Anda di halaman 1dari 46

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OSTEOMELITIS DAN REMATOID ATHRITIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VI

1. ARIAN DANI 7. FAUZIAH


2. ETI JUNIA ASTUTI 8. HUSNUL KHOTIMAH
3. DINA ISLAMIATI 9. ANGGI WIDIYA
4. LULUK YUNIANI 10. ANGGI AYU
5. ENIYAWATI SAFITRI 11. IMELDA SYAHRILIA
6. BANU WIRIYAWAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESETAHAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena


atas berkat rahmat dan inayah-Nya terutama rahmat kesehatan dan
kesempatan sehingga kami dapat menyusun Makalah keperawatan anak
dengan judul “perioperatif”

Terimakasih juga kami ucapkan kepada semua yang ikut


berpartisipasi dalam penyelesaian tugas ini.

Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam makalah ini,


terdapat banyak hambatan yang dihadapi, namun dengan ketabahan dan
kerja keras kami serta dengan masukan dari teman- teman sehingga
Alhamdulillah segala sesuatu dapat teratasi.

Kritik dan saran dari semua pihak akan kami terima dengan senang
hati demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 23 September 2019

Penyusun ,

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN...................................................................................................3
A. Latar Belakang............................................................................................3
2. Rmatoid athratis.........................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................4
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
A. OSTEOMIELITIS......................................................................................6
1. DEFINISI.................................................................................................6
2. ETIOLOGI...............................................................................................6
3. KLASIFIKASI.........................................................................................7
4. MANIFESTASI KLINIS........................................................................9
5. PATPFISIOLOGI.................................................................................10
6. PATHWAY............................................................................................11
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................13
8. PENATALAKSANAAN.......................................................................13
B. REMATOID ARTHRITIS.......................................................................14
1. DEFINIS.................................................................................................14
2. ETIOLOGI.............................................................................................15
3. MANIFESTASI KLINIS......................................................................16
4. PATPFISIOLOGI.................................................................................17
5. PATHWAY............................................................................................19
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG.........................................................20
7. PENATALAKSANAAN.......................................................................20
BAB III..................................................................................................................23
1. ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................23

3
2. ASKEP OSTEOMELITIS......................................................................23
3. PENGKAJIAN.........................................................................................23
4. DIAGNOSA KEPERAWATAN.............................................................27
5. INTERVENSI...........................................................................................27
6. IMPLEMENTASI....................................................................................37
7. EVALUASI...............................................................................................37
ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATHRITIS..............................37
1. Pengkajian..............................................................................................37
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................38
3. Rencana Keperawatan..........................................................................39
BAB III..................................................................................................................45
PENUTUP.............................................................................................................45
A. KESIMPULAN..........................................................................................45
DAFTAR ISI.........................................................................................................46

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
1. Osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di
sembuhkan dari pada infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya
tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (Pembentukan
tulang baru disekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis
dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fukos infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang
terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas).
Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di
tempat di mana terdapat trauma atau di mana terdapat resistensi
rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (takjelas).
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis
adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau
penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita
artitis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit,
mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani
pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau sedang
mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka
mengeluarkan pus, mengalami nefrosis insisi margial atau
dehidrasi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma
pascaoperasi.
2. Rmatoid athratis
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis
sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada

5
usia 25-35 tahun. Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi
non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung
kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara
simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi,
hal. 165) Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang
paling sering ditemukan pada sendi.
Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun,
lebih sering pada wanita daripada pria denganperbandingan
3:1.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian osteomelitis dan rematoid arthritis ?
2. Apa etiologi dari osteomelitis dan rematoid atrhitis ?
3. Apa saja klasisfikasi dari oteomelitis dan rematoid arthritis?
4. Apa manifestasi dari osteomelitis dan rematoid atrhitis ?
5. Patofisiologi dari osteomelitis dan rematoid atrhitis ?
6. Woc dari osteomelitis dan rematoid atrhitis ?
7. Pemeriksaan penunjang dari osteomelitis dan rematoid
atrhitis ?
8. Penatalaksanaan dari osteomelitis dan rematoid atrhitis ?
9. Asuhan keperawatan dari osteomelitis dan rematoid
atrhitis?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian osteomelitis dan rematoid
arthritis
2. Untuk mengetahui etiologi dari osteomelitis dan rematoid
atrhitis
3. Untuk mengetahui klasisfikasi dari oteomelitis dan
rematoid arthritis
4. Untuk mengetahui manifestasi dari osteomelitis dan
rematoid atrhitis
5. Untuk mengetahui Patofisiologi dari osteomelitis dan
rematoid atrhitis

6
6. Untuk mengetahui Woc dari osteomelitis dan rematoid
atrhitis
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan penunjang dari
osteomelitis dan rematoid atrhitis
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan dari osteomelitis dan
rematoid atrhitis
9. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan dari osteomelitis
dan rematoid atrhitis

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. OSTEOMIELITIS
1. DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih
sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena
terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi,
tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum
(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan
mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
Osteomilitis masih merupakan permasalahan di negara kita
karena tingkat higienis yang masih rendah, pemahaman mengenai
penatalaksanaan yang belum baik, diagnosis yang sering terlambat
sehingga biasanya berakhir dengan osteomilitis kronis, dan fasilitas
diagnostik yang belum memadai di puskesamas. Angka jejadian
osteomilitis di Indonesia saat ini masih tinggi sehingga kasus
osteomilitis tulang dan sendi juga masih tinggi. Pengobatan
ostemolitis memerlukan waktu yang cukup.
Osteomilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada
tulang dan struktur penyerta yang terjadi sebagai akibat sekunder
dari infeksi bakteri.(Chang,2009).
Osteomilitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang
dan disebakanole bakteri, virus, atau proses spesifik
(mycobacterimtuerkulosa, jamur)
2. ETIOLOGI
a. Osteomielitis dapat terjadi  karena penyebaran hematogen
(melalui darah) dari        focus infeksi tempat lain
(Osteomielitis Primer ).

8
b. Osteomielitis yang disebaabkan oleh bakteri disekitarnya
seperti bisul dan luka (stafilokokus aureus ( 75%), atau
E.colli, Proteus atau Pseudomonas).
c. Staphylolococcus hemolyticus ( koagulasi positif)
sebanyak 90 % dan jarang Sterptococcus hemolyticus.
d. Haemophilus influenza ( 5- 50 %) pada anak usia dibawah
4 tahun.
e. Salmonella typhi
f. Escherichia coli
g. Penyebaran hematogen dari fokus infeksi ditempat lain:
tonsil yang terinfeksi, infeksi gigi, infeksi saluran napas
bagian atas.
h. Penyebaran infeksi jaringan lunak : ulkus dekubitus yang
terinfeksi atau ulkus vasklural
i. Kontaminasi langsung dengan tulang : fraktur terbuka,
cedar traumatic (luka tembak dan pembedahan tulang)
3. KLASIFIKASI
Osteomielitis secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan
perjalanan klinis, yaitu osteomielitis akut, sub akut, dan kronis. Hal
tersebut tergantung dari intensitas proses infeksi dan gejala yang
terkait.
a. Osteomielitis Hematogen Akut
Osteomielitis hematogen akut merupakan infeksi tulang dan
sumsum tulang akut yang disebabkan oleh bakteri piogen dimana
mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan beredar 
melalui sirkulasi darah. Kelainan ini sering ditemukan pada anak-
anak dan sangat jarang pada orang dewasa.
Osteomielitis hematogen akut pada dasarnya adalah
penyakit pada tulang yang sedang tumbuh. Pada anak lelaki tiga
kali lebih sering dari pada anak perempuan. Tulang yang sering
terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh

9
tibia, humerus, radius, ulna dan fibula. Bagian tulang yang
terkenan adalah bagian metafisis.

b. Osteomielitis Hematogen Subakut

Gejala osteomielitis hematogen subakut lebih ringan oleh


karena organism penyebabnya kurang purulen dan penderita lebih
resisten. Osteomielitis hematogen subakut biasanya disebabkan
oleh Stafilokokusaureus dan umumnya berlokasi dibagian distal
femur dan proksimal tibia.

c. Osteomielitis Kronis
Osteomielitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari
osteomielitis akut yang tidak terdiagnosis atau tidak diobati
dengan baik. Osteomielitis kronis juga dapat terjadi setelah
fraktur terbuka atau setelah tindakan operasi padatulang. Bakteri
penyebab osteomielitis kronis terutama oleh stafilokokus aureus
( 75%), atau E.colli, Proteus atau Pseudomonas

d. Osteomielitis akibat fraktur terbuka

Merupakan osteomielitis yang paling sering ditemukan pada


orang dewasa. Terjadi kerusakan pembuluh darah, edema, dan
hubungan antara fraktur dengan dunia luar sehingga pada
fraktur terbuka umumnya terjadi infeksi. Osteomielitis akibat
fraktur terutaman disebabkan oleh staphylococus aureus, B.
Coli, Pseudomonas dan kadang-kadanag oleh bakteri anaerob
seperti Clostridium Streptococus anaerobic, atau Bacteroides.

Gambaran klinis osteomielitis akibat fraktur terbuka sama


dengan osteomielitis lainnya. Pada fraktur terbuka, sebaiknya
dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan
debridemen luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan
antibiotik yang adekuat. Pada fraktur tebuka perlu dilakukan
pemerikasaan biakan kuman guna menentukan organisme

10
penyebabnya. Osteomielitis jenis ini terjadi setelah operasi
tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implan),
invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi
dapat timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan
kemudian.

e. Osteomielitis pasca operasi


yang paling ditakuti adlaah osteomielitis setelah operasi
antroplasti. Pada keadaan ini, pencegahan osteomielitis lebih
penting daripada pengobatan. Scrub nurse/ perawat instrumen
operasi sangat berperan dalam menjaga kesterilan dan sirkulasi
instrumen operasi.

f. Osteomielitis sclerosing atau osteomielitis Garre


adalah suatu osteomielitis subakut dan terdapat kavitas
yang dikelilingi oleh jaringan sklerotik pada daerah metafisis dan
disfisis tulang panjang. Klien biasanya remaja dan orang-orang
dewasa, terdapat nyeri dan mungkin sedikit pembengkakan pada
tulang. Pada foto rontgen terlihat adanya kavitas yang dikelilingi
oleh jaringan sklerotik dan tidak ditemukan adanya kavitas yang
sentral, hanya berupa kavitas yang difus.
4. MANIFESTASI KLINIS

Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awitannya mendadak,


sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (misalnya,
menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala
sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap.
Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan
mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan
nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.

11
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di
sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia.
Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang


selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang
nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat
rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan
darah

Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi 10-15hari. Pada fase
ini anak tampak panas tinggi dan sakit keras, nyeri tulang dekat sendi,
tidak dapat menggerakkan anggota bersangkutan, pembengkakan local,
dan nyeri tekn. Pada osteomielitis konik biasanya rasa sakit tidak begitu
berat, anggota yang terkena merah dan bengkak atau disertai terjadinya
fistel.

5. PATPFISIOLOGI
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80%
infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya yang sering dijumpai pada
Osteomielitis meliputi : Proteus, Pseudomonas, dan Escerichia Coli.
Terdapat peningkatan insiden infeksi resistensi penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobik. Awitan Osteomielitis stelah pembedahan
ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan – stadium
1) dan sering berhubngan dengan  penumpukan hematoma atau infeksi
superficial. Infeksi awitan lambat  (stadium 2) terjadi antara 4 sampai
24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3)
biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih
setelah pembedahan.

Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,


peningkatan vaskularisasi, dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombisis
pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan
iskemia dan nefrosis tulang sehubungan dengan penigkatan tekanan

12
jaringan dan medula. Infeksi kemudian berkembang ke kavitas
medularis dan ke bawah periosteum dan dapat menyebar ke jaringan
lunak atau sendi di sekitarnya. Kecuali bila proses infeksi dapat
dikontrol awal, kemudian akan membentuk abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan namun


yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah.
Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan
mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga
tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak lainnya. Terjadi pertumbuhan tulang
baru(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak
terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang
ada tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
penderita. Dinamakan osteomielitis tipe kronik

6. PATHWAY

Mikroorganisme phatogen /trauma

Invasi/terinfeksi jaringan lunak dan tulang

Hipertermi terjadi va
Reaksi inflamasi demam, kemerahan skularisasi/pembentukan
pembuluhd darah

edema nyeri Gangguan rasa nyaman nyeri

(terjadi penekanan edema)

Menurunnya aliran darah

Iskemik/penyempitan pembuluh darah

13
Nekrosis/penyempitan pembuluh darah

Pembentukan involukrum dan Pembentukan squestrum/jaringan mati


pus

Terbentuk abses/infeksi pada Resti penyebab infeki


tulang

Abses/infeksi sub periosteal

Drainase pus

Vaskularisasi baik Vaskularisasi kurang baik

Pembentukan Kematian jarigan


jaringan baru

Lumpuh /amputasi

Sembuh

Potensial cidra, cemas


perubahan konsep diri

14
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah : Sel darah putih meningkat sampai 30.000
disertai peningkatan laju endap darah ; pemeriksaan titer antibody
anti- stafilo- kokus; pemeriksaan kultur darah untuk menentukan
jenis bakterinya ( 50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.
Selain itu, harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang
merupakan jenis osteomielitis yang jarang terjadi.
b. Pemeriksaan feses: Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan bila
terdapat kecurigaan infeksi olehh bakteri Salmonela.
c. Pemeriksaan biopsy
Pemeriksaan ini dilakukan pada tempat yang dicurigai.
d. Pemeriksaan ultrasound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi
e. Pemeriksaan radiologi
Pada pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak
ditemukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya
ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi
tulang dapat terlihat setelah 10 hari (2 minggu). Pemeriksaan
radioisotope akan memperlihatkan penangkapan isotop pada
daerah lesi.
8. PENATALAKSANAAN

Beberapa prinsip penatalaksanaan klien osteomielitis yang perlu


diketahui perawat dalam melakukan asuhan keperawatan agar mampu
melakukan tindakan kolaboratif adalah sebagai berkut :

a. Istirahat dan pemberian analgesik untuk menghilangkan


nyeri
b. Pemberian cairan intravena dan kalau perlu tranfusi darah
c. Istirahat lokal dengan bidai atau traksi
d. Pemberian antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab
utama yaitu staphylococus aureus sambil menunggu hasil

15
biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu
dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah klien.
Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah laju
endap darah normal.
e. Drainase bedah. Apabila setelah 24 jam pengobatan lokal
dan sistemik antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan
umum), dapat dipertimbangkan drainase bedah. Pada
drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi untuk
mengurangi tekanan itra-oseus. Disamping itu, pus
digunakan sebagai bahan untuk biakan kuman. Drainase
dilakuakan selama beberapa hari dengan menggunakan
cairan NaCl dan antibiotik.
B. REMATOID ARTHRITIS
1. DEFINIS
Rematoid arthritis adalah penyakit peradangan sistemis kronis
yang tidak diketahui penyebbanya dengan manisfestasi pada sedi
perifer dengan pola simetris. Konstitusi gejala, termasuk keleahan,
malaise, dan kekakuan sendi dipagi hari. Pada reumatoit atritis sering
melibatkan organ ekstra-artikuler seperti kulit, jantung, paru-paru, dan
mata. Rematoid arthritis menyebabkan kerusakan sendi dan demikian
sering menyebabkan morbiditas dan kematian yang cukup besar
(Noor,2016)

Reumatoid artritis merupakan gangguan autoimun sistemik


kronis dengan tanda inflamasi erosif, kronis,, dan simetris pada
jaringan sendi sinovial sendi. Tingkat keparahan penyakit sendi dapat
berfluktuasi sepanjang waktu, namun pertambahan derajat kerusakan
sendi, deformitas, dan kecacatan merupakan hasil akhir umum dari
penyakit yang menetap. Gejala nonartikuler dapat terjadi antara lain
nodus subkutan, vaskulitis, nodulus paru, atau fibrosis usus dan
perikarditis (Black & Hawks, 2014)

Reumatoid artritis (RA) merupakan penyakit autoimun

16
pada jaringa ikat, terutama sinovia, yang sifatnya prgresif,
simetris, dan cenderung kronik. Penyebabnya multifaktor.
Reumatoid artritis dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung
tendon, tetapi paling sering di tangan.. Sinovia sendi, sarung
tendon, dan bursa menebal akibat radang, yang diikuti oleh erosi
tulang rawan dan dekstruksi tulang sekitar sendi (Sjamsuhidajat,
2010).
Rematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik,
progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35
tahun.Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial
yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai
sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling
sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40
hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan
perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada
tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta
pergelangan tangan.  

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron,


yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah,
arthritis berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah
suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan
dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi.

2. ETIOLOGI

Penyebab Rematoid arthritis tidak diketahui. Faktor genetik


diyakini memainkan peran dalam perkembangannya, kemungkinan
kombinasi dengan faktor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen
infeksius, seperti mikoplasma, virus Epstein Barr, atau virus lain
dapat memainkan peran dalam memulai respons imun abnormal yang

17
tampak di reumatoid artritis(LeMone, 2015).
Genetik : sekitar 60% dari pasien reumatoid artritis membawa epitop
bersama dari clutser HLA-DR4 yang merupakan salah satu situs
pengikatan peptida-molekul HLA-DRtertentu yang berkaitan dengan
reumatoid artritis. Lingkungan : untuk beberapa dekade, sejumlah
agen infeksi seperti organisme Mycoplasma, Epstein-Barr dan virus
rubella menjadi predisposisi peningkatan reumatoid artritis.
Hormonal : hormon seks mungkin memainkan peran, terbukti dengan
jumlah perempuan yang tidak proporsional dengan reumatoid artritis,
ameliorasi selama kehamilan, kambuh dalam periode postpartum dini,
dan insiden berkurang pada wanita menggunakan kontrasepsi oral.
Imunologi : semua elemen imunologi utama memainkan peran
penting dalam propagasi, inisiasi, dan pemeliharaan dari proses
autoimun reumatoid artritis(Noor, 2016).
Faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan terjadinya
reumatoid artritis antara lain jenis kelamin, ada riwayat keluarga
yang menderita reumatoid artritis , umur lebih tua, paparan
salisilat, dan merokok. Konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir
sehari, khususnya kopi decaffeinated mungkin juga berisiko.
Makanan tinggi vitamin D, konsumsi teh dan penggunaan
kontrasepsi oral berhubungan dengan penurunan risiko. Tiga dari
empat perempuan dengan reumatoid artritis mengalami perbaikan
gejala yang bermakna selama kehamilan dan biasanya akan
kambuh kembali setelah melahirkan. Hiperprolaktinemia dapat
menjadi faktor risiko reumatoid artritis (Pradana, 2012).
Faktor genetik penting dalam epidemologi penyakit.
Predisposisi genetik reumatoid artritis terlibat pada indeks yang lebih
tinggi pada 32% untuk kembar identik dibandingkan 9% pada kembar
fraternal.

3. MANIFESTASI KLINIS

Ada beberapa gejala klinis yang lazim ditemukan pada

18
penderita reumatoid artritis. Gejala klinis ini tidak harus timbul
sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena itu penyakit ini
memiliki gejala aran klinis yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstutional, misalnya lelah, anoreksia, berat
badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-
sendi di tangan, namun biasanya melibatkan sendi-sendi
interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
terserang.
c. Pentingnya membedakan nyeri yang disebabkan perubahan
mekanis dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang
timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak
timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanis.
Sedangkan nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari
saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat
pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
d. Kekakuan sendi di pagi hari lebih dari 1 jam, dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi, kekakuan
ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu
kurang dari 1 jam.
4. PATPFISIOLOGI
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti
edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama
pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini
granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.
Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan
tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas

19
maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan
subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub
chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai


dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara
ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak
terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid
(gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

20
5. PATHWAY

Inflamasi non bakterial disebabkan


oleh infeksi endokrin, autoimun,
metabolik, dan faktor genetik ,

Reumatoid Artritis Gangguan


khas nodul
subkutan

Reumatoid Tenosinovitis Kelainan pada Kelainan jaringan


Artritis tulang ekstra-artikuler

invasi
Hiperemia Erosi tulang dan
kolagen
dan kerusakan pada in
pembengkak tulang rawan fl
miopati siste kelenjar saraf
an a
matik limfe
m
Atropi otot as
Nekrosis Ruptur Instabilitas
i
kerusakan tendo dan
deformitas Splenomegati
dalam secara
ruangan parsial atau sendi
sendi total

Hambatan Gangguan Anemia, Neuropati


Nyeri
mobilitas mekanis dan osteoporosis perifer
fisik fungsional

Gangguan
sensorik

Gambaran
khas nodul
perubahan
subkutan Kelemahan Perikardialis,
bentuk
21 pada fisik miokarditis,
tubuh
dan radang
tulang

Resiko
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai
pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis
infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan
sarkoidosis.
b. Protein C-reaktif biasanya positif.
c. LED meningkat.
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkaT
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang
tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi
sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan
jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian
terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi
nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan
meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
a. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin
untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk
mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk
memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk
menghambat proses autoimun.
b. Pengaturan aktivitas dan istirahat

22
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat
membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun
istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap
menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
c. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.
d. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang
terdapat dalam minyak ikan.Mengkonsumsi makanan seperti tahu
untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan
kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.Hindari makanan yang
banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol,
ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan,
ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol karena
dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA,
2013).
f. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi
peradangan pada sendi.Adapun syarat–syarat diet atritis
rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin
dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan
setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2
½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75%
dari kebutuhan energi total.

23
g. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah
mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan
arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join
replacement untuk mengganti sendi.

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. ASKEP OSTEOMELITIS
1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data, baik subjektif maupun objektif pada klien
gangguan system musculoskeletal karena osteomielitis bergantung
pada lokasi dan adanya komplikasi pada tulang. Pengkajian
keperawatan osteomielitis meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian
psikososial.
a. Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
1) Identitas : nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa
yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, nomor registrasi, tanggal masuk
rumah sakit, dan diagnosa medis. Pada umumnya, keluhan
utama pada kasus osteomielitis adalah nyeri hebat. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien,
perawat dapat menggunakan metode PQRST :
Provoking Incident : hal yang menjadi faktor presipitasi
nyeri adalah proses supurasi pada bagian tulang. Trauma,
hematoma akibat trauma pada daerah metafisis, merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya osteomielitis
hematogen akut.
Quality of pain : rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien bersifat menusuk.
Region, Radiation, Relief : nyeri dapat reda dengan
imobilisasi atau istirahat, nyeri tidak menjalar atau menyebar.
Severity (scale) of pain : nyeri yang dirasakan klien secara
subjektif antara 2-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.

25
Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji adanya riwayat trauma fraktur terbuka (kerusakan
pembuluh darah, edema, hematoma, dan hubungan fraktur
dengan dunia luar sehingga pada fraktur terbuka umumnya
terjadi infeksi), riwayat operasi tulang dengan pemasangan
fiksasi internal dan fiksasi eksternal (invasi bakteri
disebabkan oleh lingkungan bedah) dan pada osteomielitis
akut yang tidak diberi perawatan adekuat sehingga
memungkinkan terjadinya proses supurasi di tulang.
3) Riwayat penyakit dahulu
Ada riwayat infeksi tulang, biasanya pada daerah vertebra
torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau
prosedur urologis. Dapat ditemukan adanya riwayat
diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan, atau
pengobatan dengan imunosupresif.
4) Riwayat psikososial – spiritual
Perawat menkaji respon emosi klien terhadap penyakit
yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga serta
masyarakat, respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam
masyarakat. Pada kasus osteomielitis, akan timbul
ketakutan akan terjadi kecacatan dan klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan
tulang. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan
hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, konsumsi alkohol yang
dapat mengganggu keseimbangan, dan apakah klien
melakukan olahraga. Klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien menjalani rawat
inap. Dampak yang timbul pada klien osteomielitis yaitu

26
timbul ketakutan akan kecacatan akibat prognosis
penyakitnya, rasa cemas, rasa tidak mampu melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan citra diri).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
( local).
1.) Keadaan umum meliputi :
1) Tingkat kesadaran ( apatis, sopor, koma, gelisah, compos
mentis yang bergantung pada keadaan klien).
2) Kesakitan atau keadaan penyakit (akut, kronis, ringan,
sedang, dan pada kasus osteomielitis biasanya akut).
3) Tanda-tanda vital tidak normal, terutama pada osteomielitis
dengan komplikasi septicemia.
2.) B1 (Breathing) : pada inspeksi, didapatkan bahwa klien
osteomielitis tidak mengalami kelainan pernapasan. Pada
palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan dan
kiri. Pada auskultasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.
3.) B2 (Blood) : pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi
menunjukkan nadi meningkat, iktus tidak teraba. Pada
auskultasi didapatkan suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada
murmur.
4.) B3 (Brain) : Tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
a) Kepala : tidak ada gangguan (normosefalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada sakit kepala).
b) Leher : tidak ada gangguan (simetris, tidak ada
penonjolan, refleks menelan ada).
c) Wajah : terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi
atau bentuk.

27
d) Mata : tidak ada gangguan, seperti konjungtiva tidak
anemis (pada klien patah tulang tertutup karena tidak terjadi
perdarahan). Klien osteomielitis yang disertai adanya
malnutrisi lama biasanya mengalami konjungtiva anemis.
e) Telinga : tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal,
tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping
hidung.
g) Mulut dan faring : tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
h) Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku
klien biasanya status mental tidak mengalami perubahan.
i) Pemeriksaan saraf kranial :
Saraf I : biasanya tidak ada kelainan fungsi penciuman.
Saraf II : tes ketajaman penglihatan normal.
Saraf III, IV, dan VI :Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata, pupil isokor.
Saraf V : klien osteomielitis tidak mengalami paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea tidak ada kelainan.
Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal dan
wajah simetris.
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli
presepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik
Saraf X : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
Saraf XII : lidah simetris, tidak ada devisiasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
j) Pemeriksaan refleks : biasanya tidak terdapat reflex
patologis

28
5.) B4 B4 (Bladder) : pengkajian keadaan urine meliputi, warna,
jumlah, karakteristik,dan berat jenis. Biasanya osteomielitis
tidak mengalami kelainan pada system ini.
6.) B5 (Bowel) : Inspeksi abdomen, bentuk datar, simetris, tidak
ada hernia. Palpasi, turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi,
suara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi,
peristaltik usus normal (20x/menit). Inguinal-genitalia-anus :
tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada
kesulitan defekasi. Pola nutrisi dan Metabolisme: klien
osteomelitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari, sperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan
lainnya untuk membantu proses penyembuhan infeksi tulang.
Evaluasi terhadap nutrisi klien dapat membantu menentukan
penyebab masalah musculoskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terutama kalsium
dan protein. Masalah nyeri pada osteomelitis menyebabkan
klien kadang mual atau muntah sehingga pemenuhan nutrisi
berkurang. Pola eliminasi: tidak ada gangguan eliminasi, tetapi
tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau fases.
Pada pola berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau,
dan jumalah urine.
7.) B6 (Bone). Adanya osteomelitis hematogen akut akan
ditemukan gangguan pergerakan sendi karena pembekakan
sendi akan menggangu fungsi motorik klien. Kerusakan
integritas jaringan pada kulit karena adanya luka disertai
dengan pengeluaran pus atau cairan bening berbau khas.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat
imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang.

29
4) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses
supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat
infeksi inflamasi tulang.

3. INTERVENSI
1) Nyeri yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang dan
pembekan sendi.
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.kriteria hasil :
klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat di atasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
mengurangi nyeri. Klien tidak gelisah. Skala nyeri 0-1 atau
teratasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri dengan skala 0-4. 1. Nyeri merupakan respons
subjektif yang dapat di
kaji dengan menggunakan
skala nyeri. Klien
melaporkan nyeri
biasanya diatas tingkat
cedera.
2. Atur posisi imobilisasi pada 2. Imobilisasi yang adekuat
daerah nyeri sendi atau nyeri di dapat mengurangi nyeri
tulang yang mengalami infeksi. pada daerah nyeri sendi
atau nyeri di tulang yang
mengalami infeksi.
3. Bantu klien dalam 3. Nyeri dipengaruhi oleh
mengidentifikasi faktor kecemasan, pergerakan
pencetus. sendi.
4. Pendekatan dengan
4. Jelaskan dan bantu klien terkait menggunakan relaksasi

30
dengan tindakan pereda nyeri dan tindakan
nonfarmakologi dan nonfarmakologi lain
noninvasive. menunjukan keefektifan
dalam mengurangi nyeri.

5. Teknik ini melancarkan


5. Ajarkan relaksasi: teknik peredaran darah sehingga
mengurangi ketegangan otot kebutuhan O2 pada
rangka yang dapat mengurangi jaringan dapat terpenuhi
intensitas nyeri dan dan nyeri berkurang.
meningkatkan relaksasi masase.
6. Mengalihkan perhatian
6. Ajarkan metode distraksi klien terhadap nyeri ke
selama nyeri akut. hal-hal yang
menyeangakan.
7. Istirahat merelaksasi
7. Beri kesempatan waktu istirahat semua jaringan sehingga
bila terasa nyeri dan beri posisi meningkatkan
yang nyaman. kenyamanan.
8. Pengetahuan tersebut
8. Tingkatkan pengetahuan membantu mengurangi
tentang penyebab nyeri dan nyeri dan dapat
hubungan dengan berapa lama membantu meningkatkan
nyeri akan berlangsung. kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
9. Analgetik memblok
9. Kolaborasi Pemberian analgetik lintasan nyeri sehingga
nyeri akan berkurang.

2) Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat


imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan / Hasil Pasien :Gangguan mobilitas fisik dapat
berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan

31
Kriteria Hasil :
1. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin.
2. Mempertahankan posisi fungsional.
3. Meningkatkan / fungsi yang sakit.
4. Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi Rasional
1. Pertahankan tirah baring dalam 1. Agar gangguan
posisi yang di programkan. mobilitas fisik
dapat berkurang.
2. Tinggikan ekstremitas yang
sakit, instruksikan klien / bantu
dalam latihan rentang gerak 2. Dapat
pada ekstremitas yang sakit dan meringankan
tak sakit. masalah
gangguan
mobilitas fisik
3. Beri penyanggah pada yang dialami
ekstremitas yang sakit pada saat klien.
bergerak.

4. Jelaskan pandangan dan 3. Dapat


keterbatasan dalam aktivitas. meringankan
masalah
gangguan
mobilitas yang
dialami klien
5. Berikan dorongan pada klien 4. Agar klien tidak
untuk melakukan AKS dalam banyak
lingkup keterbatasan dan beri melakukan
bantuan sesuai kebutuhan. gerakan yang

32
dapat
membahayakan
6. Ubah posisi secara periodik. 5. Mengurangi
terjadinya
penyimpangan
7. Kolabortasi : Fisioterapi / yang dapat
aoakulasi terapi terjadi.
6. Mengurangi
gangguan
mobilitas fisik
7. Mengurangi
gangguan
mobilitas fisik

3) Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan


pembentukan abses tulang.
Tujuan / Hasil Pasien : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi
yang dialami
Kriteria Hasil: Mencapai waktu penyembuhan
Intervensi Rasional
1.Pertahankan system kateter steril; 1. Mencegah pemasukan
berikan perawatan kateter bakteri dari infeksi/
regular dengan sabun dan air, sepsis lanjut.
berikan salep antibiotic disekitar
sisi kateter.
2.Ambulasi dengan kantung 2. Menghindari refleks balik
drainase dependen. urine, yang dapat
memasukkan bakteri
kedalam kandung kemih.

3.Awasi tanda vital, perhatikan 3. Pasien yang mengalami


demam ringan, menggigil, nadi sistoskopi/ TUR prostate
dan pernapasan cepat, gelisah, beresiko untuk syok

33
peka, disorientasi. bedah/ septic sehubungan
dengan amputasi.
4.Observasi drainase dari luka, 4. Adanya drain, insisi
sekitar kateter suprapubik. suprapubik meningkatkan
resiko untuk infeksi, yang
diindikasikan dengan
eritema, drainase purulen.
5.Ganti balutan dengan sering 5. Balutan basah
(insisi supra/ retropublik dan menyebabkan kulit iritasi
perineal), pembersihan dan dan memberikan media
pengeringan kulit sepanjang untuk pertumbuhan
waktu. bakteri, peningkatan
resiko infeksi luka.
6.Gunakan pelindung kulit tipe 6. Memberikan
ostomi. perlindungan untuk kulit
sekitar, mencegah
ekskoriasi dan
menurunkan resiko
infeksi.
7.Kolaborasi:Berikan antibiotic 7. Mungkin diberikan
sesuai indikasi secara profilaktik
sehubungan dengan
peningkatan resiko
infeksi pada prostatektom

4) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan proses


supurasi di tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat
infeksi inflamasi tulang.
Intervensi rasional
Mandiri: 1. Menjadi data dasar untuk
1. Kaji kerusakan jaringan memberi informasi tentang
lunak intervensi perawatan luka,
2. Lakukan perawatan luka: alat dan jenis larutan apa

34
a. Lakukan perawatan luka yang akan digunakan.
dengan tehnik steril 2.
b. Kaji keadaan luka dengan a. Perawatan luka dengan
tehnik membuka balutan dan tehnik steril dapat
mengurangi stimulus nyeri. mengurang kontaminasi
Bila perban melekat kuat, kuman langsung ke area
perban diguyur dengan NaCl luka.
c. Tutup luka dengan kasa steril b. Tehnik membuang jaringan
atau kompres dengan NaCl dan kuman di area luka
yang dicampur dengan sehingga keluar dari area
antibiotic. luka
d. Lakukan nekrotomi pada c. NaCl merupakan larutan
jaringa yang sudah mati fisiologis yang lebih mudah
di absirbsi oleh jaringa
daripada larutan anti septic.
e. Rawat luka setiap hari atau NaCl yang di csmpur dengsn
setiap kali bila pembalut stibiotik dspst mempercepat
basah atau kotor penyembuhan luka akibat
f. Hindarai pemakaian infeksi osteomelitis.
perawatan luka yang sudah d. Jaringan nekrotik dapat
kontak dengan klien menghambat penyembuhan
osteomelitis, jangan luka
digunakan lagi untuk e. Member rasa nyaman pada
melakukan perawtan luka klien dan dapat membantu
pada klien lain peningkatan pertumbuhan
g. Gunakan perban elastic dan jaringan luka.
gips pada luka yang disertai f. Pengendalian infeksi
kerusakan tulang atau nosokominal dengan
pembekkan sendi. menghindari kontaminasi
h. Evaluasi perban elastic langsung dari perawatan luka
terhadap resolusi edema yang tidak steril.
i. Evaluasi kerusakan jaringan g. Pada klien osteomelitis

35
dan perkembangan dengan kerusakan tulang,
pertumbuhan jaringan dan stabilitas formasi tulang
lakukan perubahan intervensi sangat labil. Gips dan perban
bila pada waktu yang elastic dapat membantu
ditetapkan tidak ada memfiksasi dan
perkembangan jaringan yang mengimobilisasi sehingga
optimal. dapat mengurangi nyeri.
Kolaborasi h. Pemasangan perban elastic
1. Kolaborasi dengan tim bedah yang terlalu kuat dapat
untuk bedah perbaikan pada menyebabkan edema pada
kerusakan jaringan agar daerah distal dan juga
tingkat kesembuhan dapat menambah nyeri padaa klien.
dipercepat. i. Adanya batasan waktu
2. Pemeriksaan kultur jaringan selama 7x24 jam dalam
(pus) yang keluar dari luka. melakukan perawatan luka
3. Pemberian klien ostemelitis menjadi
antibiotic/antimikroba tolak ukurr keberhasilan
intervensi yang diberikan .
apabila masih belum
mencapai kreteria hasil,
sebaiknya kaji ulang faktor-
faktor yang menghambat
pertumbuhan jaringan luka.
1. Bedah perbaikan terutama
pada klien fraktur terbuka
luas sehingga menjadi pintu
masuk kuman yang ideal.
Bedah perbaikan biasanya
dilakukan setelah masalah
infeksi osteomelitis teratasi.
2. Manajemen untuk mentukan
anti mikroba yang sesuai

36
dengan kuman yang sensitive
atau resisten terhadap
beberapa jenis antibiotic.
3. Antimikroba yang sesuai
dengan hasil kultur ( reaksi
sensitive) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang
menginvasi jaringan tulang.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana yang
sudah direncanakan.

5. EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan perencanaan berhasil di capai.

B. ASUHAN KEPERAWATAN REMATOID ATHRITIS


1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang
memburuk dengan stress pada sendi; kekakuan sendi pada pagi
hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris. Keterbatasan
fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, aktivitas istirahat,
dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan dan kelelahan yang
hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot,
kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Gejala        : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat
intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum
warna kembali normal.
c. Integritas Ego

37
Gejala        : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan sosial.
Keputusasaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep diri,
citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang lain,
dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan/Cairan
Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/mengkonsumsi
makan/cairan adekuat; mual, anoreksia, dan kesulitan untuk
mengunyah.
Tanda : Penurunan berat badan, dan membran mukosa kering.
e. Hiegiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang
lain.
f. Neurosensori
Gejala : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya
sensasi pada jari tangan.
Tanda   : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai
pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan
kekakuan (terutama pada pagi hari).
h. Keamanan
Gejala  : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus kaki, kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap, kekeringan pada mata,
dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain,
perubahan peran, isolasi.
2. Diagnosa Keperawatan

38
Diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada klien rumatoid
arthritis (Doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri/ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas
atau penurunan kekuatan otot.
c. Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk
melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat
bergerak atau depresi.
3. Rencana Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien artritis reumatoid di bawah
ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan , tindakan
keperawatan, dan rasionalasis ( Doenges, 2000).
a. Diagnosis keperawatan       : Nyeri akut/kronis berhubungan
dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses
inflamasi, destruksi sendi.
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi.
Kriteria Hasil                      :
1) klien melaporkan penurunan nyeri.
2) menunjukkan perilaku yang lebih relaks.
3) memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari
dengan peningkatan keberhasilan.
4) Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Kaji keluhan nyeri, skala nyeri, serta Membantu dalam menentukan
catat lokasi dan intensitas, faktor - faktor kebutuhan manajemen nyeri
yang mempercepat, dan respons rasa dan efektivitas program.

39
sakit nonverbal.
2. Biarkan klien mengambil posisi yang Pada penyakit yang berat/
nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. eksaserbasi, tirah baring
Tingkatkan istirahat di tempat tidur mungkin diperlukan untuk
sesuai indikasi. membatasi nyeri/cedera.
3. Anjurkan klien untuk sering merubah Mencegah terjadinya kelelahan
5 posisi. Bantu klien untuk bergerak di umum dan kekakuan sendi.
tempat tidur, sokong sendi yang sakit di Menstabilkan sendi,
atas dan di bawah, serta hindari gerakan mengurangi gerakan/rasa sakit
yang menyentak. pada sendi.

4. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Meningkatkan relaksasi otot


6 Sediakan waslap hangat untuk kompres dan mobilitas, menurunkan rasa
sendi yang sakit. Pantau suhu air sakit, dan menghilangkan
kompres, air mandi, dan sebagainya. kekakuan pada pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat
dihilangkan dan luka dermal
dapat disembuhkan.
5. Berikan masase yang lembut. Meningkatkan relaksasi/
7 mengurangi tegangan otot.

b. Diagnosa Keperawatan      : Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ketidaknyamanan,
intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tujuan   : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai
dengan kemampuannya.
Kriteria Hasil                      :
1) Klien dapat ikut serta dalam program latihan.
2) Tidak terjadi kontraktur sendi.
3) Bertambahnya kekukatan otot.

40
4) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas,
mempertahankan koordinasi mobilitas sesuai tingkat
optimal.

No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Evaluasi/ lanjutan pemantauan Tingkat aktivitas/ latihan
tingkat inflamasi/ rasa sakit pada tergantung dari perkembangan
sendi. resolusi proses inflamasi.
2. Pertahankan istirahat tirah baring/ Istirahat sistemik dianjurkan
duduk jika diperlukan. Buat selama eksaserbasi akut dan
jadwal aktivitas yang sesuai seluruh fase penyakit yang
dengan toleransi untuk penting, untuk mencegah
memberikan periode istirahat kelelahan, dan mempertahankan
yang terus-menerus dan tidur kekuatan.
malam hari yang tidak terganggu.
3. Bantu klien latihan rentang gerak Mempertahankan/ meningkatkan
pasif/ aktif, demikian juga latihan fungsi sendi, kekuatan otot, dan
resistif dan isometrik jika stamina umum. Latihan yang
memungkinkan. tidak adekuat dapat menimbulkan
kekakuan sendi, karenanya
aktivitas yang berlebihan dapat
merusak sendi.
4. Ubah posisi klien setiap dua jam Menghilangkan tekanan pada
dengan bantuan personel yang jaringan dan meningkatkan
cukup. Demonstrasikan/ bantu sirkulasi. Mempermudah
teknik pemindahan dan perawatan diri dan kemandirian
penggunaan bantuan mobilitas. klien. Teknik pemindahan yang
tepat dapat mencegah robekan
abrasi kulit.
5. Posisikan sendi yang sakit dengan Meningkatkan stabilitas jaringan

41
bantal, kantung pasir, gulung (mengurangi risiko cedera) dan
trokanter, bebat, dan brace. mempertahankan posisi sendi
yang diperlukandan dan
kesejajaran tubuh serta dapat
mengurangi kontraktur.

c. Diagnosa Keperawatan      : Gangguan citra tubuh / perubahan


penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan
untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan
energi atau ketidakseimbangan mobilitas.
Tujuan  : Klien mampu mengimplementasikan pola koping yang
baru dan mengungkapkan serta menunjukkan terhadap
penampilan.
Kriteria Hasil     :
1) Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada
gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
2) Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
3) Klien menerima perunbahan citra tubuh.
4) Klien berpartisipasi dalam berbagai aspek perawatan dan
dalam pengambilan keputusan tentang perawatan.
No INTERVENSI RASIONAL
1. Mandiri
Dorong klien mengungkapkan Memberikan kesempatan untuk
perasaannya mengenai proses mengidentifikasi rasa
penyakit dan harapan masa takut/kesalahan konsep dan
depan. mampu menghadapi masalah
secara langsung.

2. Diskusikan arti dari kehilangan/ Mengidentifikasi bagaimana


perubahan pada klien/ orang penyakit memengaruhi persepsi
terdekat. Pastikan bagaimana diri dan interaksi dengan orang
pendangan pribadi klien dalam lain akan menentukan kebutuhan

42
berfungsi dalam gaya hidup terhadap intervensi/konseling
sehari-hari, termasuk aspek- lebih lanjut.
aspek seksual.
3. Diskusikan persepsi klien Isyarat verbal/nonverbal orang
menganai bagaimana orang terdekat dapat memengaruhi
terdekat menerima keterbatasan bagaimana klien memandang
klien. dirinya sendiri.
4. Akui dan terima perasaan Nyeri konstan akan melelahkan,
berduka, bermusuhan, serta perasaan marah, dan bermusuhan
ketergantungan. umum terjadi.
5. Observasi perilaku klien terhadap Dapat menunjukkan emosional
kemungkinan menarik diri, atau metode koping maladaftif,
menyangkal atau terlalu membutuhkan intervensi lebih
memperhatikan perubahan tubuh. lanjut/dukungan psikologis.

d. Diagnosa Keperawatan    : Defisit perawatan diri berhubungan


dengan kerusakan muskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya
tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.
Tujuan  : Klien dapat melakukan perawatan diri sesuai
kemampuannya.
Kriteria Hasil :
1) Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang
konsisten dengan kemampuan individual.
2) Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
3) Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang
dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
No INTERVENSI RASIONAL
.
1. Mandiri
Diskusikan dengan klien tingkat Klien mungkin dapat
fungsional umum sebelum melanjutkan aktivitas umum

43
timbulnya/eksaserbasi penyakit dengan melakukan adaptasi yang
dan resiko perubahan yang diperlukan pada keterbatasan
diantisipasi. saat ini.
2. Pertahankan mobilitas, control Mendukung kemandirian
terhadap nyeri, dan program fisik/emosional klien.
latihan.
3. Kaji hambatan klien dalam Menyiapkan klien untuk
partisipasi perawatan diri. meningkatkan kemandirian, yang
Identifikasi/buat rencana untuk akan meningkatkan harga diri.
modifikasi lingkungan.
4. Kolaborasi
Konsultasi dengan ahli terapi Berguna dalam menentukan alat
okupasi. bantu untuk memenuhi
kebutuhan individual, missal
memasang kancing,
menggunakan alat bantu,
emmakai sepatu, atau
menggantungkan pgangan untuk
mandi pancuran.
5. Mengatur evaluasi kesehatan di Mengidentifikasi masalah-
rumah sebelum dan setelah masalah yang mungkin dihadapi
pemulangan. karena tingkat ketidakmampuan
actual. Memberikan lebih banyak
keberhasilan usaha tim dengan
orang lan yang ikut serta dalam
perawatan, missal tim terapi
okupasi.

44
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit
disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan
darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan
pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati).
Rematoid arthritis adalah penyakit peradangan sistemis kronis
yang tidak diketahui penyebbanya dengan manisfestasi pada sedi perifer
dengan pola simetris. Konstitusi gejala, termasuk keleahan, malaise, dan
kekakuan sendi dipagi hari.

45
DAFTAR ISI

Brunner & Suddarh. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8.


Volume 3. Jakarta: EGC Kedokteran

Muttaqin, Arif. 2011. Buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
muskuloskletal. Jakarta: EGC

Mansoer, Arif. 2010. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

46

Anda mungkin juga menyukai