Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN RASA NYERI

PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan

Dosen pengampu : Martono, S.Kep., Ns., MPd.

Disusun Oleh :
1. Arin Widiastuti ( P27220018049 )
2. Choyrun Nisa F ( P27220018051 )
3. Fiqi Makrifah ( P27220018057 )
4. Meliana Krisnandiar ( P27220018066 )
5. Taris Sekar Pramesthi S ( P27220018079 )

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

Tahun Akademik 2018/2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang
diberikan kepada kami sehingga dapat menyusun laporan yang berjudul
"Laporan Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyeri pada Pasien Post
Operasi Fraktur Femur". Pembuatan laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Metodologi Keperawatan.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih jauh


dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang sifatnya untuk
perbaikan sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan memberi masukan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Ucapan terima kasih juga kami berikan kepada Bapak Martono, S.Kep.,
Ns., MPd yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga laporan ini dapat dipergunakan sebagai salah satu petunjuk
maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca. Semoga isi yang disajikan dalam makalah kami dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Februari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................i
Kata Pengantar..................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................3
C. Manfaat.................................................................................................4

BAB II Tinjauan Teori

A. Konsep Dasar Fraktur.........................................................................5


B. Asuhan Keperawaatan Fraktur Femur................................................12

BAB II Pembahasan Kasus

A. Pengkajian..........................................................................................18
B. Analisa Data.......................................................................................24
C. Diagnosa Keperawata.........................................................................25
D. Perencanaan Keperawatan..................................................................25

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ........................................................................................29
B. Saran...................................................................................................29

Daftar Pustaka

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara berkembang yang penduduknya

banyak dihadapkan dengan permasalahan bencana alam dan juga

bencana karena ulah penduduk sendiri. Bencana alam sering terjadi di

Indonesia sehingga seluruh warga negaranya harus diberikan pelatihan

untuk kesiapsiagaan bencana dan majemen bencana alam, terutama bagi

tenaga kesehatan khususnya perawat.

(Martono, Satino, Nursalam, Efendi, & Bushy, 2019) menjelaskan

perawat memainkan peran penting dalam kesiapsiagaan bencana, respons

/ pemulihan dan evaluasi, terutama dalam mengurangi kerentanan dan

meminimalkan risiko dalam suatu bencana. Perawat Indonesia

membutuhkan perawatan berkelanjutan pelatihan terkait dengan

manajemen bencana. Pelatihan untuk bencana simulasi manajemen dan

distribusi tenaga keperawatan di daerah bencana harus dipertimbangkan

dengan kesiapan. Mendefinisikan Peran perawat dalam kesiapsiagaan

bencana dan kesiapsiagaan pascabencana harus diperhitungkan dengan

pelatihan berkelanjutan di berbagai tingkatan, termasuk organisasi

profesi, pemerintahan lembaga, organisasi swasta, dan masyarakat.

Bencana karena ulah penduduknya sendiri juga sering terjadi salah

satunya adalah kecelakaan. Seiring berkembangnya teknologi

transportasi salah satunya kendaraan darat terutama sepeda motor yang

1
digunakan untuk aktivitas sehari-hari, mempengaruhi peningkatan angka

kecelakaan lalu lintas.

World Health Organization (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012

terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita

fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO, 2011).Menurut Korps Lalu

Lintas Polisi RI (KORLANTAS POLRI, 2018) dalam grafik kecelakaan

yang dilaporkan ke polisi lalu lintas ditampilkan per triwulan (kuartal).

Grafik dihasilkan secara online dari database kecelakaan Automatic

Identification System (AIS). Dalam grafik tersebut didapatkan data

kecelakaan pada tahun 2018 sebanyak 28,784 orang dengan 6,262 korban

meninggal. Kecelakaan ini didominasi oleh pengendara sepeda motor.

Fraktur adalah patah tulang yang terjadi karena benturan yang keras

pada tubuh biasanya karena jatuh dan penyembuhannya berlangsung

lama sehingga tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai

jenis dan luasnya, manusia tidak akan pernah lepas dari fungsi normal

system moskuloskeletal, salah satunya tulang yangmerupakan alat gerak

utama pada manusia. Namun akibat dari manusia itu sendiri, fungsi

tulangdapat terganggu karena mengalami fraktur, sebagian besar fraktur

terjadi karena kecelakaan.Pasien fraktur diharapkan mampu

menyesuaikan diri dan mengatasi setiap permasalahan yangdihadapinya

sehingga kecemasan itu dapat berkurang. Salah satu upaya yang dapat

dilakukanoleh pasien fraktur adalah melalui dukungan keluarga. Setiap

pasien fraktur akan memilikidukungan keluarga yang berbeda-beda

2
dalam menghadapi kecemasan. (Filia et al, 2017)

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian yang cukup

tinggi di dunia dan jika tidak ditangani dengan serius, kecelakaan lalu

lintas akan selalu meningkat. Salah satu akibat dari kecelakaan lalu

lintas yang paling sering adalah fraktur femur. Fraktur femur sendiri

dapat menyebabkan komplikasi antara lain perdarahan, cedera organ

dalam, infeksi luka, emboli lemak, sindroma pernafasan serta dapat

mengakibatkan kecacatan dan paling banyak terjadi pada usia dewasa.

(Desiartama & Aryana, 2017)

Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan kajian yang lebih

mendalam tetang “Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyeri pada

Pasien Post OperasiFraktur Femur”.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menjelaskan gambaran Asuhan Keperawatan Gangguan

Rasa Nyeri pada Pasien Post OperasiFraktur Femur.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus studi kasus ini adalah untuk :

a. Mampu mendeskripsikan data hasil pengkajian pada pasien

dengan Nyeri Post Operasi Fraktur Femur.

b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan

Nyeri Post Operasi Fraktur Femur.

3
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien

dengan Nyeri Post Operasi Fraktur Femur.

C. Manfaat

1. Bagi Institusi Pendidikan

Studi kasus ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan,

wawasan dan informasi kepada institusi pendidikan terutama

mahasiswa keperawatan untuk membekali mahasiswa tentang

Asuhan Keperawatan gangguan nyeri pada post operasi fraktur

femur.

2. Bagi Penelitian

Studi kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu

penelitian keperawatan dasar khususnya tentang Asuhan

Keperawatan gangguan nyeri pada pasien post operasi fraktur femur.

3. Bagi Masyarakat

Studi kasus ini diharapkan menambah informasi dan

pengetahuan kepada masyarakat tentang Asuhan Keperawatan

gangguan nyeri pada pasien post operasi fraktur femur meliputi

tanda gejala dan penanganannya.

4. Bagi Pelayanan Kesehatan

Studi kasus ini diharapkan sebagai bahan/ informasi/ bahan

pelayanan keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan gangguan

nyeri pada pasien post operasi fraktur femur.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Fraktur

1. Pengertian Fraktur

MenurutYasmara et al,(2016) fraktur adalah terputusnya kontinuitas

jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau tekanan

eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Dongoes et al, (2000) menjelaskan bahwa Fraktur adalah pemisahan tulang

atau patahnya tulang.

Sedangkan menurut Helmi (2012) fraktur adalah hilangnya kontiunitas

tulang rawan baik bersifat total maupun sebagian, penyebab utama dapat

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik tulang itu sendiri dan jaringan lunak

disekitarnya. Tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap

atau tidak lengkap.

2. Klasifikasi Fraktur

Menurut Yasmara et al, (2016) fraktur dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Berdasarkan Sifat Fraktur (Luka yang ditimbulkan)

1) Fraktur tertutup (Closed)

2) Fraktur terbuka (Open/compound)

b. Berdasarkan Komplet atau Ketidakkompletan Fraktur

1) Fraktur komplet, jika garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang

2) Fraktur Inkomplet, jika garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang

5
c. Berdasarkan Bentuk Garis Patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma

1) Fraktur transfersal :

Fraktur yang arah garis patahnya melintang pada tulang dan terjadi

akibat trauma angulasi atau langsung

2) Fraktur oblik :

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

tulang dan terjadi akibat trauma angulasi juga

3) Fraktur spiral :

Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral dan disebabkan

oleh trauma rotasi

d. Berdasarkan Jumlah Garis Patah

1) Fraktur kominutif :

Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

2) Fraktur sekmental :

Garis patah lebih dari satu, tetapi tidak berhubungan. Jika ada dua

garis patah disebut fraktur bifocal

3) Fraktur multipel :

Garis patah lebih dari satu, tetapi pada tulang yang berlainan

tempatnya, misalnya fraktur femur dan fraktur tulang belakang.

e. Berdasarkan Bergeser atau tidak Bergeser

1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplet, tetapi

kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh

2) Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen fraktur yang

juga disebut lokasi fragmen.

6
3. Etiologi

Menurut Noor, (2012) fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini.

a. Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba

dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,

penghancuran,penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,

pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena kekuatan langsung, tulang

dapat patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti

rusak.

b. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu

lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh.

Sedangkan menurut Mansjoer, (2003) penyebab fraktur secara

fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan

dari kecelakaan, tenaga fisik, olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh:

cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan langsung

berada jauh dari lokasi benturan. Secara patologis merupakan suatu

kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan

trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada berbagai

keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy (penyakit gusi

berdarah) serta rakhitis.

7
4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang

lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma

pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas tulang (fraktur) (Corwin, 2003).

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf

dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus tulang

menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan. Pada saat

perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga medulla tulang,

sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah.

Jaringan yang mengalami nekrosis akan menstimulasi terjadinya respon

inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit

serta infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari

proses penyembuhan tulang nantinya (Price, 2005).

5. Manifestasi Klinis

Manifestasi fraktur menurut Burnner & Suddarth (2005) adalah nyeri,

hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,

pembengkakan lokal dan perubahan warna.

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang.

8
b. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetaprigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas ( terlihat maupun

teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan

dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan

baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang

tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang sebenarnya

karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah tempat

fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5

sampai 5 cm.

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinakamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien fraktur menurut

Lukman & Ningsih, (2009) dibagi menjadi :

1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan

jenis fraktur.

2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat

keparahan fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.

9
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.

4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau

menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal

setelah trauma.

5. Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah,

tranfusi mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

7. Diagnosa Banding

Menurut Yasmara et al, (2014), beberapa keadaan atau penyakit yang

terkadang muncul adalah sebagai berikut.

a. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,

edema, cidera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuscular, nyeri, terapi restriktif ( mobilisasi)

c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur, pemasangan

traksi ( pen, kawat, sekrup ).

8. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Muttaqin (2008)antara lain :

a. Komplikasi dini

Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktue diafisis femur.

Perawat dapat melakukan pengenalan dini dan pengawasan yang

10
optimal apabila telah mengenal konsep anatomi, fisiologi, dan

patofisiologi patah tulang.

Komplikasi iyang biasanya terjadi pada klien fraktur diafisis femur

adalah sebagai berikut.

1) Syok, terjadi pendarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur

bersifat tertutup.

2) Emboli lemak, sering didapatkan pada penderita muda dengan

fraktur femur. Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.

3) Trauma pembuluh darah besar. Ujung fragmen tulang menembus

jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga

menyebabkan konstusi dan okulasi atau terpotong sama sekali.

4) Trauma saraf. Trauma pada pembuluh darah akubat tusukan

fragmen dapat disertai kerusakan saraf.

5) Trombo-emboli. Klien yang tirah baring lama, misalnya distraksi

di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo-emboli.

6) Infeksi, terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang

terkontaminasi. Infeksi dapat pula terjadi setelah tindakan operasi.

b. Komplikasi lanjut

Komplikasi fraktur diafisi femur hampir sama dengan komplikasi

beberapa jenis fraktur lainya. Sebagai perawat perlu memperhatikan

dan mengetahui komplikasi yang biasa terjadi agar komplikasi

tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan.komplikasi yang sering

terjadi adalah sebagai berikut.

11
1) Delayed union. Fraktur femur pada orang dewasa mengalami

union dalam empat bulan.

2) Non-union. Apanila permukaan fraktur menjadi bulat dan

sklerotik, perawat perlu mencurigai adanya non-union. Oleh

karena itu, diperlukan siksasi internal dan bone graft.

3) Mal-union. Bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen,

diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan.

B. Asuhan Keperawatan Fraktur Femur

1. Pengkajian

Pengkajian Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyeri Pada Pasien Post

Operasi Fraktur Femur menurut Muttaqin(2008)

a. Anamnesis

Keluhan utama pada kasus fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat.

b. Riwayat penyakit sekarang

Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang

paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah

berobat ke dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang lain.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget

menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung.

Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko

12
mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang.

d. Riwayat penyakit keluarga

Osteoporosis sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker

tulang yang cenderung diturunkan secara genetic.

e. Riwayat penyakit psikososialspiritual

Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran

klien dalam keluarga dan masyarakat, serta respon atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-hari.

f. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Klien fraktur akan merasa takut terjadi kecacatan pada dirinya dan

harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya.

g. Pola presepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur adalah timbul ketakutan akan

kecacatan akibat fraktur yang dialaminya.

h. Pola sensori dan kognitif

Daya raba klien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur.

i. Pola penganggulangan stress

Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya, yaitu ketakutan timbul

kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

j. Pola tata nilai dan keyakinan.

Klien fraktur tidak dapat melaksanakan ibadah dengan baik, terutama

frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah.

13
2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Keadaan baik dan buruknya klien. Tanda-tanda yang perlu dicatat

adalah kesadaran klien, kesakitan atau keadaan penyakit, tanda-tanda

vital tidak normal karena ada gangguan lokal, baik fungsi maupun

bentuk.

1) B1(Breathing)

Pada pemeriksaan sistem pernapasan, didapatkan bahwa klien

fraktur femur tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada palpasi

toraks, disapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada

auskultasi, tidak ditemukan napas tambahan.

2) B2 (Blood)

Inspeksi : tidak ada iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus

tidak teraba. Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada

murmur.

3) B3 (Brain)

Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.

4) B4 (Bladder)

Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik

urune, termasuk berat jenis urine.

5) B5 (Bowel)

Inspeksi abdomen : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi

: turgor baik, tidak ada defans muscular dan hepar tidak teraba.

14
Perkusi : suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi

: peristaltic usus normal 20 kali/menit.

6) B6 (Bone)

Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal, baik

fungsi motorik, sensorik, maupun peredaran darah.

3. Diagnosa dan Intervensi

Diagnosa dan intervensi menurut Muttaqin (2008), adalah :

a. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi

saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan refleks spasme otot

sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.

Kriteria hasil :

Nyeri berkurang atau dapat diatasi

Mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri

Skala nyeri 0-1 atau teratasi

Rencana intervensi

1) Kaji nyeri dengan skala 0-4

2) Atur posisi imobilisasi pada paha

3) Bantu klien dalam mengidentifikasi faktor pencetus

4) Pemberian analgesic

5) Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang

Rasional :

15
1) Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan

menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas

tingkat cedera.

2) Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen

tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada daerah

paha.

3) Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan, ketegangan, suhu, distensi

kandung kemih, dan berbaring lama.

4) Analgesic memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang.

5) Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada penurunan

pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi yang baik

untuk penyatuan tulang.

b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas

jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang, dan

pemasangan traksi.

Tujuan : Klien mampu melakukan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya.

Kriteria hasil :

Dapat ikut serta dalam program latihan

Tidak mengalami kontraktur sendi

Kekuatan otot bertambah

Menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

16
Rencana intervensi

1) Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan

kerusakan

2) Atur posisi imobilisasi paha

3) Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas

yang tidak sakit

4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

Rasional :

1) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

2) Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen

tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.

3) Gerakan aktif memberikan masa, tonus, dan kekuatan otot, serta

memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.

Kemampuan mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan

17
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny. X
Usia : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Mojosongo, Surakarta
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal masuk RS : 19 Maret 2019
Tanggal pengkajian : 19 Maret 2019
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada bagian kaki kanan.
b. Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya
mengalami kecelakaan pada tanggal 17 Maret 2019 karena
dirinya terserempet mobil dan kaki tertimpa motor. Klien
merasakan nyeri dan kaki sulit digerakkan. Klien terlihat lemas,
lelah, dan tampak meringis menahan nyeri. Mobilitas pasien
pada kaki masih belum berfungsi. Nyeri timbul setelah dioperasi
dan berlangsung terus menerus.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetik,
menular atau alergi.

18
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah/compos mentis
b. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah: 130/100 mmHg
2) Nadi : 80 x/menit
3) Pernapasn : 18 x/menit
4) Suhu : 37 ͦ C
c. Pengukuran antropometri :
TB :170 cm
BB :60 kg
IMT 20,7
d. Pemeriksaan Head to Toe
1) Kepala :
Bentuk bulat simetris, tidak ada luka
2) Rambut :
Hitam, agak ikal, tebal
3) Mata :
Mampu melihat jelas pada jarak normal (6cm), ukuran pupil
kecil dan keduanya bereaksi terhadap cahaya, konjungtiva
tidak anemis, tidak memakai alat bantu penglihatan dan
tidak ada secret pada mata.
4) Hidung :
Bersih, tidak ada secret, tidak ada polip, tidak ada napas
cuping hidung, dan tidak menggunakan oksigen.
5) Telinga :
Mampu mendengar pada jarak normal, tidak ada nyeri,
tidak ada secret telinga, tidak menggunakan alat bantu.
6) Mulut :
Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda, besih,
gigi utuh, gigi agak kuning, gusi tidak bengkak, tidak ada
bau mulut, bibir lembab dan berwarna merah kehitaman.

19
7) Leher dan tenggorokan :
Tidak ada benjolan pada leher, tidak ada alat yang
terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada
obstruksi jalan nafas.
8) Ekspresi wajah :
Tidak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, tetapi saat
kakinya ditekuk/diregangkan, ekspresi wajah tampak
meringis menahan nyeri.
e. Dada dan Thorax : Bentuk simetris, pergerakan sama kanan-
kiri, tidak ada luka, dan tidak menggunakan alat bantu.
Paru-paru
1) Inspeksi :
Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada jejas,
nafas teratur.
2) Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus kanan
dan kiri simetris.
3) Perkusi :
Bunyi sonor.
4) Auskultasi :
Tidak ada suara nafas tambahan, suara vesikuler.
Jantung
1) Inspeksi
Bentuk simetris.
2) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan.
3) Perkusi
Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung.
4) Auskultasi
Suara irama jantung teratur, terdengar S1 dan S2 normal, tidak
ada bunyi jantung tambahan.

20
Abdomen
1) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada asites.
2) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba massa.
3) Perkusi
Terdengar bunyi timpani.
4) Auskultasi
Terdengar bunyi peristaltik usus 10x/menit.
f. Genital :
Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi, tidak terpasang
kateter dan tidak hemoroid.
g. Ekstremitas
1) Inspeksi kuku :Warna merah muda pucat, bersih.
2) Capillary Refil : Cepat (< 2 detik)
3) Kemampuan berfungsi : ( mobilitas dan keamanan) untuk
semua ekstremitas. Pada kaki kanan, kekuatan otot pasien
berada pada skala 2, gerakan otot penuh menentang
ggravitasi dengan sokongan, terbukti dengan klien tidak
mampu menggerakkan kaki kanannya secara mandiri.
h. Kulit
Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, turgor elastis, tidak
ada edema. Terdapat bekas luka sepanjang 20 cm di femur
kanan superior, luka sudah mulai kering, tidak ada tanda
infeksi, balutan luka sudah dibuka.
4. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Presepsi dan Management Kesehatan
1) Klien peduli dan sadar akan kesehatan dirinya sendiri dan
segera pergi memeriksakan dirinya ke dokter jika
merasakan gejala-gejala sakit.

21
2) Klien sadar akan sakit yang dideritanya saat ini, pasien
cukup mengetahui tentang penyakitnya, bahwa dia
menjelaskan apa itu fraktur, dan etiologinya.
3) Klien melakukan pemeriksaan terhadap kondisi frakturnya
secara berkala dan melakukan perawatan luka post operasi
dengan perawat home-care di rumahnya secara berkala.
Asupan makanan pasien juga adekuat untuk kesembuhan
lukanya.
4) Bila klien merasakan nyeri pada daerah post operasi
frakturnya, klien meluruskan kakinya dan tidak banyak
bergerak, pasien ke puskesmas terdekat apabila mendapati
dirinya sakit.
b. Pola Nurtrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Klien mengatakan, sebelum sakit makan dan
minum tidak mengalami masalah. Makan tiga kali sehari
dengan nasi, lauk, sayur, dan buah. Minum air putih 10
gelas/hari. Tidak ada keluhan terkait makan dan minum.
Selama sakit : Klien mengatakan, selama sakit tidak
mempengaruhi pola makan dan minurm.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan, sebelum sakit BAB teratur,
sekali dalam sehari, dengan konsistensi lunak berbentuk
dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan. Sebelum sakit
klien mngatakan BAKnya normal dengan frekuensi 6-7 kali
per hari dengan warna, bau, dan jumlah normal.
Selama sakit : Klien BAB sekali dalam sehari dank lien
mengatakan agak susah dalam BAB karena kesulitan menekuk
kakinya saat BAB. Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya,
klien akan BAK jika terasa sangat mendesak dikarenakan
pergerakannya yang terbatas dan susah namun warna, bau dan
jumlahnya normal.

22
d. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan sebelum sakit kebutuhan
tidur tidak terganggu. Tidur 6-7 jam . tidur dengan nyenyak
dan tidak ada gangguan tidur.
Selama sakit : Klien mengatakan selama sakit sering terganggu
tidurnya karena nyeri post operasi yang dirasakan.
e. Pola Presepsi Sensori dan Kognitif
1) Klien tidak mengalami keluhan yang berarti yang
berkenaan dengan kemampuan sensasi, baik penglihatan,
pendengaran, pencium, pengecap, dan sensasi perabaan.
2) Klien tidak memakai alat bantu seperti kacamata atau alat
bantu dengar.
3) Klien dapat mengingat, berbicara, dan memahami pesan
yang diterima dengan baik.
f. Presepsi dan Konsep Diri
Gambaran diri : Klien merasa kondisi sakitnya saat ini
membuat dirinya kurang percaya diri, dan malu untuk
menanpakkan diri didepan umum.
Identitas diri : Klien tidak memiliki masalah dengan identitas
dirinya.
Peran diri : Selama sakit, klien tidak mengalami perubahan
peran.
Ideal diri : Klien ingin kakinya bisa normal kembali dan dapat
berjalan seperti sedia kala.
Harga diri : Klien mengatakan kalau di rumah sangat dihargai
oleh anak dan keluarganya.
g. Pola Hubungan dengan Orang Lain
Klien mampu berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu
mengekspresikan dan mampu mengerti orang lain.
h. Pola Reproduksi dan Seksual
Klien berjenis kelamin perempuan, memiliki dua anak.

23
i. Pola Mekanisme Koping
Sebelum sakit : Klien mengatakan jika mengalami masalah
selalu bercerita dengan keluarganya dan menyelesaikan
masalah bersama-sama.
Selama sakit : Klien mengatakan selama sakit jika mengalami
masalah atau merasa tidak nyaman selalu bercerita pada orang
terdekat.
j. Pola Nilai Keyakinan
Sebelum sakit : Klien mengatakan sebelum sakit melaksanakan
ibadah dengan tertib dan teratur.
Selama sakit : Klien mengatakan selama sakit melaksanakan
ibadah dengan posisi duduk karena keterbatasan geraknya.
5. Data Penunjang
a. Hasil pemeriksaan penunjang ( Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra menunjukkan tampak
fraktur kominutif pada 1/3 distal.
b. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi.
B. Analisa Data
1. Data Subjektif
a. Klien mengeluhkan nyeri pada luka post operasi pada kaki bagian
kanan.
b. Klien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus.
c. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang
fraktur.
d. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya.
e. Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya.
f. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk.
g. Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang.
2. Data Objektif
a. Klien tampak meringis kesakitan
b. Skala nyeri = 4
c. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah

24
d. Klien tampak lambat saat bergerak
e. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
f. Klien tampak tidak nyaman dengan keadaannya
g. Klien tampak tidak seimbang saat berjalan dan tampak kesulitan
h. Pemeriksaan TTV
TD : 130/100mmHg, HR : 80 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 37 ͦ C
C. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman : nyeri akut berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas tulang ditandai dengan klien mengeluhkan nyeri
pada kaki bagian paha dan klien tampak meringis menahan nyeri.
D. Perencanaan Keperawatan
1) Diagnosa
Gangguan rasa nyaman : nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
: awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi dan berlangsung
<6 bulan.
Batasan karakteristik :
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi pernapasan
e. Laporan isyarat
f. Diaphoresis
g. Perilaku distraksi
h. Mengekspresikan perilaku
i. Masker wajah (misal, mata kurang bercahaya, tampak kacau)
j. Sikap melindungi area nyeri
k. Focus menyempit
l. Indikasi nyeri dapat diamati
m. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

25
n. Sikap tubuh melindungi
o. Dilatasi pupil
p. Melaporkan nyeri secara verbal
q. Gangguan tidur
2) Kriteria hasil
a. Menyatakan nyeri hilang.
b. Menunjukkan tindakan santai; mampu berpartisipasi dalam aktivitas
/tidur/istirahat dengan tepat.
c. Menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
3) Intervensi
a. Pertahankan imobilisasi agian yang sakit dengan tirah baring, gips,
pembebat, traksi.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/tegangan jaringan yang cedera.
b. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional: meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan
menurunkan nyeri.
c. Hindari penggunaan sprei/bantal plastic di bawah ekstremitas
dalam gips.
Rasional : dapat meningkatkan meningkatkan ketidaknyamanan
karena tekanan selimut pada bagian yang sakit.
d. Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen terbuka pada
ibu jari kaki.
Rasional : mempertahankan kehangatan tubuh tanpa
ketidaknyamana kerena tekanan selimut pada bagian yang sakit.
e. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan
karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk
nyeri nonverbal( (perubahan tanda-tanda vital dan emosi/perilaku).
Rasional : mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan
intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/reaksi
terhadap nyeri.

26
f. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan
cedera.
Rasional : membantu untuk menghialangkan ansietas. Pasien dapat
merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman
kecelakaan.
g. Jelaskan prosedur sebelum memulai.
Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk
aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
h. Beri obat sebelum perawatan aktivitas.
Rasional : meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan
partisipasi.
i. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif/pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
j. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan-pijatan
punggung, perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum: menurunkan area
tekanan lokal dan kelelahan otot.
k. Dorong menggunakan teknik manajemen stress, contoh relaksasi
progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi. Sentuhan
terapeutik.
Rasional : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol, dan dapat meningkatkan koping dalam manajemen nyeri,
yang mungkin menetap untuk periode lama.
l. Identifikasi aktivitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien,
kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.
Rasional : mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat
miningkatkan kekuatan otot, dapat meningkatkan harga diri dan
kemampuan koping.
m. Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba atau dalam,
lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik.

27
Rasional : dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi,
iskemia jaringan, sindrom kompartemen.
n. Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai
keperluan.
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma,
menurunkan sensasi nyeri.
o. Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesic non-narkotik;
NSAID injeksi contoh ketoralak (Toradol); dan/atau relaksan otot,
contoh siklobenzaprin (Flekseril), hidroksin (Visatril). Berikan
narkotik sekitar pada jamnya selama 3-5 hari.
Rasional : diberikan untuk menurunkan nyeri dan/atau spasme otot.
Penelitian Toradol telah diperbaiki menjadi lebih efektif dalam
menghilangkan nyeri tulang, dengan masa kerja lebih lama dan
sedikit efek samping bila dibandingkan dengan agen narkotik.
Catatan : Vistaril sering digunakan untuk efek poten dari narkotik
untuk memperbaiki/menghilangkan nyeri panjang.
p. Berikan/awasi analgesic yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi.
Rasional : pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesic
darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam penghilangan nyeri
sehubungan dengan tegangan otot/spasme.

28
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pengkajian fisik yang dilakukan kepada pasien dengan

gangguan rasa nyeri pada pasien post operasi fraktur femur didapatkan

beberapa diagnosa :

1. Nyeri akut berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang,

kompresi saraf, cedera neuromuscular, trauma jaringan, dan refleks

spasme otot sekunder.

2. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan diskontinuitas

jaringan tulang, nyeri sekunder akibat pergerakan fragmen tulang,

dan pemasangan traksi.

B. Saran

1. Pada saat merumuskan diagnosa, sebaiknya lebih memperhatikan dan

teliti dalam data yang akan dirumuskan sebagai diagnosa. Jangan

sampai ada diagnosa yang bisa dirumuskan pada kasus tetapi tidak

dirumuskan karena keterbatasan data, kurang cermat dan teliti.

2. Intervensi sebaiknya disusun menurut diagnosa yang dirumuskan dan

disesuaikan dengan kondisi pasien maupun kenyataan yang ada di

tempat pasien dilakukan perawatan. Sehingga dapat menghindari

intervensi yang tidak bisa dilakukan karena kondisi pasien yang tidak

memungkinkan dilakukan intervensi.

29
30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.


Deni Yasmara, Nursiswati, Rosyidah Arafat. (2014). rencana asuhan
keperawatan medikal bedah. jakarta: buku kedokteran EGC.
Desiartama, A., & Aryana, I. G. N. W. (2017). LALU LINTAS PADA
ORANG DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013, 6(5), 1–4.
Dongoes, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Elizabeth, J. (2003). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Filia F. Budiman, Nursalam.M., D. S. (2017). HUBUNGAN


DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG RAWAT INAP IRINA A
RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO A, 4(1), 86–91.
Helmi, Z. N. (2012). Buku ajar gangguan muskuloskletal. Jakarta:
Salemba Medika.
Desiartama, A., & Aryana, I. G. N. W. (2017). LALU LINTAS PADA
ORANG DEWASA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
SANGLAH DENPASAR TAHUN 2013, 6(5), 1–4.
Filia F. Budiman, Nursalam.M., D. S. (2017). HUBUNGAN
DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN
PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG RAWAT INAP IRINA A
RSUP PROF DR. R. D. KANDOU MANADO A, 4(1), 86–91.
Martono, M., Satino, S., Nursalam, N., Efendi, F., & Bushy, A. (2019).
Indonesian nurses ’ perception of disaster management preparedness.
Chinese Journal of Traumatology, 22(1), 41–46.
https://doi.org/10.1016/j.cjtee.2018.09.002

Joyce M. Black & Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal


Bedah. Singapore: CV Pentasada Media Edukasi.

Lukman & Ningsih , (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan


Gangguan Sistem Musculoskeletal. Jakarta:Salemba Medika

31
Mansjoer, A. (2003). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Jakarta: Media
Aesculapius.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Noor, Z. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
MedikaXPrice, A., & Wilson. (2005). Patofisiologi Konsep Proses-
Proses Penyakit, Edisi IV. Jakarta: EGC.

32

Anda mungkin juga menyukai