Anda di halaman 1dari 13

Nama : Aldi Alfajri

NIM : 19919002
Tugas : Resume Kewajiban

Pengertian
Menurut FASB : Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan
usaha untuk mentransferk aset atau menyediakan / menyerahkan jasa kepada
kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi
tersebut cukup lengkap secara semantic. Artinya definisi tersebut telah mencakupi
berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi
kewajiban oleh sumber – sumber lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik
utama yaitu :
1.      Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu
tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha
untuk melunasi, menunaikan atau melaksanakan dengan cara mengorbankan
manfaat ekonomik yang cukup pasti dimasa datang. Pengorbanan manfaat
ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan
usaha.
Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tida
termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang
membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut
harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan
manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat
transfer.
Secara umum, keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang
tidak dapat menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak
pasti. Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke
pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi. Walaupun secara konseptual
ekuitas juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan sumber
ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga
kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah dengan ekuitas.
2.      Keharusan Sekarang  
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik
masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian “sekarang”
dalam hal ini mengacu pada dua hal : waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud
adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya : pada tanggal neraca kalau perlu atau
kalau dipaksakan secara yuridis, etis, atau rasional pengorbanan sumber ekonomik
harus dipenuhi karena keharusan itu telah ada.
Keharusan kewajiban mencakupi keharusan kontraktual, keharusan konstruktif
atau bentukan, keharusan demi keadilan dan keharusan bergantung atau bersyarat.
·         Keharusan Kontraktual
Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalam nya
kewajiban bagi suatu kesatuan udaha di nyatakan secara eksplit atau implicit dan
mengikat.
Contoh : utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, dan utang obligasi
·         Keharusan Konstruktif
Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka
menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik
usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis.
Contoh : servis gratis sepeda motor yang dijanjikan oleh dealer sepeda motor,
pengembalian uang untuk barang yang ternyata cacat atau rusak, dan tunjangan
hari raya 
·         Keharusan Demi Keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan
semata – mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum
atau praktik bisnis yang sehat.
Contoh : kewajiban memberikan donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan
kewajiban member hadiah kepada penduduk yang tinggal di sekitar pabrik karena
ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
·         Keharusan Bergantung atau bersyarat
Keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa
datang atau terpenuhinya syarat – syarat tertentu dimana datang.
3.      Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Sama seperti definisi aset, criteria ini sebenarnya menyempurkan criteria
keharusan sekarang dan sekaligus sebagai tes pertama pengakuan suatu pos
sebagai kewajiban tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam system
pembukuan. Untuk mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, criteria yang lain
seoerti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan juga harus dipenuhi. Transaksi
atau kejadian masa lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan
criteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa
datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan
usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.
Hak – Kewajiban Tak Bersyarat
Konsep hak – kewajiban tak bersyarat menyatakan bahwa walaupun
kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban apapun
sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Jadi, konsep hak
kewajiban tak bersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan
sebaliknya tidak ada kewjiban tanpa hak. Kontrak – kontrak semacam ini dikenal
dengan nama kontrak saling – mengimbangi tak bersyarat atau kontrak
eksekuatori.
Masalah timbul dalam kontrak pembelian yang tidak dapat dibatalkan.
Ada dua pendapatan mengenai hal ini, pendapat pertama tetap memperlakukan
kontrak tersebut sebagai eksekutori.sehingga kewajiban tidak perlu diakui.
Alasannya, aset atau manfaat ekonomik masa datang belum dikuasai secara nyata.
Pendapatan kedua, menganjurkan bahwa kewajiban diakui pada saat
penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset yang terlibat. Alasannya pada
saat itu, pada dasarnya ketiga criteria kewajiban telah di penuhi.
Karakteristik Pendukung
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu :
1.      Keharusan membayar kas
Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas.
Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik masa datang
daripada terjadinya pengeluaran kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal
penting untuk mengaplikasikan definisi kewajiban karena dua hal :
a.       Sebagai bukti adanya suatu kewajiban
b.      Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif
2.      Identitas terbayar jelas
Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya menguatkan bahwa
kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak
harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi.
Jadi, yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber
ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau
dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya
harus teridentifikasi.
3.      Berkekuatan hukum
Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa deatang tidak
harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal
manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber
ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstruktif dan demi
keadilan. Main pihak lain seperti utang usaha tidak harus di dukung oleh dokumen
yang berkekuatan hukum atau mempunyai daya paksa secara hukum untuk
memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi, demi keadilam dan kewajaran,
perusahaan harus membayar utang usaha tersebut. Pendapatan sewa tak terhak,
laba kotor tangguhan, dan beberapa pos lain yang timbuk dalam penyesuaian
akhir tahun memenuhi criteria sebagai kewajiban meskipun tidak dilandasi oleh
daya paksa secara hukum dan bahkan bukan merupakan keharusan pengorbanan
sumber ekonomik. Itulah sebabnya, definisi kewajiban APB memasukkan
beberapa pos kredit tangguhan yang non keharusan sebagai kewajiban. Laba kotor
tangguhan adalah contoh kredit tangguhan yang bukan keharusan. Pos kredit
tangguhan yang merupakan keharusan misalnya adalah kredit pajak tangguhan.
Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui
pada saat terjadinya. Kalau aset diukur atas dasar penghargaan sepakatan (kos),
demikian juga kewajiban. Jadi, kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan
untuk aset pada saat pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat
terjadinya. Sebagai ketentuan umum, pengukuran kewajiban harus sejalan dengan
pengukuran aset yang berkaitan.
Kalau aset yang direprentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan
(pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga
mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya),
penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran
berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban pada setiap saat.
Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan
penilaian kewajiban.
Pengakuan
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat
akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan
harus dievaluasi atas dasar kaidah pengakuan (recognition rules). kriteria
pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi
karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen keuangan hanya dapat
diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi.
Kriteria umum ini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah pengakuan
sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah
pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban dapan
diakui (dibukukan). Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan
kewajiban yaitu:
1.      Ketersediaan dasar hukum
Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi.
Faktur pembelian (invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report)
merupakan dasar hukum yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban.
Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa
hanya merupakan karateristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak
mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya
keharusan konstruktif atau demi keadilan.
2.      Keterterapan konsep dasar
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-
keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat
memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah
rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti
kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.
3.      Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna
(lease obligations) dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer
hak milik dalam transaksi sewaguna tersebut. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau
bahkan harus diakui kalau secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah
pembelian angsuran (yaitu memenuhi salah satu kriteria kapitalisasi).
4.      Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas
keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti
(probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber
ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah diatas
dipenuhi. hal ini berkaitan dengan penentuan saat (timing) pengakuan kewajiban.
Pada umumnya saaat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban
timbul dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak,
jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi, untuk
beberapa kasus, jumlah rupiah (kos) kewajiban bergantung pada kejadian dimasa
datang meskipun cukup pasti bahwa keharusan membayar dimasa datang tidak
dapat dihindari.
Pengakuan Kewajiban Bergantung
Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang
menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai
kewajiban) dan pasti tidaknya pengorbanan sumber ekonimik masa datang akan
terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Kewajiban kontraktual, konstuktif , dan
demi keadilan dalam beberapa kasus juga bersifat bergantung terutama bila
kewajiban tersebut melibatkan penaksiran jumlah masa datang yang merugikan.
Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti.
Penentuan kos kewajiban pada saat terjadi paralel dengan pengukuran asset.
Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau
timbulmnya biaya. Pemerolehan asset dapat berupa penguasaan barang
dagangannya atau asset nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian.
Pemerolehan asset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman
(penerbitan obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh
karena itu pengukur yang paling objektif untuk menentuka kos kewajiban pada
saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (meansured considerations) dalam
transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa
datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup
material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama denga jumlah
rupiah pengorbanan sumber ekonimik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk
kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan
(bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap material.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost)
atau kos tunai implicit (implied cash cost). Karena kewajiba merupakan bayanga
cermin asset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran asset.
Misalnya suatu perusahaan menandatangani kontrak pembelian mesin.
Perusahaan menyepakati harga kontrak mesin Rp 1.600.000 dan dibayar dalam
delapan kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp 200.000 tanpa menyebutkan
adanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini sebenarnya harga nominal
(kontrak) tersebut melebihi kos tunai implicit yaitu jumlah rupiah yang diperlukan
seandainya pembelian dilakukan secara tunai. Kalau mesin tersebut dapat
diperoleh juga dari toko yang sama dengan harga tunai Rp 1.465.000 maka jumlah
rupiah ini kos tunai implicit sedangkan selesih sebesar Rp 135.000 adlah setara
dengan bunga dan harus dibebankan terhadap pendapatan selama jangka waktu
kontrak. Bunga ini akhirnya akan menjadi biaya yang sesungguhnya terjadi atau
nyata dan buka bunga hipotetis.
Diskon dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai
jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit
maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu
kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok
pinajaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan
asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implicit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh
penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah
merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah pembayaran masa datang (bunga
periodik dan nominal obligasi). Pembayaran masa datang ini sebenarnya terdiri
atas dua unsure yaitu 1. Nilai sekarang pembayaran bunga periodik dan nilai
sekarang nominal obligasi dan 2. Bunga efektif yang terlibat dalam penentuan
harga obligasi tersebut.
Makna Harga Efektif Obligasi
Segera setelah transaksi terjadi maka “kesepakatan” dalam hubungannya
dengan obligasi tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan
telah mulai berjalannya kesepakatan dalam transaksi obligasi diatas, bunga Rp.
100.000 tiap tahun mulai terhimpun dan dibayar secara periodik sampai jauh
tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula
tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah rupiah nilai
jatuh tempo atau nominal.
Diskon Obligasi
Diskon obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi
karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap
(dissipation). Diskon obligasi sebenarnya merupakan bunga yang “belum
dibayar”, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada saat utang
obligasi jatuh tempo.
Premium Obligasi
Sejalan dengan penalaran makna diskon obligasi yang dilandasi konsep
dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang
dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsure dari jumlah rupiah utang
perusahaan. Bersamaan denga berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah
rupiah bagian utang yang merupakan premium harus diamortisasi secara
sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang
diperhitungkan sebagai pembayaran “bunga” periodik. Mengartikan premium
obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (defferend income) jelas tidak tepat
karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses
pemerolehan utang. Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan
pendapatan (earning process). Atas dasar konsep kontinuitas usaha, premium
obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah
amortisasi periodik adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap biaya
bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa peneysuaian ini biaya
bunga periodik akan menjadi tersaji lebih (overstated).
Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sember ekonomik
masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah ada saat yang pasti baik jumlah
tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala. Untuk kewajiban moneter
jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal (face value)
berdasarkan konsep dasar materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban
moneter adalah penerimaan dimuka (advances) yang akan dikompensasi dengan
pembelian barang dan jasa dimasa datang. Disebut kewajiban moneter karena
kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan
jasa dengan jumlah saat yang cukup pasti yang bisanya timbul karena penerimaan
pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran dimuka
penuh, kewajiban nonmoneter harus diukur atas dasar pembayaran tersebut yang
menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh
dimuka tersebut sebenarnya mereprentasikan jumlah untuk menutup kos barang
dan jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup
kos itulah yang murni merupaka kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba
merupakan laba tangguhan (deferred income) yang tidak dapat disebut kewajiban
karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the
value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada
penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban
sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban
akan makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah
yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi.
Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Untuk
kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas
keluar dimasa dtang didiskonan dengan tingkat  bunga pasar sebagai tarif diskon.
Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang segaja dilakukan oleh kesatuan
usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi
normal usaha (in due course of business) sehingga bebas dari kewajiban tersebut.
Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang
berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada, atau lenyap
(extinguished) secara langsung (kewajiban langsung didebit).
Perlunasan secara langsung disebut juga perlunasan secara yudiris karena
kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi
langsung yang benar-benar terjadi. Perlunasan secara tidak langsung terjadi
apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke perlunasan
misalnya dengan pembentukan dan khusus untuk perlunasan (sinking fund) baik
dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust agency). Pembentukan atau
penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha secara substantif
menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara substansif
(in substance defeasance).
Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial
termasuk kas, barang, atau jasa.  Bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer
secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor maka pada saat itu pelunasan
dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan asset atau kreditor secara
financial. Perlunasan kewajiban dengan asset financial juga dapat bersifat tuntas
bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai
penjualan. Artinya, asset finasial dianggap dijual secara tunai dan kas yang
diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transferan asset financial
yang menimbulkan keterlibatan berlanjut (continuing involvement) pentransferan
(transferor)  dengan asset transferan (transferred assets) atau tertransfer
(transferee). Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntas atau ada
kewajiban baru yang berkaitan dengan asset transferan.
Perlunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal)
dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga
tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh
tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value)
kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada
saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai
sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada
umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor.
Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang
mempengaruhi kontrak debitor atau kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda
dengan transaksi aliran kegiatan operasi dan transaksi penggunaan asset
(investasi). Dengan demikian, terdapat pandangan bahwa untung atau rugi yang
berasal dari transaksi tersebut harus dilaporkan sebagai suatu penyesusian modal.
Utang Terkonversi
Instrument financial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau
pinjaman sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang.
Utang terkontroversi atau convertible (convertible debt) merupakan salah satu
instrument financial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai
status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrument
mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap
saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instumen semacam ini
merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid
securities).
Pembebasan Substantif
            Pada mulanya, FASB menetapkan bahwa kewajiban dapat dianggap
lenyap bila kreditor menaruh kas atau lainnya misalnya obligasi pemerintah yang
tidak dapat ditarik kembali dalam satu perwalian dan aliran kas dari aset tersebut
akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman.
Bila telah dicapai saat sehingga debitor sehingga tidak perlu lagi
melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut,
maka pada saat tersebut secara substansif debitor sudah bebas dari kewajiban
sehingga dapat mengakui kewajiban dan aset dalam perwalian meskipun utang
belum jatuh waktu. Bila debitor membentuk dana pelunasan utang obligasi, pada
saat debitor sudah tidak perlu lagi membayar atau menyetor kas ke dana tersebut
karena kas yang telah disetor dan pendapatan dari dana tersebut sudah pasti akan
cukup untuk menutup utang pada saat jatuh tempo, maka pada saat itu kewajiban
debitor secara substantive dianggap lenyao meskipun kewajiban belum jatuh
tempo. Jadi, pada saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi
pembebasan substantif.
Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan
kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39)
menggariskan bahwa aset lancer disajikan urut menurut urutan likuidiats
sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban
jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas
perusahaan
Hak Mengkompensasi
Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi.
kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat
dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan
kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang
belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau
pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan. Contoh kontrak ini adalah
futures contracts dan forward purchase – sale contracts. Kontrak pertukaran
adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban dimasa
datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak aja. Contoh kontrak ini
adalah interest rate swaps dan currency swaps.

Anda mungkin juga menyukai