BHD Airway + SOP
BHD Airway + SOP
3. Alveoli
Terdiri dari: membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar:
a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli
b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant.
c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling
berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam
rongga endotel
d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh: endotel
kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Aliran pertukaran gas: Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli
epitel alveoli « membran dasar « endotel kapiler « plasma « eitrosit. Membran «
sitoplasma eritrosit « molekul hemoglobin. Surfactant: Mengatur hubungan antara cairan
dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada
waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.
4. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali
ke ventrikel kiri.
5. Bronkus dan paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus
terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf,
sistem limfatik .Pada alveolus akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.
6. Rongga dan Dinding Dada
Rongga ini terbentuk oleh:
a. Otot-otot interkostalis
b. Otot -otot pektoralis mayor dan minor
c. Otot- otot trapezius
d. Otot-otot seratus anterior/posterior
e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis
f. Kedua hemi diafragma.
g. Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.
2. Suctioning
a. Pengertian
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan
nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu mengeluarkannya
sendiri
b. Indikasi
Indikasi dilakukannya penghisapan adalah adanya atau banyaknya secret yang
menyumbat jalan nafas, ditandai dengan:
1) Terdengar adanya suara pada jalan nafas.
2) Hasil auskultasi : ditemukan suara crackels atau ronkhi.
3) Kelelahan.
4) Nadi dan laju pernafasan meningkat.
5) Ditemukannya mukus pada alat bantu nafas.
6) Permintaan dari klien sendiri untuk disuction.
7) Meningkanya peak airway pressure pada mesin ventilator
c. Prosedur
Hudak (1997) menyatakan persiapan alat scara umum untuk tindakan penghisapan
adalah sebagai berikut:
1) Kateter suction steril yang atraumatik
2) Sarung tangan
3) Tempat steril untuk irigasi
4) Spuit berisi cairan NaCl steril untuk irigasi trachea jika diindikasikan
(Ignativicius, ) menuliskan langkah-langkah dalam melakukan tindakan
penghisapan adalah sebagai berikut:
1) Kaji adanya kebutuhan untuk dilakukannya tindakan penghisapan.
(usahakan tidak rutin melakukan penghisapan karena
menyebabkankerusakan mukosa, perdarahan, dan bronkospasme)
2) Lakukan cuci tangan, gunakan alat pelindung diri dari kemungkinan
terjadinya penularan penyakit melalui secret
3) Jelaskan kepada pasien mengenai sensasi yang akan dirasakan selama
penghisapan seperti nafas pendek, , batuk, dan rasa tidak nyaman
4) Check mesin penghisap, siapkan tekanan mesin suction pada level 80-120
mmHg untuk menghindari hipoksia dan trauma mukosa
5) Siapkan tempat yang steril
6) Lakukan preoksigenasi dengan O2 100% selama 30 detik sampai 3 menit
untuk mencegah terjadinya hipoksemia
7) Secara cepat dan gentle masukkan kateter, jangan lakukan suction saat
kateter sedang dimasukkan
8) Tarik kateter 1-2 cm, dan mulai lakukan suction. Lakukan suction secara
intermitten, tarik kateter sambil menghisap dengan cara memutar. Jangan
pernah melakukan suction lebih dari 10=15 “
9) Hiperoksigenasi selama 1-5 menit atau bila nadi dan SaO2 pasien normal
10) Ulangi prosedur bila diperlukan (maksimal 3 x suction dalam 1 waktu)
11) Tindakan suction pada mulut boleh dilakukan jika diperlukan, lakukan juga
mouth care setelah tindakan suction pada mulut
12) Catat tindakan dalan dokumentasi keperawatan mengenai karakteristik
Sputum (jumlah, warna, konsistensi, bau, adanya darah) dan respon pasien.
b) Tindakan
Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal
Untuk Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan
maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger
yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan
gigi atas dan bawah.
Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan
pembersihan manual dengan sapuan jari.
Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut,
bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan
dilakukan maneuver Heimlich.
Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya!
Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas
Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan
korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!
Chin Lift
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien
kemudian angkat.
Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada
pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.
Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri
melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.
Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah
berada di depan barisan gigi atas
Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma – abdomen).
Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan
kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan
kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum.
Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut
dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang
jelas.
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong
berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah
sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di
atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke
arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak
dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di
bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea
rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan
dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi
Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau
berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang
garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)
Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk
atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu
pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah
ada benda asing, beri nafas buatan
F. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b.d Eksudat di saluran pernafasan
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
G. Intervensi
N Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
O
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway Suctioning
Bersihan Jalan Nafas keperawatan selama …. x 24 jam
b.d Eksudat di saluran klien akan: Aktivitas keperawatan:
pernafasan
Kriteria Hasil : 1. Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning
IR ER 2. Auskultasi suara nafas
Inikator sebelum dan sesudah
Mendemonstrasikan
suctioning.
batuk efektif dan
3. Informasikan pada klien dan
suara nafas yang
keluarga tentang suctioning
bersih, tidak ada
4. Minta klien nafas dalam
sianosis dan
sebelum suction dilakukan.
dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
mengeluarkan menggunakan nasal untuk
sputum, mampu memfasilitasi suksion
bernafas dengan nasotrakeal
mudah, tidak ada 6. Gunakan alat yang steril
pursed lips) sitiap melakukan tindakan
Menunjukkan jalan 7. Anjurkan pasien untuk
nafas yang paten istirahat dan napas dalam
(klien tidak merasa setelah kateter dikeluarkan
tercekik, irama dari nasotrakeal
nafas, frekuensi 8. Monitor status oksigen
pernafasan dalam pasien
rentang normal, 9. Ajarkan keluarga bagaimana
tidak ada suara cara melakukan suksion
nafas abnormal) 10. Hentikan suksion dan
Mampu berikan oksigen apabila
mengidentifikasika pasien menunjukkan
n dan mencegah bradikardi, peningkatan
factor yang dapat saturasi O2, dll.
menghambat jalan
Airway Management
nafas
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway management
berhubungan dengan keperawatan selama1x 24 jam 1. Buka jalan nafas, gunakan
obstruksi jalan nafas diharapkan pola nafas efektif. tehnik chin lift atau jaw
Kriteria Hasil :
thrust bila perlu
Indikator IR ER
2. Posisikan pasien untuk
1. Frekuensi
memaksimalkan ventilasi
pernafasan sesuai
3. Identifikasi pasien
yang diharapkan
perlunya pemasangan alat
2. Kedalaman
inspirasi jalan nafas buatan
3. Bernafas mudah 4. Pasang mayo bila perlu
4. Tidak didapatkan 5. Lakukan fisioterapi dada
otot-otot tambahan jika perlu
5. Tidak didapatkan 6. Lakukan suction pada
nafas pendek mayo
Keterangan:
7. Berikan bronkodilator
1. Keluhan ekstreme
2. Keluhan berat 8. Auskultasi suara nafas,
Oxygen Therapy
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Paediatric Life Support. 3rd ed. London: BMJ Books 2001. Chapters 4 (Basic life
support); 5 (Advanced support of the airway and ventilation); 22 (Practical procedures:
airway and breathing).
Alkatiri J. Resusitasi Kardio Pulmoner dalam Sudoyo W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. 2007. Hal. 173-7.
Brunner dan Suddarth, 2001, Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8, Vol. II, EGC: Jakarta
Fleisher G, Ludwig S (eds): Textbook of Pediatric Emergency Medicine (4th ed). Philadelphia:
Lippincott 2000. Chapters 1 (Resuscitation: pediatric basic and advanced life support); 5
(Emergency airway management: rapid sequence induction).
John, A, Boswick, 2015. Perawatan Gawat Darurat. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara
Taussig L, Landau L, Le Souëf P; Martinez F; Morgan W; Sly P (eds) Pediatric Respiratory
Medicine. St Louis: Mosby 2009. Chapters 21 (Assisted ventilatory support and oxygen
treatment) and 25 (Lung trauma: toxin inhalation and ARDS).
https://www.academia.edu/33899385/Airway ( Hayatun Nufus)
https://www.academia.edu/8188003/BANTUAN_HIDUP_DASAR_RESUSITASI_ (R. Purba)