Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM ACARA PTUN

Sejarah, Tujuan Pemebentukan, Pengertian dan Dasar Hukum PTUN


Guna memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara PTUN
Dosen Pengampu Aini Rahmania, S.H.,M.H.

Disusun Oleh :
Wisnu Aryo Kawirian
33030170001
Akhmad Masrur Fauzi
33030170006
Riski Arviyanti
33030170008
M. Imam Mas’ud 33030170009
Musyafa’ Alfan 33030170014

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan  nikmat 
kepada kami. Shalawat serta serta salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
kami tunggu syafaatnya di yaumul qiyamah nanti. Sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah tentang Aejarah PYUN, tujuan, pemebentukan, pengertian, dan dasar hukum PTUN
yang telah kami susun ini   sesuai dengan waktu yang direncanakan. Makalah ini kami buat
dalam  rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Acara PTUN. .
Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas segala kekurangannya. Dan semoga ini menjadikan pelajaran untuk kita semua
dalam memperbaiki lagi. Semoga dengan disusunnya makalah ini bisa bermanfaat bagi kita
maupun masyarakat luas.

Salatiga, 16 Maret 2020

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dasar peradilan dalam UUD 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 yang menyebutkan:
1. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang.
2. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-undang Nomor 14 Tahun
Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat (1)
disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum
b. Peradilan Agama
c. Peradilan Militer
d. Peradilan Tata Usaha Negara.
Dengan demikian penyelenggaraan peradilan tata usaha negara di Indonesia merupakan
suatu kehendak konstitusi dalam rangka memberikan perlindungan hukum terhadap rakyat
secara maksimal. Indonesia sebagai negara hukum tengah berusaha meningkatkan
kesejahteraan bagi seluruh warganya dalam segala bidang. Kesejahteraan itu hanya dapat
dicapai dengan melakukan aktivitas-aktivitas pembangunan di segala bidang. Dalam
melaksanakan pembangunan yang multi kompleks sifatnya tidak dapat dipungkiri bahwa
aparatur pemerintah memainkan peranan yang sangat besar. Konsekuensi negatif atas peran
pemerintah tersebut adalah munculnya sejumlah penyimpangan-penyimpangan seperti
korupsi, penyalahgunaan kewenangan, pelampauan batas kekuasaan, sewenang-wenang,
pemborosan dan sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan itu tidak mungkin dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan sarana
hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal 144 dapat disebut Undang-
undang Peradilan Administrasi Negara, maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap
warga masyarakat atas perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3
badan, yakni sebagai berikut:
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo
UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha Negara (PTUN).
c. Peradilan Umum, melaui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam menciptakan Negara
Indonesi ayang adil dan sejahtera, pemakalah tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah PTUN?
2. Apa tujuan PTUN?
3. Apakah PTUN itu?
4. Bagaimana dasar hukum PTUN?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah PTUN.
2. Untuk mengetahui tujuan PTUN.
3. Untuk mengetahui pengertian PTUN.
4. Untuk mengetahui dasar hukum PTUN.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Peradilan Tata Usaha Negara


1. Sejarah Pembentukan  Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia
Peradilam Tata Usaha Negara sebagai lingkungan peradilan yang terakhir
dibentuk, yang ditandai dengan disahkannya UU No. 5 Tahum 1986 pada tanggal 29
Desember 1986. Kemudian dengan adanya tuntutan reformasi di bidang hukum, telah
disahkan UU No. 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986.
Sejarah pemikiran dan ide atau gagasan sampai terwujudnya lembaga peradilan tata
usaha negara dan usaha merintis ke arah pembentukannya, sudah lama dilakukan.
Pernah disusun rancangan undang-undang tentang peradilan tata usaha negara yang
dirumuskan dan dimatangkan oleh lembaga pembinaan Hukum Nasional/LPHN
(sekarang Badan Pembinaan Hukum Nasional/BHPN) pada tanggal 10 januari1966,
dan dipublikasikan dalam penerbitan 1 LPHN 1967. Tetapi Rancangan Undang-
Undang tersebut belum sempat dimajukan oleh pemerintah kepada DPR GR, oleh
DPR pernah diusahakan sebagai unsul insiatif oleh DPR GR tahun 1967. Tetapi
Rancangan tersebut gagal atau tidak dapat menyelesaikan.
Keinginan untuk segera membentuk Peradilan Tata Usaha Negara ini dipertegas
lagi dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia, Soeharto, dihadapan
sidang pleno DPR pada tanggal 16 Agustus 1978 yang isinya tentang mekanisme
untuk meratakan keadilan yaitu:
a. Penyelesaian perkara seadil-adilnya dan secepat-cepatnya.
b. Bantuan hokum untuk mereka yang kurang mampu.
c. Segera akan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara.
Awal tahun 1979 berkumpul sebanyak 37 orang praktisi hukum pilihan dari
kawasan Indonesia di Sala dalam forum laoka karya mengenai Pengadilan Tata Usaha
Negara, dengan titik berat pembahasan pada: Hubungan Mahkamah Agung dengan
badan-badan pengadilan tata usaha negara. Loka karya diadakan dalam rangka
menyambut seruan presiden  dalam pidatonya tanggal 16 Agustus 1987 di DPR dan
Repelita III tantang pembentukan Pengadilan Tata Usaha Negara.
Namun Rancangan Undang-undang tentang Pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara dibahas pansus DPR RI tidaklah berhasil diselesaikan
dalam masa persidangan DPR terakhir periode 1977-1982 dan pengajuan atau
pengerjaan Rancangan Undang-undang tersebut selanjutnya olegh DPR hasil pemilu
tahun 1982, merupakan wewenang sepenuhnya, derngan atau tanpa memperhatikan
hasil DPR periode masa kerja sebelumnya.
Adanya keterlambatan dan kegagalan beberapa kali untuk mengadakan suatu
peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, menurut Dr. Sunaryati Hartono, SH,
bersumber pada pendapat dan kekhawatiran kalau-kalau (seperti halnya dengan
perekembangan di Peranci, Belanda dan negara lain yang memiliki suatu Peradilan
Tata Usaha Negara) Pengadilan semacam itu:
 Akan merupakan manifestasi dari falsafah individualisme sehingga bertentangan
dengan Pancasila.
 Akan merupakan pengawasan yang terlalu ketat terhadap lembaga-lembaga
pemerintah sehingga akan sangat menghambat jalannya pemeintah yang efektf dan
efisien.
 Akan menyulitkan pelaksanaan politik pemerintah, khususnya dalam hal
pengambilan keputusan.

Akhirnya, pada bulan April, 1986 Pemerintah sekali lagi menyampaikan


Rancangan Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah
disempurnakan kepada DPR periode masa bakti 1982-1987, dan pada tanggal 20
Desember 1986 DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi
Undang-Undang.
Sejak mulai efektif dioperasikan peraturan pada tanggal 14 Januari 1991
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1991, yang sebelumnya ditandai
dengan diresmikannya tiga Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta,
Medan, dan Ujung Pandang, serta lima pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di
Jakarta, Medan, Palembang, Surabaya, dan Ujung Pandang. Kemudian
berkembang`dengan telah didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di
seluruh ibu kota provinsi sebagai pengadilan tingkat pertama.

2. Peradilan Tata Usaha di Negara-Negara Lain


a. Belanda
Disamping ada pengadilan sipil biasa, terdapat juga berbagai pengadilan
administrasi yang menangani jenis-jenis kasus administrasi tertentu. Sesuai dengan
yang dijelaskan oleh Mr. P.A. De Hoog (seoramg pengacara yang mengkhususkan
diri dalam penanganan kasus-kasus tanah dan administrasi di Negara Belanda),
dapatlah diperinci adanya kurang lebih 3 (tujuh) Lembaga/pengadilan yang
semuanya menyelesaikan/memutus kasus-kasus administrasi masing-masing:
 Ambtenarengerecht (1929). Menyelesaikan kasus-kasus perselisihan
kepegawaian.
 Raad van Beroep (1955), menyelesaikan kasus-kasus yang berhubungan dengan
sengketa ”employment, ilness dan sebagainya”.
 Inspecture der Directe Belastingen, menyelesaikan kasus-kasus perpajakan.
b. Inggris
Peradilan administrasi di Inggris dinamakan ”Administrative Tribunals” dan
sama halnya di Negara Belanda. Hukum hukum meteril dan hukum acaranya
tersebar juga di berbagai macam ketentuan, jadi tidak berpusat.
Di dalam hukum materil sekaligus dijelaskan juga jenis pengadilan
administratif mana yang akan mengadili apabila terjadi sengketa/penyimpangan
terhadap hukum meteri tersebut.Cuma bedanya ilah di inggris disamping berlaku
hukum tertulis, juga dikembangkan hukum tak tertulis.
c. Perancis
Pengadilan Administrasi (la Justice Administrative) diselenggarkan oleh:
 Les Tribunaux Administratifs (Pengadilan Administratif yang berjumlah 30 buah)
 Le Conseil D’Etat (Dewan Negara)
 Et D’Autersjurisdictions Administratives Qui/Sont Spesialisees Dans Des
Domsinesparticuliers (Pengaadilan Administrasi lainnya yang mengkhususkan diri
dalam bidang-bidang tertentu).

B. Tujuan PTUN
Tujuan pembentukan dan kedudukan suatu peradilan administrasi negara (PTUN)
dalam suatu negara, terkait dengan falsafah negara yang dianutnya. Negara Kesatuan
Republik Indonesia' merupakan negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, oleh
karenanya hak dan kepentingan perseorangan dijunjung tinggi disamping juga hak
masyarakatnya.
Kepentingan perseorangan adalah seimbang dengan kepentingan masyarakat atau
kepentingan umum. Karena itu, secara filosofis tujuan pembentukan peradilan administrasi
negara (PTUN) adalah untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan
dan hak-hak masyarakat, sehingga tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan
antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
Selain itu, menurut Prajudi Atmosudirdj, tujuan dibentuknya peradilan administrasi
negara (PTUN) adalah untuk mengembangkan dan memelihara administrasi negara yang
tepat menurut hukum (rechtmatig) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig) atau
tepat secara fungsional (efektif) atau berfungsi secara efisien.
Sedangkan menurut Sjachran Basah, secara gamblang mengemukakan bahwa
tujuan pengadilan administrasi negara (PTUN) ialah memberikan pengayoman hukum dan
kepastian hukum, tidak hanya untuk rakyat semata-mata melainkan juga bagi administrasi
negara dalam arti menjaga dan memelihara keseimbangan kepentingan masyarakat dengan
kepentingan individu. Untuk administasi negara akan terjaga ketertiban, ketentraman dan
keamanan dalam melaksanakan tugas-tugasnya demi terwujudnya pemerintahan yang kuat
bersih dan berwibawa dalam negara hukum berdasarkan Pancasila.
Dengan demikian lembaga pengadilan administrasi negara (PTUN) adalah sebagai
salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, merupakan
kekuasaan yang merdeka yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam rangka
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Penegakan hukum
dan keadilan ini merupakan bagian dari perlindungan hukum bagi rakyat atas perbuatan
hukum publik oleh pejabat administrasi negara yang melanggar hukum.
Berdasarkan hal tersebut, maka peradilan administrasi negara (PTUN) diadakan
dalam rangka memberikan perlindungan (berdasarkan keadilan, kebenaran dan ketertiban
dan kepastian hukum) kepada rakyat pencari keadilan yang merasa dirinya dirugikan
akibat suatu perbuatan hukum publik oleh pejabat administrasi negara, melalui
pemeriksaan, pemutusan dan penyelesaian sengketa dalam bidang administrasi negara.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun segala bentu tindakan pejabat
administrasi negara telah diatur dalam norma-norma hukum administrasi negara akan
tetapi bila tidak ada lembaga penegak hukum dari hukum administrasi negara itu sendiri,
maka norma-norma tersebut tidak mempunyai arti apa-apa. Oleh sebab itu eksistensi
pengadilan administrasi negara (PTUN) sesuatu yang wajib. dengan maksud selain sebagai
sarana kontrol yuridis terhadap pelaksana administrasi negara juga sebagai suatu bentuk
atau wadah perlindungan hukum bagi masyarakat karena dari segi kedudukan hukumnya
berada pada posisi yang lemah.1

1
Asman syaha, jurnal ilmu hukum “Eksistensi pPeradilan Tata Usaha Negara”, 2016, hlm. 5-7.
C. Pengertian PTUN
Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara atau biasa disingkat PTUN dapat kita lihat
dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1986. Pada prinsipnya PTUN adalah lembaga
peradilan yang mengadili sengketa tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian
antara badan atau pejabat tata usaha negara/administrasi negara (pejabat pemerintahan)
dengan seseorang atau badan hukum perdata, seperti PT, Yayasan, dan badan hukum
lainnya. Peradilan ini bukan satu-satunya lembaga peradilan, tetapi merupakan salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman untuk mengadili sengketa tata usaha negara.
PTUN merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan tata usaha/administrasi
negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan tingkat
pertama, pengadilan tata usaha negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Pengadilan tata usaha negara dibentuk melalui
keputusan presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah kota ata kabupaten.
Pengadilan tata usaha negara terdiri ataas pimpinan (ketua PTUN dan wakil ketua PTUN),
hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Adanya perubahan UUD 1945 membawa
perubahan mendasar mengenai penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, dan diatur lebih
lanjut dengan Undang-Undang nomoor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Konsekuensi dari perubahan ini adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial
badan peradilan dibawah Mahkamah Agung.2

D. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara


Peradilan tata usaha negara sebagai salah satu lembaga peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung adalah lembaga peradilan yang terakhir dibentuk. Berikut ini
adalah dasar hukum dari peradilan tata usaha negara:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1991 yang mengatur tentang pembentukan
peradilan tata usaha negara.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang mengatur tentang peradilan tata usaha
negara.
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang mengatur perubahan pertama atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Perubahan ini perlu dilakukan karena pada saat itu terjadi perubahan Undang-Undang
mengenai kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung. Perubahan Undang-Undang

2
Syahrizal Darda, Hukum Administrasi Negara & Peradilan Tata Usaha Negara (Jogja: Medpress Digital, 2013),
hlm. 79-80.
mengenai kekuasaan kehakiman dilakukan dalam rangka mempertegas bahwa prinsip
merdeka dan bebas dari pengaruh yang dijunjung tinggi dalam penegakan hukum dan
keadilan di Indonesia. Dikarenakan peradilan tata usaha negara juga memiliki
kekuasaan kehakiman, maka perubahan penyesuaian pada Undang-Undang di poin
pertama dilakukan.
4. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur perubahan kedua atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Undang-Undang ini menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan
peradilan tata usaha negara, baik dari sisi teknis yudisial maupun non yudisial (urusan
organisasi, administrasi, finansial) berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung.
Sebelum terjadinya perubahan perundang-undangan ini, peradilan tata usaha negara
berada di bawah eksekutif, yaitu Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan
Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM.3

Ada juga:
a. Undang-Undang 1945
Pentingnya PTUN. niat pemerintah untuk membentuk PTUN telahada sejak
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru merdeka, dengan dicantumkannya
lembaga peradilan tata usaha negara dengan istilah peradilan tatausaha pemerintahan
dalam Pasal 6 ayat (l) Undang-Undang No. 19 Tahun 1948 tentang Susunan dan
Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman sebagai peraturanpelaksanaan dari Pasal 24 ayat
(2) Undang-Undang Dasar Republik lndonesia Tahunl945, hal ini disebabkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24.26 Tidak terperinci mengenai pembagian
kekuasaan kehakiman melainkan memberikan kewenangan delegasi kepada undang
Undang untuk mengatur lebih lanjut mengenai rincian pembagian kekuasaan
kehakiman dalam hal ini diatur dalamUndang-Undang No. 19 Tahun 1948.
Selanjutnya ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
lndonesia Nomor II/ 1960 memerintahkan “diadakan peradilan administratif“.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 UUD 1945 tersebut dapat di pahami bahwa di
Indonesia terdapat adanya 4 (empat): lingkungan peradilan, yaitu Lingkungan
Peradilan Umum. Lingkungan Peradilan Agama. Lingkungan Peradilan Militer, dan
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
b. Undang-undang No 14 Tahun 1970
3
https://guruppkn.com/objek-hukum-peradilan-tata-usaha-negara
Sebelum diadakan perubahan atau amendemen terhadap Pasal 24 UUD I945,
adanya 4 (empat) lingkungan peradilan tersebut sudah ditegaskan di dalam Pasal 10
ayat (l) UndangUndang Nomor l4 Tahun I970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Selanjutnya Pasal 12 menegaskan bahwa susunan. kekuasaan,
serta acara dan badan peradilan di masing-masing lingkungan peradilan tersebut diatur
dengan undang-undang tersendiri. Menurut pendapat Prof. Dr. B. Lopa, SH dan Dr.
A. Hamzah. SH: bahwa di dalam UU No. 14 tahun I970, dijelaskan bahwa dasar
hukum dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia merupakan salah satu
aspek pelaksana deklarasi HakHak Azasi Manusia yang telah dicetuskan PBB.
Sedangkan Razali Abdullah, SH berpendapat bahwa dari bunyi pasal 24 UUD 1945
dan pasal 10 UU No. l4 tahun 1970 tersebut di atas jelaslah bagi kita bahwa dasar
hukum pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara yang bebas dan mandiri ternyata
cukup kuat, sama dengan halnya pembentukan ketiga Peradilan lainnya yang sudah
lama ada yaitu: Peradilan Umum. Peradilan Agama. dan Peradilan Militer.
c. Undang-undang No. 5 Tahun 1986
Akhirnya pada tanggal 20 Desember 1986 DPR menyetujui Rancangan
Undang-Undang tersebut dan pada tanggal 28 Desember I986. Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara diundangkan. Mengenai
kronologis pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara. Maniman Prodjomidjo, SH
mengemukakan sebagai berikut: Rl No. R.04/PU/IV/l986 tanggal l6 April 1986. dan
setelah diadakan pembahasan di DPR Rl melalui empat tingkat pembicaraan. dan pada
tanggal 20 Desember 1986 DPR Rl mengambil keputusan menyetujui RUU Peraturan
untuk disyahkan menjadi undang-undang. Presiden Rl pada tanggal 29 Desember
l986. mengesahkan RUU Peradilan Tata Usaha Negara menjadi UndangUndang No. 5
Tahun 1986 “Peradilan Tata Usaha Negara” (Lembaran Negara RI No. 77 Tahun
1986 dan Tambahan Lembaran Negara No. 3344). Setelah melalui proses panjang.
dari uraian diatas selama lebih 22 tahun. gagasan penyusunan RUU tentang Peradilan
Tata Usaha Negara, yang dilakukan baik oleh pihak eksekutif. yudikatif, dan
perguruan tinggi maupun dari kalangan profesi, maka baru pada tanggal 29 Desember
l986 dibentuk dan diundangkannya UU No. 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (LN 1986 No. 77 dan TLN No. 3344). Undangundang inipun baru bisa
diterapkan secara efektif setelah selama 5 tahun mengalami “slupende regelmg".
dengan dikeluarkanya PP (Peraturan Pemerintah) No. 7 tahun I99] tentang Penerapan.
d. Undang-Undang No. 07 Tahun 1991
Kehadiran Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana hal yang diatur dalam
PERATUN (yang berlaku secara efektif sejak tanggal l4 Januari I99] melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun I99] tentang penerapan UndangUndang Nomor
5 tahun 1986 mengenai Peradilan Tata Usaha Negara-LNRI tahun 1991 nomor 8).
dianggap sebagai perubahan yang sangat besar bagi bidang administrasi. dilihat dari
banyaknya pengaduan dari masyarakat. Kompetensi menurut Kamus Besar Bahasa
lndonesia adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu).
Menurut Thorbecke berkaitan dengan hal-hal kompetensi Peradilan Tata Usaha
Negara. bila mana pokok sengketa (fundamentum petendi) terletak dilapangan hukum
publik yang berwenang memutuskannya adalah hakim administrasi. Kompetensi pada
layaknya adalah dibagi menjadi dua subbagian. yaitu adalah kompetensi absolut dan
juga kompetensi relatif. Kewenangan untuk mengadili dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van rechmacht).
e. Ketetapan MPR IV/ 1978
Titik terang hadirnya Peradilan Administrasi Negara semakin jelas dengan
dijamin eksistensinya dalam Ketetapan MPR Nomor: IV/MPR/l978 tentang Garis-
Garis Besar Haluan Negara. Dengan dicantumkannya RUU Peradilan Administrasi
dalam Repelita. yang kemudian dimuat dalam Tap MPR No.IV/MPR/l978
menetapkan bahwa perlu diusahakan terwujudnya peradilan tata usaha negara, maka
usaha kearah penyusunan RUU tentang Peradilan Tata Usaha Negara makin
mendekati hasil yang nyata. Untuk merealisir Ketetapan MPR tersebut, BPHN
menyusun naskah akademis tentang susunan, kekuasaan. danHukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara. Sementara itu Menteri Kehakiman membentuk Panitia
Interdepartemen Penyusunan RUU Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan
mendasarkan naskah tersebut. dan dari bahan hasil simposium. maka panitia
menyusun RUU tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Kemudian pada tanggal 28-30 November 1978, Mahkamah Agung mengadakan
lokakarya mengenai hubungan Mahkamah Agung dengan BadanBadan Peradilan Tata
Usaha Negara.4

4
Aisyah Nur, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta : Deepublish, 2015), hlm. 29-33.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sejarah pemikiran dan ide atau gagasan sampai terwujudnya lembaga peradilan tata
usaha negara dan usaha merintis ke arah pembentukannya, sudah lama dilakukan. Pernah
disusun rancangan undang-undang tentang peradilan tata usaha negara yang dirumuskan dan
dimatangkan oleh lembaga pembinaan Hukum Nasional/LPHN (sekarang Badan Pembinaan
Hukum Nasional/BHPN) pada tanggal 10 januari1966, dan dipublikasikan dalam penerbitan
1 LPHN 1967. Tetapi Rancangan Undang-Undang tersebut belum sempat dimajukan oleh
pemerintah kepada DPR GR, oleh DPR pernah diusahakan sebagai unsul insiatif oleh DPR
GR tahun 1967. Tetapi Rancangan tersebut gagal atau tidak dapat menyelesaikan.
Akhirnya, pada bulan April, 1986 Pemerintah sekali lagi menyampaikan Rancangan
Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah disempurnakan kepada
DPR periode masa bakti 1982-1987, dan pada tanggal 20 Desember 1986 DPR menyetujui
Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang.
Secara filosofis tujuan pembentukan peradilan administrasi negara (PTUN) adalah
untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat,
sehingga tercapai keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara kepentingan perseorangan
dengan kepentingan masyarakat atau kepentingan umum.
Pada prinsipnya PTUN adalah lembaga peradilan yang mengadili sengketa tata usaha
negara, termasuk sengketa kepegawaian antara badan atau pejabat tata usaha
negara/administrasi negara (pejabat pemerintahan) dengan seseorang atau badan hukum
perdata, seperti PT, Yayasan, dan badan hukum lainnya. Peradilan ini bukan satu-satunya
lembaga peradilan, tetapi merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman untuk
mengadili sengketa tata usaha negara.
Dasar Hukum PTUN:
 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1991.
 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang mengatur perubahan pertama atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 yang mengatur perubahan kedua atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
Daftar Pustaka

Syahrizal Darda, Hukum Administrasi Negara & Peradilan Tata Usaha Negara (Jogja:
Medpress Digital, 2013)
Asman syaha, jurnal ilmu hukum “Eksistensi pPeradilan Tata Usaha Negara”, 2016,
https://guruppkn.com/objek-hukum-peradilan-tata-usaha-negara
Aisyah Nur, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Yogyakarta : Deepublish, 2015)

Anda mungkin juga menyukai