Anda di halaman 1dari 12

Kasus Pelanggaran Hak dan Pengingkaran

Kewajiban Warga Negara

Kelompok 3:
1. Abdi sandiyata
2. Eriem dwiki
3. Farah aulia
4. Vanny herma
5. Widia dwi
6. Yudha oktori

Guru pembimbing: fatmawati,SH,M.Pd

Dinas pendidikan dan kebudayaan SMA N 7 Kota Bengkulu


Tahun ajaran 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.           Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah “EKSPLOITASI ANAK” dengan lancar.
Kami juga tak lupa mengucapkan banyak terima kasih pada rekan-
rekan satu kelompok yang sudah membantu, serta Bunda Fatmawati
yang sudah membimbing kami sehingga kami bisa membuat makalah ini
sesuai dengan ketentuan yang berlaku hingga jadi sebuah makalah yang
baik dan benar.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi pembelajaran,
memperluas wawasan, dan memberi manfaat bagi kita sekalian.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca
sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
Terimakasih.

Bengkulu,1 Agustus 2019

Penulis
B.            Latar Belakang

Fenomena pekerja anak merupakan gambaran betapa kompleks dan


rumitnya permasalahan anak. Terlepas dari semua hal tersebut,
penghargaan, penghormatan, serta perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM) diagung-agungkan di penjuru dunia. Sejak awal pendeklarasian
HAM, berbagi bentuk peraturan yang bersifat universal telah
dikeluarkan dalam rangka mendukung upaya perlindungan HAM di
dunia. Upaya perlindungan juga diikuti dengan penegakan hukum demi
terselenggaranya HAM yang konsisten. Jika kita berbicara fenomena
pekerja anak, maka bidang HAM yang langsung bersinggungan adalah
hak anak. Baik di dunia internasional maupun di Indonesia,masalah
seputar kehidupan anak menjadi perhatian utama bagi masyarakat
maupun pemerintah. Sangat banyak keadaan-keadaan ideal yang
sebenarnya dapat menuntaskan permasalahan sosial ini. Namun, faktor-
faktor lain seperti kegagalan dalam pranata sosial turut menunjukkan
ketidakmampuan pemerintah.
Dalam konteksnya, sebenarnya anak mempunyai hak yang bersifat
asasi sebagaimana yang dimiliki orang dewasa. Namun, perlindungan
terhadapnya tidak sebombastis ketika masalah HAM yang menyangkut
orang dewasa atau isu gender diumbar ke khalayak umum. Perlindungan
terhadap hak anak tidak terlalu banyak dipikirkan pada umumnya.
Begitu pula dengan langkah konkritnya, bahkan upaya perlindungan itu
sendiri dilanggar oleh negara dan berbagai tempat di negeri ini, orang
dewasa, bahkan orang tuanya sendiri. Banyak anak-anak yang berada di
bawah umur menjadi objek dalam pelanggaran terhadap hak-hak anak
akibat pembangunan ekonomi yang dilakukan . Di negara kita, pekerja
anak dapat dilihat dengan mudah di pertigaan atau di perempatan jalan.
Pandangan kita jelas tetuju pada sekelompok anak yang mengamen,
mengemis, atau mengais rezeki di jalanan. Itu hanya sedikit dari betapa
mirisnya kondisi anak-anak Indonesia. Masih banyak yang tidak terlihat
jelas, upaya-upaya pengeksploitasian anak-anak di negeri ini bahkan
dapat disejajarkan dengan tindakan kriminal. Mereka di eksploitasi
sebagai pekerja kasar konstruksi dan tambang tradisional, penyelam
mutiara, penculikan dan perdagangan anak, kekerasan aanak, penyiksaan
anak dan bahkan pelacur komersial.
Anak, seyogyanya adalah gambaran dan cerminan masa depan, aset
keluarga, agama, bangsa, negara dan merupakan generasi penerus di
masa yang akan datang. Mereka berhak mendapatkan kebebasan,
menikmati dunianya, dilindungi hak-hak mereka tanpa adanya
pengabaian yang dilakukan oleh pihak tertentu yang ingin
memanfaatkan kesempatan untuk mencari keuntungan pribadi.
Dari berbagai gejala sosial yang saat ini tengah muncul ke
permukaaan, masalah pekerja anak kian menjadi perbincangan hangat
dalam upaya perealisasian yang sebenarnya. Kesadaran kritis dirasa
sangat diperlukan bagi kalangan civitas mahasiswa dalam membuka
kembali cakrawala perhatian dan pengetahuan sosial yang ada. Sehingga
tidak hanya kompeten dalam bidang keahlian, tetapi juga tanggap dalam
membantu menyesuaikan arus perkembangan masyarakat

C.           Tujuan

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, tujuan dari


permasalahan sosial yang diangkat antara lain :
1.        Mengetahui pengertian eksploitasi anak
2.        Mengetahui contoh eksploitasi anak
3.        Mengetahui sebab eksploitasi anak, yaitu :
a.       Faktor Ekonomi
b.      Faktor Migrasi
c.       Faktor Budaya
d.      Faktor Kurangnya Pencatatan Kelahiran
e.       Faktor Kontrol Sosial
4.         Mengetahui sebab eksploitasi anak
5.         Mengetahui akibat eksploitasi anak
BAB II
ANALISIS/ PEMBAHASAN

A.      PENGERTIAN EKSPLOITASI ANAK


Pengertian eksploitasi anak dalam kamus Bahasa Indonesia :
Eksploitasi anak adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri
melalui anak dibawah umur. Dengan kata lain anak-anak digunakan
sebagai media untuk mencari uang.
Pengertian eksploitasi secara umum:
Eksploitasi anak adalah mempekerjakan seorang anak dengan tujuan
ingin meraih keuntungan.

B.       CONTOH EKSPLOITASI ANAK


1.  Mempekerjakan anak-anak sebagai pekerja seksual
2.  Mempekerjakan anak-anak di pertambangan
3.   Mempekerjakan anak-anak sebagai penyelam mutiara
4.  Mempekerjakan anak-anak di bidang kontruksi
5.   Menugaskan anak-anak di anjungan penangkapan ikan lepas pantai
6.   Mempekerjakan anak-anak sebagai pemulung
7.   Melibatkan anak-anak dalam pembuatan dan kegiatan yang
menggunakan bahan peledak
8.    Mempekerjakan anak-anak di jalanan
9.    Mempekerjakan anak-anak sebagai tulang punggung keluarga
10. Mempekerjakan anak-anak di industri rumah tangga
11.  Mempekerjakan anak-anak di perkebunan
12. Mempekerjakan anak-anak untuk mengemis
13.   Orang tua yang mengajak anaknya untuk mengemis
C.      SEBAB EKSPLOITASI ANAK
1.           Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan pangkal utama dalam peningkatan jumlah
pekerja anak. Harga bahan pokok yang semakin mahal, tingkat
kebutuhan yang tinggi serta pengeluaran yang bertambah menuntut anak
terjun untuk membantu mencukupi kebutuhan dasarnya. Sebagian kasus
pekerja anak ini terjadi pada keluarga menengah kebawah.
2.           Faktor Migrasi
Banyaknya migrasi terutama urbanisasi yakni perpindahan penduduk
dari desa ke kota meningkatkan jumlah pekerja anak.
Beberapa penyebab meningkatnya jumlah pekerja anak terhadap faktor
migrasi, khususnya urbanisasi, diketahui bahwa ketidakpahaman
mengenai urbanisasi itu sendiri dapat digunakan beberapa oknum untuk
menjebak ( khususnya pekerja anak) dalam pekerjaan yang di sewenang-
wenangkan atau pekerjaan yang mirip perbudakan.
3.           Faktor Budaya
Beberapa faktor budaya yang memberi kontribusi terhadap peningkatan
jumlah pekerja anak antara lain :
a.         Peran perempuan dalam keluarga
Meskipun norma-norma budaya menekankan bahwa tempat perempuan
adalah di rumah sebagai istri dan ibu, juga diakui bahwa perempuan
seringkali menjadi pencari nafkah tambahan/pelengkap buat kebutuhan
keluarga. Rasa tanggung jawab dan kewajiban membuat banyak wanita
bermigrasi untuk bekerja agar dapat membantu keluarga mereka. Ada
beberapa kemungkinan disini. Pertama, pada masyarakat desa yang
masih tertekan oleh adat-istiadat menganggap bahwa perempuan dapat
dinikahkan secepatnya ketika sudah dianggap cukup waktunya,
walaupun belum matang secara psikis maupun fisik. Hal ini
mengakibatkan banyak anak-anak perempuan yang masih di bawah
umur menanggung beban layaknya perempuan dewasa sebagai istri.
b.        Perkawinan dini
Perkawinan dini mempunyai implikasi yang serius bagi para anak
perempuan termasuk bahaya kesehatan, putus sekolah, kesempatan
ekonomi yang terbatas, gangguan perkembangan pribadi, dan seringkali,
juga perceraian dini. Anak-anak perempuan yang sudah bercerai secara
sah dianggap sebagai orang dewasa dan rentan terhadap trafiking
disebabkan oleh kerapuhan ekonomi mereka.
c.         Sejarah pekerjaan karena jeratan hutang
Praktek menyewakan tenaga anggota keluarga untuk melunasi pinjaman
merupakan strategi penopang kehidupan keluarga yang dapat diterima
oleh masyarakat. Orang yang ditempatkan sebagai buruh karena jeratan
hutang khususnya, rentan terhadap kondisi-kondisi yang sewenang-
wenang dan kondisi yang mirip dengan perbudakan.
d.        Peran anak  dalam keluarga
Kepatuhan terhadap orang tua dan kewajiban untuk membantu keluarga
membuat anak-anak rentan terhadap trafiking. Buruh/pekerja anak, anak
bermigrasi untuk bekerja, dan buruh anak karena jeratan hutang
dianggap sebagai strategi-strategi keuangan keluarga yang dapat
diterima untuk dapat menopang kehidupan keuangan keluarga.
4.           Faktor Kurangnya Pencatatan Kelahiran
Orang tanpa pengenal yang memadai lebih mudah menjadi mangsa
trafiking karena usia dan kewarganegaraan mereka tidak
terdokumentasi. Anak-anak yang dipekerjakan, biasanya lebih mudah
diwalikan ke orang dewasa manapun yang memintanya. Dalam hal ini,
ketidakmampuan Sistem Pendidikan Nasional yang ada maupun dalam
masyarakat untuk mempertahankan agar anak tidak putus sekolah dan
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sangat besar. Sehingga anak-
anak dilibatkan dalam hal kesempatan kerja dengan bermigrasi terlebih
dahulu atau langsung terjun mencari pekerjaan yang tidak membutuhkan
keahlian.
5.           Faktor Kontrol Sosial
Lemahnya kontrol sosial Pejabat penegak hukum dan imigrasi yang
korupsi dapat disuap untuk tidak mempedulikan kegiatan-kegiatan yang
bersifat kriminal. Para pejabat pemerintah juga disuap agar memberikan
informasi yang tidak benar pada kartu tanda pengenal (KTP), akte
kelahiran, dan paspor khususnya anak-anak dapt denagn mudah
diwalikan atau bahkan diubah kewarganegaraannya.. Kurangnya
budget/anggaran dana negara untuk menanggulangi usaha-usaha
trafiking menghalangi kemampuan para penegak hukum untuk secara
efektif menjerakan dan menuntut pelaku- pelakunya.
D.      AKIBAT EKSPLOITASI ANAK
1.      Anak kehilangan haknya untuk belajar. Sebagian besar anak jalanan
adalah anak-anak yang putus sekolah dan bahkan tidak pernah
merasakan bangku pendidikan.
2.      Perilaku anak banyak yang menyimpang. Hidup di jalanan bukan lah
hal mudah terlebih bagi anak dibawah umur. Mereka harus berjuang
mencari uang dan besar kemungkinan terpengaruh hal-hal buruk, seperti
merokok di usia anak-anak, berbahasa kasar, terkadang bertengkar
dengan anak-anak lainnya, dsb
3.      Anak kekurangan kasih sayang. Poin ini juga merupakan faktor
penyebab eksploitasi anak. Mereka dipaksa bekerja dan lebih banyak
menghabiskan waktunya di jalanan mencari uang daripada merasakan
kasih sayang dari orang tuanya.

E.       SOLUSI EKSPLOITASI ANAK


1.    Keluarga
a.    Lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi
karena pada dasarnya setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang
juga memiliki hak sebagaimana individu lainnya, sehingga anak tidak
dapat dijadikan tumpuan amarah atas semua permasalahan yang dialami
orangtua (Domestic Based Violence).
b.    Lebih berhati-hati dan memberikan perhatian serta menjaga anak-anak
dari kemungkinan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-
orang di sekitar kita (Community Based Violence).
2.    Masyarakat
a.    Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga
apabila terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar
penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari kemungkinan yang
lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
b.    Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses
penanganan perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak
pidana maupun anak sebagai pelaku dengan mengedepankan prinsip
demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for the child).
c.    Pihak sekolah dan orang tua asuh sebagai pendidik kedua setelah
orang tua kandung, diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik
anak-anak yang berada dibawah pengasuhan mereka.
d.   Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya undang-undang
perlindungan anak, terutama pada ancman pidana/hukuman pada
tindakan tersebut secara menyeluruh
3.    Negara
a.    Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang
berkepanjangan di berbagai daerah.
b.    Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan,
pendidikan.
c.    Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah
dengan memberikan bantuan beasiswa.
d.   Memberikan pendidikan nonformal.
e.    Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau
penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang
peduli terhadap kesejahteraan anak.
BAB III
PENUTUP

B.            Kesimpulan

Permasalahan pekerja anak sebenarnya hampir menyerupai sebuah


gunung es. Kompleksitas pada dasar permasalahannya tidak tampak,
sedangkan aktualisasi pada permukaan berupa tindakan-tindakan
eksploitasi terhadap anak juga hanya muncul sedikit. Budaya masyarakat
yang lebih cenderung bersifat patriarchi dan kemiskinan secara
struktural menciptakan suatu iklim yang permisif terhadap pekerja anak
di Indonesia. Terbatasnya studi dan perhatian terhadap kondisi pekerja
anak di Indonesia memberikan suatu kontribusi terhadap terbelenggunya
nasib pekerja anak.
Dari waktu ke waktu, perlindungan terhadap pekerja anak di
Indonesia tidak banyak mengalami perubahan. Perlindungan secara
yuridis yang merupakan faktor penting terhadap keberadaan pekerja
anak  mengindikasikan kemenduaan sikap pemerintah terhadap masalah
ini. Penerapan discretion clausule dalam berbagai aturan hukum tentang
ketenagakerjaan, sering menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda
bahkan memberikan suatu celah hukum terhadap eksploitasi pekerja
anak. Hal inipun ternyata masih dijumpai pada Undang Undang
Ketenagakerjaan yang baru, yaitu UU Ketenagakerjaan No. 25 tahun
1997. Keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang sebagian terbesar
berada pada batas garis kemiskinan mendorong terjadinya enkulturasi
"bekerja membantu keluarga" yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak secara sehat.
Zona Bebas Pekerja Anak (ZBPA) sebagai solusi dalam
pemberantasan pekerja anak dirasakan sebagai komitmen yang dapat
digunakan untuk mempertahankan momentum pemberdayaan dan
advokasi terhadap pekerja anak, seperti yang telah dilakukan oleh LSM-
LSM dalam usaha untuk menghilangkan praktek pekerja anak di
Indonesia. Akhirnya, Penjajagan dan pengembangan jaringan kerja sama
baik nasional, regional, maupun internasional merupakan alternatif
penting. Karena dengan kerjasama ini diharapkan dapat membantu
memberikan pemecahan terhadap permasalahan mendasar yang dihadapi
oleh pekerja anak di Indonesia, yaitu: kemiskinan dan tingkat
pendidikan yang rendah.

B.            Saran

            Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, maka ada beberapa


hal yang dapat menjadi catatan kita bersama guna meminimalisir
kemungkinan terjadinya tindakan- tindakan serupa pada masa yang akan
datang, mengingat apa yang tertulis pada pasal 20 Undang-Undang No.
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi: “Negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Oleh
karena itu, ada beberapa saran yang dapat dijadikan acuan bagi kita
semua, antara lain:

1.        Keluarga
a.    Lebih memahami dan mengerti bahwa anak bukanlah milik pribadi
karena pada dasarnya setiap anak adalah sebuah pribadi yang utuh yang
juga memiliki hak sebagaimana individu lainnya, sehingga anak tidak
dapat dijadikan tumpuan amarah atas semua permasalahan yang dialami
orangtua (Domestic Based Violence).
b.    Lebih berhati-hati dan memberikan perhatian serta menjaga anak-anak
dari kemungkinan menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh orang-
orang di sekitar kita (Community Based Violence).

2.        Masyarakat
a.    Lebih peka dan tidak menutup mata terhadap keadaan sekitar sehingga
apabila terjadi kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar
penanganannya dapat lebih cepat guna menghindari kemungkinan yang
lebih buruk pada anak yang bersangkutan.
b.    Aparat hukum seharusnya dapat lebih peka anak pada setiap proses
penanganan perkara anak baik dalam hal anak sebagai korban tindak
pidana maupun anak sebagai pelaku dengan mengedepankan prinsip
demi kepentingan terbaik bagi anak (the best interest for the child).
c.    Pihak sekolah dan orang tua asuh sebagai pendidik kedua setelah
orang tua kandung, diharapkan dapat lebih sensitif anak dalam mendidik
anak-anak yang berada dibawah pengasuhan mereka.
d.   Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang adanya undang-undang
perlindungan anak, terutama pada ancman pidana/hukuman pada
tindakan tersebut secara menyeluruh

3.        Negara
a.    Menyelesaikan dengan segera konflik-konflik sosial dan politik yang
berkepanjangan di berbagai daerah.
b.    Memperbaiki seluruh pelayanan publik baik itu pelayanan kesehatan,
pendidikan.
c.    Mengajak kembali pekerja anak yang putus sekolah ke bangku sekolah
dengan memberikan bantuan beasiswa.
d.   Memberikan pendidikan nonformal.
e.    Mengadakan keterampilan bagi anak, pembiayaan atau
penanggulangan pekerja anak bisa dilakukan oleh masyarakat yang
peduli terhadap kesejahteraan anak.

Anda mungkin juga menyukai