Anda di halaman 1dari 19

1.

SKKNI NOMOR 187 TAHUN 2016


No Kode Unit Judul Unit Kompetensi Keterangan
.
1. E.370000.001.01 Mengidentifikasi Sumber - Menentukan potensi sumber
Pencemaran Air Limbah pencemaran air limbah industry (data
potensinya sesuai kebutuhan dan
mengelompokkan sesuai potensi
pencemarannya)
- Membuat laporan hasil penentuan
potensi sumber pencemaran air limbah
industry dan mengkomunikasikannya.
2. E.370000.002.01 Menentukan Karakteristik - Menganalisis karakteristik sumber
Sumber Pencemaran Air pencemaran air limbah (Analisa sesuai
Limbah dengan sifat bahan yang digunakan dan
jenis pencemaran air limbah ditentukan
sesuai prosesnya yaitu batch atau
kontinyu)
- membuat laporan hasil Analisa dan
mengkomunikasikannya
3. E.370000.003.01 Menilai Tingkat Pencemaran - Menentukan tingkat pencemaran air
Air Limbah limbah (berdasarkan karakteristik
limbah dan kapasitas produksi yang
dihasilkan serta mengukur debit
maksimum dan rata-rata air limbah
sesuai prosedur)
- Mengevaluasi tingkat pencemaran air
limbah (berdasarkan kesesuaian unit
pengolahan limbah yang tersedia dan
mengevaluasi debit maksimum kapasitas
produksi air limbah sesuai prosedur)
- Membuat laporan hasil penilaian dan
mengkomunikasikannya
4. E.370000.004.01 Menganalisis Air Limbah - Menentukan strategi pengambilan
sampel air limbah (berdasarkan
pertimbangan ada atau tidaknya
instalasi pengolahan limbah (IPAL) dan
tujuan pengujian dan pengambilannya
sesuai kebutuhan)
- Melakukan pengambilan sampel air
limbah (sesuai prosedur)
- Mempersiapkan sampel air limbah
(persiapan, pengawetan dan
penanganan sesuai prosedur)
- Melakukan analisis sampel air limbah
(persiapan dan pengukuran sesuai
prosedur, perhitungan dan pengisian
formulir Analisa sesuai prosedur)

1
5. E.370000.005.01 Melakukan Supervisi Analisis - Melakukan penjaminan mutu analisis
Air Limbah air limbah (bahan yang digunakan,
kalibrasi alat, validasi metode,
memeriksa Kartu kendali akurasi air
limbah dan uji banding untuk
memastikan unjuk kerja laboratorium
pengujian dilakukan sesuai prosedur)
- Menentukan pengawasan mutu
analisis air limbah sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
6. E.370000.006.01 Menentukan Peralatan Instalasi - Menentukan metode pengolahan air
Pengolahan Air Limbah (IPAL) limbah yang akan digunakan (jenis
pengolahan disesuaikan dengan
kebutuhan dan tahapan pengolahannya
berdasarkan jenis limbah dan jenis aliran
air limbah).
- Memilih peralatan pengolahan air
limbah yang akan digunakan (peralatan
dan dimensi peralatan sesuai metode yg
telah ditentukan dan Indikator
keberhasilan ditentukan berdasarkan
tercapainya aspek penaatan baku
mutu).
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
7. E.370000.007.01 Mengoperasikan Instalasi - Menyusun rencana pengoperasian IPAL
Pengolahan Air Limbah (IPAL) (besaran beban operasi berdasarkan
debit dan kadar bahan pencemar,
jumlah bahan yg digunakan sesuai
dengan beban pencemar).
- Melakukan pengoperasian IPAL
(pengolahan, pengukuran parameter
dan pengisian formulir sesuai prosedur).
- Melakukan optimasi pengoperasian
IPAL sesuai kebutuhan (Efisiensi IPAL
dievaluasi sesuai prosedur dan
Rekomendasi optimasi IPAL disusun
berdasarkan teknologi alternatif
mutakhir).
8. E.370000.008.01 Melaksanakan Daur Ulang - Mengidentifikasi peluang daur ulang
Olahan Air Limbah olahan air limbah (Data volume olahan
air limbah yang dapat didaur ulang
diidentifikasi sesuai prosedur dan
Peluang daur ulang olahan air limbah
ditentukan sesuai kebutuhan)

2
- Menyusun rencana penerapan upaya
daur ulang olahan air limbah (metode
yang digunakan sesuai kebutuhan)
- Melaksanakan upaya daur ulang
olahan air limbah (daur ulang, evaluasi,
efisiensi dilakukan sesuai prosedur).
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
9. E.370000.009.01 Melakukan Perawatan - Menyusun perencanaaan perawatan
Instalasi Pengolahan Air IPAL (frekuensi perawatan berdasarkan
Limbah (IPAL) beban kerja, jadwal dan logbook sesuai
kebutuhan)
- Melaksanakan perawatan IPAL
(Perbaikan dilaksanakan terhadap unit-
unit yang mengalami kerusakan kecil,
kinerja dibawah kriteria diperbaiki
sesuai prosedur dan pengisian logbook
sesuai prosedur).
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
10. E.370000.010.01 Menyusun Rencana - Menentukan tujuan pemantauan
pemantauan Kualitas Air kualitas air limbah (Tingkat kepatuhan
Limbah terhadap baku mutu air limbah
dipantau sesuai prosedur dan kondisi
operasional diperiksa kelayaknnya
sesuai prosedur).
- Menentukan titik sampling
pemantauan
kualitas air limbah (lokasi pemantauan
dan titik pengambilan sesuai dengan
tujuan pemantauan)
- Menentukan metode pemantauan
kualitas air limbah (parameter
pemantauan sesuai jenis industri,
metode sesuai parameter pemantauan
dan frekuensi pemantauan sesuai
prosedur)
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
11. E.370000.011.01 Melaksanakan Pemantauan - Melaksanakan pengambilan sampel air
Kualitas Air Limbah limbah (sesuai tujuan pengujian)
- Melaksanakan pemantauan hasil
pengujian sampel air limbah (meguji
sesuai metode yang telah ditentukan)
- Mengevaluasi hasil pemantauan
kualitas sampel air limbah (data hasilnya
dibandingkan dengan BML)

3
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
12. E.370000.012.01 Mengidentifikasi Bahaya - Mengidentifikasi potensi bahaya di
dalam Pengolahan Air Limbah area kerja (sesuai dengan arahan SMK3
yang telah ada)
- Mengidentifikasi potensi bahaya yang
terjadi saat proses pengolahan air
limbah dilakukan dalam kondisi tidak
normal.
- Mengidentifikasi potensi bahaya yang
terjadi dalam pengolahan air limbah
akibat kerusakan alat.
- Membuat laporan dan
mengkomunikasikannya.
13. E.370000.013.01 Melakukan Tindakan - Mengidentifikasi bahaya dan resiko
Keselamatan dan Kesehatan kecelakaan kerja saat mengolah air
Kerja (K3) terhadap Bahaya limbah (sesuai potensi bahaya)
dalam Pengolahan Air Limbah - Melakukan tindakan perbaikan untuk
mengurangi bahaya dan resiko
kecelakaan kerja saat mengolah air
limbah (dilakukan sesuai prosedur K3)
- Mempersiapkan tanggap darurat
dalam pengolahan air limbah (dilakukan
sesuai prosedur)
- Melaporkan hasil tindakan K3 dalam
pengolahan air limbah

4
2. PROSES PRODUKSI SUKROSA

5
Gambar Diagram Alir Proses di Stasiun Gilingan

6
Stasiun Ampas IV Cakar Mesin Pembuat Pellet
Utama Pellet dan Briket
Gilingan dan Briket

Bagasse
House

Boiler

46 bar
Uap Baru

425 C Turbin
Alternator 4 MW

Listrik

Gambar Diagram Alir Proses di Stasiun Boiler

7
Gambar Diagram Alir Proses di Stasiun Pemurnian

8
Gambar Sistem Quadruple Effect Evaporator

9
Gambar Diagram Blok di Stasiun Penguapan

10
pH : 5,0-5,2
Nira Kental Tangki Nira Kental Tangki Vacum Pan
Stroop A D
Tersulfitasi

Bibitan C
65 cmHg Vacum Pan A
atau D2

Massecuite A

400C Palung A

Massecuite A

80-900C Stroop A
HGF (High Grade
H2O Centrifugal) 1100 rpm

Klare SHS
Vacum Pan A
Gula A

Talang Goyang Instalasi Gula


Halus

Sugar
Dryer&Cooler Gula Halus (Dry
< 0,8 mm
Seeds)

Vibrating Screen

0,8-1,2 mm SHS/GKP Gula Krikilan > 1,2 mm

Kemasan @50
Sugar Bin
Kg Klare SHS

Gambar Diagram Blok Proses Masakan A

11
Tangki Stroop
Tangki Stroop C
Stroop A A

Bibitan D2
64 cmHg Pan C

Massecuite C

400C Palung C

Massecuite C

H2O LGF Stroop C


(Low Grade 1958 rpm
80-900C
Centrifugal) C
Gula C

Tangki Gula
C

Tangki
Bibitan C

Bibitan C

Gambar Diagram Blok Proses Masakan C

12
Tangki Stroop
Stroop C C

65 cmHg
Stroop A Vacum
65-700C
Pan D2
Klare D

Pan D1 Pan D1

Massecuite D

400C
Palung D

Klare D H2O LGF 1958 rpm Tetes Tebu


80-90 C 0
(Low Grade (Molases)
Gula D1
Centrifugal)

H2O
Mixer D1 29 rpm
80-90 0C

Tangki Klare Klare D LGF 1856 rpm


D
(Low Grade
Gula D2
Centrifugal)
Magma
Mixer D2

Mixer D2
Bibitan D2

Gambar Diagram Blok Proses Masakan D

13
KEGIATAN YANG MENGHASILKAN LIMBAH PADAT DAN CAIR
DARI PABRIK GULA

Pada pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain
ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan sebagai bahan
bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan dari nira kotor yang di tapis di rotary
vacuum filter, sedangkan tetes merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan
gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan kristal.
 Limbah Cair
Limbah cair pabrik gula meliputi bekas air kondensor dan bekas air cucian proses. Air cucian
proses termasuk air cucian evaporator, buangan ketel dan peralatan lain, bekas air cucian lantai,
tumpahan nira, tetes dan lain-lain.Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap
beberapa pabrik gula di Indonesia, nilai COD air buangan pabrik gula bisa bervariasi mulai di
bawah 100 mg/lsampai di atas 700 mg/l. Hal ini tidak sama untuk setiap pabrik gula, tergantung
pada cara pengolahan, kondisi peralatan dan kebersihan di masing-masing pabrik. Rahadi (2011)
melaporkan bahwa bekas air kondensor (air injeksi) memiliki BOD dan COD yang tidak begitu
tinggi. Oleh karena itu bisa diduga bahwa tingginya angka COD disebabkan oleh bekas air
cucian proses, sehingga tinggi rendahnya angka ini sangat bervariasi untuk tiap pabrik gula
 Limbah Padat
Limbah Blotong (Padat) salah satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula
adalah blotong, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih
bertemperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang
bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira.

14
KARAKTERISTIK LIMBAH
HASIL PRODUKSI GULA

Limbah Hasil Produksi Gula


Limbah (waste) merupakan bahan sisa yang tidak berguna atau sama sekali tidak
mempunyai nilai ekonomis. Limbah pabrik gula dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :
limbah padat, limbah cair, dan limbah gas.

1. Limbah Padat
Limbah pada produksi gula berupa ampas tebu, blotong dan abu pembakaran ampas tebu.
Ampas tebu didapatkan dari proses penggilingan sedangkan blotong didapatkan dari proses akhir
pemurnian nira dan abu pembakaran ampas tebu dihasilkan dari pembakaran ampas tebu di ketel
uap.

2. Limbah Cair
Limbah cair pada pabrik gula terdiri dari air bekas kondensor dan air cuci tapisan.
Limbah cair tersebut tidak mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya, hanya minyak yang
terbawa dalam air cucian dan angka BOD nya yang perlu mendapatkan pengontrolan.

3. Limbah Gas
Limbah gas pada pabrik gula umumnya adalah asap cerobong yang merupakan gas sisa
pembakaran dari ketel uap. Asap cerobong ini dapat digolongkan sebagai aerosol. Asap cerobong
yang mengandung partikel-partikel arang yang berasal dari pembakaran ampas merupakan asap
yang berbahaya sehingga tidak boleh langsung dibuang ke udara tanpa pengolahan terlebih
dahulu.
Dalam menangani limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
-Pengendalian Limbah (treatment) yang menggunakan perlakuan tertentu untuk mengatasi
masalah pencemaran yang ditimbulkan tanpa memanfaatkannya.
-Pemanfaatan (utilization) yang bertujuan untuk mengatasi masalah pencemaran yang
ditimbulkan sekaligus memanfaatkannya.

15
PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN
LIMBAH PABRIK GULA

Berikut adalah sejumlah hal tentang pemanfaatan dan pengelolaan hasil samping pabrik
gula yang dapat digunkan untuk menekan tingkat pencemaran:

1. Pembuatan Bioetanol
Pada dasarnya unit pembuatan etanol dari tebu terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1. Unit gilingan
2. Unit preparasi bahan baku
3. Unit fermentasi
4. Unit destilasi.
Unit gilingan berfungsi untuk menghasilkan nira mentah dari tebu. Komponen unit
gilingan terdiri dari pisau pencacah dan tandem gilingan. Sebelum masuk gilingan, tebu
dipotong-potong terlebih dulu dengan pisau pencacah. Cacahan tebu selanjutnya masuk kedalam
tandem gilingan 3 rol yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri.
Pada unit gilingan pertama, tebu diperah menghasilkan nira perahan pertama (npp). Ampas tebu
yang dihasilkan diberi imbibisi, kemudian digiling oleh unit gilingan kedua. Nira yang terperah
ditampung, ampasnya kembali ditambah air imbibisi dan digiling lebih lanjut oleh unit gilingan
ketiga, dan demikian seterusnya. Semua nira yang keluar dari setiap unit gilingan dijadikan satu
dan disebut nira mentah.
Unit preparasi berfungsi untuk menjernihkan dan memekatkan nira mentah yang
dihasilkan unit gilingan. Klarifikasi bisa dilakukan secara fisik dengan penyaringan atau secara
kimiawi. Klarifikasi terutama bertujuan untuk menghilangkan beberapa impurities yang bisa
mengganggu proses fermentasi. Nira yang dihasilkan dari proses ini disebut nira jernih.
Selanjutnya tahap ini dilanjutkan untuk memproduksi gula dan sisanya berupa molase bisa
dilanjutkan masuk ke tahapan pembuatan etanol.
Unit fermentasi berfungsi untuk mengubah molase menjadi etanol, melalui aktivitas
fermentasi ragi. Jumlah unit fermentasi biasanya terdiri dari beberapa unit (batch) atau system
kontinyu tergantung kepada kondisi dan kapasitas pabrik. Beberapa nutrisi ditambahkan untuk
optimalisasi proses. Etanol yang terbentukdibawa ke dalam unit destilasi. Unit destilasi berfungsi
untuk memisahkan etanol dari cairan lain khususnya air. Unit ini juga terdiri dari beberapa
kolom destilasi. Etanol yang dihasilkan biasanya memiliki kemurnian sekitar 95-96%. Proses
pemurnian lebih lanjut akan menghasilkan etanol dengan tingkat kemurnian lebih tinggi
(99%/ethanol anhydrous), yang biasanya digunakan sebagai campuran unleaded gasoline
menjadi gasohol.
Selain dari nira, ampas yang dihasilkan sebagai hasil ikutan dari unit gilingan bisa
diproses lebih lanjut menjadi etanol, dengan menambah unit pretreatment dan sakarifikasi. Unit
pretreatment berfungsi untuk mendegradasi ampas menjadi komponen selulosa, lignin, dan

16
hemiselulosa. Dalam unit sakarifikasi, selulosa dihidrolisa menjadi gula (glukosa) yang akan
menjadi bahan baku fermentasi, selanjutnya didestilasi menghasilkan etanol.
Pembuatan etanol selain dari molase juga dari ampas tebu. Ampas tebu sebagian besar
mengandung ligno-cellulose. Bahan lignoselulosa dapat dimanfaatkan untuk memproduksi
bioetanol.
Limbah dari pabrik gula yaitu tetes, dapat dipakai sebagai bahan baku pabrik alcohol. 
Limbah cair yang dikeluarkan pabrik merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan
beracu dan berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan.
 Pertama, penanganan di dalam pabrik (in house keeping).
Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian air dan penangkap minyak (oil
trap) serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash trap).
 Kedua, penanganan setelah limbah keluar dari pabrik
Melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih
dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m
(kolam anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap (retention
time) dapat mencapai 60 hari.

2. Pemanfaatan Ampas Tebu


Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur pulp dan dipakai
untuk pabrik kertas, untuk makanan ternak; bahan baku pembuatan pupuk, particle board,
bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi bahan-
bakar minyak oleh pabrik.
Selain itu semua, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi
menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses produksi sektor
industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam ampas tebu adalah pentosan,
dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan pentosan yang cukup tinggi tersebut
memungkinkan ampas tebu untuk diolah menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang
cukup luas dalam beberapa industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya
seperti : Furfuril Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya di
dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat . Hingga saat ini
seluruh kebutuhan Furfural untuk dalam negeri diperoleh melalui impor. Impor terbesar
diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai 72% pasar Furfural dunia.
 
3. Pemanfaatan Blotong untuk pembuatan kompos
Pembuatan kompos dilakukan dengan pencampuran bahan baku asal limbah pabrik gula,
antara lain ; serasah, blotong dan abu ketel, serta menambahkan bahan aktivator berupa
mikroorganisme, yang terdiri dari ; campuran bakteri, fungi, aktinomisetes, kotoran ayam dan
kotoran sapi. Proses pengolahan ini dilakukan secara biologis karena memanfaatkan
mikroorganisme sebagai agen pengurai limbah.
Contoh Prosedur pembuatan pupuk kompos adlah sebgai berikut: Bahan pupuk terdiri
dari tumpukan berisi 60 kg serasah, 300 kg blotong , dan 100 kg abu ketel. Bahan-bahan tersebut
17
dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk kotak dengan ukuran bawah 1,5 x 1,5 m; ukuran atas 1
m x 1 m serta tinggi 1,25 m. Sebelum dicetak, daun tebu dipotong-potong sehingga panjangnya
kurang dari 5 cm. Semua bahan dicampur rata, kemudian ditambah 5 kg TSP dan 10 kg Urea.
Untuk menjaga kelembaban dilakukan penambahan air.
Pemberian aktivator pada setiap tumpukan masing-masing sebanyak 10 kg campuran
mikroorganisme selulolitik,yaitu 5 kg fungi; 2,5 kg bakteri dan 2,5 kg aktinomisetes. Aktivator
ditabur bersamaan dengan saat memasukkan bahan kompos ke dalam cetakan. Setelah tercetak,
kemudian di setiap tumpukan diberi lubang aerasi pada masing-masing sisi dan bagian atas
tumpukan dengan cara menusukkan sebatang bambu.
Pembalikan tumpukan kompos dilakukan dua minggu sekali. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu memperlancar sirkulasi udara ke bagian tengah kompos, sehingga dapat mempercepat
pertumbuhan mikroorganisme selulolitik. Setiap dua minggu dengan menganalisa nisbah C/N
dan pH sampai diperoleh nisbah C/N sekitar 12-20 dan pH mendekati netral.
Limbah pabrik gula berupa blotong juga dapat dijadikan pupuk organik dengan cara
mencampurkannya dengan limbah pabrik etanol berupa vinace dan ditambah sejumlah mikroba.
Seorang peneliti pupuk mengungkapkan, kandungan unsur karbon (C) dan Nitrogen (N) pupuk
ini mencapai 12 persen. Sementara tanah yang sehat punya kandungan unsur C dan N antara 10-
15 persen. Mikroba yang ada di pupuk ini antara lain Celulotic bacteria, Pseudomonas, Bacyllus,
dan Lactobacyllus. Dikatakan pula bahwa bakteri itu ada yang berfungsi melarutkan fosfat.
Seperti diketahui, fosfat jika dipakai untuk pupuk harus dalam keadaan terlarut, dan yang
melarutkan itu mikroba. Pupuk organik ini mampu memperbaiki tekstur dan mampu
menyehatkan tanah kritis akibat pupuk kimia (anorganik).
Pupuk kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali untuk perkebunan tebu.
Pemberian kompos yang berasal dari limbah industri gula ini telah dicoba pada tanaman tebu di
berbagai wilayah pabrik gula di Indonesia. Secara umum kompos dapat meningkatkan produksi
dan produktivitas gula. Pemberian kompos blotong dan kompos ampas pada lahan tebu di pabrik
gula Cintamanis Palembang, masing-masing dengan takaran 30 ton/ha mampu meningkatkan
bobot tebu. Bobot tebu yang diberikan pupuk kompos ini pada tanaman pertama, berturut-turut
lebih tinggi 26,5 dan 8,1 ton/ha dibandingkan dengan kontrol.
4. Pengelolaan asap dan debu
Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi
(a) senyawa pencemar primer, dan
(b) senyawa pencemar sekunder.
Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari
sumber sedangkan senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk
akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak
senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran
udara ialah: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon
(HC), dan partikulat (debu).
Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat menyebabkan
sejumlahpenyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan pada manusia disekitar pabrik
18
tersebut,  iritasi mata dan lain-. Untuk menanggulanginya dibutuhkan pengendalian pencemaran
udara. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber
pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode
yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan
diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia,
pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan
penanggulangan emisi senyawa pencemar. Idealnya demikian pula yang harus dilakukan oleh
pabrik tebu.
Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap dan debu
tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di asap. Nantinya partikel-
partikel ini dalam jumlah yang cukup, bisa diolah menjadi pupuk. Karenanya suatu pabrik gula
seharusnya dilengkapai dengan alat-alat pemisah debu untuk memisahkan debu dari alirah gas
buang. Debu dapat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya
kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda.
Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan
dan juga aspek ekonomis

19

Anda mungkin juga menyukai