Dosen Pengampu: Dr. Lilik Purwanti, SE., M.Si., CSRA., Ak., CA.
Oleh:
Diny Fariha Zakhir
196020300111004
MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan merupakan salah satu lembaga yang sangat berkontribusi bagi
perkembangan perekonomian suatu negara. Kontribusi perbankan yaitu dengan
menjalankan fungsi utama sebagai lembaga intermediasi keuangan (Intermediary
institution) yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit bagi bank konvensional, dan
pinjaman bagi bank yang menggunakan sistem syariah.
2
memelihara harta, baik secara tersurat maupun tersirat. Sedangkan menurut Syari’i,
Maliki dan Hambali, wadiah adalah menyerahkan harta kepada orang lain sebagai
wakil untuk memelihata harta tersebut, dengan cara tertentu. Dari definisi tersebut
secara esensi wadiah adalah menitipkan suatu harta, baik itu berupa barang atau
sejumlah uang kepada orang yang dipercaya dapat menjaga harta tersebut.
3
menggunakan cek, bilyet giru, dan/atau alat lainnya yang sejenis atau dipersamakan
dengan itu.
Adapun ketentuan umum tabungan berdasarkan akad wadiah menurut fatwa DSN
MUI No: 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wadiah adalah bersifat simpanan, dapat
diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan, dan dalam akad wadiah
tidak terdapat imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya)
yang bersifat sukarela dari pihak bank.
Dalam teorinya dana wadiah diakui sebesar jumlah dana yang dititipkan pada saat
terjadinya transaksi. Penerimaan yang diperoleh atas pengelolaan dan titipan diakui
sebagi pendapatan bank dan bukan merupakan keuntungan yang harus dibagi.
4
Seperti yang telah disebutkan di atas, kontribusi yang diterima oleh pihak peniti
berupa fee. Pengakuan fee dalam transaksi wadiah, yaitu pertama, fee yang diberikan
kepada nasabah hanya akan diakui sebagai beban hanya ketika transaksi tersebut
terjadi. Kedua, fee yang diterima atas penempatan dana pada bank syariah lain hanya
akan diakui sebagai pendapatan apabila kas telah diterima. Ketiga, fee yang diterima
atas penempatan dana pada bank sentral hanya akan diakui sebagai pendapatan ketika
kas telah diterima. Dan Keempat, fee yang diterima atas penempatan dana di bank
nonsyariah diakui sebagai pendapatan dana qardhul hasan ketika kas diterima.
Tabungan dengan akad wadiah dinilai lebih adil daripada tabungan dengan akad
mudharabah, Rahmanti (2016) dalam tulisannya menjelaskan bahwa terdapat tiga
alasan akad wadiah dinilai lebih adil, pertama, apabila menggunakan akad
mudharabah, bank bukan pemilik modal yang sah melainkan sebagai pihak yang
dititipi maka kapan pun pihak yang menitip mengambil dananya maka bank harus
mengembalikan utuh, serta bank tidak bisa mengelola dana karena tidak melakukan
usaha riil. Kedua, dalam akad mudharabah bank cenderung menghindari risiko
5
kerugian, sedangkan dalam akad wadiah kontribusi yang diterima oleh pihak penitip
hanya berupa fee. Ketiga, dalam akad mudharabah pihak penitip diberikan fasilitas
kartu ATM, sehingga nasabah mampu menarik tabungannya yang sesungguhnya tidak
mungkin dapat ditarih sewaktu-waktu.
Tabungan dengan akad wadiah dewasa ini dinilai masih belum sesuai dengan teori
yang ada, hal ini terbukti dari penelitian yang dilakukan oleh Afif (2014), dalam
penelitiannya dijelaskan bahwa akad wadiah yang bersifat yad amanah yaitu titipan
murni tanpa ada penjaminan ganti rugi, sedangkan pada praktik tabungan, dinilai
bahwa akad yang tepat adalah qard. Di perbankan syariah menyatakan tabungan
sebagai akad wadiah yad-dhamanah, yang memiliki makna bertanggung jawab (ganti
rugi). Kesepakatan ulama fikih kontemporer, wadiah dasarnya adalah amanat.
Sedangkan yad-dhamanah mengandung makna tidak amanat. Dengan mengaplikasikan
transaksi wadiah yad-dhamanah berarti terdapat transaksi yang tidak amanat, hal
tersebut dalam teorinya tidak diperbolehkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Novianita (2017), juga menyatakan bahwa praktek
tabungan dengan akad wadiah belum sesuai dengan teori, khususnya dalam pemberian
bonus yang diberikan kepada nasabah setiap bulanya. Penelitaiannya menyatakan
6
bahwa dalam pemberian bonus belum sesuai dengan fatwa DSN No: 02/DSN-
MUI/IV/2000 bonus tidak boleh disyaratkan di awal, namun pada penelitian yang
dilakukan oleh novianti menemukan bahwa objek penelitiannya menentukan jumlah
bonus yang akan diberikan kepada nasabah, yaitu berdasarkan jumlah saldo terakhir,
setara dengan 5%. Sementara itu dalam teorinya pemberian bonus diberikan secara
sukarela oleh pihak yang diberiti titipan, dalam hal ini bisa berupa pihak bank, koperasi,
maupun lembaga keuangan lain yang menawarkan produk tabungan dengan akad
wadiah.
Penelitian Novianita tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Rahmawati (2017), yang menyatakan bahwa praktik simpanan wadiah berjangka
memberikan bonus pada awal perjanjian. Hal ini jelas bertentangan dengan teori akad
wadiah itu sendiri, yaitu titipan. Dalam penelitian Rahmawati juga menjelaskan bahwa
simpanan wadiah menjadi produk investasi yang mengasilkan keuntungan yang mana
bertentangan dengan teori akad wadiah, dana dengan akad wadiah bukan dana yang
bisa diinvestasikan yang menghasilkan keuntungan, sekalipun dana tersebut
diinvestasikan, nasabah dan pihak yang dititipi (bank, koperasi, dan lembaga keuangan
syariah lainnya) tidak boleh saling menjanjikan untuk menghasilkan keuntungan harta
tersebut. Seharusnya simpanan dengan akad wadiah tidak menjanjikan pemberian
bonus, karena hal tersebut perbuatan yang haram, mengingat didalamnya adalah unsur
riba (tambahan) yang dilarang dalam syariah Islam.
Untuk itulah perlu adanya kajian lebih yang terus menerus sehingga dapat
dipastikab bahwa pelaksanaan bank syariah khususnya produk tabungan dengan akad
wadiah sepenuhnya dijalankan sesuai teori dan regulasi yang mengatur.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas di atas dan juga teori-teori akad
wadiah yag telah sinkat dipaparkan, maka penelitian ini akan mencoba untuk
menganalisis praktik tabungan dengan akad wadiah pada perbankan syariah di
Indonesia. Penelitian ini ingin menganalisis tentang: Apakah praktik tabungan akad
wadiah perbankan syariah di Indonesia sesuai dengan teori akad wadiah?
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan, bagi teoritis maupun
secara praktis:
1. Bagi teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
memperluan wawasan mengenai teori dan praktik tabungan akad wadiah.
b. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu
yang berkaitan dengan praktik tabungan wadiah
2. Bagi Praktis, dapat dijadikan acuan oleh semua pihak yang terlibat dalam
praktik tabungan wadiah.
E. Daftar Pustaka
Abdurrauf. 2012. “Penerapan Teori Akad pada Perbankan Syariah” dalam jurnal Al-Iqtishad.
Vol 4, No 1. 2012. Hlm 15.
8
Afif, Mufti. 2014. “Tabungan: Implementasi Akad Wadi’ah atau Qard (Kajian Praktik
Wadi’ah di Perbankan Indonesia” dalam jurnal Junal Hukum Islam. Vol 12, No 2.
Desember 2014. Hlm 250.
Aisyah, Siti. 2016. “Penghimpunan Dana Masyarakat dengan Akad Wadi’ah dan
Penerapannya pada Perbankan Syariah” dalam jurnal Bisnis Syariah. Vol 5 No 1.
2016. Hlm 109.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2019. Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta: IAI.
Jayani, D Hadya. Berapa Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Indonesia?. (Online),
(https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/15/berapa-dana-pihak-ketiga-
perbankan-syariah-indonesia), diakses 13 Oktober 2019.
Muslim, Sarip. 2015. Akuntansi Keuangan Syariah: Teori dan Praktik. Bandung:
Pustaka Setia.
Novianita, Lina. 2017. Tinjauan Hukum Islam terhadap Prektek Bonus pada Akad
Wadi’ah Yad Dhamanah (Studi Kasus pada Produk Simpanan Sahabat di KSPPS
Hudatama Semarang). Semarang: Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Walisongo.
Rahmanti, V Nur. 2016. Akuntansi Syariah: Seri Konsep dan Aplikasi Ekonomi dan
Bisnis Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
9
10