Polineuropati Diabetik
Polineuropati Diabetik
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama
RSUD Datu Beru Takengon
Oleh:
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
kelainan fungsional simetris akibat kelainan-kelainan difus yang mempengaruhi
seluruh susunan saraf perifer.
Manifestasi bisa sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang
hebat.Bisa juga keluhannya dalam bentuk neuropati lokal atau sistemik yang semua
itu bergantung pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEDINISI
Polineuropati diabetes adalah suatu kondisi yang mempengaruhi berberapa
saraf perifer yang disebabkan oleh degenerasi saraf perifer akibat langsung dari
peningkatan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus. Istilah deskriptif
yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinis, yang terjadi pada
diabetes melitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Distribusi polineuropati
umumnya bilateral simetris dan perkembangannya lambat.Polineuropati atau
peripheral neuropati diidentifikasikan pada daerah distal dan dimulai dari kaki
kemudian meningkat ke atas.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Studi epidemiologi menunjukan prevalensi dari peripheral neuropati berkisar
antara 5% sampai 100%.Prevalensi neuropati diabetik (ND) dalam berbagai literatur
sangat bervariasi.Penelitian di Amerika Serikat memperlihatkan bahwa 10-20 %
pasien saat ditegakan Diabetes Melitus telah mengalami neuropati. Prevalensi
neuropati diabetik ini akan meningkat sejalan dengan lamanya penyakit dan
tingginya hiperglikemia. Diperkirakan setelah menderita diabetes selama 25 tahun,
prevalensi neuropati diabetik 50 %. Kemungkinan terjadi neuropati diabetik pada
kedua jenis kelamin sama.
Neuropati ditemukan pada hampir 30 % penderita diabetes melitus, angka
kejadian neuropati diabetik yang disertai dengan nyeri ditemukan pada 16% sampai
4
dengan 26% penderita neuropati diabetik. Lama menderita diduga sangat berkaitan
dengan perkembangan dan progresivitas neuropati diabetik dan hal ini berpengaruh
terhadap timbulnya nyeri neuropati pada penderita diabetes melitus.
Diabetes Mellitus (DM) terjadi pada sekitar 20 % populasi > 65
tahun.Penyebab Neuropati terbanyak. Prevalensi neuropati pada pasien DM sekitar
66%. Sekitar8% sudah menderita neuropati pada saat didiagnosa DM, 50% setelah
25 tahun didiagnosa DM, 45% pada pasien NIDDM, 54% pada pasien IDDM.
2.4 PATOFISIOLOGI
Saraf perifer (saraf spinalis dan kranialis) untuk memelihara otot, kulit, dan
pembuluh darah terdiri dari sejumlah saraf campuran yaitu saraf motorik, sensorik,
dan vegetatif. Dari segi fisiologis, ketiga jenis saraf tadi dibedakan berdasarkan
ukuran penampangnya, yaitu saraf tipe A (5-12 mikron), tipe B (3-4 mikron), dan
tipe C (1-2 mikron). Saraf tipe A aksonnya bermielin tebal, tipe b bermielin tipis dan
tipe C aksonnya tidak bermielin. Akson bermielin tebal adalah akson saraf motorik
pada umumnya dan sebagian saraf sensorik untuk jenis protopatik.Akson bermielin
tipis adalah sebagian akson saraf motorik dan sebagian saraf sensorik.Akson yang
tidak bermielin adalah akson sensorik dan autonom.
Neuropati diabetik tidak terjadi oleh karena faktor tunggal, melainkan karena
interaksi beberapa faktor, seperti faktor metabolik, vaskular dan mekanik.Faktor
kausatif utama adalah gangguan metabolik jaringan saraf.
5
1) Faktor metabolik
Proses kejadian neuropati berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, pembentukan radikal bebas
dan aktivasi Protein Kinase C (PKC), sintesis advance glycosilation end products
(AGEs).Aktivasi berbagai jalur tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi,
sehingga aliran darah ke saraf menurun bersama rendahnya mioninositol dalam
sel terjadilah neuropati diabetik.Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian
neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama dan beratnya diabetes
melitus.
a. Peningkatan aktivitas jalur poliol
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia yang
berkepanjangan. Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol
meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim adose-reduktase, yang mengubah
glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa.Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel
saraf merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas.Salah satu
kemungkinannya ialah akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf
menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler sehingga mengakibatkan edem
saraf.Peningkatan sintesis sorbitol mengakibatkan terhambatnya mioinositol
masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol
secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria
dan akan menstimulasi protein kinase c (PKC).
b. Aktivasi PKC
Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar na
intraseluler menjadi berlebihan, yang berakibat terhambatnya mioinositol
masuk ke dalam saraf sehingga terjadi gangguan tranduksi sinyal saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan nadph saraf
yang merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena
nadph merupakan kofaktor penting untuk gluthation dan nitric oxide
6
synthase (NOS), pengurangan kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf
untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan produksi nitric oxide (NO).
c. Sintesis advance glycosilation end products (AGEs).
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia
berkepanjangan akan menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end
products (AGEs). Ages ini sangat toksik dan merusak semua protein tubuh,
termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan sorbitol, maka sintesis
dan fungsi NO akan menurun, yang berakibat vasodilatasi berkurang, aliran
darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel saraf,
terjadilah neuropati diabetik.Kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat
kembali pulih dengan kendali glikemik yang optimal.Tetapi bila kerusakan
metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan
struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
2) Kelainan vaskular
Hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan kerusakan
mikrovaskular.Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS).Radikal bebas ini membuat
kerusakan endotel vaskular dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi
vasodilatasi mikrovaskular.Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat
melalui penebalan membran basalis; trombosit pada arteriol intraneural;
peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya deformabilitas eritrosit;
berkurangnnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskular; stasis
aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada saraf akibat iskemia akut.
Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskular masih bisa dicegah
dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
3) Mekanisme Imun
7
Suatu penelitian menunjuikan bahwa 22% dari 120 penyandang dm tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% pasien dm tipe
2 memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukan bahwa antibody tersebut
berperan pada patogenesis neuropati diabetik. Bukti lain yang menyokong peran
antibodi dalam mekanisme patogenik adalah antineural antibodies pada serum
sebagian penyandang diabetes melitus. Autoantibodi yang beredar ini secara
langsung dapat merusak struktur saraf motorik dan sensorik yang bias dideteksi
dengan imunofloresens indirek. Disamping itu adanya penumpukan antibodi dan
komplemen pada berbagai komponen saraf suralis memperlihatkan kemungkinan
peran proses imun.
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi neuropati diabetik :
8
Kematian neuron atau tingkat lanjut, yaitu terjadi penurunan kepadatan
serabut saraf akibat kematian neuron. Pada fase ini ireversibel. Kerusakan
serabut saraf pada umumnya dimulai dari distal menuju ke proksimal,
sedangkan proses perbaikan mulai dari proksimal ke distal. Oleh karena
itu lesi distal paling banyak ditemukan, seperti polineuropati simetris
distal.
dibagi menjadi:
1. Painful
2. Pailess
Menurut bentuk – bentuk gambaran klinis adalah sebagai berikut:
1 Polineuropati sensorik-motorik simetris
2 Neuropati autonom
3 Mononeuropati
keluhan dapat dimulai dari yang paling ringan sampai yang paling
2) Parestesia selalu terjadi pada jari kaki atau telapak kaki, terutama pada malam
9
6) Saat kondisi berkembang, terjadi paresis extensor jari kaki pada dorsum kaki.
Gambar 2-1 Perbedaan manifestasi klinis dari neuropati diabetes (Modified from
Pickup J, Williams G [eds]. Textbook of Diabetes, Vol 1.Oxford, UK, Blackwell
Scientific, 1997.)
- Kesemutan
- Kebas
- Tebal
- Mati rasa
10
- Rasa terbakar
- Seperti ditusuk, disobek, ataupun ditikam.
1. Refleks motorik
2. Fungsi serabut saraf besar dengan tes kuantifikasi sensasi kulit seperti tes rasa
getar (biotesiometer) dan rasa tekan (estesiometer dengan filamen mono
Semmes-Weinstein)
3. Fungsi serabut saraf kecil dengan tes sensasi suhu
Pemeriksaan imaging
b)
CT mielogram adalah suatu pemeriksaan alternative untuk
menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis lain di kanalis
spinalis pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati
torakoabdominal.
MRI digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intracranial, lesi
kompresi dan infark pada kelumpuhan n.okulomotorius.
11
c) Elektrocmiografi (EKM)
Kecepatan Hantaran Saraf (KHS) motorik dimonitor dengan amplitude
dari CMAP (Componed Muscle Action Potensials) atau diukur
kecepatan hantar saraf motoriknya. Kelainan hantar saraf
menggambarkan kehilangan serabut saraf yang bermielin yang
berdiameter besar dan biasanya tungkai lebih sering terkena
dibandingkan lengan. Hal ini mencerminkan degenerasi
serabut saraf berdiameter besar, yang tergantung dari panjangnya
saraf.
2.11 PENATALAKSANAAN
Terapi Nonmedikamentosa
b. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting dalam tatalaksana neuropati diabetik.
Target pengobatan dibuat serealistik mungkin sejak awal, dan hindari
memberi pengahrapan yang berebihan.
Terapi medikamentosa
12
Dengan menggunakan obat-obat :
1. Golongan aldolase reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat
penimbunan sorbitol dan fruktosa
2. Penghambat ACE
3. Neutropin
o Nerve growth factor
o Brain-derived neurotrophic factor
4. Alpha Lipoic Acid, suatu antioksidan kuat yang dapat membersihkan
radikal hidroksil, superoksida dan peroksil serta membentuk kembali
glutation
Pedoman tatalaksana neuropati diabetik dengan nyeri, diantaranya :
2.12 PENCEGAHAN
Pencegahan kaki diabetes tidak terlepas dari pengendalian
(pengontrolan) penyakit secara umum mencakup :
2.13 KOMPLIKASI
13
Kehilangan sensasi menyebabkan cedera pada sendi, desktruksi sendi
permanen (Charcot joint), ulser pada kaki dan amputasi. Dapat menyebabkan
ketidakmampuan, isolasi sosial dan kehilangan kemandirian terutama pada
pasien usia tua.
2.14 PROGNOSIS
Tipe diabetes melitus yang diderita akan mempengaruhi diagnosis
neuropati diabetik. Pada NIDDM (non-insulin dependent diabetes melitus atau
DM Tipe 2) memiliki prognosis yang lebih baik daripada tipe IDDM (insulin
dependent diabetes melitus atau DM Tipe 1). Lama dan beratnya diabetes melitus
serta lama dan beratnya keluhan neuropati yang dialami, dan apakah sudah
mengenai saraf otonom, semuanya akan menentukan prognosis neuropati
diabetik.
BAB III
14
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
15
1. Misbach, Jusuf; Abdul, Bar Hamid; Adre, Mayza; M. Kurniawan, Saleh. 2006.
Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM) dan Standar prosedur
Operasional (SOP) Neurologi. PERDOSSI.
2. Dewanto, George; Wita, J. Suwono; Budi, Riyanto; Yuda, Turana. 2009.
Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC.
3. Suhartono T. Diabetik Neuropati.Manajemen Terapi Fokus Cinula. Dalam:
Lestariningsih, Nugroho KH, editor. Symposium “ The New Management in
Diabetic Melitus & Diabetic Polineuropati”. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro 2009; 15-20
4. Sjahrir H. Diabetic Neurophaty. Postgrad Med J 2006, 82: 95-100.
5. National Diabetes Information Clearinghouse. Diabetic neuropathies: the
nerve damage of diabetes. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases 2009; 1-12.
16