Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
A.    DEFENISI
Hepatitis atau radang hati, satu jenis penyakit hati yang paling sering dijumpai di antara
penyakit – panyakit lain yang menyerang hati. Penyakit ini terutama disebabkan oleh virus
dan ditandai oleh perubahan warna kulit dan bagian putih mata (sclera) menjadi kekuningan.
Warna kuning tersebut timbul karena adanya pengendapan pigmen bilirubin, yang bersal dari
cairan empedu. Warna air kencing penderita pun menjadi kuning atau bahkan kecoklatan
seperti air teh. (Ensiklopedi)
Hepatitis B kronik adalah suatu penyakit infeksi ditandai oleh peradangan hati berlanjut,
lebih lama dari masa penyembuhan infeksi hepatitis akut, yaitu lebih dari 6 bulan.
Infeksi VHB pada masa anak – anak mempunyai resiko menjadi kronis, terutama pada
anak yang mendapat infeksi perinatal. Data yang menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi
VHB sebelum usia 1 tahun mempumyai resiko kronisitas sampai 90 %, sedangkan bila
infeksi VHB terjadi pada usia antara 2 – 5 tahun resikonya menjadi 50 %, bahkan bila terjadi
infeksi pada anak usia di atas 5 tahun, hanya beresiko 5 – 10 tahun untuk terjadinya
kronisitas.
Istilah “hepatitis” dipakai untuk semua jenis peradangan pada hati (liver). Penyebabnya
berbagai macam, mulai dari virus sampai dengan obat - obatan. Virus hepatitis juga ada
beberapa jenis, hepatitis A, hepatitis B, C, D, E, F dan G. Manifestasi penyakit hepatitis
akibat virus bisa akut (hepatitis A), bisa kronik (hepatitis B dan C) dan bisa juga kemudian
menjadi kanker hati (hepatitis B dan C).
Pada wanita hamil kemungkinan untuk terjangkit hepatitis virus adalah sama dengan
wanita tidak hamil pada umur yang sama. Kelainan hepar yang mempunyai hubungan
langsung dengan peristiwa kehamilan, ialah : Acute fatty liver of pregnancy (Obstetric acute
yellow-atrophy). Infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berhubungan langsung dengan
peristiwa kehamilan, namun tetap memerlukan penanganan khusus, mengingat penyulit-
penyulit yang mungkin timbul baik untuk ibu maupun janin. Hepatitis virus sering
menimbulakan jaundice pada kehamilan, dengan kemajuan pengobatan saat ini, asam
ursodeoxychalic dapat mengurangi kerusakan hati, baik akut maupun kronik.

            
B.     ETIOLOGI

Penyebab hepatitis bermacam-macam. Pada prinsipnya penyebab hepatitis terbagi atas


infeksi dan bukan infeksi.
Penyebab-penyebab tersebut antara lain :
1.      Infeksi virus ; hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, Hepatitis E, Hepatitis
F,hepatitis G.
2.      Non virus ; Komplikasi dari penyakit lain, Alkohol, Obat-obatan kimia atau zat
kimia, Penyakit autoimun.
Nama-nama virus penyebab hepatitis yang saat ini telah dikenali adalah:
1. virus hepatitis A atau VHA
2. virus hepatitis B atau VHB
3. virus hepatitis C atau VHC,
4. virus hepatitis D atau VHD,
5. virus hepatitis E atau VHE,
6. virus hepatitis F atau VHF
7. virus hepatitis G atau VHG.
Sedangkan penyakit hepatitis yang ditimbulkannya disebut sesuai dengan nama
virusnya. Di antara ketujuh jenis hepatitis tersebut, hepatitis A, B dan C merupakan
jenis hepatitis terbanyak yang sering dijumpai. Sedangkan kasus hepatitis F masih
jarang ditemukan. Para ahli pun masih memperdebatkan apakah hepatitis F
merupakan jenis hepatitis tersendiri atau tidak.
Ikterus merupakan salah satu gajala klinis pada wanita hamil denga hepatitis,
namun adapun ikterus dalam kehamilan sebenarnya disebabkan oleh beberapa
keadaan. Ikterus yang disebabkan oleh kehamilan berupa ; perlemakan hati akut,
toksemia, dan kolestasis intrhepatik. Sedangkan ikterus yang tejadi bersamaan
dengan suatu kehamilan; hepatitis virus, batu empedu, penggunaan obat-obatan
hepatotoksik, dan sirosis hepatis. Ikterus dapat timbul pada satu dari 1500 
kehamilan, 41% diantaranya adalah hepatitis virus,21% oleh karna kolestatis
intahepatik, dan kurang dari 6% oleh karna obtruksi saluran empedu di luar hati.
C.    GEJALA KLINIK
Penyakit hati bisanya jarang terjadi pada wanita hami, namun apabila timbul ikterus
pada kehamiln, maka penyebabnya yang paling tering adalah hepatitis virus. Penyakit
hepatitis biasanya memberikan keluhan mual, muntah, anoreksia, demam ringan, mata
kunng. Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai ikterus dan hepatomegali, sedangkan
splenomegali hanya ditemukan pada 20-25% penderita.
Gejala dan tanda penyakit hepatitis-B adalah sebagai berikut  :
1.      Selera makan hilang
2.      Rasa tidak enak di perut
3.      Mual sampai muntah
4.      Demam tidak tinggi Kadang-kadang disertai nyeri sendi
5.      Nyeri dan bengkak pada perut sisi kanan atas (lokasi hati)
6.      Bagian putih pada mata (sklera) tampak kuning
7.      Kulit seluruh tubuh tampak kuning
8.      Air seni berwarna coklat seperti air teh

D.    PENGARUH HEPATITIS VIRUS PADA KEHAMILAN DAN JANIN


Bila hepatitis virus terjadi pada trimester I atau permulaan trimeseter II maka
gejala-gejala nya akan sama dengan gejalahepatitis virus pada wanita tidak hamil.
Meskipun gejala-gejala yang timbul relatip lebih ringan dibanding dengan gejala-gejala
yang timbul pada trimester III, namun penderita hendaknya tetap dirawat di rumah
sakit.
Hepatitis virus yang terjadi pada trimester III, akan menimbulkan gejala-gejala
yang lebih berat dan penderita umumnya me-nunjukkan gejala-gejala fulminant. Pada
fase inilah acute hepatic necrosis sering terjadi, dengan menimbulkan mortalitasIbu
yang sangat tinggi, dibandingkan dengan penderita tidakhamil. Pada trimester III,
adanya defisiensi faktor lipo tropikdisertai kebutuhan janin yang meningkat akan
nutrisi, menye-babkan penderita mudah jatuh dalam acute hepatic necrosisTampaknya
keadaan gizi ibu hamil sangat menentukan prognose.
Penyelidik lain juga menyimpulkan, bahwa berat ringan gejala hepatitis virus pada
kehamilan sangat tergantung darikeadaan gizi Ibu hamil. Gizi buruk khususnya
defisiensi protein, ditambah pula me-ningkatnya kebutuhan protein untuk pertumbuhan
janin,menyebabkan infeksi hepatitis virus pada kehamilan memberi gejala-gejala yang
jauh lebih berat.Pengaruh kehamilan terhadap berat ringannya hepatitis virus,telah
diselidiki oleh ADAM, yaitu dengan cara mencari hubungan antara perubahan-
perubahan koagulasi pada kehamilan dengan beratnya gejala-gejala hepatitis virus.
Diketahuibahwa pada wanita hamil, secara fisiologik terjadi perubahan-perubahan
dalam proses pembekuan darah, yaitu dengan ke-naikan faktor-faktor pembekuan dan
penurunan aktivitasfibrinolitik, sehingga pada kehamilan mudah terjadi
DIC(Disseminated Intra Vascular Coagulation). Dalam penelitianini terbukti bahwa
DIC tidak berperan dalam meningkatkanberatnya hepatitis virus pada kehamilan.Tetapi
sebaliknya, bila sudah terjadi gejala-gejala hepatitisvirus yang fulminant, barulah DIC
mempunyai arti.Hepatitis virus pada kehamilan dapat ditularkan kepada ja-nin, baik in
utero maupun segera setelah lahir. Penularan virusini pada janin, dapat terjadi dengan
beberapa cara, yaitu :
1.      Melewati placenta
2.       Kontaminasi dengan darah dan tinja Ibu pada waktu persalinan
3.       Kontak langsung bayi baru lahir dengan Ibunya
4.       Melewati Air Susu Ibu, pada masa laktasi.
Baik virus A maupun virus B dapat menembus placenta, sehingga terjadi
hepatitis virus in utero dengan akibat janin lahir mati, atau janin mati pada periode
neonatal. Jenis virus yang lebih banyak dilaporkan dapat menembusplacenta, ialah
virus type B. Beberapa bukti, bahwa virus hepatitis dapat menembus placenta, ialah
ditemukannya hepatitis antigen dalam tubuh janin in utero atau pada janin barulahir.
Selain itu telah dilakukan pula autopsy pada janin-janin yang mati pada periode
neonatal akibat infeksi hepatitisvirus. Hasil autopsy menunjukkan adanya perubahan-
perubahan pada hepar, mulai dari nekrosis sel-sel hepar sampai suatubentuk cirrhosis.
Perubahan-perubahan yang lanjut pada heparini, hanya mungkin terjadi bila infeksi
sudah mulai terjadi sejak janin dalam rahim. Kelainan yang ditemukan pada hepar
janin, lebih banyak terpusat pada lobus kiri. Hal ini membuktikan, bahwa penyebaran
virus hepatitis dari Ibu ke janin dapat terjadi secarahematogen.Angka kejadian
penularan virus hepatitis dari Ibu ke janinatau bayinya, tergantung dari tenggang waktu
antara timbulnya infeksi pada Ibu dengan saat persalinan. Angka tertinggididapatkan,
bila infeksi hepatitis virus terjadi pada kehamilantrimester III. Meskipun pada Ibu-Ibu
yang mengalami hepatitis virus padawaktu hamil, tidak memberi gejala-gejala icterus
pada bayi-nya yang baru lahir, namun hal ini tidak berarti bahwa bayi yang baru lahir
tidak mengandung virus tersebut.Ibu hamil yang menderita hepatitis virus B dengan
gejala-gejala klinik yang jelas, akan menimbulkan penularan pada janinnya jauh lebih
besar dibandingkan dengan Ibu-Ibu hamil yanghanya merupakan carrier tanpa gejala
klinik.
Dilaporkan, bahwa Ibu hamil yang mengalami hepatitis virus B, dengan gejala
yang jelas, 48% dari bayinya terjangkit hepatitis, sedang pada Ibu-lbu hamil yang
hanya sebagai carrier Hepatitis Virus B antigen, hanya 5% dari bayinya mengalami
virus B antigenemia. Meskipun hepatitis virus, belum jelas pengaruh nya terhadap
kelangsungan kehamilan, namun dilaporkan bahwa kelahiran prematur terjadi pada
66% kehamilan yang disertai hepatitisvirus B. Adanya icterus pada Ibu hamil tidak
akan menimbulkan kerena icterus pada janin. Icterus terjadi akibat adanya
unconjugated bilirubin yang melewati placenta dari Ibu-Ibu hamil yang mengalami
hemolitik jaundice. Bila penularan hepatitis virus pada janin terjadi pada waktu
persalinan maka gejala-gejalanya baru akan nampak dua sampai tiga bulan kemudian.
Sampai sekarang belum dapat dibuktikan, bahwa hepatitisvirus pada Ibu hamil dapat
menimbulkan kelainan congenital pada janinnya. Pada pemeriksaan placenta, dari
kehamilan yang disertai hepatitis virus, tidak dijumpai perubahan-perubahan yang
menyolok, hanya ditemukan bercak-bercak bilirubin. Bila terjadi penularan virus B in
utero, maka keadaan ini tidak memberikan kekebalan pada janin dengan kehamilan
berikutnya.
E.     PENCEGAHAN
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis
virus A hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma
globulin ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil
hendaknya dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah
penularan hepatitis virus. Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak
sekurang-kurangnya enam bulan setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan
tersebut semua gejala dan pemeriksaan laborato-rium telah kembali normal. Setelah
persalinan, pada penderita hendaknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam
waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan kemudian.
F.      PENGOBATAN
Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan
wanita tidak hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus
hilang dan bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit
mengandung lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat.Pemakaian obat-obatan
hepatotoxic hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu
diingatpada hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi
perdarahan post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir
hendaknya tetap diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan
pemeriksaantransaminase serum dan pemeriksaan hepatitis virus antigensecara
periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi pengobatankhusus bila tidak mengalami
penyulit-penyulit lain.
Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis virus, yang perlu
dilakukan ialah pada ibu hamil yang HBsAg positif bayinya perlu dilindungi dengan
segera sesudah lahir sedapat mungkin dalam waktu dua jam bayi diberi suntikan
HBSIG dan langsung divaksinasi dengan vaksin hepatitis B .  Pemberian HBIG hanya
pada ibu yang selain HBsAg pasitif, HBe nya juga positif. Vaksin ini diulangi lagi
sampai 3 kali dengan interval satu bulan atau sesuai dengan skema vaksin yang
digunakan. Selain itu pada kasus seperti ini para dokter dan tenaga medis harus diberi
vaksin juga. Pengelolaan secara konservatif adalah terapi pilihan untuk penderita
hepatitis virus dalam kehamilan.  Prinsipnya ialah suportif dan pemantauan gejala
penyakit.
Pada awal periode simptomatik dianjurkan :
1.      Tirah baring
pada periode akut dan keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Istirahat
mutlak tidak terbukti dapat mempercepat penyembuhan. Kecuali pada mereka
dengan umur tua dan keadaan umum yang buruk
2.      Diet
Tidak ada larangan spesifik terhadap makanan tertentu bagi penderita penyakit
hepatitis. Sebaiknya semua makanan yang dikonsumsi pasien mengandung cukup
kalori dan protein. Satu-satunya yang dilarang adalah makanan maupun minuman
beralkohol. jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah – muntah, sebaiknya
diberikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan makanan yang cukup kalori
(30 – 35 kalori / kg BB) dengan protein cukup (1 g / kg BB). Pemberian lemak
seharusnya tidak perlu dibatasi. Dulu ada kecenderungan untuk membatasi lemak,
karena disamakan dengna kandung empedu.
3. Medikamentosa :
a.       Interferon adalah protein alami yang disintesis oleh sel-sel sistem imun tubuh
sebagai respon terhadap adanya virus, bakteri, parasit, atau sel kanker.
Ada tiga jenis interferon yang memiliki efek antivirus yaitu :
1. interferon alfa,
2. interferon beta
3. interferon gamma.
Efek antivirus yang paling baik diberikan oleh interferon alfa. Interferon alfa
bekerja hampir pada setiap tahapan replikasi virus dalam sel inang. Interferon alfa
digunakan untuk melawan virus hepatitis B dan virus hepatitis C. Interferon
diberikan melalui suntikan. Efek samping interferon timbul beberapa jam setelah
injeksi diberikan.
Efek samping dari pemberian interferon diantaranya adalah :
1. rasa seperti gejala flu
2. demam
3. mengigil
4. nyeri kepala
5. nyeri otot dan sendi.
Setelah beberapa jam, gejala dari efek samping tersebut mereda dan hilang. Efek
samping jangka panjang yang dapat timbul adalah gangguan pembentukan sel
darah yaitu menurunnya jumlah sel granulosit (granulositopenia) dan menurunnya
jumlah trombosit (trombositopenia), mengantuk bahkan rasa bingung.

b.      Lamivudin
Lamivudin adalah antivirus jenis nukleotida yang menghambat enzim reverse
transcriptase yang dibutuhkan dalam pembentukan DNA. Lamivudin diberikan
pada penderita hepatitis B kronis dengan replikasi virus aktif dan peradangan hati.
Pemberian lamivudin dapat meredakan peradangan hati, menormalkan kadar
enzim ALT dan mengurangi jumlah virus hepatitis B pada penderita.
Terapi lamivudin untuk jangka panjang menunjukkan menurunnya resiko
fibrosis, sirosis dan kanker hati. Namun lamivudin memiliki kelemahan yang
cukup vital yaitu dapat menimbulkan resistensi virus.
Efek samping yang mungkin muncul dari pemberian lamivudin antara lain:
1. rasa lemah
2. mudah lelah
3. gangguan saluran pencernaan
4. mual, muntah
5. nyeri otot
6. nyeri sendi
7. sakit kepala
8. demam, serta kemerahan.
 Efek samping yang berbahya lainnya adalah radang pankreas,
meningkatnya kadar asam laktat, dan pembesaran hati. Namun umumnya
efek samping tersebut dapat ditolerir oleh pasien. Terapi lamivudin ini tidak
boleh diberikan pada ibu hamil..
c.       Adepovir dipivoksil :
Adepovir dipivoksil berfungsi sebagai penghenti proses penggandaan untai
DNA (DNA chain terminator), meningkatkan jumlah sel yang berperan dalam
sistem imun (sel NK) dan merangsang produksi interferon dalam tubuh.
Kelebihan adepovir dipivoksil dibandingkan dengan lamivudin adalah jarang
menimbulkan resistensi virus.
1. Efek samping yang ditimbulkan adepovir dipivoksil antara lain:
a. nyeri pada otot
b. punggung
c. persendian dan kepala.
 Selain itu terdapat juga gangguan pada saluran pencernaan seperti mual atau
diare, gejala flu, radang tenggorokan, batuk dan peningkatan kadar alanin
aminotransfrase. Gangguan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada dosis berlebih.
d. Entecavir
Entecavir berfungsi untuk menghambat enzim polymerase yang dibutuhkan
dalam sintesis DNA virus. Kelebihan entecavir adalah jarang menimbulkan
resistensi virus setelah terapi jangka panjang.
Sedangkan efek samping yang dapat ditimbulkannya adalah :
1. nyeri kepala
2. pusing
3. mengantuk
4. diare
5. mual
6. nyeri pada ulu hati dan insomnia
e. Telbivudin
Telbivudin adalah jenis antivirus yang relatif baru. Terapi telbivudin diberikan
pada pasien hepatitis B dengan replikasi virus dan peradangan hati yang aktif.
Telbivudin berfungsi menghambat enzim DNA polymerase yang membantu
proses pencetakan material genetic (DNA) virus saat bereplikasi. Meski belum
didukung data yang cukup bahwa telbivudin aman bagi ibu hamil, sebaiknya
terapi telbivudin tidak diberikan pada ibu hamil mupun menyusui.
 Efek samping dari terapi telbivudin antara lain :
a. mudah lelah
b. sakit kepala
c. pusing
d. batuk
e. diare
f. mual
g. nyeri otot, dan rasa malas.
Vitamin K dapat diberikan pada kasus dengan kecenderungan pendarahan.
Bila pasien dalam keadaan prekoma atau koma, penagannn seperti pada koma
hepatik.
G.    PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorum akan didapatkan gambaran kerusakan parenkin hati.
Bilirubin serum meningkat, demikian pula transaminase serum. HBV – Diagnosis dan tes
lain, bila SGPT/SGOT tinggi, diagnosis HBV dilakukan dengan tes darah. Tes ini jauh
lebih rumit daripada tes HIV: tes HBV mencari antigen (pecahan virus hepatitis B)
tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap
HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen – HbsAg
(antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi – anti-HBs (antibodi
terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti,
atau core, HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi anti-HBc yang dibuat: antibodi IgM
dan antibodi IgG.Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat
membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan
masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri. Berikut adalah arti dari kombinasi
yang mungkin terjadi :
H.    PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Pemeriksaan histopatologi menunjukkan nekrosis sel hati sentribuler, infiltrasi sel
radang disegitiga portal, sedangkan kerang karetikulin masih baik.Sayangnya, tes darah
tidak dapat memberikan semua informasi tentang keadaan hati seseorang. Mengukur viral
load HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada
kerusakan, dan bila ada, tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati
hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas 100.000 kopi)
dan tingkat enzim hati yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai