ID Disfungsi Telomer Pada Penyakit Autoimun PDF
ID Disfungsi Telomer Pada Penyakit Autoimun PDF
Endang Purwaningsih
Depaertment of Anatomy, Faculty of Medicine, YARSI University
ABSTRAK Telomer merupakan bagian ujung kromosom yang terdiri atas nukleotida non
koding dan berfungsi mencegah terjadinya aberasi kromosom. Pemendekan
telomer pada setiap kali siklus replikasi sel berhubungan dengan proses penuaan
sel. Proses penuaan akan meningkatkan resiko penyakit autoimun. Faktor
genetik dapat memicu hilangnya telomer yang diikuti dengan berkembangnya
penyakit autoimun. Beberapa penyakit autoimun seperti rematoid artritis (RA),
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau lupus mengalami disfungsi telomer.
Pada penderita SLE telomer sel-sel darahnya mengalami pemendekan bermakna
terutama pada usia di bawah 45 tahun, yaitu sebesar 35 – 40 bp pertahun,
sedangkan usia di atas 60 tahun, pemendekan telomer kurang bermakna. Tetapi
aktifitas telomerase sel-sel darah pada pasien SLE cukup tinggi. Pada penderita
rematoid artritis, pemendekan telomer mulai terjadi pada usia 25 – 40 tahun.
Pada rematoid artritis HLA –DR+ mengalami pemendekan telomer 26 bp lebih
besar pertahun dibandingkan HLA-DR-. Telomer pada penderita rematoid
artritis laki-laki lebih pendek daripada penderita perempuan. Reduksi panjang
telomer tidak berhubungan dengan lamanya menderita rematoid tetapi
dipengaruhi oleh genotip HLA-DRB1. Aktivitas telomerase sel T penderita
rematoid rendah sehingga mempercepat apoptosis.
ABSTRACT Telomeres are the natural ends of linear chromosomes, consisting of non coding
nucleotides and function to prevent chromosome abberation, whereas aging is
considered as the effect of telomere shortening due to cell replication. In addition
aging will increase the risk of autoimmune diseases. Genetic factor can trigger
telomere loss, followed by the development of autoimmune diseases.
Dysfuntion of telomeres occurs in some of autoimmune diseases such as
Rheumatoid Arthritis (RA) and Systemic Lupus Erythematosus (SLE).
Telomere in blood cells of SLE patient significantly shortened in those under 45
years old, around 35-40 bps per year. However, in patients above 60 years old,
no significant different is observed. Regardless the age, telomerase activity in
blood cells in SLE patient is quite high. Telomere shortening occurs at the age of
25-40 years in RA patients. In RA patients, telomere in HLA –DR+ is
shortened by 26 bp higher than HLA-DR- per year. RA male patients have
shorter telomere than the female patients. Reduction of telomere length is not
related with the period of rheumatic but affected by HLA-DRB1 genotype.
Telomerase activity in T cells of RA patient are in ssufficent and lead to advance
apoptosis.
042 ENDANG PURWANINGSIH
organ, tetapi terutama menyerang sendi lain sebagainya. Kemampuan aktivitas se-
fleksibel (sinovial). Penyakit ini di Indonesia seorang berhubungan dengan sistem per-
sering juga disebut rematik saja. Penyakit RA syarafan dan sistem muskuloskeletal. Penya-
mengenai sendi pergelangan tangan, lutut, kit ini dapat mengakibatkan ketidakmampu-
bahu, metakarpal-phalangeal. Penyakit ini an melakukan aktivitas sehari-hari seutuh-
merupakan penyakit progresif, biasanya nya. Keterlibatan tangan akibat RA sering
mempunyai potensi untuk menyebabkan dijumpai (Widiani et al., 2012). Dilaporkan
kerusakan sendi dan kecacatan fungsional. bahwa 90% penderita RA mengeluhkan
Penyakit ini telah lama dikenal dan tersebar masalah pada tangan. Keterlibatan sendi
luas di seluruh dunia dan lebih sering di- pergelangan tangan hampir selalu dijumpai
jumpai pada wanita daripada pria (Price et (Bennet and Belza, 2005 cit Widiani et al.,
al., 2003). 2012).
Ditemukan antibodi yang khas
disebut rheumatoid faktor yang bereaksi Systemic lupus erythematosus (SLE)
dengan antigen membentuk kompleks imun Systemic lupus erythematosus (SLE)
yang ditemukan pada synovial dan cairan adalah suatu penyakit inflamasi kronik yang
pleura. Ada kecenderungan timbulnya idiopatik, dengan manifestasi klinik yang
penyakit RA ini dapat diwariskan secara kompeks mengenai kulit, sendi, ginjal, paru-
genetik. Ada dugaan infeksi tertentu atau paru, membrana serosa, sistem saraf, hati dan
lingkungan dapat memicu pengaktifan sistem berbagai organ tubuh yang lain. Kelainan ini
kekebalan tubuh pada individu yang rentan. dapat menyebabkan kematian (Kahlenberg
Serangan RA sering terjadi pada umur 25 and Kaplan. 2011). Gejala yang paling sering
sampai 35 tahun; prevalensi tertinggi antara ditemukan adalah kelelahan. Demam, pe-
umur 35 sampai 55 tahun (Branch and Poster, nurunan berat badan, myalgia dan arthralgia
2000; Cunningham et al., 2001). juga merupakan gejala yang sering di-
Rheumatoid arthritis bukan merupakan temukan (Branch and Potter, 2000).
penyakit yang mendapat perhatian seperti Prevalensi penyakit ini berkisar 5-100
penyakit jantung, kanker dan AIDS, tetapi per 100.000 individu, wanita dewasa mem-
merupakan masalah kesehatan yang terjadi di punyai kemungkinan 5-10 kali lebih besar
mana-mana. Fakta statistik adalah sebesar untuk menderita penyakit ini dibandingkan
14,3% dari populasi Amerika Serikat men- dengan pria. Populasi tertentu mempunyai
derita RA. Data di Amerika Serikat me- prevalensi yang lebih tinggi, misalnya pada
nunjukkan bahwa prevalensi tertinggi dari wanita Amerika turunan Afrika prevalensi-
RA adalah pada suku Indian dibanding nya tiga kali lebih tinggi dibanding dengan
dengan suku non Indian. Lebih dari 36 juta wanita turunan Kaukasia.
penduduk Amerika menderita 1 dari 100 Predisposisi genetik untuk SLE men-
jenis. Di Indonesia diperkirakan kasus cakup beberapa faktor. Kejadian SLE berkisar
rheumatoid berkisar antara 0,1% sampai 5-12% pada keluarga penderita SLE, pada
dengan 0,3% di kelompok orang dewasa dan penderita yang kembar monozigot kejadian-
1:100 ribu jiwa dikelompok anak-anak (Price nya lebih dari 50%. Sejumlah petanda genetik
et al., 2003). ditemukan lebih sering pada penderita SLE
Penderita penyakit Rheumatoid dibanding kelompok kontrol, meliputi HLA-
arthritis mempunyai masalah dalam menjaga B8, HLA-DR3 dan HLA-DR2. Penderita SLE
aktivitasnya. Kemampuan tersebut meliputi juga mempunyai frekuensi defisiensi protein
berdiri, berjalan, bekerja, makan, minum dan komplemen C2 dan C4 yang lebih tinggi
044 ENDANG PURWANINGSIH
(Cunningham et al., 2001). SLE adalah menjaga agar antar kromosom tidak saling
penyakti radang multisistem yang sebabnya bergandengan dan untuk menjaga keutuhan
belum diketahui, dengan gambaran klinis genom (materi genetik) selama perkembang-
dapat akut atau kronik eksaserbasi yang an sel (Greider and Blackburn, 1996; Weng,
dimediasi oleh adanya autoantibodi dalam 2012). Telomer ini akan memendek setiap kali
tubuh. Neuropeptide substance P, sitokin sel membelah dan pada panjang tertentu, sel
proinflamasi seperti IL-1dan IL-6 merupakan akan berhenti membelah, atau yang disebut
mediator yang penting dalam peradangan sel yang menua yang selanjutnya akan mati
pada lupus erytematosus. Pada stres akan (Greider and Blackburn, 1996; Weng, 2012).
terjadi peningkatan CRH, yang secara Pada sel mamalia, telomer terdiri dari
langsung dapat menginduksi sintesis replikasi (pengulangan) heksanukleotida
substance P serta meningkatkan pelepasan (TTAGGG), bersama-sama dengan protein
sitokin proinflamasi oleh sel Th1, sehingga yang terkait banyak. Dengan tidak adanya
stres dapat merupakan faktor risiko atau mekanisme kompensasi, sel membelah diri
memperberat keadaan lupus erytematosus mengalami erosi telomer secara bertahap
(Jacob et al., 2001 cit Whardana, 2012). sampai tingkat kritis memperpendek menye-
Penyakit SLE dapat menyebabkan lesi babkan kelainan kromosom dan kematian sel
pada kulit, glomerulus ginjal, dinding atau penuaan. Untuk sel T dan sel B,
pembuluh darah, dan tempat-tempat yang kemampuan untuk mengalami pembelahan
lain. Hal ini ditandai dengan terbentuknya sel yang luas dan ekspansi klonal sangat
auto-antibodi yang dikenal dengan penting untuk fungsi kekebalan tubuh yang
antinuclear antibody, yang bereaksi dengan efektif (Hodes et al., 2002).
berbagai bahan kandungan inti termasuk Sejumlah kelainan genetik pada
DNA. Antibodi ini tidak sitotoksik, dan manusia dan pada model binatang diketahui
mungkin tidak merusak sel normal. Akan dapat menyebabkan pemendekan telomer
tetapi apabila mengalami kehancuran, yang dipercepat, yang pada gilirannya me-
antigen nukleus akan dilepaskan dan akan nyebabkan kelainan fenotip. Panjang telomer,
membentuk kompleks imun dengan auto paling sering diukur sebagai nilai rata-rata
antibodi (Underwood, 2002). dalam populasi heterogen leukosit darah
Prognosis dan harapan hidup pen- perifer pada manusia, telah dikaitkan dengan
derita SLE terus membaik dalam dua dekade berbagai kondisi kesehatan dan penyakit
terakhir. Diagnosis dini, spesifitas auto- kekebalan dan non-imun (Weng, 2012).
antibodi baru, dan perbaikan teknik serologik Kemampuan sistem kekebalan tubuh
telah memperbaiki prognosis SLE. Faktor lain untuk merespon secara efektif terhadap
yang juga berpengaruh adalah peningkatan antigen sangat bergantung pada sinyal yang
pengetahuan tentang SLE, perbaikan pelaya- mengatur differensiasi dan proliferasi antigen
nan kesehatan, serta pemakaian obat anti- limfosit yang spesifik. Limfosit dapat meng-
inflamasi, imunosupresor dan imunonodula- ekspresikan telomerase pada tahap-tahap
tor (Cervera and Font, 2005 cit Musai, 2010). perkembangan dan aktivitas tertentu.
Misalnya sumsum tulang dan timosit meng-
TELOMER DAN IMUNITAS ekskresikan telomerase sedang kan limfosit T
yang dalam keadaan istirahat tidak meng-
Telomer adalah bagian ujung ekspresikan telomerase, dan baru akan meng-
kromosom yang berfungsi untuk integritas ekspresikan telomerase jika ada rangsangan
kromosom dan replikasi seluler. Telomer (Hathcock, 2009).
DISFUNGSI TELOMER PADA PENYAKIT AUTOIMUN 045
Pada respon imun adaptif ada dua nunjukkan adanya penurunan fungsi limfosit
jenis limfosit, yaitu limfosit T dan limfosit B pada individu-individu yang berhubungan
(sel B dan sel T). Sel T dapat dibagi lagi dengan pemendekan telomer yang dipercepat
menjadi T helper (CD4) dan sel T sitotoksik (Weng, 2008). Pada sel-sel imun yang
(CD 8). Sel T helper (CD4) bertanggung jawab mengalami penuaan dapat terjadi gangguan
untuk memfasilitasi kemampuan sel T pada sistem imun. Pada kasus ini diketahui,
sitotoksik CD8 untuk membunuh sel-sel bahwa telomer mengalami pemendekan yang
target yaitu sel patogen intraseluler. Sedang- nyata (Miller, 2000).
kan kemampuan sel B untuk memproduksi
antibodi yang mengenali dan memfasilitasi DISFUNGSI TELOMER PADA PENYAKIT
penghancur sel patogen yang berikutnya AUTOIMUN
(Weng, 2006).
Selama dekade terakhir, telah banyak Selama beberapa dekade terakhir ini
dipelajari peran telomere dan telomerase penelitian mengenai penyakit yang di-
dalam diferensiasi dan fungsi limfosit dalam perantarai sistem imun berkembang dengan
kondisi normal. Hal ini juga menimbulkan pesat, terutama karena penyakit degeneratif
pertanyaan mengenai peran telomer dalam yang dapat menyebabkan kerusakan pada
fungsi limfosit selama dalam proses penuaan jaringan inflamasi. Kebanyakan kasus
in vivo. Berdasarkan analisis cross-sectional, dialami oleh individu di atas umur 50 tahun
tingkat pemendekan telomer adalah berkisar dengan usia sebagai faktor risiko terkuat.
20 sampai 60 bp / tahun pada limfosit orang Penuaan juga meningkatkan risiko penyakit
dewasa normal. Selama 80 tahun hidup, autoimun klasik seperti Rheumatoid Arthtritis
pengurangan telomer sekitar 2-5 kb dalam (RA). Angka kejadian RA paling banyak
limfosit ditambah hilangnya 1-2 kb dalam terjadi pada wanita post menopause, yang
awal kehidupan. Dengan demikian meng- kemudian menimbulkan dugaan bahwa
urangi panjang telomer pada kisaran 3-5 kb proses penuaan mengubah fungsi sistem
selama diproyeksikan berdasarkan cross- imun yang seharusnya bersifat proteksi
sectional analysis, dengan asumsi bahwa rata- menjadi bersifat melukai host itu sendiri
rata panjang telomer awal adalah 10 kb. (Andrew et al., 2009).
Pertanyaan penting yang diajukan oleh Telomer adalah DNA-protein
temuan ini adalah apakah panjang telomer kompleks yang menutupi ujung kromosom
yang tersisa cukup untuk mempertahankan dan melindungi kromosom dari kerusakan
fungsi telomer dalam limfosit? Studi lebih dan mutasi. Telomer yang mengalami pe-
lanjut diperlukan, terutama analisis mendekan dikaitkan dengan peningkatan
longitudinal panjang telomer dan aktivitas risiko beberapa penyakit seperti kanker,
telomerase, untuk lebih memahami peran penyakit jantung, neurodegeneratif, dan
telomer dalam fungsi limfosit selama proses penyakit autoimun serta kematian dini.
penuaan in vivo (Weng, 2008). Dalam populasi, sekitar 3,5% orang men-
Penemuan cacat genetik dalam gen derita penyakit autoimun, 94% dari jumlah
TERC (telomerase RNA template) dan TERT tersebut berupa penyakit Grave (hiper-
(telomerase reverse transscriptase) menunjukkan tiroidism), diabetes mellitus tipe 1, arthritis
peran penting dari telomerase dalam rheumatoid, systemic lupus erythematosus (SLE).
proliferasi sel hematopoietik dan pertumbuh- Penyakit ini ditemukan lebih banyak pada
an. Analisis individu yang mengalami stres wanita (2,7 x disbanding-kan pria), diduga
psikologis yang berkepanjangan juga me- karena pengaruh faktor hormon
(Baratawijaya, 2006; Musai, 2010).
046 ENDANG PURWANINGSIH
Abnormalitas panjang telomer telah telomerase pada sel mononuklear darah tepi
dideskripsikan pada penyakit autoimun (peripheral blood mononuclear cells/PBMC)
seperti SLE, sistemik sklerosis, RA, insulin- penderita SLE meningkat secara bermakna
dependent diabetes mellitus, Wegener’s dibandingkan kelompok orang normal pada
granulomatosis, atopik dermatitis, psoriasis. semua tingkatan umur. Pada kelompok SLE
Individu normal dengan haplotipe HLA-DR4 non aktif tidak tampak adanya peningkatan
yang merupakan faktor resiko utama RA, aktivitas telomerase bermakna dibandingkan
mengalami pemendekan telomer secara kelompok kontrol, sedangkan panjang
siginifikan selama 20 tahun di awal masa telomer pada PBMC mengalami pemendekan
hidupnya. Dengan demikian maka terdapat bermakna pada penderita SLE dibandingkan
komponen genetik yang memicu hilangnya kelompok orang normal pada usia muda.
telomer yang kemudian memicu timbulnya Sebaliknya pada usia lanjut (60 tahun ke atas)
atau berkembangnya penyakit autoimun. panjang telomer tidak mengalami pemendek-
Meningkatnya jumlah telomer yang hilang an bermakna dibandingkan kelompok orang
menyebabkan kerentanan seseorang terhadap normal pada usia yang sama (Kurosaka et al.,
penyakit autoimun dan merupakan faktor 2003). Hal ini sesuai dengan penelitian
predisposisi untuk penyakit inflamasi terkait Honda et al (2001) yang menunjukkan
usia (Andrew et al., 2009). karakteristik panjang telomer sel PBMC
Pada sel-sel imun yang mengalami pasien SLE. Pada penderita SLE usia muda,
penuaan, telomernya akan mengalami pe- telomer mengalami pemendekan walaupun
mendekan yang drastic pada sel limfosit aktivitas telomerase tinggi pada sel PBMC
manusia sehingga dapat menimbulkan pasien SLE. Peningkatan aktivitas telomerase
gangguan pada sistem imun. Disisi lain pada sel PBMC pasien SLE sebelumnya juga
gangguan sistem imun dapat menyebabkan sudah dilaporkan (Katayama and Kohriyama,
pemendekan telomer. Akan tetapi hal yang 2001).
kontradiksi adalah pada sel limfosit hewan Penelitian lainnya di Taiwan pada
seperti tikus dan mencit, sel-sel imun yang penderita SLE berumur 16–76 tahun, me-
mengalami penuaan, telomer tidak meng- laporkan bahwa panjang telomer pada sel-sel
alami pemendekan (Miller, 2000). Lebih lanjut darah (polymorphonuclear/PMN dan
dilaporkan bahwa pada sel limfosit T/sel T mononuclear/MNC) akan berkurang (me-
akan selalu mengalami pemendekan telomer mendek) dibanding orang normal. Panjang
pada setiap kali pembelahan dan penuaan, telomer pada penderita SLE dari kedua sel
terutama pada pasien Wegener’s granuloma- darah tersebut akan berkurang sekitar 35 – 40
tosis. Ekspresi CD28 pada sel T dilaporkan bp per tahun. Pemendekan telomer akan
mengalami reduksi (Vogts et al., 2003). lebih cepat pada penderita SLE yang berumur
dibawah 45 tahun dibandingkan penderita
Disfungsi Telomer pada penderita Systemic SLE di atas umur 45 tahun. Tidak ditemukan
Lupus Erythematosus / SLE adanya perbedaan bermakna antara panjang
Beberapa penelitian melaporkan telomer pasien SLE antara jenis kelamin laki-
bahwa pada penderita SLE terjadi disfungsi laki dan perempuan pada tingkatan umur
telomer yang meliputi pemendekan panjang yang sama (Wu et al., 2007).
telomere dan peningkatan aktivitas enzim Ekspresi gen-gen yang berperan pada
telomerase. Dilaporkan bahwa dari 55 pemeliharaan panjang telomer dan degradasi
penderita Lupus / SLE berumur 20 sampai 72 telomer seperti gen TRF, TIN, POTI, MRE,
tahun menunjukkan bahwa aktivitas dan KU80 telah dilaporkan (Zhou et al., 2011).
DISFUNGSI TELOMER PADA PENYAKIT AUTOIMUN 047
Gen tersebut ikut berperan dalam memiliki telomer yang lebih pendek daripada
patogenesis SLE. Ekspresi gen TPPI, TIN2, perempuan. Reduksi panjang telomer tidak
POTI dan KU80 pada sel PBMC penderita berhubungan dengan lamanya menderita RA
SLE menurun atau berkurang secara tetapi dipengaruhi oleh genotip HLA-DRB 1
bermakna dibanding orang normal. Akan (Steer et al., 2007).
tetapi ekspresi gen TRF2 dan MRE11 Pada penderita RA, CD4 sel T gagal
meningkat secara bermakna. Sementara itu meregulasi aktivitas enzim telomerase; se-
ekspresi gen-gen yang lain seperti TRF1, lanjutnya aktifitas telomerase yang rendah
RPAI, hRAPI, dan Ki67 tidak menunjukkan menyebabkan meningkatnya apoptosis sel T
perbedaan bermakna antara penderita SLE itu sendiri. Peran telomerase dalam mem-
dengan orang normal. Dilaporkan pula pengaruhi apoptosis sel T tidak bergantung
bahwa tidak ada korelasi antara gen-gen pada panjang telomer. Pada RA, disfungsi
tersebut terkait umur, baik pada penderita CD4 sel T ini menimbulkan respon imun
SLE maupun orang normal Zhou et al., 2011). yang tidak adekuat (Fujii et al., 2009;
Hohensinner et al., 2011). Dilaporkan oleh
Disfungsi Telomer pada penderita Raafat et al (2011) bahwa ekspresi gen Human
Rheumatoid Artrithis (RA) Telomerase Reverse Trancriptase (hTERT) pada
Penderita RA mengalami pemendek- penderita RA yang diberi radiasi (sebagai
an telomer lebih awal dibandingkan orang antiinfalamasi) ataupun yang tidak diradiasi,
normal pada usia sekitar 25 – 40 tahun. lebih rendah dibandingkan kelompok
Dilaporkan oleh Schonland et al (2003) bahwa kontrol. Penderita yang tidak diradiasi
pada HLA-DR4+ dari limfosit T/ sel T akan menunjukkan ekpresi gen hTERT lebih tinggi
mengalami pemendekan telomer secara ber- daripada penderita yang diberi radiasi.
makna, yaitu sebanyak 25 bp per tahun Selanjutnya dilaporkan juga, bahwa pada RA
dibandingkan HLA-DR4-. Haplotype HLA- yang tidak diradiasi terjadi proses perbaikan
DR berhubungan dengan faktor risiko telomer yang lebih baik dan menunjukkan
timbulnya RA. Pada penderita RA HLA-DR+ peningkatan apoptosis sel T.
dilaporkan mengalami pemendekan telomer Panjang telomer dapat menjadi
pada sel granulosit dan limfositnya di- biomarker yang potensial dalam penyakit RA
bandingkan pada individu normal. Hubung- dan dapat digunakan untuk memprediksi
an antara HLA-DR4 haplotype dengan tingkat keparahan penyakit RA. Penderita RA
penuaan sel T dapat menjelaskan terjadinya akan mengalami penurunan dalam pengatur-
gangguan imunologi pada penderita RA. an sistem imun dan sistem imun mengalami
Penderita RA memiliki karakteristik penuaan dini. Penderita RA berumur 20 – 30
adanya peningkatan reaksi inflamasi dan tahun, sel T mengalami pemendekan telomer
peningkatan stress oksidatif, sehingga pada sebesar 9 bp per tahun; sedangkan pada
penderita RA akan mengalami penuaan dini umur 50 – 60 tahun terjadi pemendekan
pada sel T dan kehilangan/penurunan sebesar 45 bp per tahun. Selanjutnya
ekspresi CD28. Hal ini akan berakibat pada dilaporkan juga bahwa di Jerman, penderita
pemendekan telomer sel limfosit T dan sel RA selama kurang dari satu tahun, aktivitas
granulosit. Dalam hal ini timbul pertanyaan, telomerasenya (berupa mRNA TERT) akan
apakah jenis kelamin dan lamanya menderita mengalami penurunan dibanding kelompok
RA berhubungan erat dengan penurunan kontrol (Costenbander et al., 2011).
panjang telomer pada sel-sel darah putih?
Dilaporkan, bahwa penderita RA laki-laki
048 ENDANG PURWANINGSIH
Underwood JCE 2002. Patologi. Umum dan sistematik. Weng NP 2012. Telomeres and Immune Competency.
Second Ed. Terjemahan Sarjadi. Penerbit EGC, Current Opinion on Immunology 24 (Issue 4) : 470 –
Jakarta. 475
Vogts S, Iking-Konect T, Hug F, Andrassy K, Hansch Widiani W, Nuhonni SA, Murdana IN, Sumariyono,
GM 2003. Evidence for Replicative Senescence of T Bardosono 2011. Efek Program Latihan Tangan di
Cells derived from patients with Wegner’s Rumah terhadap Deksteritas Bimanual Penderita
Granulomatosis. Kidney Int 63 (6): 2144 - 2151 Artritis Reumatoid. J Indon Med assoc 61 (11) : 435 -
Wardana M 2012. Psikoneuroimunologi di bidang 441.
Dermatologi. Wu CH, Hsieh SC, Li KJ, Lu MC, and Yu CL 2007.
http://madewardhana.com/artikel/psikoneuroimu Premature Telomere Shorthening in
nologi-di-bidang-dermatologi.html. Diakses pada polymorphonuclear neutrophils from patients with
tanggal 18/12-2012 systemic lupus erytematosus is related to the lupus
Weng NP 2006. Aging of Immune System: How Much disease activity. Lupus 16 : 265 - 272
Can the Adaptive Immune System Adapt? Zhou JG, Qing YF, Yang QB, Xie WG, and Zhao MC
Immunity 24 (5): 495-499 2011. Changes in the expression of Telomere
Weng NP 2008. Telomere and Adaptive Immunity. maintenance genes might play a role in the
Mech Ageing Dev, doi:10.1016/j.mad.2007.11.005 pathogenesis of systemic lupus erythematosus.
Lupus 20 : 820 – 828.