Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL


DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT
LAWANG

oleh :
Zumrotul Farikhah, S.Kep
NIM 192311101043

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN
DENGAN ISOLASI SOSIAL

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi Sosial

2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan ketika individu atau kelompok mengalami
atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito,
2006:467). Suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang
lain menyatakan sikap yang negatif ataupun mengancam juga disebut sebagai
isolasi sosial (Townsend, 1998). Pada pasien skizofrenia isolasi sosial adalah
bentuk gejala negatif yang digunakan untuk menghindar dari orang lain agar
pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain
tidak terulang lagi (Surtiningrum, 2011). Stuart & Laraia (2005) menyatakan
perilaku isolasi sosial sebagai perilaku yang sering muncul pada scizofrenia.

2.2 Rentang Respon

Rentang Respon Sosial

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Interdependen

Gambar 1. Rentang Respon Sosial (Stuart, 2006:275)

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah


dalam batasan norma yang masih diterima oleh norma sosial dan kebudayaan.
Respon adaptif meliputi menyendiri, otonomi, kebersamaan, interdependen.
Respon menyendiri (solitude) dibutuhkan oleh individu untuk merenungkan
apa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan cara mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah selanjutnya. Otonomi (autonomy) adalah respon
individu menentukan dan menyampaikan ide pikiran dan perasaan dalam
hubungan sosial. Kebersamaan (mutuality) adalah respon individu di dalam
hubungan interpersonal untuk saling memberi dan menerima. Interdependent
sebagai respon individu saling ada ketergantungan dalam hubungan sosial.
Terdapat beberapa repon dalam rentang antara adaptif dan maladaptif,
mencakup kesepian, menarik diri, dan ketergantungan. Kesepian (loneliness)
sebagai kondisi individu merasa sendiri, sepi, tidak adanya perhatian dengan
orang lain ataupun lingkungannya. Menarik diri (withdrawal) adalah tindakan
melepaskan diri dalam bentuk perhatian dan minat terhadap lingkungan sosial
secara langsung, bersifat sementara atau menetap. Respon saat individu gagal
mengembangkan atau mengembalikan fungsi kepercayaan diri disebut dengan
ketergantungan (dependent).
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
menyimpang dari batasan norma sosial dan kebudayaan setempat, meliputi
manipulasi, impulsif, dan narsisme. Manipulasi sebagai gangguan hubungan
sosial pada individu yang menganggap orang sebagai objek karena individu
tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam. Respon manipulasi
memiliki hubungan yang terpusat pada masalah pengendalian orang lain atau
cenderung berorientasi pada tujuan diri sendiri dan bukan orang lain. Impulsif
diindikasikan individu tidak mampu merencanakan sesuatu hal, tidak mampu
belajar dari pengalaman, penilaian buruk, individu tidak dapat diandalkan.
Narkisisme adalah respon merasa harga diri rapuh, berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian secara terus menerus, sikap egosentris, pencemburu,
dan marah jika individu lain tidak mendukung.

2.3 Perilaku yang Berhubungan dengan Isolasi Sosial


a. Mengungkapkan perasaan tidak berguna, penolakan oleh lingkungan
b. Mengungkapkan keraguan tentang kemampuan yang dimiliki
c. Tampak menyendiri dalam lingkungan atau ruangan
d. Tidak berkomunikasi dan menarik diri
e. Tidak melakukan kontak mata
f. Tampak sedih dan afek datar
g. Posisi meringkuk di tempat tidur dengan punggung menghadap ke pintu
h. Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai atau imatur dengan
perkembangan usianya
i. Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain di dekatnya
j. Kurang aktivitas fisik dan verbal
k. Tidak mampu membuat keputusan dan berkonsentrasi
l. Mengekspresikan perasaan kesepian dan penolakan di wajahnya

2.4 Faktor Predisposisi dan Presipitasi


Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Setiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan mempengaruhi
respon sosial maladaptif. Sistem keluarga yang terganggu berperan dalam
perkembangan respon sosial maladaptif.
b. Faktor Biologis
Faktor genetik juga berperan dalam respon sosial maladaptif. Keterlibatan
neurotransmitter berperan dalam perkembangan gangguan ini. Selain itu
juga disebabkan disfungsi otak, rendahnya ambang rangsang dari sistem
limbik, dan tingkat serotonin akibat ada perubahan anatomi, fisiologi, dan
neurokimia pada sistem organ.
c. Faktor Sosiokultural
Faktor sosial budaya seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan,
pekerjaan, status dan pengalaman sosial, latar belakang budaya, agama,
keyakinan, serta kondisi politik. Isolasi sosial diakibatkan oleh transiensi;
norma yang tidak mendukung pada pendekatan terhadap orang lain; tidak
menghargai anggota masyarakat yang kurang produktif; sistem nilai yang
dianut berbeda dengan budaya mayoritas serta adanya harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan.

Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi meliputi peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres dan
mempengaruhi kemampuan berhubungan dengan orang lain sehingga timbul
kondisi ansietas. Adapun faktor presipitasi meliputi:
a. Stressor biologis
Stressor biologis berkaitan dengan adanya gangguan struktur dan fungsi
tubuh, serta sistem hormonal yang abnormal. Hal ini meliputi penyakit
infeksi dan kronis, kelainan struktur otak, interaksi neuroendokrin, dan
hormon, serta neurotransmitter.
b. Stressor psikologis
Respon sosial maladaptif sebagai hasil pengalaman negatif yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan emosi. Ansietas berat yang berkepanjangan,
terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengatasinnya
menyebabkan gangguan berhubungan dengan orang lain.
c. Stressor sosiokultural
Stressor sosiokultural ditimbulkan oleh adanya penurunan stabilitas unit
keluarga ataupun kurang support system dan perpisahan dari orang yang
berarti. Stressor yang dapat mencetuskan perilaku isolasi sosial adalah
kondisi lingkungan yang bermusuhan, lingkungan penuh kritik, tekanan
tempat kerja atau sulit mendapat pekerjaan, kemiskinan, stigma yang ada
di lingkungan tempat tinggal (Stuart, 2006:280).
2.5 Clinical Pathway

Patofisiologis
Takut penolakan sekunder akibat: obesitas, kanker (kecacatan
karena pembedahan kepala/leher, bertahayul tentang orang
lain), kecacatan fisik (paraplegia, amputasi, artritis,
hemiplegia), kecacatan emosional (ansietas ekstrem, depresi,
paranoid, fobia, inkontinen (rasa malu, bau), penyakit menular
(AIDS, hepatitis), penyakit psikiatrik (scizhofrenia, gangguan
Gangguan
afektif bipolar, gangguan kepribadian)
persepsi

Situasional (Personal, Lingkungan)


Kematian orang terdekat Penilaian negatif pada
Perceraian diri sendiri, hilang
Penampilan cacat kepercayaan diri
Takut penolakan sekunder akibat: obesitas, hospitalisasi atau
penyakit terminal (proses kematian), sangat miskin,
pengangguran Gangguan konsep
Perpindahan ke budaya lain (misal bahasa yang tidak dikenal) diri: harga diri
Riwayat ketidakpuasan hubungan sekunder akibat: rendah kronik
penyalahgunaan obat, penyalahgunaan alkohol, perilaku
tidak matang, perilaku sosial tidak dapat diterima, pikiran
delusi Isolasi sosial:
Kehilangan cara transportasi biasanya menarik diri

Maturasional
Anak-anak
Isolasi perlindungan atau penyakit menular
Lansia
Kehilangan kontak sosial biasanya

2.6 Penentuan Diagnosa


a. Batasan karakteristik (NANDA)
1) Tidak adanya dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman, dan
kelompok)
2) Perilaku bermusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukkan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominan
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam subkultur
7) Senang dengan pikirannya sendiri
8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan pada keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul
13) Mengekspresikan perasaan kesendirian
14) Mengekspresikan perasaan penolakan
15) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
16) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
17) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
18) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultural tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultur dominan
19) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
20) Mengekspresikan perasaan berbeda dari yang lain
21) Tidak merasa aman di masyarakat (NANDA, 2005-2006:209)
b. Mayor
1) Mengekspresikan perasaan kesepian, penolakan
2) Keinginan untuk kontak lebih banyak dengan orang
3) Melaporkan ketidakamanan dalam situasi sosial
4) Menggambarkan kurang hubungan yang berarti (Carpenito, 2006:468)
c. Minor
1) Merasakan waktu berjalan lambat
2) Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi dan membuat keputusan
3) Perasaan tidak berguna
4) Perasaan penolakan
5) Kurang aktivitas (fisik atau verbal)
6) Tampak depresi, cemas, atau marah
7) Kegagalan untuk berinteraksi dengan orang lain di dekatnya
8) Sedih, afek dangkal
9) Tidak komunikatif
10) Menarik diri
11) Kontak mata buruk
12) Larut dengan pikiran dan ingatan sendiri (Carpenito, 2006:468)

3. PERUMUSAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN


(Multi Axis Menurut NANDA)

Isolasi Sosial Inability


(AXIS 1) (AXIS 3)
Aktual Kronik
(AXIS 7) (AXIS 6)

Cerebral (N/A) Individual


(AXIS 4) (AXIS 2)
Adult
(AXIS 5)

4. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


4.1 Tujuan Keperawatan pada Pasien
1) Pasien dapat mengenal penyebab isolasi.
2) Pasien dapat mengenal manfaat dari berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
3) Pasien dapat mengetahui cara berkenalan.
4) Pasien dapat mengingat atau mempelajari cara berkenalan.

4.2 Tindakan Keperawatan pada Pasien


1) Membina hubungan saling percaya
Bantu pasien mengenal penyebab isolasi. Perawat dapat melakukan hal
berikut:
a) Salam yang terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi,
ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan jelas tentang
topik, tempat, waktu, beri perhatian, dan penghargaan.
b) Bicarakan penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
c) Diskusikan tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2) Bantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan tidak berhubungan
dengan orang lain.
a) Kaji pengetahuan pasien tentang keuntungan memiliki teman.
b) Diskusikan bersama pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan
orang lain.
c) Diskusikan bersama pasien terkait kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.
d) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
3) Ajarkan pasien cara berkenalan dan perawat melakukan hal ini:
a) Jelaskan pada pasien cara berkenalan dengan orang lain.
b) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
c) Berikan kesempatan pasien mempraktikan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan perawat.
d) Bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman atau anggota
keluarga.
4) Ajarkan pasien mengingat/mempelajari cara berkenalan. Perawat dapat
melakukan hal berikut:
a) Lakukan interaksi sering dan singkat dengan pasien.
b) Tingkatkan interaksi secara bertahap.
c) Bila pasien mulai menunjukkan kemajuan, tingkatkan frekuensi dari
interaksi, dengan dua, tiga, empat orang, dst.
d) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
e) Siap mendengarkan ekspresi pasien setelah berinteraksi dengan
orang lain.
4.3 Tujuan Keperawatan pada Keluarga
1) Keluarga dapat membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial.
2) Keluarga dapat membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3) Keluarga dapat memfasilitasi saat pasien belajar cara berkenalan.
4) Keluarga mampu menilai perubahan perkembangan kemampuan pasien.
4.4 Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1) Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Jelaskan pada keluarga tentang isolasi sosial yang dialami pasien.
3) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial.
4) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah.

4.5 Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


Terapi aktivitas kelompok (TAK) untuk pasien isolasi sosial adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah pada
hubungan sosial. TAKS pada pasien isolasi sosial dilakukan dengan tujuh
tahap antara lain:
1) Sesi 1 : TAKS : memperkenalkan diri
2) Sesi 2 : TAKS : berkenalan dengan anggota kelompok
3) Sesi 3 : TAKS : bercakap-cakap dengan anggota kelompok
4) Sesi 4 : TAKS : menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
5) Sesi 5 : TAKS : menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi
pada orang lain
6) Sesi 6 : TAKS : bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
7) Sesi 7 : TAKS : menyampaikan pendapat mengenai manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito, L. J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.


2. Keliat, B. A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
3. Keliat dan Akemat. 2004. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
4. NANDA. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima
Medika.
5. Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
6. Stuart & Laraia. 2005. Principles and Practice of Psyhiatric Nursing. (8th ed).
St Louis: Mosby Year.
7. Surtiningrum, A. 2011. Pengaruh Terapi Suportif Terhadap Kemampuan
Bersosialisasi pada Klien Isolasi Sosial di Rumah Sakit Rumah Sakit Jiwa
Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang. Tesis. Jakarta: Universitas
Indonesia.
8. Townsend, M. C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan. Alih bahasa Novi
Helena C. Daulima. 1998. Jakarta: EGC.
9. Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: Refika Aditama
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) TINDAKAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
DI RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Pertemuan 1

Proses Keperawatan

1. Kondisi Klien
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
b. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya
c. Klien merasa orang lain tidak selevel.
d. Klien tampak menyendiri
e. Klien terlihat mengurung diri
f. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
3. Tujuan
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi social
c. Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan orang
lain
d. Klien dapat melaksanakan hubungan social secara bertahap
e. Klien mampu menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain
f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan social
g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
4. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
d. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain
e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang
f. Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian

Strategi Pelaksanaan
Fase Orentasi
Salam Terapeutik:
“Selamat Pagi Bu! Perkenalkan nama saya Zumrotul, biasa di panggil Zum.
Bagaimana keadaan ibu hari ini? Ibu terlihat segar.”
Evaluasi/validasi :
“Senang ya bisa berkenalan dengan ibu hari ini, bagaimana kalau kita
berbincang-bincang untuk lebih saling mengenal sekaligus agar ibu dapat mengetahui
keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain?”
Kontrak:
“Dimana ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah, di ruangan ini
saja kita berbincang-bincang. Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang-
bincang dengan saya? Bagaimana kalau 15 menit saja?

Fase Kerja
“Ibu, kalau boleh saya tau orang yang paling dekat dengan ibu siapa? Menurut
ibu apa keuntungann berinteraksi dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain? Kalau ibu tidak tahu saya akan memberitahukan keuntungan dari
berinteraksi dengan orang lain yaitu bapak punya banyak teman, saling menolong,
saling bercerita, dan tidak selalu sendirian. Sekarang saya akan mengajarkan ibu
berkenalan. Bagus, ibu dapat mempraktekkan apa yang saya ajarkan tadi. Bagaiman
kalau kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain di masukkan kedalam jadwal
kegiatan harian?”
Fase Terminasi
Evaluasi Subyektif :
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita berbincang-bincang tadi? Coba ibu
ceritakan kembali keuntungan berinteraksi dan kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain?”
Evaluasi Obyektif :
“Nah, sekarang coba sebutkan lagi siapa nama saya? Bagus sekali. Mulai
sekarang kalau ketemu saya jangan lupa panggil saya dengan? Bagus.”
Tindak Lanjut :
“Tadi saya sudah menjelaskan keuntungan dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain dan cara berkenalan yang benar. Saya harap ibu dapat mencobanya
bagaimana berinteraksi dengan orang lain!“
Kontrak yang akan datang :
“Baiklah... pertemuan kita cukup sampai disini. Besok kita akan berbincang-
bincang lagi tentang jadwal yang telah kita buat dan mempraktekkan cara berkenalan
dengan orang lain? Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang-bincang dengan
saya besok? Bagaimana kalau 15 menit saja? Dimana ibu mau berbincang-bincang
dengan saya besok? Ya sudah... bagaimana kalau besok kita melakukannya di teras
depan saja?”
STRATEGI PELAKSANAAN 2 (SP 2)
A.  Proses Keperawatan.
1.  Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain
Data objektif :
 Klien menyendiri di kamar.
 Klien tidak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
 Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya.
2.  Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3. Tujuan.
a.  Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan denagn orang lain.
b.  Klien memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain.
4.  Tindakan Keperawatan.
a.  Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b.  Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan
dengan satu orang.
c.  Membenatu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B.  Proses Pelaksanaan
1. Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik.
Assalamualaikum, Selamat pagi ibu, Masih ingat dengan saya?
b.   Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian, bagaimana semangatnya untuk bercakap-cakap dengan teman?
Apakah ibu sudah mulai berkenalan dengan orang lain? Bagai mana
perasaan ibu setelah mulai berkenalan?

c.  Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagai
mana berkenalan dan bercakap-cakap dengan 2 orang lain agar ibu semakin
banyak teman. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?

2.  Fase Kerja.
Baiklah hari ini saya datang bersama dua orang ibu perawat yang juga dinas di
ruangan Dewa Ruci, ibu bisa memulai berkenalan.. apakah ibu masih ingat
bagaimana cara berkenalan? (beri pujian jika pasien masih ingat, jika pasien
lupa, bantu pasien mengingat kembali cara berkenalan) nah silahkan ibu mulai
(fasilitasi perkenalan antara pasien dengan perawat lain) wah bagus sekali ibu,
selain nama,alamat, hobby apakah ada yang ingin ibu ketahui tetang perawat
C dan D? (bantu pasien mengembangkkan topik pembicaraan) wah bagus
sekali, Nah ibu apa kegiatan yang biasa ibu lakukan pada jam ini? Bagai mana
kalau kita menemani teman ibu yang sedang menyiapkan makan siang di
ruang makan sambil menolong teman ibu bisa bercakap-cakap dengan teman
yang lain. Mari bu.. (dampingi pasien ke ruang makan) apa yang ingin ibu
bincangkan dengan teman ibu. ooh tentang cara menyusun piring diatas meja
silahkan ibu( jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba ibu tanyakan
bagaimana cara menyusun piring di atas meja kepada teman ibu? apakah
harus rapi atau tidak? Silahkan bu, apalagi yang ingin bu bincangkan..
silahkan.
Oke sekarang piringnya sudah rapi, bagai mana kalau ibu dengan teman ibu
melakukan menyusun gelas diatas meja bersama… silahkan bercakap-cakap
ibu.
3.   Terminasi.
a.   Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan perawat B dan C
dan bercakap-cakap dengan teman ibu saat menyiapkan makan siang di
ruang makan? Coba ibu sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?
b.  RTL
Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan ibu yaitu jadwal kegiatan
bercakap-cakap ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang.
Mau jam berapa ibu latihan? Oo ketika makan pagi dan makan siang.
c.  Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu berkenalan
dengan 4 orang lain dan latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan
harian lain, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10:00 ? Baiklah ibu besok saya
akan kesini jam 10:00 sampai jumpa besok ibu. saya permisi
Assalamualaikum
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?

STRATEGI PELAKSANAAN 3 (SP 3) ISOLASI SOSIAL


A.    Proses Keperawatan.
1.  Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan masih malu berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan masih sedikit malas ber interaksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien tampak sudah mau keluar kamar.
 Klien belum bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2.  Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3.  Tujuan.
a.       Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b.      Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4.  Tindakan Keperawatan.
a.    Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b.    Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c.     Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B.     Proses Pelaksanaan


1.  Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b.   Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah masih ada perasaan
kesepian? Apakah ibu sudah bersemangat bercakap-cakap dengan
otrang lain? Apa kegiatan yang dilakukan sambil bercakap-cakap?
Bagaimana dengan jadwal berkenalan dan bercakap-cakap, apakah
sudah dilakukan? Bagus ibu.
c.   Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi bu berkenalan atau bercakap-cakap dengan tukang masak,
serta bercakap-cakap dengan teman sekamar saat melakukan kegiatan
harian. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2.  Fase Kerja.
Baiklah ibu, bagaimana jika kita menuju ruang dapur, disana para juru
masak sedang memasak dan jurumasak disana berjumlah lima orang
disana. Bagaimana jika kita berangkat sekarang? Apakah ibu sudah siap
bergabubg dengan banyak orang? Nah ibu sesampainya disana ibu
langsung bersalaman dan memperkenalakan diri seperti yang sudah kita
pelajari, ibu bersikap biasa saja dan yakin bahwa orang-orang disana
senang dengan kedatangan ibu. baik lah bu kita berangkat sekarang ya bu.
(selanjutnya perawat mendampingi pasien di kegiatan kelompok, sampai
dengan kembali keruma).
Nah bu, sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan teman saat
melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang ingin bu lakukan? Ooh
merapikan kamar baiklah dengan siapa ibu ingin didampingi? Dengan Nn.
E? baiklah bu. kegiatannya merapikan tempat tidur dan menyapu kamar
tidur ya bu( perawat mengaja pasien E untuk menemani pasien merapikan
tempat tidur dan menyapu kamar, kemudian memotivasi pasien dan teman
sekamar bercakap-cakap.
3.  Terminasi.
a.  Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita berkenalan dengan juru masak di
dapur ? kalau setelah merapikan kamar bagaimana ibu? apa pengalaman
ibu yang menyenangkan berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya
kita bergabung dengan orang banyak?
b.  RTL :
Baiklah ibu selanjutnya ibu bisa menambah orang yang ibu kenal. Atau
ibu bisa ikut kegiatan menolong membawakan nasi untuk dimakan oleh
teman-teman ibu. jadwal bercakap-cakap setiap pagi saat merapikan
tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya ibu. setiap jam berapa ibu
akan berlatih? Baiklah pada pagi jam 08:00 dan sore jam 16:00.
c.  Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu dalam
melakukan berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke laundry.
apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
B. saya permisi Assalamualaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN 4 (SP 4) ISOLASI SOSIAL


A.    Proses Keperawatan.
1.  Kondisi Klien.
Data subjektif :
 Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.
 Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.
Data objektif :
 Klien sudah mau keluar kamar.
 Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.
2.  Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.
3.  Tujuan.
a.  Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b.  Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4.  Tindakan Keperawatan.
a.  Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b.  Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
c.  Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B.     Proses Pelaksanaan


1. Fase Orentasi.
a.   Salam Terapeutik.
Assalamualaikum bu, Selamat pagi bu. Apakah ibu masih kenal dengan
saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? masih ada perasaan kesepia,
rasa enggan berbicara dengan orang lain? Bagaimana dengan kegiatan
hariannya sudah dilakukan?dilakukan sambil bercakap-cakap kan ibu?
sudah berapa orang baru yang ibu kenal? Dengan teman kamar yang lain
bagaimana? Apakah sudah bercakap-cakap juga? Bagaiman perasaan
ibu setelah melakukan semua kegiatan? Waah ibu memang luar biasa.
c.    Kontrak :
Topik :
Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan
mendampingi ibu dalam menjemput pakaian ke laundry atau latihan
berbicara saat melakukan kegiatan sosial. Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2.  Fase Kerja.
Baiklah, apakah bu sudah mempunyai daftar baju yang akan di ambil?
(sebaiknya sudah disipakan oleh perawat) baiklah ibu mari kita berangkat
ke ruangan laundry.(komunikasi saat di ruangan laundry).
Nah ibu caranya yang pertama adalah ibu ucapkan salam untuk ibu siti,
setelah itu ibu bertanya kepada ibu Siti apakah pakaian untuk ruangan
melati sudah ada? Jika ada pertanyaan dari ibu siti ibu jawab ya.. setelah
selesai, minta ibu siti menghitung total pakaian dan kemudian ibu ucapkan
terimakasih pada Ibu siti.. Nah sekarang coba ibu mulai ( perawat
mendampingi pasien)
3.   Terminasi.
a.   Subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap saat menjemput
pakaian ke ruangan laundry? Apakah pengalaman yang menyenangkan
bu?
b.  RTL :
Baiklah bu, selanjutnya ibu bisa terus menambah orang yang ibu kenal
dan melakukan kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry.
c.    Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah bu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang
kebersihan diri. apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok
bu. saya permisi Assalamualaikum

Anda mungkin juga menyukai