NIM : 1902010087
Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan proses
pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktifitas-aktifitas seperti melakukan
pencarian, penelitian, dan pengevaluasian produk. Perilaku konsumen merupakan hal-
hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.
Yang termasuk ke dalam perilaku konsumen selain mengenai kualitas produk, juga
meliputi harga produk atau jasa tersebut. Jika harga suatu produk tidak terlalu tinggi,
maka konsumen tidak akan terlalu lama membutuhkan waktu untuk memikirkan dan
melakukan aktifitas perilaku konsumen. Namun jika harga suatu barang atau jasa
tersebut bisa dibilang tinggi, atau mahal, maka konsumen tersebut akan
memberikan effort lebih terhadap barang tersebut. Pembeli tersebut akan semakin lama
melakukan perilaku konsumen, seperti melihat, menanyakan, mengevaluasi, dan
mempertimbangkan.
Untuk produk jasa, misalkan jasa tour wisata, pasti Anda akan mengecek terlebih dahulu
dari testimoni pembeli, track record perusahaan jasa travel itu sendiri, dan lain
sebaginya. Pada intinya, setiap konsumen yang akan membeli suatu produk atau
menggunakan sebuah jasa, maka konsumen tersebut pasti melakukan apa yang disebut
sebagi perilaku konsumen.
Pada dasarnya, perilaku konsumen secara umum dibagi menjadi 2 yaitu perilaku
konsumen yang bersifat rasional dan irrasional. Yang dimaksudkan dengan perilaku
konsumen yang bersifat rasional adalah tindakan perilaku konsumen dalam pembelian
suatu barang dan jasa yang mengedepankan aspek-aspek konsumen secara umum,
yaitu seperti tingkat kebutuhan mendesak, kebutuhan utama/primer, serta daya guna
produk itu sendiri terhadap konsumen pembelinya. Sedangkan perilaku konsumen yang
bersifat irrasional adalah perilaku konsumen yang mudah terbujuk oleh iming-iming
diskon atau marketing dari suatu produk tanpa mengedepankan aspek kebutuhan atau
kepentingan. Untuk lebih jelasnya, berikut beberapa ciri-ciri yang menjadi dasar
perbedaan antara perilaku konsumen yang bersifat rasional dan perilaku konsumen yang
bersifat irrasional.
Berikut ini beberapa ciri-ciri dari Perilaku Konsumen yang bersifat Rasional:
1. Konsumen sangat cepat tertarik dengan iklan dan promosi di media cetak
maupun elektronik
Market Follower
1.Cloner
Strategi ini mengharuskan bagi para pengikut pasar untuk meniru dan menyamai
segmen pasar dan bauran pemasaran dari pemimpin pasar. Dalam kasus ekstrim
beberapa perusahaan pengikut bahkan menjiplak atau bahkan memalsukan produk-
produk populer dari pemimpin pasar.Sebagai contoh adalah produk ‘KW’ yang
beredar dipasaran. Namun kekurangan dari strategi ini adalah perusahaan seringkali
dianggap sebagai parasit karena sedikit sekali berbuat untuk menstimulasi pasar dan
hanya berharap hidup dari investasi market leader.
2. Imitator
Dengan strategi ini pengikut pasar dapat diterima oleh pemimpin pasar karena tidak
begitu mengganggu kegaitan pemasaran mereka selain itu karena pangsa pasar
pengikut tersebut membantu pemimpin agar tidak dianggap sebagai monopolis.
3. Adapter
Strategi ketiga yang bisa digunakan adalah mencontoh produk-produk dari pemimpin
pasar, memproduksinya namun dengan sedikit improvisasi. Perusahaan yang
menggunakan strategi adapter lebih memilih untuk menjual ke pasar yang berbeda
agar terhindar dari konfrontasi langsung dengan pemimpin pasar.
Bagi sebagian konsumen, merek (brand) adalah segalanya, artinya merek menjadi
hal penting bagi pengambilan keputusan pembelian terhadap produk atau jasa.
Konsumen sudah merasa tepat dan benar pengambilan keputusan pembeliannya
hanya dengan melihat merek, seperti merek Honda untuk sepeda motor dan
merek Toyota untuk mobil. Hal ini karena ekuitas kedua merek tersebut (brand
equity-nya) sudah kuat, karena adanya pengaruh faktor ikatan emosional dengan
konsumen.
Merek dapat membedakan tidak hanya dari segi nama saja, tetapi juga manfaat,
atribut-atribut yang melekat, segmen pasar dan nilai-nilai jasa yang ditawarkan
dengan pesaing lainnya. Identifikasi tersebut juga berfungsi untuk
membedakannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.
Merek yang kuat akan memungkinkan pelaku bisnis untuk bertahan dari
persaingan yang ketat terutama dalam jangka waktu yang panjang. Disamping itu,
semakin kuat ekuitas merek suatu produk, maka akan semakin kuat daya tariknya
untuk menggiring konsumen mengkonsumsi produk tersebut, sehingga hal ini
akan berdampak pada peningkatan penjualan dan keuntungan bagi perusahaan.
Merek yang kuat berarti memiliki ekuitas merek (brand equity) yang kuat. Melalui
elemen-elemen utama yang dimiliki dalam brand equity, akan dapat
diketahui sejauh mana konsumen mengenal ataupun mengingat suatu merek yang
ada di pasaran dan merupakan bagian dari kategori produk tertentu yang disebut
dengan brand awareness, bagaimana citra suatu merek dalam benak konsumen
disebut dengan brand associations, seberapa besar tingkat kepuasan konsumen
terhadap suatu merek yang disebut dengan brand perceived quality, serta sejauh
mana tingkat loyalitas konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek disebut
dengan brand loyalty. Elemen-elemen yang terdapat dalam brand equity akan
dapat membantu konsumen untuk menafsirkan dan mengingat informasi tentang
suatu produk atau jasa terhadap pesaingnya. Disamping brand equity memberikan
nilai bagi konsumen, juga memberikan nilai bagi perusahaan, yaitu berupa :
1. Produk yang dikenal oleh masyarakat banyak akan menjadi prioritas
utama bagi konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
2. Perusahan akan dapat dengan mudah mencari konsumen baru, karena
keunggulan merek sudah dibuktikan oleh konsumen lama.
3. Perusahaan akan memiliki positioning yang kuat di pasaran.
4. Brand equity yang kuat akan menjadikan dasar bagi perusahaan untuk
melakukan ekspansi produk dalam rangka meningkatkan penjualan.
Sedangkan untuk mengetahui sejauh mana kekuatan dari brand equity
suatu produk, perusahaan harus melakukan riset konsumen.
Konsep Nilai Brand Equity
Brand equity merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait
dengan suatu merek, nama, istilah, simbol yang mampu menambah atau
mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa baik itu kepada
perusahaan maupun kepada konsumen (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001).
Brand equity sangat berkaitan dengan seberapa banyak konsumen berada
dalam kondisi puas dan merasa rugi bila berganti merek, dimana konsumen
menghargai merek dan menganggapnya sebagai teman, konsumen loyal
terhadap merek tersebut, juga berkaitan dengan tingkat pengakuan, kualitas
yang diyakini, asosiasi mental dan emosional yang kuat serta aktiva lain
seperti paten merek dagang dan saluran distribusi.
1