Anda di halaman 1dari 28

12

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1. IUD (Intra Uterine Device)/Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

IUD (Intra Uterine Device) adalah atau Alat Kontrasepsi Dalam


Rahim (AKDR) merupakan alat kontrasepsi terbuat dari plastik yang flesibel
dipasang dalam rahim. Kontrasepsi yang paling ideal untuk ibu pasca
persalinan dan menyusui adalah tidak menekan produksi ASI yakni Alat
Kontarsepsi Dalam rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD), suntikan KB
yang 3 bulan, minipil dan kondom (BkkbN, 2014).
Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi
(minimal 3-5 tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak
dan keluarga. Kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasca persalinan dan
paling potensi untuk mencegah mis opportunity berKB adalah Alat
Kontrasepsi Dalam rahim (AKDR) atau IUD pasca plasenta, yakni
pemasangan dalam 10 menit pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir
(atau sebelum penjahitan uterus/rahim pada pasca persalinan dan pasca
keguguran di fasilitas kesehatan, dari ANC sampai dengan persalinan terus
diberikan penyuluhan pemilihan metode kontrasepsi. Sehingga ibu yang
setelah bersalin atau keguguran, pulang ke rumah sudah menggunakan salah
satu kontrasepsi (BkkbN, 2014).
2

2.1.1. Jenis-jenis IUD

Menurut Arum (2011) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah


sebagai berikut:
1. IUD CuT-380 A

Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T


diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
2. IUD lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)

Menurut Hartanto (2008) IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa


ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated
adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
a. Lippes Loop

IUD Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral,


pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya
radio opaque pada pemeriksaan dengan sinar-X.
Menurut Proverawati (2010) IUD Lippes Loop bentuknya seperti
spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang
berbeda ukuran panjang bagian atasnya. Adapun tipe dari Lippes
Loops adalah sebagai berikut:
3

Tabel 2.1. Jenis dan Ukuran Lippes Loops

Macam Loop Panjang Berat Warna Benang


LL A 22,5 cm 290 mgr Hitam
LL B 27,5 cm 526 mgr Biru
LL C 30,0 cm 615 mgr Kuning
LL D 30,0 cm 709 mgr Putih

IUD jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang


rendah. Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang
menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan
plastik (Proverawati, 2010).
b. Cu T 380 A

IUD Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk


huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh
yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg tembaga dan pada
bagian tengahnya masing- masing mengandung 68,7 mg tembaga,
dengan luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan
bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung
bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan
untuk mengeluarkan IUD.
c. Multiload 375

IUD Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan


mempunyai luas permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2 kawat
halus tembaga yang membalut batang vertikalnya untuk menambah
efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan
mini. Bagian lengannya didesain
sedemikian rupa sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.
d. Nova – T

IUD Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan


bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan
luka pada jaringan setempat pada saat dipasang.
e. Cooper-7

IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan


pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32
mm dan ditambahkan gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai
luas permukaan
200 mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada
jenis Copper-T (Proverawati, 2010).
Gambar 2.1. Jenis-Jenis IUD

Jenis kontrasepsi IUD pasca salin aman dengan menggunakan IUD Cu


T (copper T), sedangkan jenis non copper memerlukan penundaan sampai 6
minggu sehingga tidak cocok untuk pasca salin (BkkbN, 2014).
Menurut Suparyanto (2011) IUD terdiri dari IUD hormonal dan non
hormonal.
1. IUD Non-hormonal

Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-
puluh macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang
terbuat dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen)
baik yang ditambah obat atau tidak.
a. Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi 2:

1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-


7. Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon,
dan Graten ber-ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal

1) Medicated IUD: Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T


220 (daya kerja 3 tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T
380 A (daya kerja 8 tahun), Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun),
ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada jenis Medicated IUD
angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan luasnya kawat
halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220 berarti
tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal.
2) Unmedicated IUD: Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T
Coil, Antigon. Cara insersi Lippes Loop: Push Out. Lippes
Loop dapat dibiarkan in-utero untuk selama-lamanya sampai
menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi akseptornya.
IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis Un
Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-
7, Multiload dan Nova-T.
2. IUD yang mengandung hormonal

a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan dilakukan


dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor
warna hitam.
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan
65 µg progesteron setiap hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung.

b. Mirena

Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran kecil,


lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil levonogestrel
dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel berukuran 32 mm
berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat yang membuat
mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan rontgen. Mirena berisi
sebuah reservoir silindris, melilit batang vertikal, berisi 52 mg
levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan dalam rahim, LNG
dilepaskan dalam dosis kecil (20g/hari pada awalnya dan
menurun menjadi sekitar 10 g/hari setelah 5 tahun) melalui
membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim. Pelepasan
hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya rendah.
Keunggulan dari IUD ini adalah efektivitasnya tinggi, dengan tingkat
kesakitan lebih pendek dan lebih ringan. Mirena merupakan sebuah
pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang tidak dapat
mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya. Mengurangi frekuensi
ovulasi (Rosa, 2012).
Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi lendir
serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga menghambat
perjalanan sperma untuk bertemu sel telur. Menipiskan
endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat mengurangi
kemungkinan implantasi embrio pada endometrium. Setelah mirena
dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi mungkin menjadi
tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas dapat kembali
dengan segera (Rosa, 2012)
2.1.2. Keuntungan IUD

Keuntungan menggunakan IUD adalah sebagai berikut: (Proverawati,


2010)

1. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi


2. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama
(1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
3. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
4. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak
perlu diganti)
5. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
6. Tidak memengaruhi hubungan seksual

7. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil


8. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380 A).
9. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI
10. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
11. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid
terakhir)
12. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
13. Mencegah kehamilan ektopik
2.1.3. Kerugian IUD

Kerugian penggunaan alat kontrasepsi IUD adalah sebagai


berikut: (Proverawati dkk, 2010)
1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Perdarahan (spotting antar menstruasi)
4. Saat haid lebih sedikit

2.1.4. Indikasi/Persyaratan Pemakaian IUD

Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan IUD adalah sebagai


berikut:

1. Usia reproduktif
2. Keadaan multipara
3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi

5. Tidak menyusui bayinya


6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
7. Risiko rendah dari IMS
8. Tidak menghendaki metode hormonal
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
2.1.5. Waktu Pemasangan IUD

IUD pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih
tinggi dibandingkan ekspulsi≥4 minggu pasca persalinan. Eskpulsi dapat
diturunkan dengan cara melakukan insersi IUD dalam 10 menit setelah
ekspulsi plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uteri, dan dikerjakan
oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan berpengalaman. Jika 48
jam pasca persalinan telah lewat, insersi IUD ditunda sampai 4 minggu atau
lebih pasca persalinan. IUD 4 minggu pasca persalinan aman dengan
menggunakan IUD copper T, sedangkan jenis non copper memerlukan
penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.
Pelayanan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan, mengacu
pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/Per/IX/2010, Pasal
12 tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan, dimana dinyatakan bahwa
bidan dapat : 1) memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. 2) memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom, dan dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa bidan berwenang memberikan
pelayanan : 1) pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam
rahim dan memberikan alat kontrasepsi bawah kulit. 2) pelayanan tersebut
hanya dapat diberikan oleh bidan yang terlatih (Kemenkes RI, 2014b).
2.1.6. Cara Kerja IUD

Mekanisme kerja yang pasti dari kontrasepsi IUD belum


diketahui.
Ada beberapa mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan :
1. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri
sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu.
Di samping itu, dengan munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign
body giant cells, sel mononuklear dan sel plasma yang dapat
mengakibatkan lisis dari spermatozoa atau ovum dan blastokista.
2. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3. Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri (Hartanto, 2008).

Menurut Saifuddin, dkk (2006) cara kerja pemasangan IUD adalah


sebagai berikut:
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falofii.
b. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.

c. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun


IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
d. Memungkinkan utnuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
2.1.7. Pemasangan IUD

IUD dapat dipasang dalam keadaan berikut :

1. Sewaktu haid sedang berlangsung

Dilakukan pada hari-hari pertama atau pada hari-hari terakhir haid.


Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah :
a. Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak
terbuka dan lembek.
b. Rasa nyeri tidak seberapa keras.
c. Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak
seberapa dirasakan.
d. Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak
ada.

Kerugian IUD pada waktu haid sedang berlangsung antara lain :

a. Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan dilakukan saat haid.
b. Dilatasi canalis cervikal adalah sama pada saat haid maupun pada
saat mid - siklus (Hartanto, 2008).
2. Sewaktu pasca salin

Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah


bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya IUD ditangguhkan sampai 6
- 8 minggu
postpartum oleh karena jika pemasangan IUD dilakukan antara minggu
kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi
lebih besar.
3. Sewaktu post abortum

Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi
fisiologi dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic
abortion merupakan kontraindikasi.
4. Beberapa hari setelah haid terakhir

Dalam hal yang terakhir ini wanita yang bersangkutan dilarang untuk
bersenggama sebelum IUD dipasang. Sebelum pemasangan IUD
dilakukan, sebaiknya diperlihatkan kepada akseptor bentuk IUD yang
dipasang, dan bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah
terpasang. Dijelaskan bahwa kemungkinan terjadinya efek samping
seperti perdarahan, rasa sakit, IUD keluar sendiri (Sarwono, 2005).
Adapun langkah-langkah pemasangan IUD Copper T 380 A, adalah:

a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien
mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan
merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti
akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan
klien telah mengosongkan kandung kencingnya
b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan
pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan
spekulum dan panggul.

c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi


d. Masukkan lengan IUD Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya
e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan
antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks
f. Masukkan sonde uterus
g. Lakukan pemasangan IUD Copper T 380 A
h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan
dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi
i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera
setelah selesai dipakai.
j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang IUD
dengan menggunakan model yang tersedia.
k. Menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah pemasangan
IUD.

2.1.8. Pencabutan IUD

Menurut Saifuddin (2006) langkah-langkah pencabutan IUD sebagai


berikut:

1. Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan


klien untuk bertanya.
2. Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang IUD
3. Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
4. Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan.
Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan
memberitahu mungkin timbul rasa sakit.

a. Pencabutan normal

Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau


lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik
benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR
biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya
putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-
pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit ujung AKDR
tersebut dan tarik keluar.
b. Pencabutan sulit

Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis


dengan menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak
ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut
AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang AKDR itu
sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik keluar tetapi kemudian
mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis,
putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak
mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut
antara uterus dengan kanalis servikal sangat tajam, gunakan
tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan
ke atas dengan pelan-pelan dan hati-hati, sambil memutar klem.
Jangan menggunakan tenaga yang besar.

2.2. Persalinan Kala IV

Kala IV adalah persalinan setelah plasenta sudah dilahirkan, ibu


biasanya masih beristirahat di ruang persalinan 1 – 2 jam setelah melahirkan.
Gunanya agar dokter/bidan bisa mengawasi kondisi ibu agar tidak timbul
komplikasi seperti perdarahan pasca persalinan. Kematian ibu pasca
persalinan biasanya terjadi dalam 6 jam post partum. Hal ini disebabkan oleh
infeksi, perdarahan dan eklampsi post partum. Selama kala IV pemantauan
dilakukan 15 menit pertama setelah plasenta lahir dan 30 menit kedua setelah
persalinan.
Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah
proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV:
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi dan pernafasan
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal jika
jumlahnya tidak melebihi 400 sampai 500 cc.
Sebagian besar kejadian kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan pasca persalinan dan terjadi dalam 4 jam pertama setelah kelahiran
bayi. Karena alasan ini, penting sekali untuk memantau ibu secara ketat segera
setelah setiap tahapan atau kala persalinan diselesaikan.
Hal-hal yang perlu dipantau selama dua jam pertama pasca persalinan,
yaitu :

1. Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan


perdarahan setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit
dalam satu jam kedua pada kala IV.
2. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras, setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV.
3. Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua
pascapersalinan.
4. Nilai perdarahan, periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
5. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan
uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek.

2.3. Faktor yang Memengaruhi Pemasangan IUD pada Kala IV Ibu


Bersalin

1. Umur

Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari pada orang yang
belum tinggi tingkat kedewasaannya (Wawan, 2011).
Usia memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik
(Cahyono, 2011).

Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan


IUD. Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah
anak ideal akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini
meningkatkan peluang responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan
hasil penelitian di India bahwa IUD Cu T 380A digunakan oleh wanita yang
berumur lebih dari 30 tahun dan wanita yang telah mencapai ukuran keluarga
yang diinginkan (Pastuti dan Siswanto, 2007).
2. Jumlah Anak

Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap


penggunaan IUD. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin
tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini
akan mendorong responden untuk menggunakan IUD (Dewi, 2012).
Menurut Suratun (2008) sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak
dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini
dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena
jika terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
dengan risiko tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan
akseptor tidak mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang
paling cocok disarankan adalah IUD.
3. Pendidikan

Menurut Pastuti dan Siswanto (2007) menunjukkan bahwa responden


yang berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi untuk
menggunakan IUD dan implan dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan secara statistik berpengaruh positif
terhadap penggunaan metode kontrasepsi, namun berpengaruh negatif
terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Tingkat pendidikan berpengaruh
terhadap akses dan status wanita dalam meningkatkan prevalensi penggunaan
kontrasepsi.
4. Agama

Aturan-aturan dalam masing-masing agama yang berkaitan dengan


pemakaian kontrasepsi. Dalam Agama Islam tidak semua cara kontrasepsi
yang dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh ummat Islam. Ada cara
kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubektomi. IUD dilarang
karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang
sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan
cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang
diperbolehkan dalam Islam adalah: pil, suntik, kondom, senggama terputus,
salep, diaphragma dan pantang berkala (cara-cara tersebut masuk katagori
jenis kontrasepsi kurang efektif menurut BKKBN). Di kalangan non Islam
boleh dikatakan tidak ada larangan yang tegas dalam hal pemakaian jenis
kontrasepsi yang dimasyarakatkan oleh program KB, kecuali Katholik.
Agama Khatolik pada dasarnya hanya membolehkan pantang berkala
berdasarkan Humanae vitae yang dikeluarkan oleh Paus Paulus VI, tetapi
dalam pelaksanaanya di Indonesia MAWI memberikan kelonggaran, sehingga
pemeluk Khatolik dapat memakai kontrasepsi modern berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Alasan pertama ini didukung pula oleh
adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakaian jenis
kontrasepsi tetap ada setelah dikontrol dengan variabel pendidikan
isteri/suami, status bekerja, umur dan media (BkkbN, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Permatasari, dkk (2013) tentang


determinan penghentian penggunaan IUD di Indonesia menunjukkan bahwa
agama tidak berhubungan dengan penghentian penggunaan. Selain itu,
akseptor IUD yang beragama selain Islam cenderung untuk melanjutkan
penggunaan kontrasepsinya daripada akseptor IUD yang beragama Islam.
Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gustiana (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada variasi yang terjadi dalam
hal penghentian kontrasepsi karena adanya perbedaan agama. Umumnya hal
ini dikarenakan program KB di Indonesia telah menyebar ke semua bagian
negara dan diterima oleh semua kelompok agama yang ada di Indonesia.
Pandangan agama terhadap program KB telah berubah, terutama bagi agama
Islam bahwa mereka telah memahami program tersebut dengan baik dan
mendukungnya dengan fatwafatwa dari para ulama yang sudah beredar luas
dan diterima baik di kalangan umat Islam.
5. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang, pengetahuan dipengaruhi oleh factor
pendidikan formal, pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan
dimana pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas pula pengetahuannya,
akan tetapi bukan berarti orang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan
rendah (Wawan, 2011).
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya
datang dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan
orang lain, didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik
(Notoatmodjo, 2012). Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku
yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan (Maulana, 2009).
Perilaku berubah karena adanya rangsangan dalam bentuk fisik, psikis
dan sosial, yang dapat melibatkan banyak orang (kelompok atau masyarakat).
Arah perubahan bergantung pada besarnya pengaruh kekuatan-kekuatan
pendorong dan penahan yang berarti dapat positif atau negatif. Terbentuknya
perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan yang paling besar
pengaruhnya dari proses interaksi dari lingkungan. Seseorang mampu
berperilaku positif tidak selalu didasarkan pada pengetahuan dan sikap yang
positif (Maulana, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Utami, dkk (2011) di Kamar Rawat Pasca
bersalin RSUP DR. M. Djamil menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan dengan unmet need KB pasca-salin IUD post-
plasenta. Pada umumnya, istri yang unmet need IUD post-plasenta belum
mengenal IUD apalagi IUD dapat dipasang langsung selama 10 menit setelah
melahirkan. Sejalan dengan penelitian Destyowati (2011) di Desa
Harjobinangun Kecamatan Grabak Kabupaten Purworejo yang menyatakan
adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang IUD dengan minat
pemakaian kontrasepsi IUD.

6. Sikap

Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap
adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku
tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni
dari individu (purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses
kesadaran yang sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif
dan unik pada diri setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya
perbedaan individual yang berasal dari nilai- nilai dan norma yang ingin
dipertahankan dan dikelola oleh individu (Wawan & Dewi, 2010).
Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap
sebagai kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan
dengan obyek psikologis. Obyek psikologis disini meliputi simbol, kata-kata,
slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap
positif terhadap suatu objek psikologis apabila ia suka atau memiliki sikap
yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif
terhadap obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap (unfavorable) terhadap
obyek psikologis.
7. Persepsi

Menurut Setiadi dalam Syafrudin (2011) persepsi merupakan suatu


proses yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang diterima) yang
dapat dirasakan oleh suatu obyek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang
terhadap suatu obyek (pelayanan) berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi
memiliki sifat subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh
adanya pelayanan yang diterimanya tersebut.
Persepsi sebagai salah satu sumbangan pemikiran yang berasal dari
masyarakat merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulus melalui alat indera. Namun
proses itu tidak hanya berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut
diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi terbagi
atas dua bagian, yaitu secara sempit dan secara luas. Secara sempit berarti
penglihatan atau bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan secara luas
merupakan pandangan seseorang mengenai bagaimana ia mengartikan dan
menilai sesuatu (Walgito, 2010).
8. Ketersediaan IUD

Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk


mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya
dan fungsi institusi pelayanan. Prosedur ketersediaan alat meliputi: tersedia
peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan, ada buku
inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang,
ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu, ada
prosedur permintaan dan penghapusan alat. (BkkbN, 2012).

9. Ketersediaan petugas kesehatan

Puskesmas telah melaksanakan pelayanan KIA dan KB, namun


puskesmas yang petugasnya telah mendapat pelatihan KB baru 58% dan
hanya terdapat 32,2% puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya
dalam program KB. Kecukupan sumber daya tersebut meliputi kompetensi
pelayanan, ketersediaan petugas di puskesmas, ketersediaan pedoman dan
Standar Prosedur Operasional (SPO) dan bimbingan teknis (Kemenkes RI,
2014b).
10. Keterjangkauan klinik

Depkes RI (2012) menyatakan akses yang rendah ke fasilitas


kesehatan reproduksi yang meliputi jarak yang jauh, biaya yang tidak
terjangkau, tidak tahu adanya atau kemampuan fasilitas (akses informasi) dan
tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (akses informasi) dan tradisi
yang menghambat pemanfaatan fasilitas (akses budaya).
Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011, kegiatan pelayanan
KIA/KB telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas. Pelayanan KIA dan KB
termasuk 6 (enam) pelayanan wajib puskesmas, maka seharusnya setiap
puskesmas menyediakan layanan tersebut. Namun, masih ada puskesmas yang
belum memberikan pelayanan KIA dan KB, seperti di Provinsi Papua terdapat
18,4% puskesmas yang belum memberikan layanan KIA dan KB, Papua Barat
5,8% dan Maluku 3,1%.

11. Dukungan/ Peran Suami

Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan


kepada istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan. Dukungan dan
perhatian seorang suami terhadap istri dan alat kontrasepsi yang cocok
digunakan istri akan membawa dampak positif bagi hubungan dalam
perkawinan (Dagun, 2008).
Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan
banyak istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian
alat kontrasepsi, banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya
menggunakan alat kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui
bahwa istri menggunakan alat kontrasepsi maka sang suami menganjurkan
untuk menghentikan pemakaian tersebut (Hartanto, 2008).
12. Peran Petugas Kesehatan

Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan


pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders),
misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang
melibatkan ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada
jenis masalah atau perubahan yang bersangkutan. Dalam masalah kesehatan,
petugas kesehatan mempunyai peran yang besar dalam memberikan informasi
kepada masyarakat. Kurangnya peran petugas kesehatan dalam memberikan
informasi menyebabkan masyarakat melakukan upaya- upaya kesehatan tidak
sepenuh hati.
Penghambat penggunaan alat kontrasepsi IUD salah satu penyebabnya
karena kurangnya pengetahuan dan informasi. Pengetahuan kurang tentang
KB IUD dikaitkan dengan kurangnya informasi tentang berbagai metode
kontrasepsi termasuk tentang KB IUD yang disampaikan oleh petugas
kesehatan. Sedangkan informasi yang sering didengar oleh responden adalah
informasi yang bersifat negatif, yang biasanya berasal dari cerita teman atau
tetangga. Meskipun cerita tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya oleh
responden, tetap saja memengaruhi penilaian responden terhadap KB IUD,
yakni membuat sebagian besar takut untuk menggunakan IUD (Imbarwati,
2009).

2.4. Landasan Teori

IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan


dipasang di dalam rahim. IUD mencegah kehamilan dengan merusak
kemampuan hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan
cairan uterus. Efektifitas IUD dalam mencegah kehamilan sampai 99,4% dan
dapat dipasang langsung pada ibu pasca salin dengan jenis IUD copper T 380o
selama 5-10 tahun (BkkbN, 2014).
Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD
tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu.
Adapun faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku menurut teori
Lawrence Green (1980), yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012) adalah :
1. Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat
memerlukan sarana dan prasarana. Misalnya termasuk juga fasilitas
pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit.
3. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh
agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, dan
undang- undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan
fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama, para petugas terutama petugas kesehatan.
Faktor Predisposisi :
- Pengetahuan
- Sikap
- Nilai
- Kepercayaan
- Variabel Demografi

Faktor Pemungkin :
- Sumber-sumber yang
Tersedia / Ketersediaan Perilaku
Fasilitas
- Fasilitas

Faktor Penguat :
- Dukungan Suami
- Dukungan Tenaga
Kesehatan
- Dukungan Tokoh
Masyarakat

Gambar 2.2. Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo


(2012)

Sebagai contoh kesediaan ibu dalam pemasangan IUD pasca


persalinan, akan dipermudah jika ibu mengetahui keuntungan IUD.
Penerimaan perilaku baru atau adopsi melalui proses yang didasari oleh
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng (long lasting). Pemasangan IUD pasca persalinan perlu
dukungan suami dan dukungan petugas kesehatan, juga diperlukan peraturan
atau perundang-undangan yang mendukung ibu menggunakan IUD pasca
persalinan.

2.5. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat


digambarkan pada bagan berikut ini:
Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposisi:
1. Karakteristik (Umur, Jumlah
Anak, Pendidikan)
2. Pengetahuan
3. Persepsi
4. Sikap

Faktor Pemungkin:
1. Ketersediaan IUD Pemasangan IUD
2. Ketersediaan Petugas
Kesehatan
3. Keterjangkauan klinik

Faktor Penguat:
1. Dukungan Suami
2. Dukungan Petugas
Kesehatan

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian


1. ^ "IUD (intrauterine device)". Contraception guide. NHS Choices. Diakses
tanggal 2 March 2014. the intrauterine device, or IUD (sometimes called a
coil)
2. ^ Winner, B; Peipert, JF; Zhao, Q; Buckel, C; Madden, T; Allsworth, JE;
Secura, GM. (2012). "Effectiveness of Long-Acting Reversible
Contraception". New England Journal of Medicine. 366 (21): 1998–
2007. doi:10.1056/NEJMoa1110855. PMID 22621627.
3. ^ "Kelebihan dan Kekurangan Kontrasepsi Spiral / IUD / AKDR".
www.hamilbayi.com. Diakses tanggal 20 November 2015.
4. ^ Hurt, K. Joseph, et al. (eds.) (2012-03-28). The Johns Hopkins manual of
gynecology and obstetrics (edisi ke-4th). Philadelphia: Wolters Kluwer
Health/Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 232. ISBN 978-1-60547-433-5.
5. ^ a b Committee on Adolescent Health Care Long-Acting Reversible
Contraception Working Group, The American College of Obstetricians and,
Gynecologists (October 2012). "Committee opinion no. 539: adolescents and
long-acting reversible contraception: implants and intrauterine
devices". Obstetrics and gynecology. 120 (4): 983–
8. doi:10.1097/AOG.0b013e3182723b7d. PMID 22996129.
6. ^ Darney, Leon Speroff, Philip D. (2010). A clinical guide for
contraception (edisi ke-5th). Philadelphia, Pa.: Lippincott Williams &
Wilkins. hlm. 242–243. ISBN 9781608316106.
7. ^ Black, K (October 2012). "A review of barriers and myths preventing the
more widespread use of intrauterine contraception in nulliparous
women". The European journal of contraception & reproductive health
care  : the official journal of the European Society of Contraception. 17(5):
340–50. doi:10.3109/13625187.2012.700744. PMID 22834648.
8. ^ a b c Gabbe, Steven (2012). Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies.
Elsevier Health Sciences. hlm. 527. ISBN 9781455733958.
9. ^ Steenland, MW; Tepper, NK; Curtis, KM; Kapp, N (November 2011).
"Intrauterine contraceptive insertion postabortion: a systematic
review". Contraception. 84 (5): 447–
64. doi:10.1016/j.contraception.2011.03.007. PMID 22018119.
10. ^ Hurd, [edited by] Tommaso Falcone, William W. (2007). Clinical
reproductive medicine and surgery. Philadelphia: Mosby.
hlm. 409. ISBN 9780323033091.
11. ^ Grimes, D.A., MD (2007). ""Intrauterine Devices (IUDs)" In:Hatcher, RA;
Nelson, TJ; Guest, F; Kowal, D". Contraceptive Technology 19th ed. New
York: Ardent Media.
12. ^ a b Marnach, ML; Long, ME; Casey, PM (March 2013). "Current issues in
contraception". Mayo Clinic proceedings. Mayo Clinic. 88(3): 295–
9. doi:10.1016/j.mayocp.2013.01.007. PMID 23489454.
13. ^ "Popularity Disparity: Attitudes About the IUD in Europe and the United
States". Published by Policy Review Published Fall 2007. Diakses
tanggal 2010-04-27. 

Anda mungkin juga menyukai