Anda di halaman 1dari 20

INFERTILITAS

TUGAS MATA KULIAH: KESEHATAN REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

KELAS : I C DIII-KEBIDANAN

1. ENDARWATI ABUNIO 751540119077


2. INDRIANI ALIWU 751540119078
3. JHIAN BILONDATU 751540119079
4. MAIMUN DJIMADI 751540119080
5. MERLANDY PAKAYA 751540119081

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN

T.A 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT karena


limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk
menyelesaikan makalah kami dengan judul “INFERTILITAS”

Dengan selesainya makalah ini maka dengan segala kerendahan


hati kami mengucapakan terima kasih kepada teman-teman yang memberi
dukungan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak


kekurangan yang harus dibenahi untuk kami mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif untuk menuju kesempurnaan. Maka makalah ini di
susun untuk dapat memenuhi tugas mata kuliah dan semoga bermanfaat.

Gorontalo, 02 maret 2020

Penyusun

 KELOMPOK III

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ......................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 5

C. Tujuan ..................................................................................................... 5

D. Manfaat ................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Defini Infertitlitas ................................................................................... 6

B. Tanda dan Gejala Infertilitas ................................................................... 6

C. Macam-macam Infertilitas ....................................................................... 8

D. Faktor Penyebab ..................................................................................... 9

E. Penanganan dan Pengobatan ................................................................. 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 17

B. Saran ...................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pasangan suami istri kemungkinan besar sangat megharapkan
mempunyai keturunan sebagai generasi penerus mereka, tetapi tidak semua
pasangan yang berhasil mendapatkan keturunan setelah menikah beberapa
lama. Pasangan ini adalah pasangan yang infertil sehingga diperlukan
pengelolaan yang benar dalam menangani masalah ini sehingga pihak wanita
tidak seharusnya dikatakan sebagai penyebab infertil pasangan suami
istri.Masalah infertilitas itu sendiri bukan masalah yang sederhana. Infertilitas
dapa disebabkan dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam kehidupan
suami istri (Syafrudin, dkk, 2009: 40).
Kesempatan menjadi hamil tergantung pada lamanya hubungan seksual,
frekuensi koitus, dan usia pasangan. Normalnya, pasangan berusia muda
berkesempatan mengalami kehamilan sebesar 25% setelah satu bulan
melakukan koitus tanpa pengaman, sebanyak 70% pasangan berkesempatan
mengalami kehamilan sekitar 6 bulan setelah koitus, serta sebanyak 90%
pasangan berksempatan mengalami kehamilan sekitar 1 tahun setelah koitus.
Hanya 5% pasangan yang akhirnya menjadi hamil setelah 1,5 atau 2 tahun
koitus.
Angka satu tahun ditetapkan karena biasanya 85% pasangan dalam satu
tahun sudah memiliki keturunan. Ini berarti 15% pasangan usia subur
mempunyai masalah infertilitas, dan diperkirakan sebanyak 85%-90%
pasangan yang seahat akan mendapatkan pembuahan dalam satu tahun, jadi
jika dalam waktu tersebut ternyata seseorang belum juga hamil, maka
sebaiknya mulai untuk melakukan pendeteksian dini (Harnani, dkk, 2015:
54).

4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah yaitu:
1. Apa itu infertilitas?
2. Bagaimana tanda dan gejala pada infertilitas?
3. Apa saja macam-macam infertilitas?
4. Bagaimana penanganan dan pengobatan infertilitas?
5. Apa faktor penyebab terjadiya infertilitas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu infertilitas.
2. Mengetahui tanda dan gejala pada infertilitas.
3. Mengetahui maam-maam infertilitas.
4. Mengetahui penanganan dan pengobatan infertilitas
5. Mengetahui faktor penyebab terjadinya infertilias.

D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai masalah infertilitas, berbagai macam infertilitas, faktor penyebab,
serta cara penenganan yang tepat.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Infertilitas didefinisikan sebagai hilangnya kemampuan
untuk hamil dan melahirkan seorang anak. Keadaan ini tidak
sama dengan stelititas, yang merupakan ketidakmampuan
absolut dan irefersibel untuk hamil. Secara klinis, suatu
pasangan diduga mengalami infertilitas jika tidak terjadi
kehamilan setelah koitus yang sering dan tidak menggunakan
kotrasepsi selama 12 bulan (Linda, dkk, 2010: 76).
Infertilitas (ketidaksuburan) adalah kesulitan memperoleh keturunan
pada pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi dan melakukan
senggama secara teratur. Secara praktis, pasangan yang ingin mempunyai
anak tetapi belum mendapatkannya dalam jangka waktu 1-2 tahun setelah
menikah, sering dianggap infertil. Menurut penelitian, sebanyak 10-20%
pasangan suami istri diperkirakan mengalami infertilitas (Yesie, 2009: 53).
Kesempatan menjadi hamil tergantung pada lamanya hubungan seksual,
frekuensi koitus, dan usia pasangan. Normalnya, pasangan berusia muda
berkesempatan mengalami kehamilan sebesar 25% setelah satu bulan
melakukan koitus tanpa pengaman, sebanyak 70% pasangan berkesempatan
mengalami kehamilan sekitar 6 bulan setelah koitus, serta sebanyak 90%
pasangan berksempatan mengalami kehamilan sekitar 1 tahun setelah koitus.
Hanya 5% pasangan yang akhirnya menjadi hamil setelah 1,5 atau 2 tahun
koitus (Anwar & Anwar, 2016) (Harnani, dkk, 2015: 55-56).

B. Tanda dan Gejala Infertilitas


Secara umum pasangan suami istri yang melakukan hubungan seks satu
kali pada masa subur mempunyai peluang hamil yang tidak terlalu tinggi.
Tetapi bila di lakukan secara berulang, maka kemungkinan hamilnya menjadi

6
cukup tinggi. Dari 100 orang yang menikah, yang langsung hamil pada satu
bulan pertama hanya 25 oranga tau 25% saja. Dalam 3 bulan bisa sekitar 60%
yang hamil dan dalam kurun waktu satu tahun 85% sudah hamil. Jadi
pasangan normal sebagian besar memerlukan waktu satu tahun untuk hamil.
Tanda pasangan kurang subur bisa di lihat bila setelah 12 bulan
melakukan hubungan seks secara teratur dan tanpa memakai alat kontrasepsi
masih belum hamil. Pada pasangan ini harus cepat memeriksakan diri.
Pemeriksaan pada suami lebih gampang di lakukan, sedangkan pemeriksaan
pada istri lebih rumit. Pemeriksaan yang di lakukan haruslah secara bertahap.
Pemeriksaan meliputi tanda-tanda fisik, tinggi badan, berat badan, dan umur.
Kemudian, di periksa juga kondisi seks sekunder. Bila ternyata bermasalah,
selanjutnya di lakukan analisis penyebab infertil. Penyebab tidak hamil pada
wanita yang paling banyak adalah faktor gangguan saluran telur karena
saluran telur tersumbat atau infeksi, dan masalah gagalnya produksi sel telur.
Pada perempuan, siklus haid yang tidak teratur atau haid yang terasa
sakit sekali, bisa menjadi pertanda adanya gangguan dan proses produksi sel
telurnya. Selain itu, berat badan yang berlebihan atau terlalu kurang, bisa
mengganggu fungsi indung telur sehingga terjadi gangguan ovulasi yang
menyebabkan infertil. Konsumsi obat-obatan tertentu, seperti transqualizers
haru di cermati karena dapat mempengaruhi ovulasi. Olahraga dalam kadar
yang cuku sangat di perlukan untuk menjaga kesehatan secara umum. Hindari
stres dan depresi juga sangat penting terutama menghindari perasaan bersalah
dan mengatasi rasa marah.
Bagi perempuan yang telah menikah,sebaiknya belajar untuk mengetahui
kapan waktu subur. Cara yang mudah adalah dengan mengukur suhu badan.
Setiap hari suhu badan di ukur dan di buat dalam bentuk grafik. Terperatur
bdan menggambarkan perubahan hormon. Setelah ovulasi, suhu badan akan
meningkat dan usia subur berada di sekitar tanggal-tanggal tersebut.
Tanda-tanda pasangan risiko tinggi infertil:
1. Ketika menikah istri sudah berusaha lebih dari 35 tahun
2. Haidnya sudah tidak teratur dari dulu, atau tidak haid sama sekali

7
3. Pernah keguguran berulang
4. Pernah mengalami operasi berat di perut
5. Pernah mengalami infeksi di panggul
6. Mengalami kesulitan dalam melakukan hubungan seks (mery).

Gejala infertilitas berupa:

1. Tidak kunjung hamil


2. Reaksi emosional ( baik pada istri, suami maupun keduanya) karena tidak
memiliki anak, kemandulan sendiri tidak menyebabkan penyakit fisik,
tetapi dampak psikisnya pada suami, istri maupun keduanya bisa sangat
berat. Pasangan tersebut mungkin menghadapi masalah dalam
pernikahannya seperti, depresi, kecemasan, (termasuk perceraian)
(Harnani, dkk, 2015: 57-64).

C. Macam-macam Infertilitas
1. Infertilitas Primer
Suatu keadaan ketika Pasangan Usia Subur (PUS) yang telah menikah
lebih dari satu tahun hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa
usaha pencegahan, tetapi belum terjadinya kehamilan, atau belum pernah
melahirkan anak hidup. Pada perempuan di kenal infertilitas primer bila ia
belum pernah hamil sebelumnya. Keguguran termasuk infertilitas karena
yang bersangkutan terbukti belum pernah melahirkan, sementara bila
perempuan hamil dan melahirkan bayi lahir di namakan fertil. Pada pria
kalau ia belum pernah menghamili di sebut infertilitas primer.
2. Infertilitas Sekunder
Keadaan dimana pasangan PUS yang sudah mempunyai anak, sulit
untuk memperoleh anak lgi, walaupun sudah melakukan hubungan seksual
secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan (indi).Kalau seorang
perempuan pernah hamil dan melahirkan, kemudian susah hamil untuk
berikutnya di namakan infertilitas sekunder. Begitupun pada pria kalau

8
dulu ia pernah menghamili tapi sekarang tidak bisa, ia di sebut infertilitas
sekunder (Sinsin, 2008: 10-13).
D. Faktor Penyebab
Berdasarkan catatan WHO, ketahui bahwa penyebab infertilitas pada
para wanita diantaranya adalah faktor tuba fallopi (saluran telur) 36%
gangguan ovulasi 33%, endometriosis 6% dan hal yang lain (40%) dan
sisanya akibat kelainan pada suami istri tidak diketahiu penyebabnya
(Harnani, dkk, 2015).
Hamil tidaknya seseorang di tentukan oleh tempat faktor, yaitu ada
hubungan seks yang normal, hubungan seks di lakukan pada saat usia subur,
ada sperma yang normal dan ada sel telur yang bagus, dan tumbuh secara
teratur setiap bulannya. Sel telur tersebut harus bisa pecah bila di buahi oelh
sperma. Kalau setelah berhubungan tetap tidak hamil, salah satu
syaraftersebut tidak di penuhi. Untuk menentukan syarat mana yang tidak di
penuhi, dapat di lakukam tes pemeriksaan laboratorium. Misalnya, tes untuk
menentukan kualitas dan jumlah sperma (Sinsin, 2008).
1. Kalainan oosit
a. Penyebab utama infertilitas wanita akibat oosit adalah
kegagalan ovulasi secara teratur atau, pada beberpa
kasus, tidak terjadi ovulasi sama skali. Berbagai
gangguan yang menyebabkan oligoovulasi atau
anaovulasi juga merupakan penyebab amenore d di
bagi menjadi 3 kelompok: disfunsi hipotalamus,
penyakit pada hipofisis, dan disfungsi ovarium.
b. Penyebab anovulasi pada hipotalamus yang paling
sering adalah kelainan berat badan dan komposisi
tubuh, latih fisik yang berat. Stres, dan perjalanan jauh.
Bernagai gangguan pada hipofisis dan endolrin yang
berhubungan dengan anovulasi adalah
hiperprolaktinimia dan hipotiroidisme. Dua penyebab
disfungsi ovarium yang paling sering adalah sindrom

9
ovarium polikistik dan kegagalan ovarium prematur.
Kelainan oosit yang lebih komplkes dibandingkan
anovulasi sederhana menyebabkan penurunan fertilitas
yang terjadi pada wanita yang memasuki usia 40-an.

2. Kelainan anatomi wanita


a. Penyakit tuba fallopii biasanya merupakan akibat dari
pembentukan jarinagn parut inflantasi pada tuba
fallopii. Inflantasi ini dapat disebabkan oleh penyakit
peradangan pelvis (pelvir inflammator diseases),
apendisitis dengan ruptur, aborsi septik , pascaoperasi,
dan kadang-kadang, akibat pengunaan alat kontasepsi
dalam rahim lokasi peyumbatan tuba yang paling sering
adalah ujung tuba yang berfibria di bagian distal.
Penyumbatan ini biasanya disebabkan oleh perlekatan
pada pelvis dan dapat terkjadi pada 20% wanita dari
pasangan infertil. Penyumbatan yang diindikasi oleh
pembedahan dimaksudkan untuk sterilisasi; beberapa
wanita menyesali pemilihan kontrasepsi dengan ligasi
tuba ini dan datang ke dokter spesialis fertilisasi untuk
meminta tindakan pengambilan kesuburan.
b. Endometriosis merupakan kelainan yang sering
ditemukan; ditandai oleh adanya jaringan yang
meyerupai endometrium diluar lokasi normalnya pada
dinding uterus. Kelenjar dan stroma pada endometriosis
biasanya responsif terhadap hormon gonad dan
perubahan biokimia yang diindikasi oleh steroid
menyebabkan endometrium ektopik ini sangat mirip
dengan kelenjar dan stroma yang terlihat pada
endometrium di dalam rongga uterus. Peningkatan

10
produksi prostagandin oleh lesi endometriotik pada
periode perimentruasi dan menstruasi dapat
menimbulkan inflamasi, fibrosis, dan adhesi yang
merupakan tanda-tanda kelainan ini. Wanita dengan
endometriosis dapat mengalami gejalah nyeri pelvis,
massa adneksa (endometrioma), infertilitas, atau
kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
c. Lelomioma uterus, juga dikenal sebagai fibroid atau
miomnia uterus, merupakan tumor jinak otot polos
uterus. Tumor ini merupakan berlokasi pada setiap
tempat di dalam dinding uterus atau dapat bertangung
pada tangkai yang mengandung pasoka darah ke tumor
tersebut (leiomomiama bertangkai). Leimomioma
bertangkai dapat mengantung dari berbagai luar uterus
atau dapat menonjol ke dalam rongga endometrium.
Leiomioma yang mengubah bentuk rongga uterus (yang
berlokasi di submukosa) atau menyumbat tuba fallopii
sangat mungkin menyebabkan penurunan kesuburan
(Linda, dkk, 2010:76).

3. Faktor pada pria


Varikokel merupakan dilatasi pleksus vena
pempiniormis yang mengalirkan darah ke skrotum.
Verikokel dapat menurunkan kualitas semen pada
beberapa pria dan koreksi terhadap varikokel dapat
memperbaiki kualitas semen. Pengaruh koreksi tersebut
pada fertilitas masih belum jelas. Verikokel mungkin
mempengaruhi kualitas semen dengan membuat testis
terpanjang pada suhu ynag lebih tinggi dibandingkan suhu
pada pria yang tidak mengalami vorikokel atau dengan

11
membuat testis terpanjang pada konsentrasi zat
gonadotoksik yang secara abnormal tinggi. Kedua efek
tersebut tampaknya disebabkan oleh penurunan aliran
keluar vena dari testis yang terkena.
Penyumbatan vas deferen atau epididimis dapat
disebabkan oleh kelainan kongenital (misalnya mutasi
pada gen reguler transmembran fibrosis kistik, jaringan
parut yang disebabkan oleh infeksi, atau operasi ligasi
yang kurang hati-hati pada pembembedahan ingunial.
Penyumbatan yang diindikasi oleh pembedahan
dimaksudkan untuk vasktomi; bebrapa pria yang
divasktomi menyesali pilihan kontrasepsi tindakan
pengambilan kesuburan.
Kerusakan pada leher kandung kemih atau cedera pada
nervus simpatis lumbal yang terlibat pada refleks ejakulasi
dapat menyebabakan ejkulasi retograd, sebagaimana
keadaan neurologis seperti sklerosis multipel yang
menghambat persarafan normal ke leher kandung kemih.
Pada keadaan ini, sperma mengalir ke kandung kemih saat
ejakulasi dan tidak keluar dari uretra penis.
Pria dengan infertilisasi juga dapat menghasilkan
sperma yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali
akibat tidak cukupnya stimulasi hormonal pada testi atau
kegagalan gonad. Pria dengan kelenjar hipofisis atau
hipotalamus (miasalnya sindrom keliman). Pada keadaan
ini terjadi kegagalan dalam menskresi gonodotropin
sehingga testis tidak berfungsi dengan baik. Pria ini
merupakan kandidat yang baik untuk terapi gonodotropin
eksogen. Sebagian besar akan memberikan respons yang
baik dan menghasilkan sperma yang viabel. Pria dengan

12
kegagalan gonad [misalnya sindrom klinefelter (47XXY)],
hanya memiliki pilihan terapi yang sedikit. Beberapa pria
dengan oligosperma atau azosperma tidak akan pernah
mengetahui penyebab kelainan mereka (Linda, dkk, 2010).

Berbagai faktor lain dapat mempengaruhi kesuburan;


sebagian besar dari faktor ini bersfat imunologis. Antibodi
antisperma telah diidentifikasi pada beberapa pasien dengan
infertilitas, namun juga ditemukan pada pasangan yang
subur. Etiologi, dan pengobatan terhadap antibodi tersebut
masih belum jelas. Sel peradangan yang ditarik ke lendir
serviks akibat adanya infeksi serviks dapat mempengaruhi
fungsi sperma, kemungkinan melalui pelapasan sitokin.
Beberapa wanita membuat antibodi terhadap fosfolipid
bermuatan negatif yang ditemukan dalam membran sel.
Antibodi antifosfolipid ini dapat menyebabkan trombosit pada
pembulu darah kecil yang kemudian menyebabkan iskemia
dan inferk lokal. Walaupun antibodi awal kehamilan, bebrapa
wanita mengalami keguguran sangat dini bahkan sebelum
mereka tahu bahwa mereka hamil. Pada wanita ini, sindrom
antifosfolipid pada awalnya bermanifestasi secara klinis
sebagi infertilitas.

Kelainan genetik seperti insenvitas androgen dan sindrom


disgenesis gonad juga dapat menyebabkan infertilitas.
Pajanan gonodotropin, termasuk radiasi dan agen-agen
kemoterapi, dapat menyebakan disfungsi gonod dan
menggangu ferilitas (Linda, dkk, 2010:76-77).

13
E. Penanganan dan Pengobatan
1. Penanganan Infertilitas
Penanganan infertilitas dapat dibedakan penanganan pada pria.
Penanganan pada wanita dapat dibagi dalam 7 (tujuh) langkah sebagai
berikut.
a. Langkah I (anamnesis), cara yang terbaik untuk mencari penyebab
infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang berkaitan dengan
infertilitas dapat ditanyakan pada pasien. Anamnesis meliputi hal-hal
berikut:
1) Lama fertilitas.
2) Riwayat haid, ovulasi, dan dimenorea.
3) Riwayat sanggama, frekuensi sanggama, dispareunia.
4) Riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan, ektopik,
kehamilan terakhir.
5) Kontrasepsi yang pernah digunakan.
6) Pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya.
7) Riwayat penyakit sistematik (tuberkulosis, diabetes melitus, tiroid).
8) Pengobatan radiasi, sitostatika, alkoholisme.
9) Riwayat bedah perut/hipofisis/ginekologi.
10) Riwayat keluar ASI.
11) Pengetahuan kesuburan.
b. Langkah II (analisis hormonal), dilakukan jika dari hasil anamnesis
disik, temukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid, atau
dari pemeriksaan dengan suhu bsal badan (SBB) ditemukan anovulasi.
c. Langkah III (uji pasca-sanggama). Tes ini dapat memberi informasi
tentang interaksi antara sperma dan getah serviks. Jika hasil UPS
negatif, perlu dilakukan evaluasi kebali terhadap sperma. Hasil UPS
yang normal dapat menyimpulkan penyebab infertilitas suami.

14
d. Langkah IV (penilaian ovulasi). Penilaian ovulasi dapat diukur dengan
suhu basal badan (SBB), SBB dikerjakan setiap hari pada saat bangun
pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur, atau sebelum
makan/minum. Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik
akan memperlihatkan gambaran bifasik sedangkan yang tidak
berovulasi gambaran grafiknya monofasik. Cara lain menilai ovulasi
adalah dengan USG.
e. Langkah V (pemeriksaan bakteriologi). Perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi dari vagina dn porsio. Infeksi akibat Clamydia
trachomatis dan gonokokus sering menyebabkan sumbatan tuba. Jika
ditemukan riwayat abortus berulang atau kelainan bawaan pada
keamilan sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan terhadap TORCH.
f. Langkah VI (analisis fase luteal). Kadar estradiol yang tinggi pada fase
luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan seperti ini sering
ditemukan pada unexplained infertility.
g. Langkah VII (diagnosis tuba falopii). Karea makin meningkatnya
penyakit akibat hubungan seksual, pemeriksaan tuba menjadi sangat
penting. Tuba yang tersumbat, gangguan hormon, dan anovulasi
merupakan penyebab tersering infertilitas. Untuk mengetahui kelainan
pada tuba tersedia berbagai cara, yaitu uji insuflasi,
histerosalpingografi, gambaran tuba falopii secara sonografi,
hidrotubasi, dan laparoskopi.

Penanganan pada pria umumnya adalah dengan analisis sperma. Dari


hasil analisis sperma dapat terlihat kualitas dan kuantiatas dari
spermatozoa. Jika tidak ditemukan fruktosa di dalam semen, menunjukkan
tidak adanya kelainan vesikula dan vasa seminalis yang bersifat kongenital
(Syarifudin, dkk, 2009: 45-48).

2. Pengobatan
Pada awalnya evaluasi meliputi penilaian pada si pria
melalui analisis semen, dan pemerintah siklus menstruasi

15
ovarior dan patensi tuba fallopii pada si wanita. Pada
beberapa pasangan, diperlukan pemeriksaan tambahan.
Pemeriksaan ini meliputi: penilaian anatomis rongga
uterus, evaluasi kandunganovarium dengan mengukur
kadar FSH dan estrogen serum pada awal fase folikular
siklus, dan jikadiindikasikan, laparoskopi atau histroskopi .
Setelah evaluasi lengakap, pengobatan bertangantung
pada hasil pemeriksaan. Wanita dengan anovulatori atau
oligo-ovulatori dapat diterapi baik dengan menyelesaikan
setiap masalah yang mendasari seperti hiperpolaktinema
atau hipotiroidisme atau oleh indukasi ovulais. Obat-obat
yang digunakan untuk induksi ovulasi bekerja melalui
berbagai mekanisme. Obat yang paling banyak digunakan
adalah klomifen sitrat, suatu agonisantagonis parsial
etrogen yang bekerja pada tingkat hipotalamus dan
kelenjar hipofisis untuk memblok umpan balik negatif
estrogen. Hal ini akan meningkatkan sekresi gonodotropin.
Inhibitor aromatase bekerja untuk mengurangi kadar
estrogen yang bersirkulasi, memblok umpan balik negatif
secra sentral, dan meningkatkan produksi dan pelepaan
gonadotropin. Kedua obat ini membutuhkan aksi
hipotalamus –hipofisis-ovarium yang berfungsi baik. Pasien
yang bukan merupakan kandidat yang baik, atau gagal
terhadap terapi tersebut dapat diterapi dengan suntikan
gonadotropin.
Pembedahan saluran reproduksi untuk mengangkat
endometriosis atu tumor fibroid dapat dianjurkan, walupun
terapi medis untuk beberapa masalah ini juga tersedia.
Dahulu, pembedahan rekonstruksi tuba merupakan
pengobatan pilihan infertilitas utama; jika telah tersedia,

16
teknik bantuan reproduksi seperti fertilisasi in vitro (IVF)
dengan nyata telah menghilangkan pendekatan terapi
dengan pembedahan.
Pengobatan infertilitas pada pria terlebih dahulu
ditunjukan langsung pada etiologi yang menyebakannya.
Pengobatan ini dapat meliuti terapi medis atau
pembedahan, seperti koreksi verikokel atau koreksi pada
penyumbatan vas deferens. Yang lebih sering , teknik
bantuan reproduksi dilakukan untuk menyelesaikan
masalah-masalah sperma. Sperma dapat dicuci,
dikonsentrat, dan diletakan langsung pada pasangan si
wanita tersebut atau donor.
Ketersediaan teknologi reproduksi scara uas telah
merevolusi pengobatan infertilitas, membuat kehamilan
mungkin terjadi pada keadaan yang sebelumnya tidak
dapat diterapi. Terapi yang paling sering adalah IVF,
dimana oosit multipel yang dipisahkan difertilitas oleh
spermatozoa di dalam laboratorium. Emrio-embrio yang
dihasilkan ditumbuhkan didalam laboratorium selma 2-5
hari, kemudian sekelompok embrio dipilih dan dipindahkan
kembali ke rongga uterus. IVF standar dapat dimodifikasi
melalui beberapa cara. Telur atu sperma donor dapat
digunakan. Pada kasus infertilitas pria yang berat, sperma
dapat disuntikkan langsung ke dalam sitoplasma oosit
untuk menimbuklan fertilitas (injeksi sperma
intrasitoplasma [intacytoplasmic sperma injection, ICSI]).
Sperma-sperma ini mungkin epididimis, atau bahkan testis
pada pria dengan azospremia obstruktif. Akhirnya,
teknologiyang berkembang baru-baru ini memungkinkan
pemeriksaan genetik pada embrio yang dihasilkan melalui

17
IVF. Denagn menggunkan diagnosa genetik praimplantasi
(pre-implantation genetic diagnosis, PGD), blastomer
tunggal diangkat dari blastokista yangs sedang
berkembang. Blastomer ini dapat diskrining untuk berbagai
efek genyang diturunkan atau jumlah kandungan
kromosom. Hasil skrining dapat digunakan untuk embrio-
embrio yang akan dipindahkan kembali ke uterus (Linda,
dkk, 2010:76-77)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Infertilitas (ketidaksuburan) adalah kesulitan memperoleh keturunan
pada pasangan yang tidak menggunakan kontrasepsi dan melakukan
senggama secara teratur. Secara praktis, pasangan yang ingin mempunyai
anak tetapi belum mendapatkannya dalam jangka waktu 1-2 tahun setelah
menikah, sering dianggap infertil. Menurut penelitian, sebanyak 10-20%
pasangan suami istri diperkirakan mengalami infertilitas.

18
Infertilitas terbagi menjadi dua jenis, yaitu infertilitas primer dan
sekunder. Infertilitas disebabkan oleh abnormalitas anatomi atau fisiologi
sistem reproduksi wanita maupun pada sistem reproduksi pria yang
dipengaruhi oleh banyak faktor. Pengobatan infertilitas dapat dilakukan
dengan terapi obat maupun operasi, sesuai dengan jenis kelamin yang dimiliki
oleh masing-masing pasangan suami istri.

B. Saran
Kepada pasangan usia subur hendaknya memeriksakan secara rutin alat
reproduksinya agar jika terjadi masalah dapat dideteksi dengan cepat, dan
untuk tenaga kesehatan hendaknya mampu memberikan konseling tentang
kesehatan reproduksi kepada pasangan usia subur (PUS).

DAFTAR PUSTAKA

Aprilia Yesie. 2010. Hipnostetri: Rileks, Nyaman, dan Aman


Saat Hamil dan Melahirkan. Jakarta, Penerbit
Gagas Media.

Harnani, dkk. 2015. Teori Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta,


Deepublish.

Linda, dkk. 2010. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi


Kedua. Jakarta, Erlangga.

19
Sinsin. 2008. Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta,
Penerbit PT Alex Media Komputindo

Syafrudin, dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta, Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai