Anda di halaman 1dari 9

RANGKUMAN MATERIAL MAJU

I. Pengertian Material Maju


Material maju adalah suatu material yang sudah ada dan telah di
modifikasi untuk memperoleh performa yang superior pada satu karakteristik atau
lebih, material maju bisa memiliki kekuatan yang lebih besar dan tinggi, dari segi
kekerasan serta lebih unggul pada sisi thermal, elektrikal, optikal dan ciri-ciri
kimiawi yang lebih spesifik ketika dibandingkan dengan material tradisional
(Advanced Material Report, 2004). Material maju juga dapat didefinisikan sebagai
material yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan sesuai persyaratan baru
dari perubahan pasar atau faktor lain sebagai hasil dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi (Advanced Material Book, 2010). Atau material maju
juga dapat diartikan sebagai suatu bahan yang telah dikembangkan hingga titik
maksimum dan memiliki fungsi yang unik serta dapat di diuji dan divalidasi untuk
mengembangkan produk baru (NIST, 2011).

II. Karakteristik Material yang di Presentasikan


Karakteristik Material Maju Kalsium Karbonat (CaCO3)
Berdasarkan material maju kalsium karbonat setelah menelisik lebih jauh
mengenai material tersebut melalui beberapa sumber jurnal maupun sumber
lainnya didapatkan bahwa kalsium karbonat memiliki karakteristik sebagai berikut
:
1. Berdasarkan Wikipedia (Kalsium Karbonat Tradisional)
a. Rumus molekul : CaCO3
b. Berat molekul : 100,0869 g/mol
c. Penampilan : Serbuk putih halus
d. Densitas : 2,711 g/cm3 (kalsit)
e. Titik Lebur : 1339oC
f. Titik Didih : Terdekomposisi menjadi kalsium oksida
(kalsinasi)
g. Kelarutan dalam air : 0,0013 g/100 ml air (25oC)
h. pH :9
i. Struktur Kristal : Trigonal atau Heksagonal jika tidak stabil
2. Berdasarkan Jurnal (Kalsium Karbonat Modifikasi / Material Maju)
Karakteristik kalsium karbonat yang telah dimodifikasi seperti Presipitasi
Kalsium Karbonat atau aplikasi lain hampir sama seperti material murninya.
Tetapi banyak sekali perubahan karakteristik saat murni maupun modifikasi.
Contohnya saja seperti luas permukaan, kandungan, kegunaan atau fungsi, sifat
thermal, dan lainnya. Banyak sekali penelitian maupun produksi kalsium karbonat
yang telah dikembangkan demi memenuhi suatu kebutuhan. Terdapat beberapa
jurnal yang meneliti kalsium karbonat dengan menggunakan analisis XRD, FTIR,
SEM, maupun lainnya.
Berdasarkan penelitian dari (Widyastuti & Kusuma, 2017) dengan judul
“Synthesis and Characterization of CaCO3 (calcite) Nano Particles from Cockle
Shells by Precipitation Method” menyatakan bahwa karakteristik dari material ini
setelah dilakukan presipitasi ternyata sangat berbeda, dengan metode analisis
XRD didapatkan bahan memiliki kandungan CaCO3 dengan rata-rata ukuran
kristal sebesar 628,64 nm. Kemudian dengan metode analisis FTIR mendapatkan
karakteristik CaCO3 dengan panjang gelombang 876,2 cm-1. Terakhir dengan
metode analisis SEM didapatkan struktur material seperti gambar berikut :

Gambar 1. Analisis material Kalsium Karbonat dengan SEM


Adapun penelitian dari (Noviyanti dkk., 2015) dengan judul “Karakterisasi
Kalsium Karbonat (Ca(CO3)) dari Batu Kapur Kelurahan Tellu Limpoe
Kecamatan Suppa” menyatakan dari karakterisasi Ca(CO 3) hasil kalsinasi dengan
XRD menunjukkan fasa calcite yang diperoleh untuk masing-masing suhu yaitu
98.8%, 92.2% dan 84.0% juga terbentuknya fasa CaO pada suhu kalsinasi 750 oC
akibat batu kapur mengalami dekomposisi oleh adanya energi panas. Kemudian
berdasarkan analisis SEM, morfologi Ca(CO3) menyerupai kubus namun ukuran
partikelnya tidak merata dan tidak beraturan disebabkan adanya faktor pengotor.

Gambar 2. Difraktogram CaCO3 Analisis XRD


Setelah dilakukan analisis mikrograf pada sampel menggunakan Analisis SEM-
EDS didapatkan struktur kristal dan kandungan dari material dan dapat dilihat
sebagai berikut :
Gambar 3. Struktur Kalsium Karbonat dengan Analisis SEM-EDS
Tabel 1. Komposisi Elemen dengan Analisis SEM-EDS

Dari penelitiannya disimpulkan material persentasenya menurun ketika suhu


kalsinasi meningkat. Sedangkan pada suhu kalsinasi 750oC, Ca(CO3) mengalami
dekomposisi akibat energi panas dan membentuk CaO meskipun masih dalam
persentase yang cukup rendah. Struktur morfologi Ca(CO 3) memiliki partikel-
partikel yang menyerupai kubus meskipun tidak beraturan dan ukurannya tidak
merata dikarenakan adanya fase pengotor dan akibat terdekomposisinya sampel
membentuk CaO.
Struktur tersebut dapat dihitung dengan berbagai metode seperti BET
untuk menentukan luas permukaan dan diameter pori. Dari penelitian (Haryono
dkk., 2018) menyatakan bahwa kalsium karbonat memiliki karakteristik luas
permukaan sebagai berikut :
Tabel 2. Karakteristik Material

Dari perhitung didapatkan material berukuran 4,128 mikrometer, sesuai hasil


pengukuran dengan model adsorpsi BET, memiliki diameter pori rata-rata sebesar
42,282 Å (atau sekitar 4,23 nm). Oleh karena itu pori-pori CaCO 3 termasuk
sebagai mesopori. Diameter pori < 2 nm termasuk mikropori, 2 – 50 nm
terkelompok mesopori, dan > 50 nm adalah makropori. Terakhir merupakan
penelitian dari (Sri, 2012) dengan judul “Pengaruh Nano-Precipitated Calcium
Carbonate terhadap Kualitas Komposit Polivinil Klorida” menyatakan bahwa
kalsium karbonat digunakan sebagai komposit bersamaan dengan PVC dan
didapatkan karakteristik dari materialnya sebagai berikut :
a. Dengan TEM didapat gambar filler berbentuk kubus dengan diameter terkecil
sekitar 63.19 nm.
Gambar 4. Analisis TEM terhadap Sampel Uji
b. Sifat thermal, elektrik, dan fisis
Sifat-sifat yang ditunjukkan juga berubah sesuai modifikasi dari penelitiannya
seperti sifat thermal, elektrik dan fisis pada komposit PVC-CaCO3
Tabel 3. Karakteristik Komposit
III. Analisis Material
SEM-EDS / SEM-EDX
Scanning Electron Microscope (SEM) EVO® MA 10 adalah sebuah mikroskop
elektron yang digunakan untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara
langsung. SEM EVO® MA 10 memiliki perbesaran 10 – 3000000x, depth of
field 4 – 0.4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm. Dilengkapinya SEM EVO® MA
10 dengan detektor Energy Dispersive X-ray (EDX) memungkinkan dilakukannya
mikroanalisis secara kualitatif dan semi kuantitatif untuk unsur-unsur mulai dari
litium (Li) sampai Uranium (U). Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of
field yang besar, resolusi yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan
informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan
penelitian dan industri. Adapun fungsi utama dari SEM antara lain dapat
digunakan untuk mengetahui informasi-informasi mengenai:
Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya.
Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek.
Komposisi, yaitu data semi kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung di
dalam objek.
Informasi kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-
butir di dalam objek yang diamati.
XRD
Difraksi sinar-X (XRD) adalah teknik non-destruktif untuk menganalisis struktur
bahan kristalin atau semi-kristalin, namun XRD dapat juga untuk mempelajari
bahan non-kristalin. Teknik XRD bergantung pada berkas sinar-X yang memiliki
panjang gelombang pada skala ±1Å. Ketika berkas tersebut terhambur dari suatu
bahan dengan struktur atom/molekul pada skala tersebut, akan terjadi interferensi
yang menghasilkan pola dengan intensitas berbeda. Secara kualitatif serupa
dengan pola warna-warni yang dihasilkan oleh gelembung sabun - warna berbeda
terlihat dari arah berbeda. XRD sangat berbeda dari radiografi sinar-X, atau
tomografi yang bergantung pada fakta bahwa sinar-X diserap lebih kuat oleh
beberapa bahan daripada yang lain, contohnya: tulang atau tumor menyerap lebih
dari otot atau lemak, sehingga gambar yang ditransmisikan memberikan gambar
langsung dari struktur di dalam tubuh atau objek dalam skala milimeter atau lebih.
Sebaliknya, XRD menghasilkan pola difraksi yang tidak menyerupai struktur
yang mendasarinya, dan memberikan informasi tentang struktur internal pada
skala 1 hingga 100 Å.
XRF
Spektroskopi XRF adalah teknik analisis unsure yang membentuk suatu material
dengan dasar interaksi sinar-X dengan material analit. Teknik ini banyak
digunakan dalam analisa batuan karena membutuhkan jumlah sample yang
relative kecil ( sekitar 1 gram). Teknik ini dapat digunakan untuk mengukur
unsure-unsur yang tertutama banyak terdapat dalam batuan atau mineral. Sampel
yang digunakan biasanya berupa serbuk hasil penggilingan atau pengepressan
menjadi bentuk film.
BET
Surface Area Analyzer (SAA) merupakan salah satu alat utama dalam
karakterisasi material. Alat ini khususnya berfungsi untuk menentukan luas
permukaan material, distribusi pori dari material dan isotherm adsorpsi suatu gas
pada suatu bahan.
Misalnya saja untuk menghitung luas permukaan padatan dapat digunakan BET
teori, Langmuir teori, metode t-plot, dan lain sebagainya. Yang paling banyak
dipakai dari teori – teori tersebut adalah BET (lihat pada kategori dasar teori).
Scherrer
Metode yang sering digunakan untuk menganalisa struktur kristal adalah metode
Scherrer. Ukuran kristallin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar
X yang muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran kristallin dalam
material, bukan ukuran partikel. Jika satu partikel mengandung sejumlah
kritallites yang kecil-kecil maka informasi yang diberikan metiode Schrerrer
adalah ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran partikel. Untuk partikel berukuran
nanometer, biasanya satu partikel hanya mengandung satu kristallites. Dengan
demikian, ukuran kristallinitas yang diprediksi dengan metode Schreer juga
merupakan ukuran partikel. Berdasarkan metode ini, makin kecil ukuran
kristallites maka makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan
Degree
(degrees of crystalinity) merupakan tingkat keteraturan penempatan atomatom
dalam unit sel dan kisi Kristal
BJH
Seperti BET, BJH digunakan untuk menghitung luas pori, diameter pori dan
ukuran pori serta volume

Anda mungkin juga menyukai