal
secara pribadi, dia tidak setuju dengan tindakan aborsi. Pada kasus tersebut, bidan
berhak menolak namun sebaikanya pada awal bekerja, dia sudah mengatakan
keberatannya kepada supervisor agar bila terjadi situasi kedaruratan, bidan itu
terhindar dari tinndakan melalaikan pasien.
Seorang advokat merupakan individu yang mulia berani, dan jujur, memiliki
penilaian yang baik dan tulus serta ulek dalam mengajarkan tugasnya. Seorang
advokat, disertai dengan kepandaian bertutur bahasa, mampu menempatkan
permasalahan dengan tepat sekaligus mampu mengontrol perasaan pribadinya. Untuk
menjalankan peran advokasi dengan baik, bidan harus benar-benar menyadari
posisinya dan dimana dia berada. Advokasi adalah rantai penghubungan antara
menjadi professional sekaligus menjaga otonomi pasiennya. Peran bidan dalam
memberikan advokasi sangat penting, khususnya ketika pasien menolak, mencabut
persetujuan (consent) atas tindakan medis yang sebenarnya dapat mencegah
terjadinya kematian atau kesakitan pasien itu sendiri. Contohnya, seorang ibu
menolak tindakan operasi ceasar, dengan alasan ingin merasakan proses persalinan
normal dan menjadi perempuan yang seutuhnya, padahal pada saat itu kondisi si ibu
tidak memungkinkan untuk menjalani persalinan normal. Dalam kondisi ini bidan
harus berperan sebagai advokat dengan member penjelasan dan dorongan (bukan
paksaan) kepada ibu mengenai sisi positif dan negative dari keputusan yang dia
ambil.
Karena posisi bidan yang tidak hanya membantu proses kelahiran an sich
maka agar dapat menjalankan perannya dengan baik, bidan dituntut untuk senantiasa
memperbarui ilmunya dengan mengikuti perkembangan ilmu kebidanan sehingga
dapat member perawatan berdasarkan fakta ilmiah. Pelayanan kesehatan tidak boleh
berdasarkan pada ritual dan sejarah sehingga tenaga kesehatan dituntut senantiasa
bisa mengupdate informasi(Yuwono.2013.hal,348-355).